Anda di halaman 1dari 16

BAB II

DISKURSUS TARTIL DAN TAGHANNI BI AL-QUR’AN

B. Tartil Dalam Padangan Mufassir Klasik Dan Kontenporer


Konsepsi para ahli tafsir, baik dalam sudut pandang tafsir klasik dan
kontenporer tentang bacaan Al-Qur’an dengan tartil yang senantiasa Allah swt
perintahkan dalam Al-Qur’an surat Al-Muzammil surat 73 ayat 4 sebagai
berikut :
﴾ ٤ ۗ ‫تَرْ تِ ْياًل‬ َ‫َو َرتِّ ِل ْالقُرْ ٰان‬ ...﴿
“. . .
Bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan. (Q.S. Al-
Muzammil [73]:4)

1. Tartil dalam pandangan mufasir klasik


Imam Ibnu Katsir perbendapat mengenai makna tartil adalah
membaca Al-Qur’an dengan perlahan-lahan sebab hal itu akan membantu
dalam memahaminya. Dan telah dijelaskan dari beberapa hadits yang
menunjukan disunahkannya membaca tartil dan mengindahkan suara
ketika membaca Al-Qur’an.1
Dalam hadits ad-Darimi dikatakan:

‫ َع ْن َزاذَ ِان اَيِب‬,‫ َع ْن َع ْل َق َم ِة بْ ِن ُم ْرثَ ٍد‬,‫ص َدقَة بْ ُن ابْيِن ِع ْمَران‬ َ ,‫َح َّدثَنَا حُمَ َّم ُدبْ ُن بَ ْك ٍر‬
‫ َح ِّسُن ْواالْ ُق ْراَ َن‬: ‫م َي ُق ْو ُل‬.‫اهلل ص‬ ِ ‫ مَسِ عت رسو َل‬: ‫ ع ِن الْبراء ب ِن عا ِزب قَ َال‬,‫عمر‬
ُُ َ ُ ْ َ ْ ََ َ َ ُ
‫ت احْلَ َس َن يَِزيْ ُد ُقْراَنًا َح َسنًا‬ َّ ‫ص َواتِ ُك ْم فَاِ َّن‬
َ ‫الص ْو‬ ْ َ‫بِا‬
“Muhammad bin Bakr menceritakan kepada kami, Shadaqoh bin
Abu Imran dari ‘Alqomah bin Martsad dari Zadzan Abu Umar dari
Al-Bara’ bin ‘Azib, ia berkata: aku mendengar Rosulullah saw
bersabda: “perindahlah Al-Qur’an dengan suara kalian karena
suara yang indah akan menambah keindahan Al-Qur’an”2

1
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq al-Sheik, Tafsir Ibnu Katsir,
(Pustaka Imam Syafii, februari 20005), jilid 8, c.1,h.320.
2
Ad-Darimi, Keutamaan Al-Qur’an Bab Melagukan Al-Qur’an, Hadits Ke-3544, h.2194.
Selain dari itu Wahbah al-Zuhaili (1932-2015 M), seorang ulama
populer dari syiria menafsirkan tartil yaitu membaca secara perlahan-lahan
dengan menjelaskan huruf-hurufnya, karena akan membantu untuk
memahami al-Qur’an dan merenungkannya. Firman Allah SWT. ) ‫تَرْ تِ ْياَل‬
( adalah penegasan akan kewajiban membaca Al-Qur’an sepeti itu. Wajib
bagi si pembaca untuk menghadirkan makna maknanya. Membaca secara
tartil adalah si pembaca menjelaskan semua huruf dan memenuhi hak-hak
huruf itu dengan penuh. Demikianlah Nabi Muhammad SAW.
membacanya.3 Selain dari itu Rosulullah SAW senantiasa memerintahkan
untuk memperindah bacaan Al-Qur’an dengan cara melagukannya, karena
bukan termasuk golongan Rosulullah SAW orang yang tidak melagukan
Al-Qur’an. Dengan landasan hadits berikut:

‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ِ ِ ِ


َ َّ ‫َع ْن اَيِب ْ لُبَابَةَ بَشرْيِ بْ ِن َعْبد الْ ُمْنذ ِر َرض َي اهللُ َعْنهُ اَ َّن النَّيِب‬
)‫س ِمنَّا (رواه ابو داوود‬ ‫مَّل‬
َ ‫ َم ْن ْ َيَتغَ َّن الْ ُق ْراَ َن َفلَْي‬:‫قَ َال‬
“Dari Abi Lubabah (Bashir) bin Abdil Mundzir r.a berkata, Nabi
SAW bersabda: “barang siapa yang tidak melagukan Al-Qur’an,
maka ia bukanlah termasuk golonganku.” (H.R Abu Daud).4
2. Tartil menurut mufasir kontenporer
Buya Hamka menafsirkan tartil adalah membaca secara perlahan-
lahan, agar isi kata Al-Qur’an masuk ke dalam hati dan memberikan
pemahaman yang mendalam. Nabi Muhammad saw. di dalam hal
membaca Al-Qur’an, menganjurkan akan senantiasa dilagukan, bahkan
dianjurkan untuk membacanya dengan perasaan sedih, agar lebih masuk
ke dalam jiwa.5 Selain dari itu Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy
menafsirkan, tartil adalah membaca Al-Qur’an dengan terang dan

3
Wahbah Al-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, 12 Robiul Awal 1424, Jilid 15, h.202.
4
Al-Imam Abi Zakariya Yahya bin Syarif An-Nawawi Ad-Dimasqi, Riyadus Shalihin
Min Kalami Sayyidil Mursalin, kitabu Al-Fadzali 182/1007, h.32.
5
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: 15 februari 1998). Jilid.10, h.7706.
perlahan-lahan, supaya lebih memahami maknanya dan memperhatikan
isinya. Perintah ini ditunjukan kepada Nabi, termasuk umatnya.6

B. Konsep Tartil dan Hukum Membaca Al-Qur’an


1. Konsep Tartil

Allah SWT. memerintah kepada umat Islam agar senantiasa


membaca Al-Qur’an secara tartil. Tartil secara bahasa berasal dari kata
ratala yang berarti jelas, teratur dan indah bacaannya yang disususn
secara rapi dan diucapkan dengan baik dan benar, membacanya secara
perlahan-lahan dan memperjela huruf-huruf yang berhenti dan memulai,
agar si pembaca dan si pendengar bisa menghayati dan memahami
kandungan pesan yang terkandung di dalamnya.7 Sedangkan menurut
istilah tartil adalah membaca Al-Qur’an dengan pelan-pelan dan tenang
disertai dengan hukum tajwid, waqof serta makhorijul huruf yang sesuai
dengan Al-Qur’an dengan baik dan benar.8
Ali bin Abi Thalib mengatakan, membaca tartil adalah
mentajwidkan huruf-hurufnya dan mengetahui tempat-tempat waqof.9
kedua hal ini tidak akan tercapai kecuali belajar secara langsung (talaqqi)
dengan ulama atau orang yang ahli di bidang ilmu tersebut.
Adapun cara membaca Al-Qur’an dengan tartil yakni sebagai
berikut:
a. Setiap huruf harus diucapkan dengan makhraj (tempat keluarnya
huruf) yang benar.
b. Berhenti pada tempat yang benar, tidak memutuskan atau
melanjutkan di tempat yang salah.

6
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, (Pustaka
Rizki Putra), Jilid 5, h.4389.
7
Sumardi, Tadarus Al-Qur’an (The Hope The Pear), ( pesantren Ulumul Qur’an, 2009),
h.9.
8
Yakhsan, Metode Implementasi Tartil dan Pembelajaran Membaca Al-Qur’an, (Skripsi
IAIN Purwokerto, 2016), h.5.
9
Edi Susanto, Metode Praktis Belajar Belajar Membaca Al-Qur’an Smar Tahsin
(Menyajikan Secara Aplikatif Dan Sistematis Sesuai Makharijul Huruf Dengan Memperbanyak
Talaqqi Atau Contoh Dari Guru), (Surakarta: Ashhabul Qur’an Publishing, 2014), h.13.
c. Membaca semua harakat dengan benar, yakni menyebut fathah,
kasrah dan dhommah dengan perbedaan yang jelas.
d. Mengeraskan suara sampai terdengar oleh telinga kita, sehingga Al-
Qur’an dapat mempengaruhi dan meresap ke hati
e. Memperindah suara agar muncul rasa takut kepada Allah swt,
sehingga mempercepat pengaruh ke dalam hati, karena akan lebih
cepat terpengaruh serta menguatkan nurani dan menimbulkan kesan
mendalam di hati.
f. Membaca dengan sempurna dan jelas setiap tashdid dan madnya.
g. Memenuhi hak ayat-ayat yang mengandung rahmat dan ayat-ayat
azab.10

2. Hukum Membaca Al-Qur’an


Al-Qur’an adalah kitab yang Allah syari’atkan kepada umat Islam
agar senantiasa dibaca. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt surat Al-
Ankabut [29]: 45:
ِ ‫﴿ اُ ْت ُل َمٓا اُوْ ِح َي اِلَ ْيكَ ِمنَ ْال ِك ٰت‬
﴾ ٤٥ . . . .‫ب‬
“Bacalah (Nabi Muhammad) Kitab (Al-Qur’an) yang telah
diwahyukan kepadamu . . . . “(Q.S. Al-Ankabut [29]:45)

Di dalam Al-Qur’an Allah swt memberikan perintah dan larangan,


selain dari itu, di dalam Al-Qur’an pula berisikan petunjuk bagi orang-
orang yang beriman dan bertaqwa, jika seorang muslim tidak membaca
Al-Qur’an bagaimana ia akan mengetahui isi yang terkandung dalam Al-
Qur’an. Tidak hanya itu Al-Qur’an juga akan memberikan syafa’at pada
hari kiamat bagi siapa saja yang membacanya, sebagaimana hadits dari
Abu Umamah r.a :

:‫ َي ُق ْو ُل‬,‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ِ ِ


ُ ‫ قَ َال مَس ْع‬:ٌ‫َع ْن اَيِب اَُم َامةَ َرض َي اهلل َعْنه‬
َ ‫ت َر ُس ْو ُل اهلل‬
)‫احبِ ِه (رواه مسلم‬ ِ ‫ فَِإنَّه يْأيِت َش ِفيعا يوم الْ ِقيام ِة لِص‬,‫ِإ ْقرءوا الْ ُقراَ َن‬
َ َ َ َ َْ ً ْ َُ ْ َُ
10
https://alhasanah.or.id/pengetahuan/keutamaan-membaca-al-quran-dengan-tartil/
“Dari Abi Umamah r.a dia berkata: saya mendengar Rosulullah
saw bersabda: “Bacalah Al-Qur’an. Sebab ia akan datang
memberik syafa’at kepada para pembacanya pada hari kiamat
nanti. (H.R Muslim)11

Dalam hal ini membaca Al-Qur’an adalah wajib hukumnya.


Hukum wajib di sini memberikan tanggungan dan keharusan umat Islam
untuk terus membaca Al-Qur’an. Islam memberikan pandangan lain
tentang membaca, bahwa membaca bukanlah aktifitas dari literatur saja,
tapi bisa juga melalui keadaan, maupun alam sekitar.12 Perintah membaca,
Allah swt. Telah memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw melalui
wahyu yang pertama turun dengan perantara malaikat jibril a.s. yang
berbunyi (‫ ) اقرا‬yang artinya “bacalah”.
Adapun beberapa tingkatan cara membaca Al-Qur’an yang diakui
oleh ulama qira’at adalah:
a. At-Tahqiq yaitu membaca Al-Qur’an dengan sangat lambat, disertai
ilmu tajwid yang lazim.
b. At-Tartil yaitu cara membaca Al-Qur’an dengan lambat dan
menggunakan hukum tajwid yang sesuai dengan standar, yakni
pertengahan antara at-Tadwir dan at-Tahqiq.
c. At-Tadwir yaitu bacaan Al-Qur’an yang tidak terlalu cepat dan tidak
terlalu lambat, yakni pertengahan antara al-Hadr dan at-Tartil.
d. Al-Hadr yaitu bacaan yang dilakukan dengan tingkatan paling cepat,
akan tetapi tetap memperhatikan kaidah tajwid.13

Adapun keutamaan membaca Al-Qur’an Al-Karim itu sangat banyak


dan penuh berkah, seluruh kebaikannya kembali kepada orang yang
membacanya, baik dunia maupun akhirat. Jika sekiranya umat Islam
mengetahui keutamaan dan keuntungan membaca Al-Qur’an, niscaya
11
Imam Nawawi, Terjemah Lengkap Riyadush Shalihin, Bab Keutamaan Membaca Al-
Qur’an Ke 180, Jilid 2, h.244.
12
http://bestari.umm.ac.id/id/pages/detail/resolusi/menguak-misteri-keutamaan-membaca-
alquran.html
13
Abdul Aziz Abdurrouf, Pedoman Daurah Al-Qur’an Kajian Ilmu Tajwid Disusun
Secara Aplikatif, (Jakarta Timur: Markaz Al-Qur’an, 2021), h.22.
mereka tidak akan mengabaikan perintah Allah swt, bahkan mereka akan
senantiasa membacanya di sepanjang malam dan siang.14
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan, “orang yang membaca
Al-Qur’an sedangkan ia mahir membacanya, maka kelak ia akan
mendapatkan tempat di dalam syurga bersama dengan rosul-rosul yang
mulia lagi baik. Sedangkan orang yang membaca Al-Qur’an, tetapi ia tidak
mahir, membacanya tertegun-tegun, dan agak berat lidahnya. Maka ia
akan mendapat dua pahala. (H.R. Bukhari dan Muslim).”15

3. Lahen (kesalahan) dalam membaca Al-Qur’an


Dari setiap bacaan Al-Qur’an umat Islam wajib mengetahui jenis
dan letak kesalahan-kesalahan dalam membaca Al-Qur’an, agar tidak
berpaling dari lafadz Al-Qur’an itu sendiri. Adapun lahen disini terbagi
menjadi dua bagian:
a. Lahen jaliy
Lahen jaliy adalah kesalahan membaca Al-Qur’an pada lafadz baik
secara merubah makna atau tidak, contohnya seperti membaca
dzommah pada hurf ta’ pada lafadz ‫ت َعلَ ْي ِه ْم‬kَ ‫ص َراطَ الَّ ِذيْنَ اَ ْن َع ْم‬
ِ termasuk contoh

yang merubah makna, sedangkan contoh yang tidak merubah makna


adalah membaca dzomah pada lafadz ِ ‫ ْال َح ْم ُدهَّلِل‬. semua ulama bersepakat
lahen jaliy adalah haram hukumnya.16
b. Lahen khofiy
Lahen khofiy adalah kesalahan baca pada lafadz yang tidak sampai
merusak tatanan bahasa (lughat) dan i’rab yang mana aturannya hanya
hanya diketahui oleh orang-orang khusus dari golongan ulama dan
kesalahan ini juga tidak sampai merubah makna. Seperti tidak
membaca ghunnah, membaca pendek pada yang panjang. Menurut
pendapat as-Shohih melakukan lahen khofiy hukumnya haram.17
14
Mahmud Al-Dausary, Keutamaan-Keutamaan Al-Qur’an, h.69.
15
Imam Nawawi, Terjemah Riyadusshalihin, (Solo: Insan Kamil, 2011), h.489.
16
M. Fathu Lillah, Masail Al-Qur’an (Masalah-Masalah Al-Qur’an), (Kediri: Desember),
Cet.I, h. 24-25.
17
M. Fathu Lillah, Masail Al-Qur’an (Masalah-Masalah Al-Qur’an), . . . ,h. 24-25.
B. Konsep Taghanni Bi Al-Qur’an
Taghanni bi Al-Qur’an erat kaitannya dengan ilmu nagham, ilmu yang
mempelajari tentang seni melagukan Al-Qur’an yakni ilmu yang
dikhususkan untuk membaca dan melagukan Al-Qur’an.18 Di Indonesia
taghanni bi Al-Qur’an dikenal dengan seni melagukan Al-Qur’an dan
termasuk ke dalam jenis handasah al-saut.19
Membaca Al-Qur’an dengan lagu atau memperbagus suara saat
membaca Al-Qur’an adalah salah satu etika membaca Al-Qur’an yang telah
disepakati oleh para ulama. As-Suyuti mengatakan disunahkan untuk
memperindah suara ketika membaca Al-Qur’an dan menghiasinya. Dengan
landasan hadits sebagai berikut:

‫ َع ْن َعْب ُدالرَّمْح َن‬,‫ َع ْن طَْل َحه‬,‫ َع ْن االَ ْع َمش‬,‫ َع ْن َج ِريْ ِر‬,‫َح َّدثَنَا عُثْ َما ُن بْن اَيِب َشْيبَه‬
ِ ‫ول‬
‫ َزيُّن ْواالْ ُق ْراَ َن‬: .‫ م‬.‫اهلل ص‬ ٌ ‫ َع ِن الَْبَراءبْ ِن َعا ِزب قَ َال َر ُس‬,‫بْ ِن َع ْو َس َجه‬
‫َأص َواتِ ُك ْم‬
ْ ِ‫ب‬
“Utsman bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dari jarir,
dari A’masy, dari Thalhah, dari Abdurrahman bin Ausajah, dari
Barra’ bin ‘Azib berkata, Rosullah saw bersabda : “perindahlah
Al-Qur’an dengan suara kalian”.20

C. Ruang Lingkup Taghanni Bi Al-Qur’an

1. Pengertian Taghanni Bi Al-Qur’an

18
Noura Khasna Syarifa, Seni Baca Al-Qur’an Di Jam’iyyatil Qurra Al-Lathifiyyah
Kradenan Pekalongan (Analisis Resepsi Estetis Al-Qur’an), (Skripsi UIN Walisongo, Semarang
2018), h.35-36.
19
Ilyan Hasan, Atlas Budaya Islam, (Bandung :Mizan, 2003), h.491.
20
Abu Dawud Sulaiman Bin Al-Asy’ats As-Sijistani, Ensiklopedia Hadits Sunan Abu
Dawud (Kitab Sholat Bab Mentartilkan Bacaan, Hadits Ke-1468), (Jakarta : Al-Mahira, Maret
2013), cet.1, h.305.
taghanni diambil dari kata al-Ghina yaitu lagu yang bisa
menyenangkan hati atau membuat hati riang gembira. 21 Dengan begitu,
istilah tersebut dapat pula dimaknai dengan membaguskan suara bacaan
Al-Qur’an dengan khusyu’. Taghanni bi Al-Qur’an adalah seni lagu
dalam membaca Al-Qur’an dengan tajwid yang diperindah dengan
dengan irama dan lagu.22

2. Macam-Macam Taghanni Bi Al-Qur’an


Lagu-lagu Al-Qur’an semakin berkembang dan berjalan seiring
berjalannya waktu. Dengan lantunan keindahan bacaan Al-Qur’an yang
dilantunkan akan mampu menggetarkan kerasnya hati siapapun yang
mendengarkannya.23
Macam-macam lagu dalam taghanni bi Al-Qur’an dibagi menjadi
2 bagian yakni lagu pokok dan lagu cabang. Adapun lagu pokok yang
digunakan di indonesia hanya ada 7 lagu pokok dengan meninggalkan
lagu banjaka.
a. Lagu pokok
1) Bayyati
Maqom bayyati memiliki ciri khusus, yaitu lembut meliuk-
liuk dan memiliki gerak lambat (adagio), dengan pergeseran nada
tajam waktu naik turun dan yang sering terjadi secara beruntun. 24
Dalam tradisi melagukan Al-Qur’an menempatkan maqom
bayyati sebagai lagu pertama.
Adapun lagu maqom bayyati memiliki 4 tingkatan nada
yaitu qoror (dasar), nawa (menengah), jawab (tinggi), jawabul
jawab (tertinggi). Selain dari itu terdapat vareasi khusus pada
21
Ahsin Sakho Muhammad, Membumikan Ulumul Qur’an (Jakarta,2009), cet.1, h.151.
22
Nurrohman, Pelajaran Ilmu Tajwid (Dasar) Dan Bimbingan Seni Baca Al-Qur’an
Tujuh Macam-Macam Lagu, (Tegal : Kejambon Offset, 1999), h.42.
23
https://coretan-hampa.blogspot.com/2014/04/7-macam-lagu-dalam-seni-membaca-al-
quran_28.html?m=1
24
Noura Khasna Syarifa, Seni Baca Al-Qur’an Di Jam’iyyatil Qurra’ Al-Lathifiyyah
Kradenan Pekalongan (Analisis Resepsi Estetis Al-Qur’an), . . . , h.56.
bayyati yaitu husaini dan syuri. Husaini ditempatkan pada
tingkatan nada setelah nawa sebelum jawab. Sedangkan suri
ditempatkan pada tingkatan nada setelah jawabul jawab.25
2) Shoba
Lagu ini mempunyai karakter lembut dan juga halus,
dengan nuansa yang penuh kesedihan, sehingga dapat
mengunggah perasaan emosi jiwa. Karakter lainnya maqom ini
lebih memberi kesan memperkenalkan rasa ungkapan, keluhan
dan ratapan.26 Maqom shoba memiliki beberapa tingkatan nada
atau vareasi yaitu awal maqom shoba (shoba ashli), asyiron
(jawab shaba), shaba ajami (jawabul jawab), shaba jawab ma’a
bastanjar.27
3) Nahawwand
Lagu ini mempunyai karakteristik yang sedih, lagu ini pula
sangat sesuai untuk melantunkan syair-syair dan Al-Qur’an yang
bernuansa kesedihan. Maqom nahawwand memiliki beberapa
vareasi yaitu awal maqom nahawwand, nawa, jawab, quflah
mahur. Nada quflah mahur adalah nada akhir khusus khusus
yang dimiliki lagu nahawwand dan lazimnya terdengar di akhir
awal maqom lagu nahawwand.28
4) Hijaz
Lagu ini menggambarkan khas ketimuran, yang mana lagu
ini yang berasal dari nama negeri di jazirah Arab yaitu hijaz.
Lagu ini juga tumbuh dan berkembang di negeri itu. Sifat dari
lagu ini adalah allergo yang mempunyai irama ringan, cepat dan
lincah dan memiliki variasi naik turun yang tajam. Selain dari itu
lagu ini memberikan kesan yang sangat indah dan sering
dilantunkan oleh muadzin, sholawat, irama gambus dan lain
25
Riyan Arieska, Pembelajaran Seni Baca Al-Qur’an Di UKM HIQMA UIN Raden Intan
Lampung, (Tesis, UIN Raden Intan Lampung, 2019), h.31-32.
26
Noura Khasna Syarifa, Seni Baca Al-Qur’an, . . . , h.58.
27
Noura Khasna Syarifa, Seni Baca Al-Qur’an, . . . , h.58.
28
Riyan Arieska, Pembelajaran Seni Baca Al-Qur’an, . . . , h.34.
sebagainya.29 Maqom hijaz memiliki beberapa tingktan dan
vareasi yaitu awal maqom, hijaz kar, hijaz karkur, alwan hijaz.30
5) Rost
Lagu ini merupakan jenis lagu yang paling dominan, juga
merupakan lagu dasar dan lagu ini juga lebih cepat daripada lagu
murattal yang lain, sehingga sering digunakan untuk
mengumandangkan adzan atau digunakan para imam shalat.31
Maqom rost memiliki beberapa tingkatan atau vareasi yaitu
awal maqom rost (rost asli), rost ala nawa,, kuflah zinjiran,
syabir alarrost, alwan rost, salalim su’ud salalim nujul. Jenis-
jenis tersebut ada yang bisa berdiri sendiri adapula yang hanya
sebagai varesi saja dan dipadukan dengan rost asli atau rost ala
nawa sebagaimana kedudukan salalim su’ud dan salalin nuzul. 32
6) Sikah
Lagu ini memiliki karakteristik ketimuran, familiar dan
mudah dikenali. Corak iramanya bersifat lambat dan khidmat.
Lagu ini memiliki nuansa kesedihan dan keprihatinan. Lagu ini
sangat populer di kalangan masyarakat Mesir. Maqom sikah
memiliki beberapa tinggaktan nada atau vareasi yaitu awal
maqom (sikah asli), sikah turki, sikah raml, sikah iraqi.33
7) Jiharka
Lagu jiharka ini memiliki irama raml atau minor, yang
kesannya sangat manis ketika didengar dan iramanya dapat
menimbulkan pesaan yang mendalam. Lagu ini biasanya
digunakan saat takbiran di hari raya ‘idul fitri dan ‘idul adha.
Adapun tingkatan atau vareasi nada pada maqom jiharka yaitu
awal maqom, nawa, jawab.34

29
Noura Khasna Syarifa, Seni Baca Al-Qur’an , . . . , h.57.
30
Riyan Arieska, Pembelajaran Seni Baca Al-Qur’an, . . . , h. 34-35.
31
Riyan Arieska, Pembelajaran Seni Baca Al-Qur’an, . . . , h.35
32
Noura Khasna Syarifa, Seni Baca Al-Qur’an, . . . , h.59.
33
Noura Khasna Syarifa, Seni Baca Al-Qur’an, . . . , h.60.
34
Riyan Arieska, Pembelajaran Seni Baca Al-Qur’an, . . . , h.36.
b. Lagu cabang
Adapun beberapa lagu cabang beserta vareasinya yang
masyhur adalah syuri, ajami, mahur, bastanjar, kard, kard kurd,
nakzis, kur, nuqsory, murokhab, misri, turki, roml, uraq, usy syaq,
zanjiran syabir allaros dan kurdi.35

3. Sejarah taghanni bi al-Qur’an


Dalam kaitan dengan masuknya taghanni dalam membaca Al-
Qur’an. Mustafa Sidiq al-Rafi’i mengemukakan dalam bukunya I’jaz Al-
Qur’an wa al-Balaghat al-Nabawiyah yang dikutip ulang oleh Ahsin
Sakho Muhammad dalam bukunya membumikan ulumul Qur’an sebagai
berikut:
Pada awal Islam pembacaan Al-Qur’an dilakukan dengan bersahaja
melalui beberapa cara baca, baik dengan nada pelan (tahqiq) atau
sedang (tadwir) atau sedikit cepat (hadr), semuanya dilakukan
dengan bersahaja, mengalir begitu saja dari seorang pembaca Al-
Qur’an. Lalu pada abad ke 2 H seorang yang bernama ‘Ubaydullah
bin Bakrah mulai menggunakan lahn (lagu), dengan nada sedih.
Kemudian cucunya Abdullah bin Umar bin ‘Ubaydillah
melanjutkan tradisi kakeknya, diteruskan oleh al-Ibadli, lalu sa’id
bin al-Allaf dan saudaranya. Sa’id inilah yang dikagumi Harun ar-
Rasyid karena seni bacanya. Setelah itu datang seorang yang
bernama al-Haytham, Aban, Ibn A’yan dan lainnya melanjutkan
tradisi Al-Qur’an dengan lagu di masjid-masjid atau di beberapa
majelis. Tradisis inilah yang akhirnya terus berkembang di
beberapa negara Islam hingga kini.36
Dalam pemerintahan masyarakat non-Arab sebelum Islam datang
keahlian musik telah berkembang dan menghias seluruh aktivitas
masyarakat kota dan wilayah mereka. Para pemimpin kerajaan hingga

35
Riyan Arieska, Pembelajaran Seni Baca Al-Qur’an, . . . , h.36-37.
36
Ahsin Sakho Muhammad, Membumikan Ulumul Qur’an (Jakarta, 2019), cet.1, h.158.
penguasa-penguasa Persia mempunyai perhatian istimewa terhadap para
ahli musik dan mereka mempunyai kedudukan terhormat dalam
pemerintahan Persia.
Sementara itu, masyarakat arab menguasai seni syair, mereka
menyusun kalimat dengan bagian-bagian yang sama dan serasi dalam
beberapa hurufnya, baik yang berharokat ataupun huruf vocal maupun
yang sukun ataupun konsonan, mereka memisahkan kalimat tersebut
secara rinci hingga masing-masing memberikan pengertian yang berdiri
sendiri dan tidak condong kepada orang lain. Mereka menamakannya
dengan bait atau bait syair.37
Masyarakat bangsa Arab sudah mengenal peradaban yang diwarisi
nenek moyang saat itu bahkan mereka menghormati dan melihat karya
seni nenek moyang mereka, khususnya seni syair. Kondisi itu terus
berlangsung hingga pada saat diutusnya Nabi Muhammad saw. beserta
mu’jizatnya Al-Qur’an. Sehingga membuat mereka takjub dan tidak
mampu untuk berkomentar apapun, karena susunan bahasanya yang
indah mempesona, mereka mendengar irama bacaan Al-Qur’an yang
dirasakan asing di telinga namun memiliki daya tarik yang luar biasa.
Keindahan bacaan Al-Qur’an hingga mengandung makna yang dalam,
membuat mereka semakin rindu dan mencintai Al-Qur’an. Dari sini
mereka mulai meninggalkan ajaran nenek moyang mereka dan
menjadikan Islam sebagai pilihan agama mereka.38

D. Hukum Taghanni Bi Al-Qur’an


Dalam menanggapi persoalan taghanni bi Al-Qur’an, tidak semua
para ulama sepakat membolehkan membaca Al-Qur’an dengan lagu. Di
antara pendapat para ulama ada yang membolehkan juga ada yang tidak
membolehkan. Mereka yang setuju dan membolehkan membaca Al-Qur’an
dengan lagu, ini adalah pendapat dari madzhab Imam Syafi’i dan Imam
37
Ibnu Khaldun, “ Al-Alamah Abdurrahman Bin Muhammad Bin Khaldun”, Muqaddimah
Ibnu Khaldun, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, Maret, 2011), cet.1, h.784.
38
Riyan Arieska, Pembelajaran Seni Baca Al-Qur’an, . . . , h.25-26.
Hanafi, sedangkan mereka yang tidak setuju dan menolak melagukan Al-
Qur’an adalah dari madzhab Imam Maliki dan Imam Hanbali.39
Ibnu Khaldun salah satu penganut madzhab maliki mengatakan dalam
bukunya muqaddimah bahwasannya Imam Malik melarang dan mengingkari
para qori yang membaca Al-Qur’an dengan berlagu. Sedangkan Imam Asy-
Syafi’i memperbolehkannya.40
1. Alasan yang tidak setuju melagukan Al-Qur’an
a. Nabi pernah mengomentari membaca Al-Qur’an dengan lagu
“mereke (pembaca Al-Qur’an) menjadikan Al-Qur’an seperti
seruling. Mereka mengajukan (sebagai Imam shalat) orang yang
bukan membaca Al-Qur’an dan bukan orang terpilih, dia melagukan
Al-Qur’an seperti bernyanyi.
b. Ketika orang melagukan Al-Qur’an bisa jadi dia akan melakukan
sesuatu yang bertentangan dengan kaidah ilmu tajwid. Hal ini jelas
tidak boleh terjadi.
c. Dengan melagukan Al-Qur’an bisa jadi unsur tadabbur atau
menghayati isi kandungan ayat Al-Qur’an akan hilang, karena si
pembaca akan lebih berkonsentrasi pada lagu.
d. Imam Ahmad pernah ditanya tentang melagukan Al-Qur’an. Beliau
menjawab “itu adalah bid’ah, tidak boleh didengarkan”.41

2. Dalil yang setuju dengan melagukan Al-Qur’an

‫ َع ْن َزاذَ ِان اَيِب‬,‫ َع ْن َع ْل َق َم ِة بْ ِن ُم ْرثَ ٍد‬,‫ص َدقَة بْ ُن ابْيِن ِع ْمَران‬ َ ,‫َح َّدثَنَا حُمَ َّم ُدبْ ُن بَ ْك ٍر‬
‫ َح ِّسُن ْواالْ ُق ْراَ َن‬: ‫م َي ُق ْو ُل‬.‫اهلل ص‬ ِ ‫ مَسِ عت رسو َل‬: ‫ ع ِن الْبراء ب ِن عا ِزب قَ َال‬,‫عمر‬
ُُ َ ُ ْ َ ْ ََ َ َ ُ
‫ت احْلَ َس َن يَِزيْ ُد ُقْراَنًا َح َسنًا‬ َّ ‫ص َواتِ ُك ْم فَاِ َّن‬
َ ‫الص ْو‬ ْ َ‫بِا‬

39
Ahsin Sakho Muhammad, Membumikan Ulumul Qur’an, . . . , h.151.
40
Ibnu Khaldun, “Al-Alamah Abdurrahman Bin Muhammad Bin Khaldun”, Muqaddimah
Ibnu Khaldun, . . . , Cet.1, h.782.
41
Ahsin Sakho Muhammad, Membumikan Ulumul Qur’an, . . . , h.152.
“Muhammad bin Bakr menceritakan kepada kami Shadaqoh bin
Abu Imran dari ‘Alqomah bin Martsad dari Zadzan Abu Umar dari
Al-Bara’ bin ‘Azib, ia berkata: aku mendengar Rosulullah saw
bersabda: “perindahlah Al-Qur’an dengan suara kalian karena
suara yang indah akan menambah keindahan Al-Qur’an”42

‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ِ ِ ِ


َ َّ ‫َع ْن اَيِب ْ لُبَابَةَ بَشرْيِ بْ ِن َعْبد الْ ُمْنذ ِر َرض َي اهللُ َعْنهُ اَ َّن النَّيِب‬
)‫س ِمنَّا (رواه ابو داوود‬ ‫مَّل‬
َ ‫ َم ْن ْ َيَتغَ َّن الْ ُق ْراَ َن َفلَْي‬:‫قَ َال‬
“Dari Abi Lubabah (Bashir) bin Abdil Mundzir r.a berkata, Nabi
SAW bersabda: “barang siapa yang tidak melagukan Al-Qur’an,
maka ia bukanlah termasuk golonganku.” (H.R Abu Daud).43

‫ َع ْن َعْب ُدالرَّمْح َن‬,‫ َع ْن طَْل َحه‬,‫ َع ْن االَ ْع َمش‬,‫ َع ْن َج ِريْ ِر‬,‫َح َّدثَنَا عُثْ َما ُن بْن اَيِب َشْيبَه‬
ِ ‫ول‬
‫ َزيُّن ْواالْ ُق ْراَ َن‬: .‫ م‬.‫اهلل ص‬ ٌ ‫ َع ِن الَْبَراءبْ ِن َعا ِزب قَ َال َر ُس‬,‫بْ ِن َع ْو َس َجه‬
‫َأص َواتِ ُك ْم‬
ْ ِ‫ب‬
“Utsman bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dari jarir,
dari A’masy, dari Thalhah, dari Abdurrahman bin Ausajah, dari
Barra’ bin ‘Azib berkata, Rosullah saw bersabda : “perindahlah
Al-Qur’an dengan suara kalian”.44

Hadits di atas menunjukan bahwa membaca Al-Qur’an dengan


dilagukan merupakan anjuran untuk melagukan Al-Qur’an, sebagaimama
Rosulullah sendiri membaca Al-Qur’an dengan suara yang merdu, indah
serta fashih. Dari beberpa pendapat ulama di atas baik yang setuju atau
tidak setuju dalam melagukan Al-Qur’an dapat disimpulkan bahwa hukum
melagukan Al-Qur’an adalah:
a. Makruh, membaca Al-Qur’an dan melagukannya dengan lagu dan
gaya yang segaja dibuat-buat dan dipaksakan sehingga dapat
menyalahkan kaidah-kaidah tajwid dan qira’at yang bersifat khafi.

42
Ad-Darimi, Keutamaan Al-Qur’an Bab Melagukan Al-Qur’an, Hadits Ke-3544, h.2194.
43
Al-Imam Abi Zakariya Yahya bin Syarif An-Nawawi Ad-Dimasqi, Riyadus Shalihin , . .
. , h.32.
44
Abu Dawud Sulaiman Bin Al-Asy’ats As-Sijistani, Ensiklopedia Hadits Sunan Abu
Dawud, . . . , Cet.1, h.305.
b. Mubah, jika membaca dan melagukan Al-Qur’an tidak menyalahi
kaidah tajwid dan qira’at yang telah menjadi ketetapan para ulama
qurra mutawatir dan dalam ekspresi wajar.
c. Haram, membaca Al-Qur’an dan melagukannya dengan dibawakan
ekspresi yang tidak wajar dan berlebihan serta menyalahkan kaidah
tajwid dan qira’at.
d. Sunnah, membaca Al-Qur’an dan melagukannya dengan suara yang
indah, dan fashih dengan ekspresi yang wajar serta menggunakan
qowwa’idut tajwid dan hukum bacaannya.45

E. Urgensi Tartil Dalam Taghanni Bi Al-Qur’an

Membaca Al-Qur’an dengan tartil, sesuai yang diperintahkan oleh


Allah swt adalah wajib, dan menjadi hal penting untuk menerapkannya
dalam melagukan Al-Qur’an. Sedangkan memperindah bacaan Al-Qur’an
dengan suara adalah sunnah dengan berbagai hadits yang telah dijelaskan.46
Melagukan Al-Qur’an bukan berarti dapat meninggalkan kaidah ilmu
tajwid, akan tetapi lagu yang harus mengikuti atau menyesuaikan hukum-
hukum bacaan Al-Qur’an dan aturan-aturan yang terdapat pada ilmu tajwid.
Maka dari itu membaca tartil saat melagukan Al-Qur’an sangatlah penting,
agar tidak menyalahi kaidah serta hukum tajwid. Maka dari itu mengetahui
konsep tartil sebelum mempelajari ilmu nagham Al-Qur’an sangatlah
penting, karena jika tidak mengetahui konsepnya, akan gagal bahkan justru
merusak lafadz Al-Qur’an yang dibaca.

45
Suryani, Pembinaan Seni Baca Al-Qur’an Di Pondok Pesantren Azzakariyyah Kec.
Renah Pembarap Kab. Merangin, (Skripsi UIN Sulthan Thaha Saifuddin, Jambi 2019), h.40.
46
Moh. Hikam Rofiqi, ANTIQ (Aturan Tilwatil Qur’an), (Kediri: Pembina Seni Bacaan
Al-Qur’an, 2011), h.2.

Anda mungkin juga menyukai