Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Al-Quran di turunkan untuk penuntun kehidupan umat manusia
menurut apa yang di kehendaki kepada jalan yang benar. Berdiri di atas asas
kehidupan yang mulia dan di ridhai untuk mempertebal keimanan kepada
Allah SWT. dan Rasulnya; menetapkan hal ihwal kejadian-kejadian yang
berlaku sekarang dan masa mendatang; pada permulaannya Al-Quran itu
banyak di tujukan kepada hal-hal umum. Sahabat-sahabat yang hidup di
zaman Nabi itu menyaksikan peristiwa-peristiwa khusus yang dalam hal ini
memerlukan penjelasan syariat Allah. Bila ada hal-hal yang tidak terang;
samar-samar bagi mereka, maka mereka itu menanyakan kepada nabi. Dan
pada saat itu turunlah ayat mengenai peristiwa tersebut. Atau ada pertanyaan
baru untuk mengetahui sebab-sebab turunnya ayat1
Adapun usaha memahami makna Al-Quran supaya dapat menangkap
petunjuk Allah, di dalamnya di namakan usaha menafsirkan Al-Quran. Jadi
yang dinamakan tafsir Al-Quran adalah suatu usaha menggali hukum dan
hikmah dari isi kandungannya menurut kemampuan manusia.2
Mengetahui Asbabun nuzul ini sangat membantu untuk mengetahui
ayat Al-Quran dan untuk mengetahui makna serta rahasia-rahasia yang di
kandungnya.3 Dan sangat besar pengaruh dalam memahami makna ayat yang
mulia. Oleh sebab itu para ulama sangat berhati-hatinya dalam memahami
‘Asbabun Nuzul’. Mengingat betapa pentingnya asbabun nuzul, maka bisa kita
katakan bahwa sebagian ayat tidak mungkin bisa di ketahui makna-makna

1
Manaul Quthan, Pembahasan Ilmu Al-Quran, Rineka Cipta, Cet. I, Jakarta, 1993, hlm.
84.
2
Abdul Aziz Zarkoni, Manahilul Irfan fi ‘Ulum Al-Quran, Darul Ihya Kitab Al-
Arobiyah, Beirut, t.t, hlm. 4.
3
Allamah Sayyid Muhammad Husain Thaba Thaba’i,Organisasi Dakwah Islam, Cet. V,
Mizan, Bandung, 1992, hlm. 121.
2

atau di ambil hukum darinya sebelum mengetahui secara pasti, tentang


asbabun nuzulnya. Contoh ayat:

.‫ﻭﷲ ﺍﳌﺸـﺮﻕ ﻭﺍﳌﻐـﺮﺏ ﻓﺎﻳـﻨﻤﺎ ﺗﻮﻟﻮﺍ ﻓﺜﻢ ﻭﺟﻪ ﺍﷲ ﺍﻥ ﺍﷲ ﻭﺍﺳﻊ ﻋﻠﻴﻢ‬


(١١٥:‫)ﺍﻟﺒﻘﺮﺍﺓ‬
Artinya:
“Kepunyaan Allah timur dan barat, kemana kamu menghadapkan
muka, di sana Qiblat (yang di sukai) Allah. Sesungguhnya Allah
luas (karunianya) lagi maha mengetahui”. (QS. al-Baqarah: 115)4

Kadang terjadi pemahaman seolah-olah ayat itu memperbolehkan


shalat menghadap kepada selain kiblat (Ka’bah). Padahal pemahaman seperti
ini salah. Karena menghadap kiblat itu termasuk syarat syahnya shalat.
Namun dengan mengetahui ‘sebab turunnya ayat’, maka pemahaman menjadi
jelas.
Sesungguhnya ayat itu turun dalam kaitannya dengan orang yang
dalam bepergian. Dimana ia kehilangan kiblat. Tidak tahu arahnya. Lalu
setelah berijtihad, ia menjalankan shalat. Maka kemanapun ia menghadap,
ketika itu shalatnya tetap syah. Ia tidak wajib mengulangi shalatnya lagi,
manakala telah menemukan kiblat, meskipun dalam shalatnya tadi, ia
menghadap kearah bukan kiblat. Maka yang jelas bahwa ayat tersebut bukan
untuk umum. melainkan untuk orang tertentu yang tidak mengetahui arah
kiblat. Contoh lain, betapa pentingnya mengetahui asbabul nuzul untuk
memahami suatu ayat, yaitu firman Allah Azza wajalla:

4
Muhammad Husain Adz-Dzahabi, Al-Tafsir Wa al-Mufassirun, Jilid I, Dar Al-Qutb Al
Adtsah, Mesir, 1961, hlm. 59.
3

‫ﻟﻴﺲ ﻋﻠﻰﺍﻟﺬﻳﻦ ﺍﻣﻨﻮﺍ ﻭﻋﻤﻠﻮﺍﻟﺼﻠﺤﺖ ﺟﻨﺎﺡ ﻓﻴﻤﺎ ﻃﻌﻤﻮﺍ ﺍﺫﺍ ﻣﺎ ﺍﺗﻘﻮﺍ‬


‫ﺍﻣﻨﻮﺍ ﻭﻋﻤﻠﻮﺍﻟﺼﻠﺤﺖ ﰒ ﺍﺗﻘﻮﺍ ﻭﺍﻣﻨﻮﺍ ﰒ ﺍﺗﻔﻮﺍ ﻭﺍﺣﺴﻨﻮﺍ ﻭﺍﷲ ﳛﺐ‬
(٩٣:‫ )ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‬.‫ﺍﶈﺴﻨﲔ‬
Artinya:
"Tiada berdosa orang-orang yang beriman dan mengerjakan yang
baik-baik, karena mereka meminum arak (dahulunya), jika mereka
telah bertakwa dan beriman serta mengerjakan yang baik-baik,
kemudian mereka bertakwa dan beriman, kemudian bertakwa dan
berbuat kebajikan. Allah mengasihi orang-orang yang berbuat
kebajikan”. (QS. Al-Maidah: 93)5

Ayat ini turun dalam kaitannya dengan masalah arak. Dan kadang
terjadi salah paham, seolah-olah arak itu tidak diharamkan. Seperti anggapan
sebagian orang bodoh. Mereka mengatakan, “Arak itu tidak diharamkan.
Berdasarkan ayat Al-Quran. Kalau saja mereka mengerti tentang sebab
turunnya ayat tersebut, tentu tidak berbuat kesalahan sedemikian rupa.
Sebenarnya mengenai turunnya ayat itu ada peristiwa: Diceritakan bahwa
ketika turun ayat yang mengharamkan arak:

‫ﺍﳕﺎﺍﳋﻤﺮ ﻭﺍﳌﻴﺴﺮ ﻭﺍﻷﻧﺼﺎﺏ ﻭﺍﻷﺯﻻﻡ ﺭﺟﺲ ﻣﻦ ﻋﻤﻞ ﺍﻟﺸﻴﻄﻦ‬


(٩٠:‫ )ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‬.‫ﻓﺎﺟﺘﻨﺒﻮﻩ ﻟﻌﻠﻜﻢ ﺗﻔﻠﺤﻮﻥ‬
Artinya:
“Sesungguhnya arak, judi, berhala dan bertenun, adalah
(pekerjaan) keji dari perbuatan setan. Sebab itu hendaklah kamu
jauhi, mudah-mudahan kamu mendapat kemenangan (sukses)”. (QS.
Al-Maidah: 90). 6

5
Ibid., hlm. 177.
6
Ibid., hlm. 176.
4

Mendengar ayat tersebut, lantas para Sahabat bertanya kepada Rasul


SAW.: “Bagaimana dengan orang-orang yang ikut berperang membela agama
Allah dan gugur. Mereka para peminum arak, padahal minum arak itu
perbuatan keji ?’. Kemudian turun ayat tersebut yang menerangkan bahwa
orang yang meminumnya sebelum diharamkan, maka Allah mengampuninya.
Ia tidak mendapat dosa atau siksa. Karena Allah tidak akan menyiksa atas
perbuatan orang sebelum ia masuk Islam atau sebelum ada hukum’
diharamkan’. Dengan demikian, maka jelas maksud ayat tersebut. Dan ia
tetap sebagai Nash Qoth’i’ dalam hal, haram minum arak.7
Kejadian dan kasus-kasus yang menjadi sebab turunnya wahyu itu
mempunyai konteks tersendiri, sekaligus menjadi salah satu keharusan yang
sangat penting dalam memahami kehendak Illahi, yang berupa Nash-Nash
yang diturunkan dan berkaitan dengannya.
Mengabaikan terhadap hal-hal tersebut kadang-kadang menjadi sebab
penyimpangan makna dari hakikat yang dikehendaki sehingga menimbulkan
pertentangan. Misalnya, memberlakukan hukum atas kaum mukmin, padahal
hukum tersebut diberlakukan atas orang-orang kafir atau sebaliknya.8Dalam
surat Al-Kafirun dinilai oleh sementara ulama sebagai wahyu ketujuh belas
yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW. Wahyu keenam belas adalah
surat Al-Ma’un. Didalam Mushaf Al-Quran, surat ini merupakan surat yang

ke-109.9 Dan tergolong dalam kategori surat-surat pendek (‫ )ﺍﳌﻔﺼـﻞ‬karena


terdiri dari enam ayat, yaitu:

7
Syeik Muhammad Ali Ash Shobuni, Ihktisar Ulumul Qur’an, Pustaka Amani, Jakarta,
2001, hlm. 21-23.
8
Abd. Al-Majid Al-Najjar, Pemahaman Islam, Rosda Karya, Cet. I, Bandung, 1997, hlm.
59-60.
9
. Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Quran Karim Tafsir Atas Surat-Surat Pendek
Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu, Pustaka Hidayah, Cet. II, Bandung, 1997, hlm. 633.
5

،‫ ﻭﻻﺍﻧﺘﻢ ﻋﺒﺪﻭﻥ ﻣﺎﺍﻋﺒﺪ‬،‫ ﻻﺍﻋﺒﺪﻣﺎﺗﻌﺒﺪﻭﻥ‬،‫ﻗﻞ ﻳﺎﻳﻬﺎ ﺍﻟﻜﺎﻓﺮﻭﻥ‬


.‫ ﻟﻜﻢ ﺩﻳﻨﻜﻢ ﻭﱄ ﺩﻳﻦ‬،‫ ﻭﻻﺍﻧﺘﻢ ﻋﺒﺪﻭﻥ ﻣﺎﺍﻋﺒﺪ‬،‫ﻭﻻﺍﻧﺎﻋﺎﺑﺪﻣﺎﻋﺒﺪﰎ‬
(٦-١:‫)ﺍﻟﻜﺎﻓﺮﻭﻥ‬
Artinya:
“Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah
apa yang kamu sembah dan kamu bukan penyembah Tuhan yang
Aku sembah, dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang
kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah
Tuhan yang Aku sembah, untukmulah agamamu, dan untukkulah
agamaku”. (QS. Al-Kafirun: 1-6)10

Surat Al-Kafirun ini berkaitan dengan kandungan sebelumnya, yaitu


surat Al-Kautsar. Jika pada surat Al-Kautsar Allah memerintahkan kepada
Rasulnya agar beribadah dengan ihklas dan bersyukur atas nikmatnya, maka
pada surat Al-Kafirun berisi penjelasan terhadap apa yang diisyaratkan
terdahulu kepada manusia, yaitu jauh sebelum manusia dilahirkan, yakni
ketika berada dalam kandungan ia sudah menyatakan beriman kepada Allah
SWT.11
Redaksi ayat-ayat Al-Quran sebagaimana redaksi yang diucapkan atau
ditulis tidak dapat dijangkau maknanya secara pasti kecuali oleh pemilik
redaksi tersebut. Hal ini kemudian menimbulkan keanekaragaman penafsiran.
Dalam hal ini para Sahabat sekalipun secara umum menyaksikan turunnya
wahyu, memahami konteksnya serta memahami secara alamiah struktur
bahasa dan arti kosakatanya, tidak jarang berbeda pendapat atau bahkan
keliru dalam memahami apa yang mereka baca itu.12
Menurut At-Thabari bahwa surat Al-Kafirun diturunkan untuk
menyembah selain Allah pada orang-orang yang tidak berpengetahuan dan
orang Yahudi tidak menyembah dan mensekutukan Allah hanya mereka

10
Al-Quran Karim dan Tarjamahnya, op.cit, hlm.. 1112.
11
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002,
hlm. 222.
12
Muhammad Husain Adz-Dzahabi, Al-Tafsir Wa al-Mufassirun, Jilid I, Dar Al-Qutb Al
Adtsah, Mesir, 1961, hlm. 59.
6

mengingkari sebagian Nabi dan apa yang datang dari Allah dan mengkafirkan
Rasul mereka membunuh sebagian Nabi secara dhalim kecuali sebagian yang
masih tersisa, maka hendaklah Allah saja yang kamu sembah dan hendaklah
kamu termasuk orang-orang bersyukur.13
Sedang menurut Sayyid Qutb bahwasanya orang-orang Arab tidak
durhaka kepada Allah akan tetapi mereka hanya tidak mengetahui Allah
dengan sifat-sifatnya, kemudian mereka menyekutukannya.14
Wahidi (wafat 468/1075), salah seorang sarjana klasik dalam bidang
ini pernah menulis: “Pengetahuan tentang tafsir dan ayat-ayat sangat tidak di
mungkinkan, apabila tidak di lengkapi dengan adanya pengetahuan tentang
kisah-kisah dan penjelasan yang berkaitan dengan turunnya suatu wahyu”.
Pengetahuan tentang asbabun nuzul akan sangat membantu dalam
memahami lingkungan ketika suatu wahyu di turunkan, yang hal tersebut
akan memberikan pengarahan pada implikasinya, dan juga sebagai petunjuk
untuk menafsirkan, serta kemungkinan penerapannya dalam berbagai situasi
yang lain. Secara khusus pengetahuan tentang asbabun nuzul akan membantu
untuk memahamkan yaitu:
1. Makna dan implikasi yang langsung dan gamblang dari sebuah ayat,
sebagaimana yang dapat di lihat dari sebuah konteks.
2. Landasan dari suatu ketentuan hukum.
3. Maksud sesungguhnya dari suatu ayat.
4. Apakah kandungan makna suatu ayat memang berlaku umum atau
khusus, dan apabila demikian maka dalam keadaan seperti apa sajakah
hal tersebut dapat di terapkan.
5. Suatu historis pada saat kehidupan Rasul, dan perkembangan masyarakat
muslim di masa permulaan islam.15

13
Abi Ja’far Muhammad Ibnu Jarir, Jami’ul Bayan an Ta’wil Al Qur’an, Dar fikr, tt,
Kairo, Juz 30, hlm. 331.
14
Sayyid Qutb, Fi-dhilal Al-Quran, Dar Asyaruq, Jilid VI, Juz 26-30, tt, Kairo, hlm.
3990.
15
Ahmad Von Denffer, Ilmu Al-Quran pengenalan Dasar, Rajawali, Cet. I, Jakarta,
1988, hlm. 102-103.
7

Pengertian metode dapat digunakan pada berbagai obyek, baik


berhubungan dengan pemikiran maupun penalaran akal, atau menyangkut
pekerjaan fisik.

Jadi dapat dikatakan, metode adalah salah satu sarana yang amat
penting untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kata lain, maka
studi Al-Quran tidak lepas dari metode, yakni suatu cara yang teratur dan
terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang
dimaksud Allah SWT. Di dalam ayat-ayat Al-Quran yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW.16

Metode penafsiran Al-Quran berisi tentang seperangkat aturan atau


kaidah yang harus diindahkan ketika menafsirkan Al-Quran. Apabila
seseorang melakukan penafsiran Al-Quran tetapi tidak menggunakan
metodologi yang benar, maka dapat dipastikan hasil penafsirannya tidak
dapat dipertanggungjawabkan. Tentu saja, hal ini jangan sampai terjadi untuk
memelihara pesan-pesan yang sebenarnya yang berasal dari tujuan yang
terkandung di dalam Al-Quran. Kesalahan penafsiran sama saja artinya
dengan menjauhkan masyarakat dari perintah Tuhan.

Jika ditelusuri, perkembangan tafsir Al-Quran sejak dulu sampai


sekarang akan ditemukan bahwa dalam garis besarnya penafsiran Al-Quran
itu dilakukan melalui empat metode, yaitu; Ijmali (global), tahlili (analisis),
muqaranah (perbandingan) dan maudlu’I (tematik).17 Metode ijmali adalah
menafsirkan ayat-ayat Al-Quran secara ringkas dan global sesuai dengan
ayat-ayat Al-Quran di dalam mushaf Ustmani.18

Sedangkan tahlili adalah suatu metode tafsir yang bermaksud


menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Quran dari seluruh aspeknya.
Maksudnya dalam hal ini penafsir mengikuti runtutan ayat sebagaimana yang

16
M. Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Quran, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2000, hlm. 2.
17
Ibid., hlm. 2.
18
Ibid., hlm. 3.
8

telah tersusun di dalam mushaf. Penafsir memulai uraiannya dengan


mengemukakan arti kosakata di ikuti dengan penjelasan mengenai arti global
ayat.19

Sementara metode tafsir muqarin yakni metode dengan cara


membandingkan sejumlah ayat-ayat Al-Quran yang memiliki persamaan
redaksi, membandingkan ayat Al-Quran dengan hadis, dan membandingkan
dengan berbagai pendapat ulama’ tafsir dengan menafsirkan Al-Quran.

Dan metode tafsir maudhu’i adalah metode dimana seorang mufassir


menghimpun seluruh ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang sesuatu
masalah serta mengarahkan pada satu pengertian dan satu tujuan, sekalipun
ayat tersebut berbeda dalam cara turunnya tersebut diberbagai surat serta
berbeda pula tempat dan waktu turunnya.20

Ini langsung dapat dibedakan dengan cara melihat kitab-kitab tafsir


Al-Quran tersebut. Tetapi yang perlu diperhatikan dalam sebuah metode pasti
terkandung metode-metode yang lain juga, kecuali pada metode ijmali karena
memang metode ini tidak mungkin melakukan pembahasan walaupun hanya
sedikit luas saja, karena ia hanya memberikan penjelas kosakata yang
digunakan oleh Al-Quran. Misalnya, metode tahlili didalamnya dapat
ditemukan maudhu’i, karena ini diperlukan untuk menganalisis suatu
persoalan secara komprehensif. Karena itu dalam tafsir-tafsir Al-Quran yang
menggunakan metode tahlili dapat ditemukan tema-tema tertentu pula.

Sedangkan corak tafsir sangat dipengaruhi oleh latar belakang


keilmuan mufassir. Seorang mufasir yang mempunyai kemampuan di bidang
tasawuf, maka ia akan mempunyai kecenderungan untuk menafsirkan Al-
Quran yang dipengaruhi oleh paham-paham yang ada dalam tasawuf,
sehingga kemudian muncullah tafsir isyari, atau tafsir sufi.

19
Abd. Al-Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’iy, Suatu Pengantar, Terj. Suryan
A. Jamrah, Ed. I, Cet.2, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hlm. 12.
20
Quraish Shibah, Membumukan Al-Quran, Fungsi 4 Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat, Mizan, Bandung, 1994, hlm. 118.
9

Demikian pula apabila seorang mufassir lebih cenderung kepada fiqh,


maka ia akan lebih cenderung menafsirkan Al-Quran dengan menonjolkan
aspek legal formalnya (hukum), dan seterusnya juga aspek-aspek Islam yang
lain juga akan dapat mempengaruhi corak penafsiran Al-Quran terhadap Al-
Quran.

Bahkan latar belakang ilmu pengetahuan alam juga dapat


mempengaruhi seseorang untuk menafsirkan Al-Quran. Contoh ini dapat
ditemukan dalam kitab thanthawi jauhari yang banyak memuat tentang ilmu
pengetahuan alam dan rumus-rumus kimia dan fisika.

Di samping itu penulis ingin mengetahui secara jelas dari dua kitab
tafsir tersebut tentang penafsiran surah Al-kafirun, sehingga dapat di
harapkan dari pemahaman ini nanti penulis mampu memberikan nilai-nilai
berarti abad klasik, sedangkan tafsir fi dzilal Al-Quran merupakan tafsir
dengan corak bi Al-ra’yi, yang termasuk mufasir abad modern dari kalangan
intelektual reformis.
Di samping itu penulis ingin mengetahui secara jelas dari dua kitab
tafsir tersebut tentang penafsiran surah Al-kafirun, sehingga di harapkan dari
pemahaman ini nanti penulis mampu memberikan nilai-nilai berarti dengan
tanpa mengabaikan adanya tafsir bi Al-ma’tsur maupun tafsir bi Al-ra’yi.

B. Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan di atas
maka pokok masalah yang akan di bahas dalam skripsi ini adalah:
- Bagaimana persamaan dan perbedaan penafsiran, metode, corak dan
kedalaman surah Al-Kafirun.

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian


Dari permasalahan tersebut di atas, maka penelitian ini memiliki
tujuan dan manfaat sebagai berikut:
1. Tujuan penelitian:
10

a. Untuk menjelaskan latar belakang penafsiran At-thobari dan Sayyid


Qutb tentang surah Al-kafirun
b. Untuk menjelaskan penafsiran At-thobari dan Sayyid Qutb terhadap
surah Al-kafirun
c. Untuk menjelaskan persamaan dan perbedaan penafsiran At-thobari
dan Sayyid Qutb dari segi metode dan corak penafsiran.
2. Manfaat penelitian:
a. Memberikan kontribusi pemikiran tafsir agar tidak terjebak pada satu
model penafsiran
b. Memberikan suatu bentuk pemahaman yang di harapkan mampu
memudahkan bagi masyarakat islam dalam mengungkapkan pesan-
pesan yang disampaikan Al-Quran
c. Menambah wacana keintelektualan dalam bidang tafsir Al-Quran.

D. Tinjauan Pustaka
Bahwa surah Al-Kafirun terdiri atas 6 ayat dalam urutan surah ke 109
mushaf utsmani yang termasuk golongan surah-surah makkiyah, dan yang di
tuju ialah kaum musyrikin yang kafir artinya tidak mau menerima seruan dan
petunjuk kebenaran yang di bawakan Nabi kepada mereka.
Memang banyak sekali kitab-kitab tafsir yang membahas tentang
surah Al-kafirun, dan hampir seluruh kitab tafsir pasti membahas surah
tersebut.
Di samping itu ada penulis Muhammad Quraish shihab dalam kitab
tafsirnya Al-Quran Al-karim tafsir atas surah-surah pendek berdasarkan
urutan turunnya wahyu adalah ini di temukan riwayat tentang sebab turunnya
ayat-ayat surah yang menawarkan kompromi menyangkut pelaksanaan
tuntunan agama.
Sedang menurut tafsir juz Amma karya Muhammad Abduh bahwa Al-
kafiru atau Al-kafirun, orang kafir adalah orang yang menentang, yaitu orang
yang tidak perlu lagu memperhatikan dalil setelah di tunjukkan kepadanya
dan tidak mau mengalah terhadap hujjah bila menyakiti hatinya.
11

Sedang menurut Mustofa Al-Maraghi dalam kitabnya tafsir Al-


Maraghi bahwa surah ini turun dengan riwayat yang menyatakan bahwa
ikutilah agama kami dan kami akan mengikuti agama kamu kemudian turun
surah Al-kafirun sebagai jawaban penolakan atas ajakan Musyrikin.
Dalam kitabnya Ibnu Katsir juga berkata dalam tafsirnya menjelaskan

bahwa: ‫ﻗـﻞ ﻳﺎﻳﻬـﺎ ﺍﻟﻜﺎﻓـﺮﻭﻥ‬ adalah seperempat dari Al-Quran surah ini

mengandung larangan menyembah selain Allah mengandung pokok akidah


dan segala perbuatan hati.
Dan masih banyak lagi selain buku-buku di atas yang memiliki
keterkaitan permasalahan yang di bahas, sehingga dengan berpijak dari buku
di atas, maka di harapkan dapat membantu penyelesaian permasalahan secara
terarah dan sistematis
Pengkhususan mufassir AT-Thobari dan Sayyid Qutb, dalam berbagai
judul skripsi dilingkungan fakultas ushuluddin yang mengambil tema-tema
tertentu maupun surah-surah pendek menurut kedua mufassir tersebut. Maka
disini penulis mengambil tema penafsiran surat Al-Kafirun dengan kitabnya
AT-Thobari dab Sayyid Qutb sebagai perbandingan diantara keduanya.

E. Metode Penulisan Skripsi


Untuk memperoleh kesimpulan yang memuaskan, maka proses
penulisan skripsi ini dalam pembahasannya memiliki metode sebagai berikut :
1. Metode Pengumpulan Data (Sumber Data)
Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research), yaitu
penelitian yang metode pengumpulan data-datanya berdasarkan literatur
buku-buku maupun karya ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan
yang akan dibahas.21
Data-data yang dikumpulkan terdiri dari dua jenis yaitu data primer dan
data sekunder. Sebagai data primernya adalah tafsir jami’al Bayan karya

21
Sutrisno Hadi, Metode Research, Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM,
yogyakarta, 1996, hlm. 7.
12

Ath-Thabari dan fi dzilal Al-Quran karya Sayyid Qutb, sedangkan data


sekundernya adalah dari buku-buku dan kitab tafsir lain yang ada
hubungannya dengan penelitian ini.

2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang di gunakan adalah penelitian kualitatif, di mana
penelitian tersebut berlaku bagi pengetahuan humanistik atau interpretatif,
yang secara tekhnis penekanannya lebih pada kajian teks.22 Adapun obyek
penelitian ini penulisan mengambil penafsiran surah Al-Kafirun dalam
tafsir jami’al Bayan karya Athobari dan tafsir fi dzilal al-quran karya
Sayyid Qutb.
3. Metode Analisis Data
Dalam menganalisis data-data yang ada, penulis menggunakan metode
deskriptif,23dengan harapan mampu memaparkan gambaran tentang
penafsiran dari masing-masing mufassir di atas untuk kemudian di
analisis sehingga diperoleh sebuah kesimpulan yang akurat.
Metode komparatif (muqarin) untuk mencapai pada proses akhir
penelitian, yaitu menjawab persoalan-persoalan yang muncul di sekitar
kajian ini, maka penulis menggunakan metode komparatif (muqarin).
Yang di maksud dengan metode komparatif (Muqarin) adalah, Satu,
membandingkan teks (nash) ayat-ayat al-quran yang memiliki persamaan
atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, dan atau memiliki
redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama. Dua, membandingkan
ayat al-quran dengan hadis yang pada lahirnya terlihat bertentangan , dan
3) membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan al-
quran.24 Maka dasar itulah penulis memakai aspek yang ketiga, yaitu

22
Dr. M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, Fungsi 4 Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, Mizan, Bandung, 1994, hlm. 118.
23
Adalah penelitian untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena, lihat lihat
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta, 1998, hlm. 247
24
Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Quran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
Cet. II, 2000, hlm. 65.
13

perbandingan pendapat para ulama tafsir tentang kandungan (makna) ayat


yang di kaji, sehingga akan ditemukan perbedaan pendapat antara ulama
tafsir yang satu dengan ulama yang lain. Dengan kata lain yaitu
menafsirkan ayat-ayat al-quran yang berdasarkan pada apa yang telah di
tulis oleh sejumlah mufasir.
Langkah-langkah yang harus diterapkan untuk mencapai tujuan itu adalah
dengan memusatkan perhatian pada sejumlah ayat tertentu, lalu melacak
berbagai pendapat para mufasir tentang ayat tersebut baik yang klasik
(salaf) maupun yang di tulis oleh ulama Khalaf, serta membandingkan
pendapat-pendapat yang mereka kemukakan untuk mengetahui
kecenderungan-kecenderungan mereka, aliran-aliran yang mempengaruhi
mereka, keahlian yang mereka kuasai ,dan lain sebagainya.25
Penulis mengambil penafsiran At-Thabari dalam tafsir Jami’al Bayan dan
Sayyid Qutb dalam tafsir fi Dzilal al-Quran.

F. Sistematika Penulisan Skripsi


Dalam penulisan skripsi ini, dan untuk mempermudah memahami
pokok-pokok isinya, maka penulis akan menyajikan sistematika penulisan
sebagai berikut:
Diawali dengan penjelasan latar belakang masalah, hal ini akan
menjadi penjelas mengapa penulis mengangkat judul ini, di lanjutkan dengan
pokok permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, hal ini berguna untuk
menjelaskan pokok kajian yang akan penulis bahas, yang berfungsi juga
sebagai penegas mengapa penulis mengangkat judul tersebut dalam
penyusunan skripsi ini. Pendiskripsian berikut adalah tinjauan pustaka, metode
penulisan, serta sistematika penulisan dari hasil penulisan ini.
Langkah selanjutnya penulis akan memaparkan tinjauan umum
tentang surat AL-Kafirun yang merupakan surat ke-109 menurut urutan
mushaf Ustmani, surat tersebut ditempatkan sesudah surat Al-Kautsar, sebab-
sebab turunnya surat, munasabah (persesuaian dengan surat sebelum dan
25
Ibid.,hlm..68.
14

sesudahnya), dan isi pokok surat Al-Kafirun, langkah ini akan penulis sajikan
pada bab kedua.
Selanjutnya penulis akan menghubungkan dengan masalah-masalah
ini tentang tafsir AT-Thobari dan Sayyid Qutb dalam surat Al-Kafirun, serta
mengungkapkan riwayat hidup kedua mufassir itu dan karya-karyanya, dan
juga penafsiran keduanya, ini semua akan penulis diskripsikan pada bab
ketiga.
Diteruskan pada bab keempat, yang merupakan analisa tentang
penafsiran surah Al-Kafirun dalam kitab tafsirnya Jami’al Bayan dan fi dzilal
Al-Quran baik dari segi materi maupun metodologi yang penulis letakkan
pada sub bab A. kemudian dari proses tersebut kedua penafsiran
dikomparatifkan sehingga akan didapat persamaan, perbedaan dari masing-
masing penafsiran, yang ini penulis letakkan pada sub bab B.
Selanjutnya skripsi ini akan diakhiri dengan bab kelima yang
merupakan bab penutup, yang didalamnya akan dikemukakan kesimpulan dari
seluruh upaya yang telah penulis lakukan dalam penelitian. Disamping itu
penulis tak lupa memberikan saran dan kritik dengan harapan apa yang
penulis lakukan mendapat kritikan dari pembaca, sehingga dapat mendorong
penulis untuk bisa meningkatkan kwalitas yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai