BAB I
PENDAHULUAN
1
Manaul Quthan, Pembahasan Ilmu Al-Quran, Rineka Cipta, Cet. I, Jakarta, 1993, hlm.
84.
2
Abdul Aziz Zarkoni, Manahilul Irfan fi ‘Ulum Al-Quran, Darul Ihya Kitab Al-
Arobiyah, Beirut, t.t, hlm. 4.
3
Allamah Sayyid Muhammad Husain Thaba Thaba’i,Organisasi Dakwah Islam, Cet. V,
Mizan, Bandung, 1992, hlm. 121.
2
4
Muhammad Husain Adz-Dzahabi, Al-Tafsir Wa al-Mufassirun, Jilid I, Dar Al-Qutb Al
Adtsah, Mesir, 1961, hlm. 59.
3
Ayat ini turun dalam kaitannya dengan masalah arak. Dan kadang
terjadi salah paham, seolah-olah arak itu tidak diharamkan. Seperti anggapan
sebagian orang bodoh. Mereka mengatakan, “Arak itu tidak diharamkan.
Berdasarkan ayat Al-Quran. Kalau saja mereka mengerti tentang sebab
turunnya ayat tersebut, tentu tidak berbuat kesalahan sedemikian rupa.
Sebenarnya mengenai turunnya ayat itu ada peristiwa: Diceritakan bahwa
ketika turun ayat yang mengharamkan arak:
5
Ibid., hlm. 177.
6
Ibid., hlm. 176.
4
7
Syeik Muhammad Ali Ash Shobuni, Ihktisar Ulumul Qur’an, Pustaka Amani, Jakarta,
2001, hlm. 21-23.
8
Abd. Al-Majid Al-Najjar, Pemahaman Islam, Rosda Karya, Cet. I, Bandung, 1997, hlm.
59-60.
9
. Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Quran Karim Tafsir Atas Surat-Surat Pendek
Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu, Pustaka Hidayah, Cet. II, Bandung, 1997, hlm. 633.
5
10
Al-Quran Karim dan Tarjamahnya, op.cit, hlm.. 1112.
11
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002,
hlm. 222.
12
Muhammad Husain Adz-Dzahabi, Al-Tafsir Wa al-Mufassirun, Jilid I, Dar Al-Qutb Al
Adtsah, Mesir, 1961, hlm. 59.
6
mengingkari sebagian Nabi dan apa yang datang dari Allah dan mengkafirkan
Rasul mereka membunuh sebagian Nabi secara dhalim kecuali sebagian yang
masih tersisa, maka hendaklah Allah saja yang kamu sembah dan hendaklah
kamu termasuk orang-orang bersyukur.13
Sedang menurut Sayyid Qutb bahwasanya orang-orang Arab tidak
durhaka kepada Allah akan tetapi mereka hanya tidak mengetahui Allah
dengan sifat-sifatnya, kemudian mereka menyekutukannya.14
Wahidi (wafat 468/1075), salah seorang sarjana klasik dalam bidang
ini pernah menulis: “Pengetahuan tentang tafsir dan ayat-ayat sangat tidak di
mungkinkan, apabila tidak di lengkapi dengan adanya pengetahuan tentang
kisah-kisah dan penjelasan yang berkaitan dengan turunnya suatu wahyu”.
Pengetahuan tentang asbabun nuzul akan sangat membantu dalam
memahami lingkungan ketika suatu wahyu di turunkan, yang hal tersebut
akan memberikan pengarahan pada implikasinya, dan juga sebagai petunjuk
untuk menafsirkan, serta kemungkinan penerapannya dalam berbagai situasi
yang lain. Secara khusus pengetahuan tentang asbabun nuzul akan membantu
untuk memahamkan yaitu:
1. Makna dan implikasi yang langsung dan gamblang dari sebuah ayat,
sebagaimana yang dapat di lihat dari sebuah konteks.
2. Landasan dari suatu ketentuan hukum.
3. Maksud sesungguhnya dari suatu ayat.
4. Apakah kandungan makna suatu ayat memang berlaku umum atau
khusus, dan apabila demikian maka dalam keadaan seperti apa sajakah
hal tersebut dapat di terapkan.
5. Suatu historis pada saat kehidupan Rasul, dan perkembangan masyarakat
muslim di masa permulaan islam.15
13
Abi Ja’far Muhammad Ibnu Jarir, Jami’ul Bayan an Ta’wil Al Qur’an, Dar fikr, tt,
Kairo, Juz 30, hlm. 331.
14
Sayyid Qutb, Fi-dhilal Al-Quran, Dar Asyaruq, Jilid VI, Juz 26-30, tt, Kairo, hlm.
3990.
15
Ahmad Von Denffer, Ilmu Al-Quran pengenalan Dasar, Rajawali, Cet. I, Jakarta,
1988, hlm. 102-103.
7
Jadi dapat dikatakan, metode adalah salah satu sarana yang amat
penting untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kata lain, maka
studi Al-Quran tidak lepas dari metode, yakni suatu cara yang teratur dan
terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang
dimaksud Allah SWT. Di dalam ayat-ayat Al-Quran yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW.16
16
M. Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Quran, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2000, hlm. 2.
17
Ibid., hlm. 2.
18
Ibid., hlm. 3.
8
19
Abd. Al-Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’iy, Suatu Pengantar, Terj. Suryan
A. Jamrah, Ed. I, Cet.2, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hlm. 12.
20
Quraish Shibah, Membumukan Al-Quran, Fungsi 4 Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat, Mizan, Bandung, 1994, hlm. 118.
9
Di samping itu penulis ingin mengetahui secara jelas dari dua kitab
tafsir tersebut tentang penafsiran surah Al-kafirun, sehingga dapat di
harapkan dari pemahaman ini nanti penulis mampu memberikan nilai-nilai
berarti abad klasik, sedangkan tafsir fi dzilal Al-Quran merupakan tafsir
dengan corak bi Al-ra’yi, yang termasuk mufasir abad modern dari kalangan
intelektual reformis.
Di samping itu penulis ingin mengetahui secara jelas dari dua kitab
tafsir tersebut tentang penafsiran surah Al-kafirun, sehingga di harapkan dari
pemahaman ini nanti penulis mampu memberikan nilai-nilai berarti dengan
tanpa mengabaikan adanya tafsir bi Al-ma’tsur maupun tafsir bi Al-ra’yi.
B. Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan di atas
maka pokok masalah yang akan di bahas dalam skripsi ini adalah:
- Bagaimana persamaan dan perbedaan penafsiran, metode, corak dan
kedalaman surah Al-Kafirun.
D. Tinjauan Pustaka
Bahwa surah Al-Kafirun terdiri atas 6 ayat dalam urutan surah ke 109
mushaf utsmani yang termasuk golongan surah-surah makkiyah, dan yang di
tuju ialah kaum musyrikin yang kafir artinya tidak mau menerima seruan dan
petunjuk kebenaran yang di bawakan Nabi kepada mereka.
Memang banyak sekali kitab-kitab tafsir yang membahas tentang
surah Al-kafirun, dan hampir seluruh kitab tafsir pasti membahas surah
tersebut.
Di samping itu ada penulis Muhammad Quraish shihab dalam kitab
tafsirnya Al-Quran Al-karim tafsir atas surah-surah pendek berdasarkan
urutan turunnya wahyu adalah ini di temukan riwayat tentang sebab turunnya
ayat-ayat surah yang menawarkan kompromi menyangkut pelaksanaan
tuntunan agama.
Sedang menurut tafsir juz Amma karya Muhammad Abduh bahwa Al-
kafiru atau Al-kafirun, orang kafir adalah orang yang menentang, yaitu orang
yang tidak perlu lagu memperhatikan dalil setelah di tunjukkan kepadanya
dan tidak mau mengalah terhadap hujjah bila menyakiti hatinya.
11
bahwa: ﻗـﻞ ﻳﺎﻳﻬـﺎ ﺍﻟﻜﺎﻓـﺮﻭﻥ adalah seperempat dari Al-Quran surah ini
21
Sutrisno Hadi, Metode Research, Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM,
yogyakarta, 1996, hlm. 7.
12
2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang di gunakan adalah penelitian kualitatif, di mana
penelitian tersebut berlaku bagi pengetahuan humanistik atau interpretatif,
yang secara tekhnis penekanannya lebih pada kajian teks.22 Adapun obyek
penelitian ini penulisan mengambil penafsiran surah Al-Kafirun dalam
tafsir jami’al Bayan karya Athobari dan tafsir fi dzilal al-quran karya
Sayyid Qutb.
3. Metode Analisis Data
Dalam menganalisis data-data yang ada, penulis menggunakan metode
deskriptif,23dengan harapan mampu memaparkan gambaran tentang
penafsiran dari masing-masing mufassir di atas untuk kemudian di
analisis sehingga diperoleh sebuah kesimpulan yang akurat.
Metode komparatif (muqarin) untuk mencapai pada proses akhir
penelitian, yaitu menjawab persoalan-persoalan yang muncul di sekitar
kajian ini, maka penulis menggunakan metode komparatif (muqarin).
Yang di maksud dengan metode komparatif (Muqarin) adalah, Satu,
membandingkan teks (nash) ayat-ayat al-quran yang memiliki persamaan
atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, dan atau memiliki
redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama. Dua, membandingkan
ayat al-quran dengan hadis yang pada lahirnya terlihat bertentangan , dan
3) membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan al-
quran.24 Maka dasar itulah penulis memakai aspek yang ketiga, yaitu
22
Dr. M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, Fungsi 4 Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, Mizan, Bandung, 1994, hlm. 118.
23
Adalah penelitian untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena, lihat lihat
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta, 1998, hlm. 247
24
Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Quran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
Cet. II, 2000, hlm. 65.
13
sesudahnya), dan isi pokok surat Al-Kafirun, langkah ini akan penulis sajikan
pada bab kedua.
Selanjutnya penulis akan menghubungkan dengan masalah-masalah
ini tentang tafsir AT-Thobari dan Sayyid Qutb dalam surat Al-Kafirun, serta
mengungkapkan riwayat hidup kedua mufassir itu dan karya-karyanya, dan
juga penafsiran keduanya, ini semua akan penulis diskripsikan pada bab
ketiga.
Diteruskan pada bab keempat, yang merupakan analisa tentang
penafsiran surah Al-Kafirun dalam kitab tafsirnya Jami’al Bayan dan fi dzilal
Al-Quran baik dari segi materi maupun metodologi yang penulis letakkan
pada sub bab A. kemudian dari proses tersebut kedua penafsiran
dikomparatifkan sehingga akan didapat persamaan, perbedaan dari masing-
masing penafsiran, yang ini penulis letakkan pada sub bab B.
Selanjutnya skripsi ini akan diakhiri dengan bab kelima yang
merupakan bab penutup, yang didalamnya akan dikemukakan kesimpulan dari
seluruh upaya yang telah penulis lakukan dalam penelitian. Disamping itu
penulis tak lupa memberikan saran dan kritik dengan harapan apa yang
penulis lakukan mendapat kritikan dari pembaca, sehingga dapat mendorong
penulis untuk bisa meningkatkan kwalitas yang lebih baik.