َع ْن َزاذَ ِان اَيِب, َع ْن َع ْل َق َم ِة بْ ِن ُم ْرثَ ٍد,ص َدقَة بْ ُن ابْيِن ِع ْمَران َ ,َح َّدثَنَا حُمَ َّم ُدبْ ُن بَ ْك ٍر
َح ِّسُن ْواالْ ُق ْراَ َن: م َي ُق ْو ُل.اهلل ص ِ مَسِ عت رسو َل: ع ِن الْبراء ب ِن عا ِزب قَ َال,عمر
ُُ َ ُ ْ َ ْ ََ َ َ ُ
ت احْلَ َس َن يَِزيْ ُد ُقْراَنًا َح َسنًا َّ ص َواتِ ُك ْم فَاِ َّن
َ الص ْو ْ َبِا
“Muhammad bin Bakr menceritakan kepada kami, Shadaqoh bin
Abu Imran dari ‘Alqomah bin Martsad dari Zadzan Abu Umar dari
Al-Bara’ bin ‘Azib, ia berkata: aku mendengar Rosulullah saw
bersabda: “perindahlah Al-Qur’an dengan suara kalian karena
suara yang indah akan menambah keindahan Al-Qur’an”2
1
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq al-Sheik, Tafsir Ibnu Katsir,
(Pustaka Imam Syafii, februari 20005), jilid 8, c.1,h.320.
2
Ad-Darimi, Keutamaan Al-Qur’an Bab Melagukan Al-Qur’an, Hadits Ke-3544, h.2194.
Selain dari itu Wahbah al-Zuhaili (1932-2015 M), seorang ulama
populer dari syiria menafsirkan tartil yaitu membaca secara perlahan-lahan
dengan menjelaskan huruf-hurufnya, karena akan membantu untuk
memahami al-Qur’an dan merenungkannya. Firman Allah SWT. ) تَرْ تِ ْياَل
( adalah penegasan akan kewajiban membaca Al-Qur’an sepeti itu. Wajib
bagi si pembaca untuk menghadirkan makna maknanya. Membaca secara
tartil adalah si pembaca menjelaskan semua huruf dan memenuhi hak-hak
huruf itu dengan penuh. Demikianlah Nabi Muhammad SAW.
membacanya.3 Selain dari itu Rosulullah SAW senantiasa memerintahkan
untuk memperindah bacaan Al-Qur’an dengan cara melagukannya, karena
bukan termasuk golongan Rosulullah SAW orang yang tidak melagukan
Al-Qur’an. Dengan landasan hadits berikut:
3
Wahbah Al-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, 12 Robiul Awal 1424, Jilid 15, h.202.
4
Al-Imam Abi Zakariya Yahya bin Syarif An-Nawawi Ad-Dimasqi, Riyadus Shalihin
Min Kalami Sayyidil Mursalin, kitabu Al-Fadzali 182/1007, h.32.
5
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: 15 februari 1998). Jilid.10, h.7706.
perlahan-lahan, supaya lebih memahami maknanya dan memperhatikan
isinya. Perintah ini ditunjukan kepada Nabi, termasuk umatnya.6
6
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, (Pustaka
Rizki Putra), Jilid 5, h.4389.
7
Sumardi, Tadarus Al-Qur’an (The Hope The Pear), ( pesantren Ulumul Qur’an, 2009),
h.9.
8
Yakhsan, Metode Implementasi Tartil dan Pembelajaran Membaca Al-Qur’an, (Skripsi
IAIN Purwokerto, 2016), h.5.
9
Edi Susanto, Metode Praktis Belajar Belajar Membaca Al-Qur’an Smar Tahsin
(Menyajikan Secara Aplikatif Dan Sistematis Sesuai Makharijul Huruf Dengan Memperbanyak
Talaqqi Atau Contoh Dari Guru), (Surakarta: Ashhabul Qur’an Publishing, 2014), h.13.
c. Membaca semua harakat dengan benar, yakni menyebut fathah,
kasrah dan dhommah dengan perbedaan yang jelas.
d. Mengeraskan suara sampai terdengar oleh telinga kita, sehingga Al-
Qur’an dapat mempengaruhi dan meresap ke hati
e. Memperindah suara agar muncul rasa takut kepada Allah swt,
sehingga mempercepat pengaruh ke dalam hati, karena akan lebih
cepat terpengaruh serta menguatkan nurani dan menimbulkan kesan
mendalam di hati.
f. Membaca dengan sempurna dan jelas setiap tashdid dan madnya.
g. Memenuhi hak ayat-ayat yang mengandung rahmat dan ayat-ayat
azab.10
َع ْن َعْب ُدالرَّمْح َن, َع ْن طَْل َحه, َع ْن االَ ْع َمش, َع ْن َج ِريْ ِر,َح َّدثَنَا عُثْ َما ُن بْن اَيِب َشْيبَه
ِ ول
َزيُّن ْواالْ ُق ْراَ َن: . م.اهلل ص ٌ َع ِن الَْبَراءبْ ِن َعا ِزب قَ َال َر ُس,بْ ِن َع ْو َس َجه
َأص َواتِ ُك ْم
ْ ِب
“Utsman bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dari jarir,
dari A’masy, dari Thalhah, dari Abdurrahman bin Ausajah, dari
Barra’ bin ‘Azib berkata, Rosullah saw bersabda : “perindahlah
Al-Qur’an dengan suara kalian”.20
18
Noura Khasna Syarifa, Seni Baca Al-Qur’an Di Jam’iyyatil Qurra Al-Lathifiyyah
Kradenan Pekalongan (Analisis Resepsi Estetis Al-Qur’an), (Skripsi UIN Walisongo, Semarang
2018), h.35-36.
19
Ilyan Hasan, Atlas Budaya Islam, (Bandung :Mizan, 2003), h.491.
20
Abu Dawud Sulaiman Bin Al-Asy’ats As-Sijistani, Ensiklopedia Hadits Sunan Abu
Dawud (Kitab Sholat Bab Mentartilkan Bacaan, Hadits Ke-1468), (Jakarta : Al-Mahira, Maret
2013), cet.1, h.305.
taghanni diambil dari kata al-Ghina yaitu lagu yang bisa
menyenangkan hati atau membuat hati riang gembira. 21 Dengan begitu,
istilah tersebut dapat pula dimaknai dengan membaguskan suara bacaan
Al-Qur’an dengan khusyu’. Taghanni bi Al-Qur’an adalah seni lagu
dalam membaca Al-Qur’an dengan tajwid yang diperindah dengan
dengan irama dan lagu.22
29
Noura Khasna Syarifa, Seni Baca Al-Qur’an , . . . , h.57.
30
Riyan Arieska, Pembelajaran Seni Baca Al-Qur’an, . . . , h. 34-35.
31
Riyan Arieska, Pembelajaran Seni Baca Al-Qur’an, . . . , h.35
32
Noura Khasna Syarifa, Seni Baca Al-Qur’an, . . . , h.59.
33
Noura Khasna Syarifa, Seni Baca Al-Qur’an, . . . , h.60.
34
Riyan Arieska, Pembelajaran Seni Baca Al-Qur’an, . . . , h.36.
b. Lagu cabang
Adapun beberapa lagu cabang beserta vareasinya yang
masyhur adalah syuri, ajami, mahur, bastanjar, kard, kard kurd,
nakzis, kur, nuqsory, murokhab, misri, turki, roml, uraq, usy syaq,
zanjiran syabir allaros dan kurdi.35
35
Riyan Arieska, Pembelajaran Seni Baca Al-Qur’an, . . . , h.36-37.
36
Ahsin Sakho Muhammad, Membumikan Ulumul Qur’an (Jakarta, 2019), cet.1, h.158.
penguasa-penguasa Persia mempunyai perhatian istimewa terhadap para
ahli musik dan mereka mempunyai kedudukan terhormat dalam
pemerintahan Persia.
Sementara itu, masyarakat arab menguasai seni syair, mereka
menyusun kalimat dengan bagian-bagian yang sama dan serasi dalam
beberapa hurufnya, baik yang berharokat ataupun huruf vocal maupun
yang sukun ataupun konsonan, mereka memisahkan kalimat tersebut
secara rinci hingga masing-masing memberikan pengertian yang berdiri
sendiri dan tidak condong kepada orang lain. Mereka menamakannya
dengan bait atau bait syair.37
Masyarakat bangsa Arab sudah mengenal peradaban yang diwarisi
nenek moyang saat itu bahkan mereka menghormati dan melihat karya
seni nenek moyang mereka, khususnya seni syair. Kondisi itu terus
berlangsung hingga pada saat diutusnya Nabi Muhammad saw. beserta
mu’jizatnya Al-Qur’an. Sehingga membuat mereka takjub dan tidak
mampu untuk berkomentar apapun, karena susunan bahasanya yang
indah mempesona, mereka mendengar irama bacaan Al-Qur’an yang
dirasakan asing di telinga namun memiliki daya tarik yang luar biasa.
Keindahan bacaan Al-Qur’an hingga mengandung makna yang dalam,
membuat mereka semakin rindu dan mencintai Al-Qur’an. Dari sini
mereka mulai meninggalkan ajaran nenek moyang mereka dan
menjadikan Islam sebagai pilihan agama mereka.38
َع ْن َزاذَ ِان اَيِب, َع ْن َع ْل َق َم ِة بْ ِن ُم ْرثَ ٍد,ص َدقَة بْ ُن ابْيِن ِع ْمَران َ ,َح َّدثَنَا حُمَ َّم ُدبْ ُن بَ ْك ٍر
َح ِّسُن ْواالْ ُق ْراَ َن: م َي ُق ْو ُل.اهلل ص ِ مَسِ عت رسو َل: ع ِن الْبراء ب ِن عا ِزب قَ َال,عمر
ُُ َ ُ ْ َ ْ ََ َ َ ُ
ت احْلَ َس َن يَِزيْ ُد ُقْراَنًا َح َسنًا َّ ص َواتِ ُك ْم فَاِ َّن
َ الص ْو ْ َبِا
39
Ahsin Sakho Muhammad, Membumikan Ulumul Qur’an, . . . , h.151.
40
Ibnu Khaldun, “Al-Alamah Abdurrahman Bin Muhammad Bin Khaldun”, Muqaddimah
Ibnu Khaldun, . . . , Cet.1, h.782.
41
Ahsin Sakho Muhammad, Membumikan Ulumul Qur’an, . . . , h.152.
“Muhammad bin Bakr menceritakan kepada kami Shadaqoh bin
Abu Imran dari ‘Alqomah bin Martsad dari Zadzan Abu Umar dari
Al-Bara’ bin ‘Azib, ia berkata: aku mendengar Rosulullah saw
bersabda: “perindahlah Al-Qur’an dengan suara kalian karena
suara yang indah akan menambah keindahan Al-Qur’an”42
َع ْن َعْب ُدالرَّمْح َن, َع ْن طَْل َحه, َع ْن االَ ْع َمش, َع ْن َج ِريْ ِر,َح َّدثَنَا عُثْ َما ُن بْن اَيِب َشْيبَه
ِ ول
َزيُّن ْواالْ ُق ْراَ َن: . م.اهلل ص ٌ َع ِن الَْبَراءبْ ِن َعا ِزب قَ َال َر ُس,بْ ِن َع ْو َس َجه
َأص َواتِ ُك ْم
ْ ِب
“Utsman bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dari jarir,
dari A’masy, dari Thalhah, dari Abdurrahman bin Ausajah, dari
Barra’ bin ‘Azib berkata, Rosullah saw bersabda : “perindahlah
Al-Qur’an dengan suara kalian”.44
42
Ad-Darimi, Keutamaan Al-Qur’an Bab Melagukan Al-Qur’an, Hadits Ke-3544, h.2194.
43
Al-Imam Abi Zakariya Yahya bin Syarif An-Nawawi Ad-Dimasqi, Riyadus Shalihin , . .
. , h.32.
44
Abu Dawud Sulaiman Bin Al-Asy’ats As-Sijistani, Ensiklopedia Hadits Sunan Abu
Dawud, . . . , Cet.1, h.305.
b. Mubah, jika membaca dan melagukan Al-Qur’an tidak menyalahi
kaidah tajwid dan qira’at yang telah menjadi ketetapan para ulama
qurra mutawatir dan dalam ekspresi wajar.
c. Haram, membaca Al-Qur’an dan melagukannya dengan dibawakan
ekspresi yang tidak wajar dan berlebihan serta menyalahkan kaidah
tajwid dan qira’at.
d. Sunnah, membaca Al-Qur’an dan melagukannya dengan suara yang
indah, dan fashih dengan ekspresi yang wajar serta menggunakan
qowwa’idut tajwid dan hukum bacaannya.45
45
Suryani, Pembinaan Seni Baca Al-Qur’an Di Pondok Pesantren Azzakariyyah Kec.
Renah Pembarap Kab. Merangin, (Skripsi UIN Sulthan Thaha Saifuddin, Jambi 2019), h.40.
46
Moh. Hikam Rofiqi, ANTIQ (Aturan Tilwatil Qur’an), (Kediri: Pembina Seni Bacaan
Al-Qur’an, 2011), h.2.