Istilah qiraat yang biasa digunakan adalah dialek atau cara pengucapan melalui lisan
bangsa arab.karena secara, dialeg bangsa arab memiliki perbedaan 'kefasihan' dan
pengucapan suatu huruf, maka kemudian dalam membaca al-Qur'an, ini juga
menimbulkan perbedaan bacaan.
Ini adalah sebuah bentuk qiraat, di mana masing-masing imam punya beberapa lafadz
bacaan yang berbeda. Namun di dalam mushaf yang kita pakai sehari-hari tidak terdapat
tanda perbedaan bacaan itu. Kecuali kalau kita menelusuri kitab-kitab tafsir yang klasik.
Biasanya kita akan menemukan penjelasan tentang perbedaan para imam dalam membaca
masing-masing lafadz itu.
Sedangkan masalah perbedaan melagukan bacaan Al-Quran, tidak ada kaitannya dengan
ilmu qiraat ini. Khusus untuk masalah melagukan Al-Quran, biasanya dijelaskan dalam
nagham. yaitu seni melantunkan Al-Quran.
Nagham ini sendiri sebenarnya merupakan seni, bukan disiplin ilmu. Tepatnya seni
melantunkan bacaan Al-Quran. Rupanya, dari berbagai wilayah negeri Islam berkembang
seni membaca Al-Quran. Dalam pelajaran nagham, kita mengenal ada jenis-jenisnya,
seperti
Nahawand, Bayati, Hijjaz, Shaba, Rast, Jaharkah, Sika dan lainnya. Semua jenis lagu
atau irama itu tidak ada kaitannya dengan ilmu qiraat sab’ah. Semata-mata hanya seni
melantunkan, tidak ada kaitannya dengan bagaimana melafadzkan ayat Al-Quran.
Umumnya para pembaca Al-Quran dari Mesir yang membawa seni baca Al-Quran ke
negeri kita. Mereka mengajarkan berbagai macam lagu dan memberikan beragam
variasinya serta membuat harmoni yang khas. Seni seperti itulah yang seringkali
diperlombakan di even musabaqah tilawatil quran . Meski bukan satu-satunya jenis
perlombaan, tetapi biasanya yang paling mencuat memang masalah seni membaca.
Sedangkan bacaan qiraat sab’ah justru merupakan cabang ilmu Al-Quran yang bersifat
syar’i. Bahkan dalam banyak hal, perbedaan qiraat ini pun berpengaruh kepada
perbedaan makna dan kesimpulan hukum. Sedangkan seni baca Al-Quran, sama sekali di
luar hal ini. Sebab tujuannya adalah menyuguhkan bacaan Al-Quran seindah mungkin.
PENDAHULUAN
Satu hal yang tak pernah hilang dari ingatan, ialah Al-Qur’an selalu memberi inspirasi
yang sangat luas, bagi para pemeluk ajaran Islam telah tertanam dalam hati sanubari
mereka, Al-Qur’an adalah petunjuk yang nyata bagi manusi, untuk kesejahteraan di dunia
dan akhirat, tetapi bagi para pengagumnya Al-Qur’an tidak hanya sekedar petunjuk dan
pedoman hidup yang nyata, mereka diajak menyelam ke dalam lautan ilmu dan
menikmati keindahannya yang tak pernah habis untuk dinikmati.
Kecintaan terhadap Al-Qur’an membawa semangat untuk berupaya secara seksama dan
penuh keikhlasan. Sejak zaman dahulu pelestarian terhadap Al-Qur’an telah
menumbuhkan semangat para sahabat untuk menuliskannya di pelepah kurma, tulang-
tulang unta, kulit-kulit binatang, mereka berlomba mempelajari Al-Qur’an dan
menghafalnya. Tidak heran bila akhirnya upaya itu semakin berkembang dan melahirkan
berbagai ilmu pengetahuan tentang Al-Qur’an.
Di tangan para tabi’in, upaya-upaya sistematis dibangun untuk mempelajarinya, mulai
dari kodifikasi, tata cara penulisan al-Qur’an dan juga turunnya Al-Qur’an dengan tujuh
huruf. Ditinjau dari berbagai segi Al-Qur’an membuat manusia semakin dipacu untuk
terus mendalami dan menyelami kedalaman makna yang tersurat dan tersirat darinya.
Menelusuri dan menelaah sejarah dari sahabat sampai saat ini tentang berbagai upaya
manusia terhadap Al-Qur’an dapat saya katakan terdiri dari tiga jenis; pertama, adalah
upaya manusia melestarikan dan menjaga Al-Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman.
Kedua, upaya manusia mempelajari Al-Qur’an untuk kepentingan ilmiah. Ketiga, upaya
manusia mempelajari Al-Qur’an untuk mengurangi, mengaburkan mukjizat Al-Qur’an
dan mengingkarinya.
BAB II
MASALAH
BAB III
PEMBAHASAN
5. Imam Muslim
Dengan sanad dari Ubay bin Ka'ab meriwayatkan bahwa Nabi SAW ketika berada di
Oase Bani Ghaffar didatangi malaikat Jibril a.s. lalu Jibril berkata: "Sesungguhnya Allah
SWT telah memerintah engkau unfuk membacakan Al-Qur'an kepada ummatmu dengan
satu huruf". Nabi menjawab: "Aku meminta dulu kepada Allah sehat dan ampunannya,
sebab ummatku tidak mampu menjalankan perintah itu".
Kemudian Jibril datang untuk kedua kalinya, seraya berkata: "Allah SWT telah
memerintahkan kau untuk membacakan Al-Qur'an dengan dua huruf". Nabi menjawab:
"Aku meminta sehat dan ampunan dulu kepada Allah, karena ummatku tidak kuat
menjalankannya".
Jibril datang lagi untuk ketiga kalinya dan berkata: "Allah SWT telah memerintahkan kau
untuk membacakan Al-Qur'an kepada ummatmu dengan tiga huruf. Nabi menjawab:
"Aku minta sehat dan maghfirah dulu kepada Allah, sebab ummatku tidak sanggup
mengerjakannya".
Jibril datang lagi untuk keempat kalinya seraya berkata: "Kau telah diperintahkan Allah
untuk membacakan Al-Qur'an kepada ummatmu dengan tujuh huruf dan huruf mana saja
yang mereka baca berarti benar".
6. At-Turmudzy
Juga meriwayatkan dari Ubay bin Ka'ab, ia mengatakan: "Rasulullah SAW berjumpa
dengan Jibril di gundukan Marwah". Ia (Ka'ab) berkata: "Kemudian Rasul berkata kepada
Jibril bahwa aku ini diutus untuk ummat yang ummy (tidak bisa menulis dan membaca).
Diantaranya ada yang kakek-kakek tua, nenek-nenek bangka dan anak-anak". Jibril
menjawab: "Perintahkan, membaca Al-Qur'an dengan tujuh huruf". Imam Turmudzy
mengatakan: "Hadits ini hasan lagi shahih".
Dalam suatu lafazh lain disebutkan: "Barangsiapa membacanya dengan satu huruf saja
berarti telah membaca seperti ia (Nabi) membaca".
Dituturkan dalam lafazh Hudzaefah, kemudian aku berkata: "Wahai Jibril bahwa aku
diutus untuk ummat yang ummiyah di dalamnya terdapat orang lelaki, perempuan, anak-
anak, pelayan (babu) dan kakek tua yang tidak bisa membaca sama sekali". Jibril balik
berkata: "Bahwa Al-Qur'an diturunkan dengan tujuh huruf".
7. Imam Ahmad
Mengeluarkan hadits dengan sanadnya dari Abi Qais maula 'Amar bin 'Ash dari 'Amr,
"Bahwa ada seseorang ini berdiri sehingga tidak terang membaca satu ayat Al-Qur'an".
Kemudian 'Amr berkata kepadanya: "Sebenarnya ayat itu begini dan begini". Setelah itu
ia mengatakan hal itu kepada Rasulullah SAW, Rasulullah SAW menjawab:
"Sesungguhnya Al-Qur'an itu diturunkan dengan tujuh huruf, mana saja yang kalian baca
berarti benar dan jangan kalian saling meragukan".
8. Ath-Thabary dan Ath-Thabrany
Meriwayatkan dari Zaid bin Arqam. Ia berkata: "Ada seseorang datang kepada Rasulullah
SAW, lalu berkata: "Ibnu Mas'ud telah membacakan sebuah surat kepadaku seperti yang
telah dibacakan oleh Zaid bin Tsabit dan membacakan pula kepadaku Ubay bin Ka'ab.
Ternyata bacaan mereka berbeda-beda. Maka bacaan siapa yang saya ambil?". Rasulullah
SAW terdiam, sedangkan shahabat 'Ali berada di sampingnya, kemudian 'Ali berkata:
"Setiap orang diantara kalian hendaklah membaca menurut pengetahuannya, karena
kesemuanya baik lagi indah".
9. Ibnu Jarir Ath-Thabary
Mengeluarkan hadits dari Abi Hurairah, bahwa ia berkata: "Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya Al-Qur'an ini diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah semampunya
dan tidak berdosa. Tetapi jangan sekali-kali mengakhiri dzikir rahmat dengan adzab atas
dzikir 'adzab dengan rahmat".
a. Ada segolongan orang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf ialah
bahasa Arab itu terdiri dari tujuh bahasa yang digabung menjadi satu, yaitu bahasa Hazil,
Tsaqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dan Yamana.
b. Sebagian orang berpendapat bahwa pengertian tujuh huruf ialah bentuknya yang tujuh.
Yaitu, amar, nahi, halal, haram, muhkam, mutasyabih dan amtsal. Hadits dari Ibnu
Mas’ud RA kata nabi SAW. Kitab yang pertama kali diturunkan satu bab atas satu huruf.
Al-Qur’an itu tujuh Bab atas tujuh huruf. Zajar, amar, halal, haram, muhkam, mutasyabih
dan amtsal.
c. Adapula segolongan orang yang mengatakan bahwa pengertian tujuh huruf yaitu
bentuknya itu yang tujuh kali berubah, yang jatuhnya itu berbeda-beda.
1. Perbedaan nama-nama dalam mufrad , mudzakar dan cabang-cabangnya. Seperti
firman Allah ‘Azza wa jalla dalam surat ) kadangAl-Mukminun ayat
: 8, kalimat amaanatihim ( dibaca jamak, kadang pula dibaca mufrad
2. Perbedaan dalam tashrif fi’il, ada yang madhi, mudhari’ dan amar. Misalnya dalam
firman Allah ) kadang dibaca‘Azza wa jalla (As-Saba’ : 19 ), lafal rabbana
( nashab sebagai munada dan lafal baa’id sebagai fi’il amar. Namun kadang juga dibaca
rabbunaa ba’ada, lafal rabbun dibaca rafa’ dan lafal ba’ada sebagai fi’il madhi ditasydid
‘ainnya, dan jumlahnya sebagai khabar.
3. Perbedaan dalam ibdal (penggantian), baik penggantian suatu huruf dengan huruf lain
seperti dalam firman Allah surat Al-Baqarah : 259. Lafal kaifa nunsyizuhaa( ها شزز ف ) ك في ي ف
ف ئ زن ي ش
kadang dibaca dengan za dan kadang pula dibaca dengan ra beserta fathah nunnya. Dan
firman Allah dala surat Al-Waqi’ah : 29, lafal wa thalhin mandhuudin ( ضويد ح من ي ز
ح ف في
) وفطل ح
ي ف
kadang dibaca dengan wa thal’in ( ) وفطلحع, sehingga disini tidak ada perbedaan antara
isim dan fi’il. Atau penggantian lafal dengan lafal lain. Seperti firman Allah dalam surat
Al-Qari’ah : 5, lafal kal’ihnilmanfuusy (منفوس فال ف ن ف ي
كالعشهف ش )
4. perbedaan dalam taqdim dan ta’khir ( mendahulukan dan mengakhirkan ) yang
adakalanya dalam huruf, seperti firman Allah dalam surat Qaf : 19, wajaa-at sakaratul
haqqi bilhaqqi (حقق ت شبال ي ف سك ففرة ز ال ي ف
مو ي ش ت ف جاع ف ي
) وف ف, dibaca wajaa-at sakaratul haqqi bil mauti.
5. Perbedaan segi I’rab. Seperti firman Allah dalam surat Yusuf : 31, maa haadzaa
basyaran ( شقرأ هذا ف ب ف ف)ما ف ف. Juga dalam surat Al-Buruj : 15, dzuul ‘’arsyil majiidu (ش ز ي
ذوالعفير ش
جي يد ز
م ش ) ال ي فdibaca rafa’ sebagai na’at dari lafal dzuu, namun kadang juga dibaca jer “al-
majiidi” sebagai sifat dari lafal al-‘arsy.
6. Perbedaan dalam ziadah dan naqash ( menambah dan mengurangi ). Seperti dalam
firman Allah dalam surat Al-Lail: 3, wamaa khalaqadz dzakara wal untsaa ( ذكفر خل فقف ال ق
ما ف
وف ف
شى ف ي
) وفالن ي فdibaca wadz dzakara wal untsaa dengan membuang maa khalaqa.
7. Perbedaan lahjah ( dialek ) dengan tafkhim, tarqiq, imalah, izhar, idghom. Perbedaan
seperti ini sangat banyak. Misalnya lafal Musa dalam firman Allah dalam surat Thaha:
hal ataaka hadiitsu muusaa kadang dibaca imalah, tetapi boleh juga tidak.
d. Tujuh Huruf adalah wajah-wajah lafal yang berbeda dalam kalimat dan makna yang
sama. Contoh: Lafal halumma, aqbil, ta’al, ‘ajal, isra’, qasdhi dan nahwi. Tujuh lafal itu
maknanya sama, yaitu minta agar menghadap.
Pendapat ini juga dianggap benar oleh kebanyakan ulama fiqh dan hadits,antara lain Ibnu
Jarir Ath-Thahawi serta ulama lain.
KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat saya simpulkan bahwa pengertian tujuh huruf adalah bahasa
dari bahasa-bahasa Arab tentang satu arti. Dengan pengertian bahwa terjadinya perbedaan
bahasa Arab dalam menta’birkan arti-arti yang terdapat dalam Al-Qur’an dengan lafazh-
lafazh menurut ukuran bahasa ini bagi satu arti.
Keberadaan ahruf as-saba’ah ( tujuh huruf ) sesungguhnya merupakan rahmat maupun
kelonggaran dari Allah untuk umat ini. Hikmahnya sendiri yaitu, memudahkan bacaan
dan hafalan, bukti kemukjizatan Qur’an bagi naluri atau watak dasar kebahasaan orang
Arab, kemukjizatan Qur’an dalam aspek makna dan hukum-hukumnya.
Bangsa Arab mempunyai aneka ragam dialek (lahjah) yang timbul dari fitrah mereka.
Setiap suku mempunyai format dialek yang tipikal dan berbeda dengan suku-suku lain.
Perbedaan dialek itu tentunya sesuai dengan letak geografis dan sosio-kultural dari
masing-masing suku. Namun demikian, mereka telah menjadikan bahasa Quraish sebagai
bahasa bersama (common language) dalam berkomunikasi, berniaga, mengunjungi
ka’bah, dan melakukan bentuk-bentuk interaksi lainnya. Dari keyataan diatas, sebenarnya
kita dapat memahami alasan al-Qur’an diturunkan dengan menggunakan bahasa Quraisy
Bahasa Rasul adalah bahasa Arab, karena itulah Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa
Arab. Wahyu diturunkan kepada Rasul dengan makna dan lafalnya, maka makna dan
lafalnya adalah ciptaan Allah, Rasul mengucapkannya dengan bahasa dari Allah, dan
menyampaikannya kepada manusia sebagaimana Allah menyampaikannya kepada Rasul,
beliau melukiskannya sebagimana terlukis dalam fikiran dan hafalan, dan
megucapkannya sebagaimana disampaikan oleh Allah, Allah mewahyukannya dan Rasul
menerima seluruhnya dengan murni, Allah memancarkan wahyu dan menciptakan
penjagaannya, maka pengucapan wahyu harus tunduk kepada Allah.
http://ad-dai.blogspot.com/2010/03/qiraah-sabah.html