PENUTUP
13
PEMBUKAAN
Salaf, maknanya terdahulu. Namun, salaf yang yang dimaksud di sini adalah “Sebuah
generasi terbaik, mereka yang telah berhasil mendahului kita dalam keimanan dan
ketaqwaan kepada Allah.”
Pemakaian makna salaf di sini, tidak hanya terbatas pada orang shalih di bawah
angkatan para sahabat. Melainkan digunakan secara umum untuk generasi-genarsi
muttaqin baik dari kalangan sahabat nabi, ataupun setelahnya.
Menangis ketika membaca atau mendengar Al-Qur’an bukanlah hal yang mudah. Hal itu tidak bisa dilakukan oleh
sembarangan orang. Hal itu hanya bisa dilakukan oleh mereka yang memang dekat hatinya dengan Al-Qur’an. Bagi
mereka yang sangat jarang interaksinya, jangankan menangis! Membacanya saja malas-malasan.
Di lain kesempatan, Umar membawa membawa ghanimah (harta rampasan perang) yang banyak, segera saja para
pembantunya menghitungnya, mereka pun lelah karena banyaknya ghanimah tersebut, sebagian mereka berkata: “Wahai
Umar ini adalah karunia dan rahmat Allah.” Umar pun menjawabnya: “Kamu salah, Al-Quranlah karunia dan rahmat
Allah yang sebenarnya.” Kemudian beliau membaca firman Allah Ta’ala: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang
kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta
rahmat bagi orang-orang yang beriman.Katakanlah (Muhammad), ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah
dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.”[QS. Yunus: 57-58] [HR. Thabrani
dan Abu Nu’aim, sanadnya lemah]
Di antara para tabi'in yang terkenal pada masanya adalah mereka yang telah banyak menimba ilmu dari para sahabat. Hal itu terjadi karena semasa
hidupnya para sahabat tidak tinggal diam, namun terus berdakwah menyampaikan apa yang telah didapat, dilihat dan didengar dari nabi mereka.
Sehingga tidak salah kalau diantara mereka banyak mendirikan madrasah tafsir; seperti
Dari tiga madrasah itulah para tabi'in menimba ilmu dari para sahabat tempat mereka tinggal, terutama ilmu yang berkaitan dengan tafsir dan
hadits nabi saw, dan mereka mendapatkan riwayat hadits nabi langsung dari lisan para sahabat, menerima penjabaran tafsir Al-Quran sehingga
setelah itu mereka menjadi ulama tafsir dan hadits terkemuka. dan dari merekalah tersebar ilmu-ilmu tafsir, ilmu hadits dan ilmu-ilmu lainnya,
walaupun pada masa saat itu ilmu-ilmu yang disampaikan belum dibukukan namun hanya disampaikan melalui talaqqi dan tadris saja.
Dan secara histori interaksi mereka terhadap Al-Quran begitu intens, sehingga dengan pemahaman mereka terhadap Al-Quran menjadikan dunia
cerah dan mampu mempertahankan posisi mereka sebagai sebaik-baik zaman dan abad sebagaimana yang disabdakan oleh nabi saw sebelumnya.
"Obat hati ada lima : membaca Al-Quran dan mentadabburkannya, mengosongkan perut, qiyamullail, memohon ampun
di waktu sahur dan duduk bersama para shalihin".
AL-HASAN AL-BASRI
"Demi Allah, tidak pernah Allah menurunkan ayat kecuali Dia akan cinta kepada seseorang yang mengajarkan apa yang
telah diturunkan dan memahami maksud yang terkandung didalamnya". (Ihya Ulumuddin : 1 : 1 : 499)
Imam Hanafi
Menurut penuturan Imam Abu Yusuf, Imam Hanafi mengkhatamkan al-Qur’an di setiap malam dalam satu raka’at. Katanya: (Imam) Abu
Hanifah mengkhatamkan al-Qur’an di setiap malam dalam satu rakaat.” (al-Dzahabi: 21). Jika di malam-malam biasa saja Imam Abu Hanifah
mengkhatamkan al-Qur’an secara penuh, tentu ia tidak akan melewatkannya saat Ramadhan tiba. Diriwayatkan oleh Yahya bin Nashr bahwa
Imam Abu Hanifah mengkhatamkan al-Qur’an sampai enam puluh kali selama Ramadhan. Ia berkata: “Kerap kali (Imam) Abu Hanifah
mengkhatamkan Al-Qur’an enam puluh kali di (bulan) Ramadhan.” (al-Dzahabi: 23).
Imam Abû Ḥanîfah menghidupkan malam-malamnya dengan salat satu rakaat yang diisi dengan membaca Al-Qur’an. Beliau mengkhatamkan
Al-Qur’an 120 kali selama bulan Ramadan. Bahkan beliau mengkhatamkan Al-Qur’an 7000 kali di tempat wafatnya, yaitu dalam penjara.
Disebutkan bahwa Imam Abû Ḥanîfah dicambuk dan dipenjara karena menolak permintaan sang khalifah yang berkuasa pada waktu itu
untuk menjadi hakim, sehingga beliau wafat di dalam penjara (Habib Zein bin Smith, al-Manhaj as-Sawiyy, 2005: 279-280 & 408).
Imam Maliki
Imam Malik memiliki keutamaan sebagai seorang yang sangat perhatian terhadap penampilan, namun tetap rendah hati dan
tidak menyombongkan ilmunya. Keutamaan lain yang juga dimilikinya adalah kekuatan firasat sehingga dapat mengetahui
apa yang tersirat dalam jiwa seseorang. Dihadapan penguasa, Malik adalah seorang guru dan penasihat. Namun, sesibuk
apa pun beliau, di antara kesibukannya itu beliau membaca Al-Qur’an.