Anda di halaman 1dari 17

ASBABUN NUZUL DAN SEJARAH

PENGUMPULAN AL QURAN

Disusun guna memenuhi tugas Mata kuliah : Ilmu Tafsir
Dosen Pengampu : Drs. A. Ali Munir











Disusun oleh:

Indri Utami (11.602.0301)





PRODI : MUAMALAT
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS WAHID HASYIM
SEMARANG
2011





BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Terkadang banyak ayat yang turun, sedang sebabnya hanya satu. Dalam hal ini tidak ada
permasalahan yang cukup penting, karena itu banyak ayat yang turun didalam berbagai surah
berkenaan dengan satu peristiwa. Asbabun nuzul adakalanya berupa kisah tentang peristiwa yang
terjadi, atau berupa pertanyaan yang disampaikan kepada rasulullah SAW untuk mengetahui
hukm suatu masalah, sehingga Qur'an pun turun sesudah terjadi peristiwa atau pertanyaan
tersebut. Asbabun nuzul mempunyai pengaruh dalam memahami makna dan menafsirkan ayat-
ayat Al-Quran. Al-Qur'an diturunkan untuk memahami petunjuk kepada manusia kearah tujuan
yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang didasarkan pada
keimana kepada allah SWT dan risalah-Nya, sebagian besar qur'an pada mulanya diturunkan
untuk tujuan menyaksikan banyak peristiwa sejarah, bahkan kadang terjadi diantara mereka
khusus yang memerlukan penjelasan hukum allah SWT.

Al-Quran adalah wahyu yang diturunkan dari langit oleh Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW melalui malaikat Jibril as. Sejarah penurunannya selama 23 tahun secara
berangsur-angsur telah memberi kesan yang sangat besar dalam kehidupan seluruh manusia. Di
dalamnya terkandung pelbagai ilmu, hikmah dan pengajaran yang tersurat maupun tersirat.
Sebagai umat Islam, kita haruslah berpegang kepada Al-Quran dengan membaca, memahami
dan mengamalkan serta menyebarluas ajarannya. Bagi mereka yang mencintai dan
mendalaminya akan mengambil iktibar serta pengajaran, lalu menjadikannya sebagai panduan
dalam meniti kehidupan dunia menuju akhirat yang kekal abadi.
Mushaf Al-Quran yang ada di tangan kita sekarang ternyata telah melalui perjalanan
panjang yang berliku-liku selama kurun waktu lebih dari 1400 tahun yang silam dan mempunyai
latar belakang sejarah yang menarik untuk diketahui. Selain itu jaminan atas keotentikan Al-
Quran langsung diberikan oleh Allah SWT yang termaktub dalam firman-Nya QS.AL Hijr -
(15):9: Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan adz-Dzikr (Al-Quran), dan kamilah yang
akan menjaganya












B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari Asbabun nuzul itu ?
2. Bagaimanakah cara turunnya asbabun nuzul itu ?
3. Apakah faedah (manfaat) dari mempelajari asbabun nuzul itu ?
4. Bagaimana Al Quran pada zaman Rasulullah SAW ?
5. Bagaimana Al Quran pada zaman Khalifah Abu Bakar As Sidiq?
6. Bagaimana Al Quran pada zaman Khalifah Umar bin Khatab?
7. Bagaimana Al Qur;an pada zaman Khalifah Usman bin Affan?

C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari pembahasan Makalah ini adalah agar kita bisa lebih mengenal tentang silsilah
asbabun nuzul dan Sejarah Pengumpulan Al Quran


































BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian asbabun nuzul
Asbabun Nuzul didefinisikan sebagai suatu hal yang karenanya al-quran diturunkan untuk
menerangkan status hukumnya, pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun
pertanyaan, asbabun nuzul membahas kasus-kasus yang menjadi turunnya beberapa ayat al-
quran, macam-macamnya, sight (redaksi-redaksinya), tarjih riwayat-riwayatnya dan faedah
dalam mempelajarinya. Untuk menafsirkan quran ilmu asbabun nuzul sangat diperlukan sekali,
sehingga ada pihak yang mengkhususkan diri dalam pembahasan dalam bidang ini, yaitu yang
terkenal diantaranya ialah Ali bin madani, guru bukhari, al-wahidi , al-jabar , yang
meringkaskan kitab al-wahidi dengan menghilangkan isnad-isnadnya, tanpa menambahkan
sesuatu, syikhul islam ibn hajar yang mengarang satu kitab mengenai asbabun nuzul. Pedoman
dasar para ulama dalam mengetahui asbabun nuzul ialah riwayat shahih yang berasal dari
rasulullah atau dari sahabat. Itu disebabkan pembaritahuan seorang sahabat mengenai asbabun
nuzul, al-wahidi mengatakan: tidak halal berpendapat mengenai asbabun nuzul kitab, kecuali
dengan berdasarkan pada riwayat atau mendengar langsung dari orang-orang yang menyaksikan
turunnya. Mengetahui sebab-sebabnya dan membahas tentang pengertian secara bersungguh-
sungguh dalam mencarinya .

Para ulama salaf terdahulu untuk mengemukakan sesuatu mengenai asbabun nuzul mereka
amat berhati-hati, tanpa memiliki pengetahuan yang jelas mereka tidak berani untuk menafsirkan
suatu ayat yang telah diturunkan. Muhammad bin sirin mengatakan: ketika aku tanyakan kepada
ubaidah mengetahui satu ayat quran, dijawab: bertaqwalah kapada allah dan berkatalah yang
benar. Orang-oarang yang mengetahui mengenai apa quran itu diturunkan telah meninggal.
Maksudnya: para sahabat, apabila seorang ulama semacam ibn sirin, yang termasuk tokoh tabiin
terkemuka sudah demikian berhati-hati dan cermat mengenai riwayat dan kata-kata yang
menentukan, maka hal itu menunjukkan bahwa seseorang harus mengetahui benar-benar asbabun
nuzul. Oleh sebab itu yang dapat dijadikan pegangan dalam asbabun nuzul adalah riwayat
ucapan-ucapan sahabat yang bentuknya seperti musnad, yang secara pasti menunjukkan asbabun
nuzul.

Al-wahidi telah menentang ulama-ulama zamannya atas kecerobohan mereka terhadap
riwayat asbabun nuzul, bahkan dia (Al-wahidi ) menuduh mereka pendusta dan mengingatkan
mereka akan ancaman berat, dengan mengatakan: sekarang, setiap orang suka mangada-ada
dan berbuat dusta; ia menempatkan kedudukannya dalam kebodohan, tanpa memikirkan
ancaman berat bagi orang yang tidak mengetahui sebab turunnya ayat .

B. Pedoman mengetahui asbabun nuzul
Aisyah pernah mendengar ketika khaulah binti salabah mempertanyakan suatu hal kepada
nabi bahwasannya dia dikenakan zihar. Oleh suaminya aus bin samit katanya: Rasulullah,
suamiku telah menghabiskan masa mudaku dan sudah beberapa kali aku mengandung karenanya,
sekarang setelah aku menjadi tua dan tidak beranak lagi ia menjatuhkan zihar kepadaku. Ya
allah sesunguhnya aku mengadu kepadamu, aisyah berkata: tiba-tiba jibril turun membawa ayat-
ayat ini; sesungguhnya allah telah mendengar perkataan perempuan yang mengadu kepadamu
tentang suaminya, yakni aus bin samit. Hal ini tidak berarti sebagai acuan bagi setiap orang
harus mencari sebab turun setiap ayat, karena tidak semua ayat quran diturunkan sebab timbul
suatu peristiwa dalam kejadian, atau karena suatu pertanyaan. Tetapi ada diantara ayat quran
yang diturunkan sebagai permulaan tanpa sebab, mengenai akidah iman, kewajiban islam dan
syariat allah dalam kehidupan pribadi dan social.

Definisi asbabun nuzul yang dikemukakan pada pembagian ayat-ayat al-quran terhadap dua
kelompok: Pertama, kelompok yang turun tanpa sebab, dan kedua, adalah kelompok yang turun
dengan sebab tertentu. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tidak semua ayat menyangkut
keimanan, kewajiban dari syariat agama turun tanpa asbabun nuzul. Sahabat ali ibn masud dan
lainnya, tentu tidak satu ayatpun diturunkan kecuali salah seorang mereka mengetahui tentang
apa ayat itu diturunkan seharusnya tidak dipahami melalui beberapa kemungkinan; Pertama,
dengan pernyataan itu mereka bermaksud mengungkapkan betapa kuatnya perhatian mereka
terhadap al-quran dan mengikuti setiap keadaan yang berhubungan dengannya. Kedua, mereka
berbaik sangka dengan segala apa yang mereka dengar dan saksikan pada masa rasulullah dan
mengizinkan agar orang mengambil apa yang mereka ketahui sehingga tidak akan lenyap dengan
berakhirnya hidup mereka, bagaimanapun suatu hal yang logis bahwa tidak mungkin semua
asbabun nuzul dari semua ayat yang mempunyai sebab al-nuzul bisa mereka saksikan. Ketiga,
para periwayat menambah dalam periwatnya dan membangsakannya kepada sahabat. Intensitas
para sahabat mempunyai semangat yang tinggi untuk mengikuti perjalanan turunnya wahyu,
mereka bukan saja berupaya menghafal ayat-ayat al-quran dan hal-hal yang berhubungan serta
mereka juga melestarikan sunah nabi, sejalan dengan itu al-hakim menjelaskan dalam ilmu
hadist bahwa seorang sahabat yang menyaksikan masa wahyu dan al-quan diturunkan tentang
suatu ( kejadian ) maka hadist itu dipandang hadist musnad, Ibnu al-shalah dan lainnya juga
sejalan dengan pandangan ini.

Asbabun Nuzul dengan hadist mursal, yaitu hadist yang gugur dari sanadnya seoarng
sahabat dan mata rantai periwayatnya hanya sampai kepada seorang tabiin, maka riwayat ini
tidak diterima kecuali sanadnya shahih dan mengambil tafsirnya dari para sahabat, seperti
mujahid, hikmah dan said bin jubair. para ulama menetapkan bahwa tidak ada jalan untuk
mengetahui asbabun nuzul kecuali melalui riwayat yang shahih. Mereka tidak dapat menerima
hasil nalar dan ijtihad dalam masalah ini, namun tampaknya pandangan mereka tidak selamanya
berlaku secara mutlak, tidak jarang pandangan terhadap riwayat-riwayat asbabun nuzul bagi ayat
tertentu berbeda-beda yang kadang-kadang memerlukan Tarjih ( mengambil riwayat yang lebih
kuat ) untuk melakukan tarjih diperlukan analisis dan ijtihad.

C. Macam-macam asbabun nuzul
Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, asbabun nuzul dapat dibagi kepada taaddud
al-asbab wa al-nazil wahid ( sebab turunnya lebih dari satu dan ini persoalan yang terkandung
dalam ayat atau kelompok ayat yang turun satu ) dan taaddud al-nazil wa al-sabab wahid (ini
persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun lebih dari satu sedang
sebab turunnya satu ). sebab turun ayat disebut taaddud karena wahid atau tunggal bila
riwayatnya hanya satu, sebaliknya apabila satu ayat atau sekelompok ayat yang turun disebut
taaddud al-nazil.

Jika ditemukan dua riwayat atau lebih tentang sebab turun ayat-ayat dan masing-masing
menyebutkan suatu sebab yang jelas dan berbeda dari yang disebutkan lawannya, maka riwayat
ini harus diteliti dan dianalisis, permasalahannya ada empat bentuk: Pertama, salah satu dari
keduanya shahih dan lainnya tidak. Kedua, keduanya shahih akan tetapi salah satunya
mempunyai penguat ( Murajjih ) dan lainnya tidak. Ketiga, keduanya shahih dan keduanya
sama-sama tidak mempunyai penguat ( Murajjih ). Akan tetapi, keduanya dapat diambil
sekaligus. Keempat, keduanya shahih, tidak mempunyai penguat ( Murajjih ) dan tidak mungkin
mengambil keduanya sekaligus.

D. Pengetahuan tentang Asbabun Nuzul
Perlunya mengetahui asbabun nuzul, al-wahidi berkata: tidak mungkin kita mengetahui
penafsiran ayat al-quran tanpa mangetahui kisahnya dan sebab turunnya ayat adalah jalan yang
kuat dalam memahami makna al-quran. Ibnu taimiyah berkata: mengetahui sebab turun ayat
membantu untuk memahami ayat al-quran. Sebab pengetahuan tentang sebab akan membawa
kepada pengetahuan tentang yang disebabkan (akibat). Namum sebagaimana telah diterangkan
sebelumnya tidak semua al-quran harus mempunyai sebab turun, ayat-ayat yang mempunyai
sebab turun juga tidak semuanya harus diketahui sehingga, tanpa mengetahuinya ayat tersebut
bisa dipahami, Ahmad Adil Kamal menjelaskan bahwa turunnya ayat-ayat al-quran melalui
tiga cara:
1. Pertama ayat-ayat turun sebagai reaksi terhadap pertanyaan yang dikemukakan kepada
nabi.
2. Kedua ayat-ayat turun sebagai permulaan tanpa didahului oleh peristiwa atau pertanyaan
3. Ketiga ayat-ayat yang mempunyai sebab turun itu terbagi menjadi dua kelmpok;
Ayat-ayat yang sebab turunnya harus diketahui ( hukum ) karena asbabun
nuzulnya harus diketahui agar penetapan hukumnya tidak menjadi keliru.
Ayat-ayat yang sebab turunnya tidak harus diketahui, ( ayat yang menyangkut
kisah dalam al-quran). Kebanyakan ayat-ayat kisah turun tanpa sebab yang
khusus, namun ini tidak benar bahwa semua ayat-ayat kisah tidak perlu
mengetahui sebab turunnya, bagaimanpun sebagian kisah al-quran tidak dapat
dipahami tanpa pengetahuan tentang sebab turunnya.

E. Faedah Asbabun Nuzul
1. Membawa kepada pengetahuan tentang rahasia dan tujuan allah secara khusus
mensyariatkan agama-Nya melalui al-quran.
2. Membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan kesulitannya.
3. Dapat menolak dugaan adanya Hasr ( pembatasan ).
4. Dapat mengkhususkan (Takhsis) hokum pada sebab menurut ulama yang memandang
bahwa yang mesti diperhatikan adalah kekhususan sebab dan bukan keumuman lafal.
5. Diketahui pula bahwa sebab turun ayat tidak pernah keluar dari hokum yang terkandung
dalam ayat tersebut sekalipun datang mukhasisnya ( yang mengkhususkannya ).
6. Diketahui ayat tertetu turun padanya secara tepat sehingga tidak terjadi kesamaran bisa
membawa kepada penuduhan terhadap orang yang tidak bersalah dan pembebasan bagi
orang yang tidak bersalah.
7. Akan mempermudah orang menghafal ayat-ayat al-quran serta memperkuat keberadaan
wahyu dalam ingatan orang yang mendengarnya jika mengetahui sebab turunnya.

A. Al-Quran pada zaman Rasulullah SAW.
Pengumpulan Al-Quran pada zaman Rasulullah SAW ditempuh dengan dua cara:
Pertama:al Jamu fis Sudur

Para sahabat langsung menghafalnya diluar kepala setiap kali Rasulullah SAW menerima
wahyu. Hal ini bisa dilakukan oleh mereka dengan mudah terkait dengan kultur (budaya) orang
arab yang menjaga Turast (peninggalan nenek moyang mereka diantaranya berupa syair atau
cerita) dengan media hafalan dan mereka sangat masyhur dengan kekuatan daya hafalannya.
Kedua : al Jamu fis Suthur

Yaitu wahyu turun kepada Rasulullah SAW ketika beliau berumur 40 tahun yaitu 12 tahun
sebelum hijrah ke madinah. Kemudian wahyu terus menerus turun selama kurun waktu 23 tahun
berikutnya dimana Rasulullah. SAW setiap kali turun wahyu kepadanya selalu membacakannya
kepada para sahabat secara langsung dan menyuruh mereka untuk menuliskannya sembari
melarang para sahabat untuk menulis hadis-hadis beliau karena khawatir akan bercampur dengan
Al-Quran. Rasul SAW bersabda Janganlah kalian menulis sesuatu dariku kecuali Al-Quran,
barangsiapa yang menulis sesuatu dariku selain Al-Quran maka hendaklah ia menghapusnya
(Hadis dikeluarkan oleh Muslim (pada Bab Zuhud dan Ahmad (hal 1).
Biasanya sahabat menuliskan Al-Quran pada media yang terdapat pada waktu itu berupa ar-
Riqa (kulit binatang), al-Likhaf (lempengan batu), al-Aktaf (tulang binatang), al-`Usbu (
pelepah kurma). Sedangkan jumlah sahabat yang menulis Al-Quran waktu itu mencapai 40
orang. Adapun hadis yang menguatkan bahwa penulisan Al-Quran telah terjadi pada masa
Rasulullah s.a.w. adalah hadis yang di Takhrij (dikeluarkan) oleh al-Hakim dengan sanadnya
yang bersambung pada Anas r.a., ia berkata: Suatu saat kita bersama Rasulullah s.a.w. dan kita
menulis Al-Quran (mengumpulkan) pada kulit binatang .
Dari kebiasaan menulis Al-Quran ini menyebabkan banyaknya naskah-naskah (manuskrip)
yang dimiliki oleh masing-masing penulis wahyu, diantaranya yang terkenal adalah: Ubay bin
Kaab, Abdullah bin Masud, Muadz bin Jabal, Zaid bin Tsabit dan Salim bin Maqal.
Adapun hal-hal yang lain yang bisa menguatkan bahwa telah terjadi penulisan Al-Quran
pada waktu itu adalah Rasulullah SAW melarang membawa tulisan Al-Quran ke wilayah
musuh. Rasulullah s.a.w. bersabda: Janganlah kalian membawa catatan Al-Quran kewilayah
musuh, karena aku merasa tidak aman (khawatir) apabila catatan Al-Quran tersebut jatuh ke
tangan mereka.
Kisah masuk islamnya sahabat `Umar bin Khattab r.a. yang disebutkan dalam buku-bukus
sejarah bahwa waktu itu `Umar mendengar saudara perempuannya yang bernama Fatimah
sedang membaca awal surah Thaha dari sebuah catatan (manuskrip) Al-Quran kemudian `Umar
mendengar, meraihnya kemudian memba-canya, inilah yang menjadi sebab ia mendapat hidayah
dari Allah sehingga ia masuk islam.
Sepanjang hidup Rasulullah s.a.w Al-Quran selalu ditulis bilamana beliau mendapat wahyu
karena Al-Quran diturunkan tidak secara sekaligus tetapi secara bertahap.
B. Al-Quran pada zaman Khalifah Abu Bakar As Sidq
SEPENINGGAL Rasulullah SAW, istrinya `Aisyah menyimpan beberapa naskah catatan
(manuskrip) Al-Quran, dan pada masa pemerintahan Abu Bakar r.a terjadilah Jamul Quran
yaitu pengumpulan naskahnaskah atau manuskrip Al-Quran yang susunan surah-surahnya
menurut riwayat masih berdasarkan pada turunnya wahyu (hasbi tartibin nuzul).
Imam Bukhari meriwayatkan dalam shahihnya sebab-sebab yang melatarbelakangi
pengumpulan naskah-naskah Al-Quran yang terjadi pada masa Abu Bakar yaitu Atsar yang
diriwatkan dari Zaid bin Tsabit r.a. yang berbunyi:Suatu ketika Abu bakar menemuiku untuk
menceritakan perihal korban pada perang Yamamah , ternyata Umar juga bersamanya. Abu
Bakar berkata : Umar menghadap kapadaku dan mengatakan bahwa korban yang gugur pada
perang Yamamah sangat banyak khususnya dari kalangan para penghafal Al-Quran, aku
khawatir kejadian serupa akan menimpa para penghafal Al-Quran di beberapa tempat sehingga
suatu saat tidak akan ada lagi sahabat yang hafal Al-Quran, menurutku sudah saatnya engkau
wahai khalifah memerintahkan untuk mengumpul-kan Al-Quran, lalu aku berkata kepada Umar
: bagaimana mungkin kita melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah
saw. ? Umar menjawab: Demi Allah, ini adalah sebuah kebaikan.Selanjutnya Umar selalu
saja mendesakku untuk melakukannya sehingga Allah melapangkan hatiku, maka aku setuju
dengan usul umar untuk mengumpulkan Al-Quran.
Zaid berkata: Abu bakar berkata kepadaku : engkau adalah seorang pemuda yang cerdas dan
pintar, kami tidak meragukan hal itu, dulu engkau menulis wahyu (Al-Quran) untuk Rasulullah
s. a. w., maka sekarang periksa dan telitilah Al-Quran lalu kumpulkanlah menjadi sebuah
mushaf.Zaid berkata : Demi Allah, andaikata mereka memerintahkan aku untuk memindah
salah satu gunung tidak akan lebih berat dariku dan pada memerintahkan aku untuk
mengumpulkan Al-Quran. Kemudian aku teliti Al-Quran dan mengumpulkannya dari pelepah
kurma, lempengan batu, dan hafalan para sahabat yang lain).Kemudian Mushaf hasil
pengumpulan Zaid tersebut disimpan oleh Abu Bakar, peristiwa tersebut terjadi pada tahun 12 H.
Setelah ia wafat disimpan oleh khalifah sesudahnya yaitu Umar, setelah ia pun wafat mushaf
tersebut disimpan oleh putrinya dan sekaligus istri Rasulullah s.a.w. yang bernama Hafsah binti
Umar r.a.
Semua sahabat sepakat untuk memberikan dukungan mereka secara penuh terhadap apa yang
telah dilakukan oleh Abu bakar berupa mengumpulkan Al-Quran menjadi sebuah Mushaf.
Kemudian para sahabat membantu meneliti naskah-naskah Al-Quran dan menulisnya kembali.
Sahabat Ali bin Abi thalib berkomentar atas peristiwa yang bersejarah ini dengan mengatakan :
Orang yang paling berjasa terhadap Mushaf adalah Abu bakar, semoga ia mendapat rahmat Allah
karena ialah yang pertama kali mengumpulkan Al-Quran, selain itu juga Abu bakarlah yang
pertama kali menyebut Al-Quran sebagai Mushaf).
Menurut riwayat yang lain orang yang pertama kali menyebut Al-Quran sebagai Mushaf
adalah sahabat Salim bin Maqil pada tahun 12 H lewat perkataannya yaitu : Kami menyebut di
negara kami untuk naskah-naskah atau manuskrip Al-Quran yang dikumpulkan dan di bundel
sebagai MUSHAF dari perkataan salim inilah Abu bakar mendapat inspirasi untuk menamakan
naskah-naskah Al-Quran yang telah dikumpulkannya sebagai al-Mushaf as Syarif (kumpulan
naskah yang mulya). Dalam Al-Quran sendiri kata Suhuf (naskah ; jamanya Sahaif) tersebut 8
kali, salah satunya adalah firman Allah QS. Al Bayyinah (98):2 Yaitu seorang Rasul utusan
Allah yang membacakan beberapa lembaran suci. (Al-Quran)
C. Al-Quran pada zaman khalifah Umar bin Khatab

Tidak ada perkembangan yang signifikan terkait dengan kodifikasi Al-Quran yang
dilakukan oleh khalifah kedua ini selain melanjutkan apa yang telah dicapai oleh khalifah
pertama yaitu mengemban misi untuk menyebarkan islam dan mensosialisasikan sumber utama
ajarannya yaitu Al-Quran pada wilayah-wilayah daulah islamiyah baru yang berhasil dikuasai
dengan mengirim para sahabat yang kredibilitas serta kapasitas ke-Al-Quranan-nya bisa
dipertanggungjawabkan Diantaranya adalah Muadz bin Jabal, `Ubadah bin Shamith dan Abu
Darda.
D. Al-Quran pada zaman khalifah Usman bin Affan
Pada masa pemerintahan Usman bin Affan terjadi perluasan wilayah islam di luar Jazirah
arab sehingga menyebabkan umat islam bukan hanya terdiri dari bangsa arab saja (Ajamy).
Kondisi ini tentunya memiliki dampak positif dan negatif.Salah satu dampaknya adalah ketika
mereka membaca Al-Quran, karena bahasa asli mereka bukan bahasa arab. Fenomena ini di
tangkap dan ditanggapi secara cerdas oleh salah seorang sahabat yang juga sebagai panglima
perang pasukan muslim yang bernama Hudzaifah bin al-yaman.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas r.a. bahwa suatu saat Hudzaifah yang pada waktu
itu memimpin pasukan muslim untuk wilayah Syam (sekarang syiria) mendapat misi untuk
menaklukkan Armenia, Azerbaijan (dulu termasuk soviet) dan Iraq menghadap Usman dan
menyampaikan kepadanya atas realitas yang terjadi dimana terdapat perbedaan bacaan Al-
Quran yang mengarah kepada perselisihan.Ia berkata : wahai usman, cobalah lihat rakyatmu,
mereka berselisih gara-gara bacaan Al-Quran, jangan sampai mereka terus menerus berselisih
sehingga menyerupai kaum yahudi dan nasrani .Lalu Usman meminta Hafsah meminjamkan
Mushaf yang di pegangnya untuk disalin oleh panitia yang telah dibentuk oleh Usman yang
anggotanya terdiri dari para sahabat diantaranya Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin
alAsh, Abdurrahman bin al-Haris dan lain-lain.
Kodifikasi dan penyalinan kembali Mushaf Al-Quran ini terjadi pada tahun 25 H,
Usman berpesan apabila terjadi perbedaan dalam pelafalan agar mengacu pada Logat bahasa
suku Quraisy karena Al-Quran diturunkan dengan gaya bahasa mereka.Setelah panitia selesai
menyalin mushaf, mushaf Abu bakar dikembalikan lagi kepada Hafsah. Selanjutnya Usman
memerintahkan untuk membakar setiap naskah-naskah dan manuskrip Al-Quran selain Mushaf
hasil salinannya yang berjumlah 6 Mushaf.Mushaf hasil salinan tersebut dikirimkan ke kota-kota
besar yaitu Kufah, Basrah, Mesir, Syam dan Yaman. Usman menyimpan satu mushaf untuk ia
simpan di Madinah yang belakangan dikenal sebagai Mushaf al-Imam.
Tindakan Usman untuk menyalin dan menyatukan Mushaf berhasil meredam perselisihan
dikalangan umat islam sehingga ia manual pujian dari umat islam baik dari dulu sampai sekarang
sebagaimana khalifah pendahulunya Abu bakar yang telah berjasa mengumpulkan Al-
Quran.Adapun Tulisan yang dipakai oleh panitia yang dibentuk Usman untuk menyalin Mushaf
adalah berpegang pada Rasm alAnbath tanpa harakat atau Syakl (tanda baca) dan Nuqath (titik
sebagai pembeda huruf).
Tanda Yang Mempermudah Membaca Al-Quran
Sampai sekarang, setidaknya masih ada empat mushaf yang disinyalir adalah salinan mushaf
hasil panitia yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit pada masa khalifah Usman bin Affan. Mushaf
pertama ditemukan di kota Tasyqand yang tertulis dengan Khat Kufy. Dulu sempat dirampas
oleh kekaisaran Rusia pada tahun 1917 M dan disimpan di perpustakaan Pitsgard (sekarang
St.PitersBurg) dan umat islam dilarang untuk melihatnya.Pada tahun yang sama setelah
kemenangan komunis di Rusia, Lenin memerintahkan untuk memindahkan Mushaf tersebut ke
kota Opa sampai tahun 1923 M. Tapi setelah terbentuk Organisasi Islam di Tasyqand para
anggotanya meminta kepada parlemen Rusia agar Mushaf dikembalikan lagi ketempat asalnya
yaitu di Tasyqand (Uzbekistan, negara di bagian asia tengah).Mushaf kedua terdapat di
Museum al Husainy di kota Kairo mesir dan Mushaf ketiga dan keempat terdapat di kota
Istambul Turki. Umat islam tetap mempertahankan keberadaan mushaf yang asli apa
adanya.Sampai suatu saat ketika umat islam sudah terdapat hampir di semua belahan dunia yang
terdiri dari berbagai bangsa, suku, bahasa yang berbeda-beda sehingga memberikan inspirasi
kepada salah seorang sahabat Ali bin Abi Thalib yang menjadi khalifah pada waktu itu yang
bernama Abul-Aswad as-Dualy untuk membuat tanda baca (Nuqathu Irab) yang berupa tanda
titik.Atas persetujuan dari khalifah, akhirnya ia membuat tanda baca tersebut dan
membubuhkannya pada mushaf. Adapun yang mendorong Abul-Aswad ad-Dualy membuat
tanda titik adalah riwayat dari Ali r.a bahwa suatu ketika Abul-Aswad adDualy menjumpai
seseorang yang bukan orang arab dan baru masuk islam membaca kasrah pada kata
Warasuulihi yang seharusnya dibaca Warasuuluhu yang terdapat pada QS. At-Taubah (9) 3
sehingga bisa merusak makna.Abul-Aswad ad-Dualy menggunakan titik bundar penuh yang
berwarna merah untuk menandai fathah, kasrah, Dhammah, Tanwin dan menggunakan warna
hijau untuk menandai Hamzah. Jika suatu kata yang ditanwin bersambung dengan kata
berikutnya yang berawalan huruf Halq (idzhar) maka ia membubuhkan tanda titik dua horizontal
seperti adzabun alim dan membubuhkan tanda titik dua Vertikal untuk menandai Idgham
seperti ghafurrur rahim.Adapun yang pertama kali membuat Tanda Titik untuk membedakan
huruf-huruf yang sama karakternya (nuqathu hart) adalah Nasr bin Ashim (W. 89 H) atas
permintaan Hajjaj bin Yusuf as-Tsaqafy, salah seorang gubernur pada masa Dinasti Daulah
Umayyah (40-95 H). Sedangkan yang pertama kali menggunakan tanda Fathah, Kasrah,
Dhammah, Sukun, dan Tasydid seperti yang-kita kenal sekarang adalah al-Khalil bin Ahmad al-
Farahidy (W.170 H) pada abad ke II H.
Kemudian pada masa Khalifah Al-Makmun, para ulama selanjutnya berijtihad untuk semakin
mempermudah orang untuk membaca dan menghafal Al-Quran khususnya bagi orang selain
arab dengan menciptakan tanda-tanda baca tajwid yang berupa Isymam, Rum, dan Mad.
Sebagaimana mereka juga membuat tanda Lingkaran Bulat sebagai pemisah ayat dan
mencamtumkan nomor ayat, tanda-tanda waqaf (berhenti membaca), ibtida (memulai membaca),
menerangkan identitas surah di awal setiap surah yang terdiri dari nama, tempat turun, jumlah
ayat, dan jumlah ain.
Tanda-tanda lain yang dibubuhkan pada tulisan Al-Quran adalah Tajzi yaitu tanda pemisah
antara satu Juz dengan yang lainnya berupa kata Juz dan diikuti dengan penomorannya
(misalnya, al-Juz-utsalisu: untuk juz 3) dan tanda untuk menunjukkan isi yang berupa
seperempat, seperlima, sepersepuluh, setengah Juz dan Juz itu sendiri.
Sebelum ditemukan mesin cetak, Al-Quran disalin dan diperbanyak dari mushaf utsmani
dengan cara tulisan tangan. Keadaan ini berlangsung sampai abad ke16 M. Ketika Eropa
menemukan mesin cetak yang dapat digerakkan (dipisah-pisahkan) dicetaklah Al-Quran untuk
pertama kali di Hamburg, Jerman pada tahun 1694 M.
Naskah tersebut sepenuhnya dilengkapi dengan tanda baca. Adanya mesin cetak ini semakin
mempermudah umat islam memperbanyak mushaf Al-Quran. Mushaf Al-Quran yang pertama
kali dicetak oleh kalangan umat islam sendiri adalah mushaf edisi Malay Usman yang dicetak
pada tahun 1787 dan diterbitkan di St. Pitersburg Rusia.Kemudian diikuti oleh percetakan
lainnya, seperti di Kazan pada tahun 1828, Persia Iran tahun 1838 dan Istambul tahun 1877. Pada
tahun 1858, seorang Orientalis Jerman , Fluegel, menerbitkan Al-Quran yang dilengkapi dengan
pedoman yang amat bermanfaat.
Sayangnya, terbitan Al-Quran yang dikenal dengan edisi Fluegel ini ternyata mengandung
cacat yang fatal karena sistem penomoran ayat tidak sesuai dengan sistem yang digunakan dalam
mushaf standar. Mulai Abad ke-20, pencetakan Al-Quran dilakukan umat islam sendiri.
Pencetakannya mendapat pengawasan ketat dari para Ulama untuk menghindari timbulnya
kesalahan cetak.
Cetakan Al-Quran yang banyak dipergunakan di dunia islam dewasa ini adalah cetakan
Mesir yang juga dikenal dengan edisi Raja Fuad karena dialah yang memprakarsainya. Edisi ini
ditulis berdasarkan Qiraat Ashim riwayat Hafs dan pertama kali diterbitkan di Kairo pada tahun
1344 H/ 1925 M. Selanjutnya, pada tahun 1947 M untuk pertama kalinya Al-Quran dicetak
dengan tekhnik cetak offset yang canggih dan dengan memakai huruf-huruf yang indah.
Pencetakan ini dilakukan di Turki atas prakarsa seorang ahli kaligrafi turki yang terkemuka Said
Nursi.
Kompleks Percetakan al-Quran Raja Fahd bin Abdul Aziz
Bagi kaum Muslimin yang sedang berhaji ke Tanah Suci, perhelatan spiritual mereka tentu
terasa lebih lengkap manakala sempat berkunjung ke Mujamma Al-Malik Fahd, tempat
percetakan alquran terbesar dunia di Madinah Almunawarah.
Terletak di jalan menuju Kota Tabuk atau sekitar 10 kilometer dari Kota Madinah, lokasi
percetakan tepat bersebelahan dengan pusat pelatihan tempur tentara Kerajaan Arab Saudi.
Percetakan yang lebih mirip disebut kawasan perkantoran itu mulai didirikan pada 2 November
1982.
Pembangunan ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Raja Fahd. Nama Raja Fahd sebagai
peletak batu pertama diabadikan menjadi nama yang melekat pada percetakan tersebut.
Dua tahun kemudian, tepatnya bulan Safar 1405 Hijriyah atau Oktober 1984 Masehi, Alquran
mulia diproduksi di sini. Saat ini, perkantoran Mujamma Al-Malik Fahd berdiri megah di atas
lahan seluas 250 ribu meter persegi. Terdiri atas puluhan gedung bertingkat, percetakan ini
mampu memproduksi 30 juta eksemplar per tahun.
Bila dibandingkan dengan percetakan Alkitab (bibel atau kitab umat KristianiRed) di Nanjing,
Cina, percetakan Mujamma Al-Malik Fahd jauh lebih besar. Percetakan Alkitab di Nanjing
hanya berdiri di atas lahan seluas 48 ribu meter persegi. Kapasitas percetakan Nanjing yang
disebut-sebut sebagai percetakan Alkitab terbesar di dunia itu pun, hanya memproduksi 12 juta
eksemplar per tahun.
Bahkan, pada tahun 2007, percetakan Nanjing baru mampu mencetak enam juta Alkitab.
Penerbit The Amity yang bekerja sama dengan Bible Society, baru meningkatkan produksinya di
percetakan Nanjing pada tahun 2008. Hingga kini, percetakan di sebelah timur Cina itu
mempunyai kemampuan maksimal 12 juta eksemplar Alkitab per tahun.
Alquran digital

Selain mencetak Alquran tradisional, percetakan Mujamma Al-Malik Fahd juga
memproduksi Alquran dalam versi digital atau cakram padat (CD, VCD, dan DVD). Jamaah haji
yang berkesempatan mengunjungi percetakan akan menjumpai berbagai sarana dan fasilitas
tambahan, selain gedung pabrik percetakan.
Di kawasan perkantoran itu terdapat gedung perbengkelan mesin cetak, poliklinik, kafetaria,
gudang penyimpanan hasil produksi Alquran, dan gudang pemusnahan sisa-sisa produksi
Alquran yang cacat.Terdapat pula gedung pusat pelatihan petugas, pusat pengembangan Dirasat
Alquran (Pendidikan Alquran), asrama petugas, penginapan tamu, ruang pejabat tinggi negara,
tempat pembuatan CD, VCD, dan DVD Alquran, serta ruang produksi video sejarah Alquran
untuk para tamu. Selain itu, juga ada lemari-lemari raksasa untuk menyimpan koleksi Alquran
dari berbagai bahasa yang pernah diterbitkan percetakan.Lantai satu gedung utama merupakan
lokasi pencetakan Alquran dengan kurang lebih 1.700 petugas. Sedangkan lantai dua gedung
utama, terdapat ruang pengawasan kualitas hasil cetak Alquran dengan 450 pengawas.
Petugas bagian publikasi Mujamma Malik Fahd, Syekh Ahmad, menjelaskan, untuk
kepentingan syiar Islam, Alquran dicetak beserta terjemahannya ke dalam 53 bahasa. Di antara
bahasa terjemahan Alquran yang dicetak di sana adalah bahasa Afrika, seperti bahasa Zulu. Lalu,
ada dalam bahasa Arab, Indonesia, Thailand, Jepang, Cina, Inggris, Spanyol, Urdu, serta
sejumlah bahasa Asia lainnya.
Terkait proses pencetakan Alquran, Syekh Ahmad menjelaskan, produksi dilakukan melalui
lima tahap. Sebelum dicetak pada media kertas yang sebenarnya, para kaligrafer menorehkan
tulisan-tulisan huruf Alquran tanpa titik dan baris di atas pelat cetakan yang transparan.




































BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Seteleh mempelajari dan melihat pembahasan yang telah dijabarkan panjang lebar diatas,
dapat kami simpulkan bahwasannya:
1. Asbabun nuzul didefinisikan sebagai suatu hal yang karenanya al-quran diturunkan
untuk menerangkan status hukumnya, pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa
maupun pertanyaan, serta memiliki faedah didalamnya.
2. Cara turunnya Asbabun Nuzul itu:
Pertama ayat-ayat turun sebagai reaksi terhadap pertanyaan yang dikemukakan
kepada nabi.
Kedua ayat-ayat turun sebagai permulaan tanpa didahului oleh peristiwa atau
pertanyaan. Ketiga ayat-ayat yang mempunyai sebab turun itu terbagi menjadi
dua kelmpok;
Ayat-ayat yang sebab turunnya harus diketahui ( hukum ) karena asbabun
nuzulnya harus diketahui agar penetapan hukumnya tidak menjadi keliru.
Ayat-ayat yang sebab turunnya tidak harus diketahui, ( ayat yang menyangkut
kisah dalam al-quran).
3. Faedah asbabun nuzul
Membawa kepada pengetahuan tentang rahasia dan tujuan allah secara khusus
mensyariatkan agama-Nya melalui al-quran.
Membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan kesulitannya
Dapat menolak dugaan adanya Hasr ( pembatasan ).
Dapat mengkhususkan (Takhsis) hokum pada sebab menurut ulama yang
memandang bahwa yang mesti diperhatikan adalah kekhususan sebab dan bukan
keumuman lafal.
Diketahui pula bahwa sebab turun ayat tidak pernah keluar dari hokum yang
terkandung dalam ayat tersebut sekalipun datang mukhasisnya ( yang
mengkhususkannya )
Diketahui ayat tertetu turun padanya secara tepat sehingga tidak terjadi kesamaran
bisa membawa kepada penuduhan terhadap orang yang tidak bersalah dan
pembebasan bagi orang yang tidak bersalah.
Akan mempermudah orang menghafal ayat-ayat al-quran serta memperkuat
keberadaan wahyu dalam ingatan orang yang mendengarnya jika mengetahui
sebab turunnya.


Al Quran di turunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad secara berangsur-angsur.Al
Quran dari dahulu sampai sekarang tidak mengalami perubahan,dengan adanya sekarang di
zaman modern al quran dapat di tulis dengan tulisan cetak.Tapi pada zaman dahulu Al-Qoran
ditulis dengan menggunakan tangan.Dan al-quran juga telah didapatkan 4 mushaf yaitu yang
pertama ditemukan di kota tasyiqond yang tertulis dengan khot khufi.Yang kedua ditemukan di
museum al-khuzaini do kairo mesir.Yang ketiga ditemukan di kota istambul turki.
Terkait proses pencetakan Alquran, Syekh Ahmad menjelaskan, produksi dilakukan melalui lima
tahap. Sebelum dicetak pada media kertas yang sebenarnya, para kaligrafer menorehkan tulisan-tulisan
huruf Alquran tanpa titik dan baris di atas pelat cetakan yang transparan.











































DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahid, Ramli.1994.Ulumul Quran.Jakarta :Rajawali.
Al-khattan, Manna khalil.2001.Studi ilmu-ilmu Quran.Bogor:PT. Pustaka litera antar nusa
Syadali, Ahmad.1997.Ulumul Quran I.Bandung:CV. Pustaka Setia Thamrin,
Husni.1982.Muhimmah Ulumul Quran.Semarang:Bumi Aksara
Zuhdi, Masfuk.1993.Pengantar Ulumul Quran.Surabaya:Bina Ilmu
www.Asbabunnuzul.com
www.Sejarah Pengumpulan Al-Quran.com

Anda mungkin juga menyukai