Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

TAFSIR AHKAM

“ Tafsir Surah An Nisa ayat 43 “

Dosen Pengampu Asron Chalifah, M.A

DISUSUN OLEH:

RIRI TRI KHANAFIAH ( 1101202019 )

FAKULTAS SYARIAH

PROGAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM AL GHURABAA

JAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah mari kita panjatkan kehadirat Allah SWT.
yang senantiasa memberikan kekuatan lahir bathin, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini.
Dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terimakasih kepada
semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini. Penulis telah berupaya dengan
segala kemampuan dan pengetahuan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca dan
tercapainya tujuan dari penulisan makalah ini. Dan penulis mengharapkan kritik serta saran
demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 12 Oktober 2022

Penulis
TAFSIR AYAT AHKAM SURAT AN-NISA, AYAT 43
TAFSIR AYAT AHKAM SURAT AN-NISA’ AYAT 43

A.    Pendahuluan

Al-Qur’an merupakan kalamullah yang diturunkan Nabi Muhammad SAW


secara mutawatir yang bermushaf-mushaf  yang dianggap ibadah bagi orang yang membacanya.
Dalam turunya al-Qur’an terkadang ada suatu problema kemasyarakatan yang melatar belakangi
turunya ayat tersebut, salah satu contohnya adalah ayat al-qur’an yang menjelaskan keharaman
shalat bagi orang mabuk, dan tayammum sebagai pengganti wudlhu dan mandi yang nantinya
akan kita bahas dalam makalah ini .

B.     Rumusan pembahasan

Poin-poin yang akan kita bahas antara lain:

1.      Teks surat an-Nisa ayat 43

2.      Mufradat

3.      Asbabun Nuzul

4.      Hikmah yang terkandung dalam ayat

C.     Tujuan pembahasan

1.      Mengetahui teks surat an-Nisa’ ayat 43

2.      Mengetahui Mufradat yang ada  dalam ayat

3.      Mengetahui asbabun nuzul surat an-Nisa ayat 43

4.      Mengetahui hikmah yang terkandung dalam surat an-nisa ayat 43

D.    Pembahasan

1.      Teks Surat an-Nisa’ ayat 43

‫ وإن كنتم مرض ى أو على‬. ‫يأيها الذين أمنوا التقربواالصلوة وأنتم سكرى حتى تعلموا ما تقولون وال جنبا إال عابرى س بيل ح تى تغتس لوا‬
‫سفر أو جا ء أحد منكم من الغائط أو لمستم النساء فلم تجدوا ماء فتيممواصعيدا طيبا فامسحوا بوجوهكم وأيديكم إن هللا كان عفواغفورا‬

Artinya:
Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian mendekati shalat sedang kalian dalam keadaan
mabuk sampai kalian mengetahui(sadar) apa yang kalian katakan dan janganlah pula (kamu
mendekati masjid) dalam keadaan junub kecuali sekedar lewati jalan saja sampai kalian
mandi, Dan apabila kalian sakit atau dalam perjalanan  atau selesai buang air besar atau
menyentuh wanita kemudian kalian tidak menemukan air maka bertayammumlah  dengan debu
yang suci kemudian usaplah wajahmu dan kedua tangan kalian. Sesungguhnya allah maha
pengampun.

2.      Mufradat

‫سكارى‬ = mabuk

‫جنبا‬  = junub/keluar air mani

‫=عابري سبيل‬  orang bepergian/ pengembara, pelancong

‫الغائط‬ = kotoran, tahi, tinja (berak)

‫=المستم النساء‬  jimak/ bersetubuh

‫ =صعيدا طيبا‬debu yang suci (ibn qatibah)

3.      Asbabun Nuzul

Diriwayatkan oleh imam tirmidzi dari Ali Ibn  Abi Thalib “ bahwasaanya ia pernah berkata:

‫ وحضرت الصالة فقدموني فقرأت (( قل ي ا أيه ا‬,‫منا‬ ‫الخمر‬ ‫ فأخذت‬,‫ لنا ((عبد الرحمن ابن عوف)) طعاما فدعانا وسقانا من الخمر‬  ‫صنع‬
‫ ((يأيها الذين أمنوا التقربواالصلوة وأنتم سكرى حتى تعلم وا م ا‬:‫ فأنزل هللا تعالى‬,‫ ونحن نعبد ما تعبدون)) قال‬,‫ أعبد ما تعبدون‬  ‫الكافرون‬
‫ هذا حديث حسن صحيح‬: ّ‫قال الترمذي‬. 43 ‫تقول)) النساء‬
Artinya:
Abdurrahman ibn auf  pernah membuat makan untuk kita, ia mengundang kami dan memberikan
kami minuman khamr, kemudian saya mengambil khamr itu, dan datanglah waktu shalat
lalu mereka mengajukanku sebagai imam kemudian aku membaca

 ‫ ونحن نعبد ما تعبدون‬,‫أعبد ما تعبدون‬  ‫قل يا أيها الكافرون‬ 

(hai orang-orang kafir aku menyembah tuhan yang kamu sembah, dan kita menyembah tuhan yang
kalian sembah). Ali ibn abi thalib berkata, Maka turunlah ayat

‫ يأيها الذين أمنوا التقربواالصلوة وأنتم سكرى حتى تعلموا ما تقول‬ 

( Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mendekati shalat dalam keadaan mabuk sampai kamu
mengetahui apa yang kamu ucapkan).

Dari hadis di atas telah dijelaskan bahwa asbabun nuzul ayat ini karena  setelah


meminum khamr sahabat Ali Ibn Abi Thalib salah membaca bacaan ayat al-Qur’an hingga membuat
makna al-Qur’an melenceng jauh dari arti yang sebenarnya.
Menurut al-Fakhru al-Razi” para sahabat  tidak meminum khamr di waktu-waktu shalat,
kemudian ketika mereka telah selesai mengerjakan shalat mereka meminumnya. Kemudian diwaktu
pagi mereka sudah tidak mabuk lagi(sadar dari mabuknya). Lalu turunlah ayat al-Qur’an dalam surat al-
Maidah yang menjelaskan keharaman khamr secara mutlak.

ْ ْ‫والميْسر واأل ْنصاب واأْل ْزالم رجْ س منْ عمل الّشيْطان فاج‬
ْ ‫تنبوه لعلّك ْم ت ْف‬
‫لحون‬ ْ ‫أمنوا إ ّنما ْالخ ْمر‬
ْ ‫يأيّهاالّذين‬

“Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya arak, judi, mengundi nasib, anak panah adalah najis dari
perbuatan syeitan, maka jauhilah agar kalian menang”.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa turunnya ayat,, wala junuban illa abiri    sabilin hatta
tagh tasilu(janganlah  pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar
berlalu saja, hingga kamu mandi) (Q.S> an-nisa: 43) berkenaan dengan seorang yang junub di dalam
perjalananya, lalu ia bertayammum dan terus shalat. Ayat ini turun sebagai petunjuk bagi orang yang
berhadas  dalam perjalananya.(diriwayatkan oleh al-Faryabi, ibn Abi Hatim, dan Ibnul Mundzir yang
bersumber dari Ali.

“ Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa al-Asla’ Ibn Syarik dalam keadaan junub diperjalanan
bersama Rasulullah SAW. Pada waktu itu malam sangat dingin. al-Asla tidak berani mandi dengan air
dingin, takut kalau mati atau sakit. Hal itu disampaikan kepada Rasulullah SAW. Lalu turunlah ayat
tersebut di atas sebagai tuntunan bagi orang-orang yang takut kena bahaya kedinginan kalau ia mandi.
( diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Asla’ Ibn Syarik).

 Dalam riwayat lain  dikemukakan bahwa pintu rumah sebagian golongan Ansar ada yang melalui
masjid. Ketika mereka junub dan tidak mempunyai air, mereka tidak bisa mendapatkan  air kecuali
melalui masjid. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas yang mnembolehkan
orantg junub melewati masjid..

4.            Tafsir ayat/  muqaranah

Syeikh  Muhammad Ali Shabun dalam menjelaskan ayat di atas ada lima penafsiran: 

a.       Ta’bir ini menjelaskan larangan  mendekati(menjalankan) shalat dalam keadaan mabuk. Larangan


dengan lafadz janganlah kamu mendekati shalat padahal kamu sedang mabuk” lebih tajam dari pada
menggunakan “janganlah kamu shalat padahal kamu sedang mabuk”. karena ketika diharamkan
mendekati shalat maka menjalankan shalat lebih berat dalam laranganya. Seperti firman tentang zina,
dengan “janganlah kamu mendekati zina” dan “janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali
dengan cara yang baik. Abu su’ud berkata: diarahkanya larangan ini untuk mendekati shalat, padahal
yang dimaksud adalah larangan mengerjakan shalat itu sendiri, adalah lil mubalaghah(sebagai larangan
yang keras). Adapula orang berpendapat bahwa yang dimaksud larangan disitu ialah larangan mendekati
masjid. Namun pendapat ini terbantah oleh kalimat ‫حتى تعلموا ما تقولون‬ “sehingga kamu menyadari apa
yang kamu ucapkan.

b.      Tahapan larangan minum khamr dengan metode yang bijaksana ditempuh oleh al-Qur’an al-Karim itu
adalah bukti yang jelas atas agungnya syariat islam. Sebab orang arab biasa meminum khamr seperti
meminum air tawar biasa. Sehingga seandainya khamr itu diharamkan seketika, niscaya berat bagi
mereka untuk  meninggalkanya .

c.        Ta’lil (alasan) dengan  lafadz hatta ta’lamuu maa taquuluu memberikan isyarat yang halus bahwa


sebaiknya orang yang shalat itu khusyu’ dengan mengetahui apa yang diucapkan dari bacaan al-
Qur’an, dzikr, tasybih, dan tahmid). Lalu Allah melarang shalat bagi orang mabuk karena ia tidak
mengetahui apa yang dibaca, maka ketika mushalli yang tenggelam dalam kepentingan dunia itu tidak
mengetahui sudah berapa rakaat ia shalat, dan apa yang dibacanya? Maka orang ini seperti mabuk.
untuk itu sebagian ulama’ menafsiri lafadz sakran  (mabuk) dengan mabuk karena tidur, dan kantuik,
dari sisi makna memang bagus, akan tetapi jauh dari penafsiran serta tidak sesuai
dengan asbabun nuzul.

d.      Metode al-Qur’an  menggunakan kata-kata kinayah yang kurang baik kalau diucapkan terus terang. Ini
merupakan salah satu tata cara al-Qur’an untuk membimbing umatnya untuk mengikuti petunjuk al-
Qur’an ketika mengajak bicara. Al-Qur’an mengkinayahkan hadas dengan mendatangkan
lafadz ghaith(buang air). Sedangkan ghaith adalah tempat yang menjorok ke dalam bumi yang ditujukan
manusia untuk menyelesaikan hajatnya(buang air besar/kecil) agar tertutup serta tidak terlihat dari
pandangan mata. Kemudian makna itu menjadi makna hakikat hadas karena banyak digunakan
sedangkan lafadz mulamatu al-nisaa itu kinayah dari makna ghisyyaan(bergumul)
dan mujama’ah(persetubuhan). sebab lafadz jima’ tidak baik dijelaskan maka al-qur’an menggunakan
dengan kinayah(‫أو لمستم النساء‬ )

e.       Dalam al-bahrul muhith dikatakan: dalam ayat ini pada umumnya dipakai dhamir mukhattab  (kata ganti
orang yang diajak bicara) yang bercampur dengan dhamir ghaib  (kata ganti orang ketiga/dia).
Yang mukhattab seperti ‫وإن كنتم مرضى‬ dan ‫أو لمس تم النس اء‬ sedang yang ghaib ‫أو ج ا ء أح د منكم‬  alangkah
indahnya  dhamir ghaib yang dipaki setelah disebut kinayah tentang buang air, karena ia tidak suka
menyandarkan hal yang seperti itu kepada mukhatab. Kemudian dihilangkanya yang seperti itu lalu
pindah ke ghaib. Dan ini adalah pengawasan yang paling indah dan bentuk pembicaraan yang paling
baik. Adapun sakit bepergian, dan bercampur dengan wanita itu tidak menjijikkan kalau disebut dengan
langsung maka kalimat tersebut dengan secara  langsung

f.       Diriwayatkan bahwa para sahabat pernah beprgian bersama Nabi SAW., lalu kalung Aiyah hilang,
kemudian Nabi sendiri mencarinya bersama dengan sahabat, sedang mereka tidak membawa air,
kemudian Abu Bakar marah kepada Aisyah seraya berkata: kamu sudah merepotkan Rasulullah SAW dan
orang-orang yang bersamanya sedang mereka tidak membawa air? Maka turunlah ayat ini. Maka
setelah mereka selesai shalat dengan bertayammum dan ingin melanjutkan perjalanan mereka
membangunkan unta lalu mereka menemukan kalung tersebut dibawah unta. Maka Usaid Ibn Hudhair
berkatabukankah ini pertama kalinya barakah buatmu hai Abu Bakar, Allah merahmatimu hai Aisyah.
Demi Allah tidak turun perkara yang kau benci kecuali Allah telah menjadikan bagimu dan kaum
muslimin kebaikan dan kelapangan.

5.      Hikmah

a.       Apa yang dikehendaki dari ayat ‫?التقربواالصلوة وأنتم سكرى‬

Kebanyakan para mufassir yaitu madzhab Abi Hanifah (madzhab hanafi), berpendapat bahwa


yang dimaksud dengan shalat dalam ayat adalah hakikat dari shalat itu sendiri sedangkan menurut
madzhab Syafi’ii yang dimaksud shalat adalah tempat-tempat yang digunakan untuk shalat yaitu masjid.

Dengan melihat lafadz berikutnya yaitu . ‫حتى تعلموا ما تقولون‬, pendapat pertama  ini memberikan
makna  ‫ ”التقربواالصلوة وأنتم سكرى‬janganlah kamu mendekati hakikat shalat”.

Karena tidak ada  ucapan yang disyariatkan di dalam masjid yang dilarang diucapkan oleh orang
mabuk. Sedangkan shalat  didalamnya ada ucapan yang diperintahkan diucapkan seperti membaca
surat, do’a, dzikir yang dilarang diucapkan bagi orang mabuk.

Sedangkan madzhab yang kedua memberikan alasan bahwa sifat jauh dan dekat itu lebih
menunjukkan suatu benda yang bisa dirasa oleh indera. Maka madzhab yang kedua lebih menunjuk arti
masjid jika melihat lafadz yang berikutnya ‫إال عابرى سبيل حتى تغتسلوا‬  yang menggunakan sighat ististna’.
Sedangkan Abu Hanifah memaknai  ‫ع ابرى س بيل‬ sebagai Musafir(orang yang bepergian) yang tidak
menemukan air maka ia tayammum dan shalat.

Hikmah mandi setelah junub adalah bahwa jinabah menimbulkan ketegangan  tyerhadfap urat
syaraf sehingga hal itu berpengaruh terhadap seluruh  tubuh dan menimbulkan kelemahan yang bisa
dihilanhgkan oleh mandi dengan air.

Agama menyuruh manusia melaksanakan shalat dalam keadaan mengetahui, memahami,


merenungkan al-qur’an dan ingat. Hal ini tergantung pada keadaan sadar dan meninggalkna mabuk-
mabukan. Sebagaimana juga menuntut agar badan bersih dan bersemangat, yaitu dilakukan dengan
jalan menghilangkan kotoran setelah berjunub.

b.      Apa sebab-sebab yang memperbolehkan untuk bertayammum

Ayat ini menyebutkan sebab-sebab tayammum yaitu:

1)      Sakit

Sakit yang memperbolehkan untuk bertayammum adalah sakit yang membahayakan diri akan
bertambah parah  bila menggunakan air. Sedangkan  orang yang menemukan air di dalam sumur yang
sangant dalam sehingga sulit untuk mendapatkanya hukumnya seperti tidak ada air

Berdasarkan hadis dari Jabir RA berkata:


“kami pernah keluar dalam perjalanan seorang lelaki dari kita tertimpa batu sehingga terluka kepalanya,
kemudia ia ihtilam(bermimpi mengeluarkan sperma) lalu bertanya kepada para sahabatnya: apakah
kalian menemukan ruhsah(keringanan) terhadap permasalahanku dalam bertayammum?, lalu mereka
berkata: kami tidak menemukan ruhsah bagimu sedangkan kau mampu menggunakan air, orang itu
mandi lalu mati, maka ketika kami telah sampai kepada nabi lalu beliau berkata: kalian membunuhnya,
maka allah akan membunuh kalian,  kecuali mereka bertanya ketika mereka tidak mengetahuinya?
Karena sesungguhnya obat dari kelemahan adalah meminta”.

2)      Bepergian jika tidak menemukan air

3)      Setelah berak( buang hajat) jika tidak menemukan air

4)      Mulamasat( bersetubuh/ bersentuhan) jika tida ka air

c.       Apa arti mulamasat dalam ayat

Para ulama’ salaf berselisih paham mengenai apa yang diharapkan dari mulamasah yang ada ada
dalam ayat ‫أو لمستم النساء‬.

Menurut  sahabat Ali, Ibn Abbas, dan Hasan “ mulamasah adalah jima’ (bersetubuh)” yaitu


pendapat yang diikuti oleh mdazhab hanafiah. Sedangkan menurut Ibn Mas’ud, Ibn Umar, Sya’bi
“mulamasah adalah menyentuh dengan tangan”.

Menurut Ibn Jarir Al-Thabary  adalah jima’ berdasarkan hadis  dari Rasulullah SAW “ bahwa


beliau pernah mencium istrinya kemudian salat dan tidak wudhu, kemudian hadis yang diriwayatkan
dari sayyidatina aisyah:

‫ ثم يصلي‬,‫رسول هللا ص م يتوضأ ثم يقبل‬  ‫ كان‬: ‫روي عن عائشة قالت‬


Hadis diriwayatakan dari Aisyah berkata: Rasulullah SAW wudlhu kemudian mencium, kemudian beliau
shalat

‫الصالة ولم يتوضأ‬ ‫وعن عائشة أن رسول هللا ص م قبل بعض نسائه ثم خرج إلى‬
Dari Aisyah  bahwa Rasulullah mencium sebagian istrinya kemudian beliau keluar untuk melakukan
shalat dan tidak wudlu

Para fuqaha’ berbeda pendapat dalam masalah menyentuh wanita apakah membatalkan wudlu


baik dengan syahwat atau tiudak?

1)      Abu Hanifah dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa menyentuh wanita itu membatalkan wdlu baik
dengan syahwat atau tidak

2)      Imam Malik berpendapat bahwa apabila menyentuh dengan syahwat membatalkan , akan tetapi bila
tidak dengan syahwat tidak membatalkan

Sebab perbedaan pendapat di atas karena ada kesamaan penggunaan kata lamsu dalam kalam arab.
Orang arab menggunakan kata lamsu yang mempunyai arti menyentuh dengan tangan secara mutlak
dan sebagai kinayah dari jima’.

d.      Apa arti sha’idan thayyiban

Para ahli bahasa berbeda pendapat tentang arti sha’id. Sebagian mereka


berpendapat bahwa sha’id itu adalah debu, sedang sebagian yang lain berpendapat sha’id adalah
permukaan bumi yang berupa debu dan lainya. Dengan dasar perbedaan pendapat para ulama berbeda
pendapat juga dalam masalah benda yang sah digunakan tayammum,[12]

1)      Abu Hanifah memperbolehkan tayammum dengan debu, batu dan setiap benda dari bumi meskipun
bukan berupa debu

2)      Iamam Syafi’i tayammum harus menggunakan debu, apabilatidak ditemukan debu maka tidak sah
tayammumnya

Abu Hanifah melihat dhahirnya lafadz sebagai hujjah. Beliau berkata: tayammum adalah al-


qashdu(tujuan), sedangkan sha’id adalah benda yang keluar naik dari bumi. Sedangkan imam
Syafi’i mengambil hujjah dari dua arah. Yaitu: pertama, allah mewajibkan adanya debu yang digunakan
tayammum itu suci (tayyib/baik), sedangkan bumi yang baik adalah yang menumbuhkan tanaman
berdasarkan dalil :

‫والبلدة الطيب يخرج نباته بإذن ربه‬


Negara yang baik adalah Negara yang tumbuh tanamanya dengan seizing tuhanya.

Kedua, sesungguhnya ayat ini menjelaskan secara mutlak, dan Muqayyat(dibatasi) dalam


surat al-maidah dengan lafadz minhu, sedangkan lafadz min berfaidah tab’id(menyatakan sebagian).

  

PENUTUP

Kesimpulan :

1.      Pengharaman shalat bagi orang yang mabuk diwaktu mabuk sampai kembali kesadaranya

2.      Pengharaman shalat, membaca al-qur’an dan masuk masjid bagi orang junub sampai ia mandi junub

3.      Sakit, musafir, hadas boleh melakukan tayammum jika tidak ada air

4.      Tata cara tayammum itu mengusap muka, kedua tangan sampai ketua siku dengan debu suci.

Selanjutnya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada para pembaca, yang bersedia
meluangkan waktunya untuk mengkaji makalah ini. Dan setelah membaca semoga kita diberi ilmu
tambahan atas  pengetahuan kita, amiin.

Selain itu penulis juga berharap kepada para pembaca makalah ini, untuk memberikan saran dan
kritik jika ada kekurangan dalam makalah. Dan ikut berpartisipasi membantu memperbaiki makalah
kami ini.
DAFTAR PUSTAKA

al-maraghi, Ahmad mustafa terjemah tafsir al-maraghi, (semarang: PT Karya toha putra, 1974)

al-shabuni,  Muhammad ali, rawa-I’ul bayan tafsir ayat al-ahkam min al-qur’an( madinah: dar al-shabuny, 1999),

Q.saleh dan A.dahlan, ASBABUN NUZUL latar belakang historis turunya ayat-ayat al-qur’an, (bandung: CV penerbit
Diponegoro,  2000), edisi kedua,

Anda mungkin juga menyukai