Anda di halaman 1dari 11

AL-KAFIRUN

“TOLERANSI TERBATAS”

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok

Mata Kuliah: Tafsir Nusantara

Dosen Pengampu: K. Hanif Rahman

DI SUSUN OLEH:

BAGUS AKHMAD MUSTAFID

BADRUS SHOLIH

MUHAMMAD FAHRUR ROZI

PRODI TAFSIR WA ULUHUMU

MA’HAD ALY AL-IMAN BULUS GEBANG PURWOREJO

2023 M / 1444 H
BAB I

A. Pendahuluan
Al-Quran merupakan wahyu yang diturunan oleh Allah kepada Nabi
Muhammad SAW melalui perantara malaikat jibril. Al-Quran diturunkan
untuk menyempurnakan ajaran-ajaran yang ada pada kitab sebelumnya.
Al-Quran merupakan sumber hukum islam disamping Al-Hadis.
Manusia tidak bisa lepas dari Al-Quran karena segala tingkah laku manusia
sudah diatur dalam Al-Quran. Al-Quran terdiri dari beberapa surat dan juga
beberapa ayat. Salah satu surat dalam Al-Quran adalah syrat Al-Kafirun
yang terdiri dari 6 ayat.
Al-Kafirun diturunkan oleh Allah karena Pada masa penyebaran
Islam di Mekkah, kaum Quraisy yang menentang Rasulullah SAW tak
henti-hentinya mencari cara untuk menghentikan ancaman Islam terhadap
kepercayaan nenek moyang mereka. Pada salah satu upaya tersebut mereka
berusaha mengajukan proposal kompromi kepada Rasulullah SAW dimana
mereka menawarkan: jika Rasulullah mau memuja Tuhan mereka, maka
merekapun akan memuja Tuhan sebagaimana konsep Islam. Kemudian
surat ini diturunkan untuk mejawab hal itu.
Begitu juga dalam kandungan dasar surat al-kafirun merupakan
bentuk solusi atau pembatasan kaum muslimin dalam berinteraksi dengan
non-muslim. Ada hal-hal yang diperbolehkan dan ada hal-hal yang dilarang.
Secara global, surat tersebut merupakan bentuk tidak adanya toleransi bagi
mereka yang mengajak bertukar keyakinan dan peribadatan dalam
beragama.
BAB II

B. Isi
1. Surat al-Kafirun dan Terjemah

‫بسم هللا الرمحن الرحيم‬

‫) اواَل أ ااَن‬3( ‫) اواَل أانْتُ ْم اعابِ ُدو ان اما أ ْاعبُ ُد‬2( ‫) اَل أ ْاعبُ ُد اما تا ْعبُ ُدو ان‬1( ‫قُ ْل اَيأايُّ اها الْ اكافُِرو ان‬

)6( ‫ِل ِدي ِن‬ِ ِ ِ ِ


‫) لا ُك ْم دينُ ُك ْم او ا‬5( ‫) اواَل أانْتُ ْم اعاب ُدو ان اما أ ْاعبُ ُد‬4( ‫اعاب ٌد اما اعبا ْد ُُْت‬

Artinya: “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai orang-orang kafir, aku


tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Kamu juga bukan
penyembah apa yang aku sembah. Aku juga tidak pernah menjadi
penyembah apa yang kamu sembah. Kamu tidak pernah (pula) menjadi
penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu dan untukku
agamaku.”

2. Karakteristik surat
a. Surat al-kafirun merupakan surat makiyyah
b. Nama-nama surat selain al-kafirun: al-munabadzah, al-mu’abadah
c. Surat al-kafirun berjumlah 6 ayat, 26 kalimah dan 74 huruf1
d. Surat al-kafirun merupakan salah satu surat yang berhubungan dengan
golongan kafir
3. Ragam tafsir
a. Ayat pertama

‫قُ ْل اَيأايُّ اها الْ اكافُِرو ان‬


Ayat pertama Allah menggambarkan asbabun nuzul
diturunkannya surat al-kafirun. Dimana suatu ketika beberapa kaum
kafir Quraisy mendatangi Rasulullah. Yang pada intinya mereka
mengajak Rasulullah untuk bertukar Tuhan yang disembah dalam

1
Syaikh Nawawi al-Bantany, Marah Labid, Maktabah Tsamilah
masa satu tahun. Maka, turunlah surat al-kafirun untuk mencegah
ajakan kafir Quraisy.2
Asbabun nuzul: “Suatu ketika beberapa kaum kafir Quraisy
mendatangi Rasulullah diantaranya: al-Walid bin Mughiroh, Ash bin
Wail, Aswad bin Mutholib dan Umayyah bin Khalaf. Kemudian
mereka berkata: Wahai Muhammad, biarkanlah kami menyembah
Tuhanmu dan kamu menyembah Tuhanku. Dan kamu dan kami akan
melakukan apa yang benar-benar disepakati. Maka dengan
konsekuensi tersebut, jika kami mendapatkan kenyamanan dan
kebaikan atas ajaran yang kamu bawa. Maka, kami akan mengikuti
ajaran yang kamu bawa. Dan jika kamu mendapatkan kenyamanan
dan kebaikan atas ajaran kami. Maka, kamu akan mengikuti ajaran
yang kami bawa”3 Kemudian setelah mendengar celotehan usulan
tukar menukar Tuhan, Rasulullah berkata dengan tegas: “Aku
berlindung kepada Allah dari orang-orang yang telah menyekutukan-
Nya”4

Kata ‫قل‬, dicantumkan pada awal ayat diatas, bahwa rosululoh

tidak mengurangi sedikitpun dari wahyu yang beliau terima, walaupun


dari segi lahirnya kelihatanya kata itu tidak berfungsi. Cukup anda
yakin di dalam jiwa anda. Disisih lain juga dapat dikatakan bahwa
islam memperkenalkan dua macam ajaran. Pertama, nazaari (teortis)
meminjam istilah Mahmud Syaltut dan kedua amali. Yang nazaari
atau teoritas berkaitan dengan benar dan jiwa sehingga ajaran ini harus
di pahami sekaligus diyakini. Apabila sumber dan interprestasi ajaran
ini di pastikan kebenaranya. Maka, dinamai aqidah yakni suatu yang
pasti tidak mengandung interprestasi yang lain. Sedangkan yang amali

2
https://archive.org/details/kemenag-tafsir-ringkas/Kemenag%20-
%20Tafsir%20Ringkas_02/page/1013/mode/2up?view=theater
3
Kh. Thoifur Ali Wafa, Firdaus an-Na’im, Juz 6, Hal. 442
4
Az-Zamkhsyari, al-Kasyaf, al-Bahits al-Qurany
adalah yang berkaitan dengan pengalaman dalam dunia nyata, inilah
yang dinamai syari’ah.5

Kemudian lafal ‫( الْ اكافُِرو ان‬merangkum dari kajian tafsir al-

Misbah)6 diambil dari kafara, yang berarti, menutup al-qur’an


menggunakan kata tersebut untuk berbagi makna yang masing-masing
dapat dipahami sesuai dengan kalimat dan konteksnya.
Kata ini dapat berarti;
➢ Yang mengingkari keesaan allah dan kerosulan nabi Muhammad
saw, seperti pada Qs. saba’ [34]; 3.
➢ Yang tidak mensyukuri nikmat Allah, seperti pada Qs. Ibrahim
[14]; 7
➢ Tidak mengamalkan tuntunan ilahi wahyu mempercayainya,
seperti Qs al-baqoroh [2]; 85.
b. Ayat ke-2

‫اَل أ ْاعبُ ُد اما تا ْعبُ ُدو ان‬


Ayat kedua Allah menggambarkan bentuk penolakan Rasulullah
terhadap kafir quraisy. Bahwasanya Rasulullah sampai kapanpun
tidak akan menyembah selain Allah. Seperti halnya kafir Quraisy
menyembah para berhala.
Mengambil rangkuman dari tafsir al-Misbah, dikatakan bahwa

lafal ‫أ ْاعبُ ُد‬ merupakan bentuk fi’il mudhori’ yang mana mengandung

cakupan makna zaman hal dan istiqbal (masa kini dan masa yang akan
datang). Penulis menyimpulkan dari dua tafsir karya Kh. Thoifur Ali
Wafa dan Mbah Nawawi.

5
Quraish Syihab, Tafsir Al-Misbah, Lentera Hati, Jilid 15, Hal. 575-576
6
Quraish Syihab, Tafsir Al-Misbah, Lentera Hati, Jilid 15, Hal. 576
1) Dalam tafsir Firdaus an-Na’im dikatakan fil hal. Dengan
demikian makna dari lafal tersebut bisa dikatakan diwaktu itu
atau zaman masa terjadinya kejadian tersebut.7
2) Dalam tafsir Marah Labid dikatakan fil mustaqbal. Dengan
demikian makna dari lafal tersebut bisa dikatakan masa yang akan
datang.8

Walhasil, merujuk atas kesimpulan Prof. Quraisy dalam tafsirnya,


bahwasanya makna dari penolakan tersebut Rasulullah berkata: “Aku
sekarang dan di masa yang akan datang bahkan sepanjang masa tidak
akan menyembah, tunduk atau taat kepada apa yang kamu sembah,
wahai musyrikin”9.

c. Ayat ke-3

‫اواَل أانْتُ ْم اعابِ ُدو ان اما أ ْاعبُ ُد‬


Ayat ketiga Allah menggambarkan bentuk penolakan atau tidak
adanya titik temu atas tawar menawar pertukaran agama yang
diusulkan para pembesar kafir Quraisy. Hal ini dibuktikan
bahwasanya bentuk penawaran tersebut tidak adakn berpengaruh atas
yang telah mereka yakini. Dalam hal ini terdapat beberapa ragam
tafsir yang terindikasi bahwa penawaran tersebut bukanlah hal yang
menguntungkan bagi umat islam. Terlebih Allah mempertegas bahwa
kaum kafir tidaklah akan -sampai masa waktu kedepan- menyembah
atau masuk islam.
1) Dalam Firdaus an-na’im menjelaskan bahwa mereka (kafir
Quraisy) tidak akan menyembah Allah sampai kapanpun.

7
Kh. Thoifur Ali Wafa, Firdaus an-Na’im, Juz 6 Hal. 442
8
Syaikh Nawawi al-Bantany, Marah Labid, Maktabah Tsamilah, Juz 2, Hal 672
9
Quraisy Syihab, Tafsir Al-Misbah, Lentera Hati, Jilid 15, Hal. 577
2) Dalam Marah Labid menjelaskan bahwa mereka (kafir Quraisy)
tidak akan menyembah dimasa depan apa yang telah umat islam
sembah.10
3) Dalam tafsir kemenag menjelaskan bahwa sifat-sifat Allah
berlainan dengan sifat-sifat Tuhan yang mereka (kafir Quraisy).
Sehingga tidaklah mungkin dipertemukan dari kedua sifat-
sifatnya.11
Namun, dalam pengidentifikasian kafir yang dimaksud dalam
ayat tersebut perlu digaris bawahi. Menurut tafsir al-Misbah kafir
yang dimaksud adalah mereka kafir Quraisy atau orang-orang kafir
yang menetap dikota Makkah dan Madinah. Bukan ditujukan untuk
kafir secara umum.12
Walhasil, dapat dipahami dari ayat ketiga. Pertama, Allah
menegaskan kepada Rasulullah kepada kafir Quraisy tidak adanya
mereka (kafir Quraisy) dimasa terjadinya penawaran dan di masa yang
akan datang menyembah Allah. Kedua, keyakinan kafir Quraisy
tidaklah akan goyah dengan adanya penawaran terebut, dimana apa
yang telah yakini dari sifat-sifat Tuhan mereka tidaklah dapat
dipertemukan dengan sifat-sifat Allah. Walaupun mereka
menawarkan hal sedemikian rupa kepada Rasulullah.
d. Ayat ke-4 & 5

‫ اواَل أانْتُ ْم اعابِ ُدو ان اما أ ْاعبُ ُد‬,‫اواَل أ ااَن اعابِ ٌد اما اعبا ْد ُُْت‬
Setelah dua ayat sebelumnya menegaskan bahwa Rasulullah
menolak tawaran kafir Quraisy dan menjelaskan bahwa mereka
tidaklah menyembah Allah. Kemudian di ayat ke 4 Allah menjelaskan
bahwa Rasulullah tidak akan pernah di masa yang akan datang
menyembah Tuhan yang mereka sembah Begitu juga dalam ayat 5

10
Syaikh Nawawi al-Bantany, Marah Labid, Maktabah Tsamilah, Juz 2, Hal 672
11
Tafsir Kemenag, Jilid 10, Hal. 798
12
Quraisy Syihab, Tafsir Al-Misbah, Lentera Hati, Jilid 15, Hal. 578
dimana mereka yang telah digariskan tanpa keimanan oleh Allah. Hal
tersebut merupakan penggambaran kesengsaraan mereka.13
Beberapa ragam tafsir yang menjelaskan ayat keempat dan
kelima:
1) Tafsir al-Ibriz memberikan penjelasan bahwa Rasulullah tidaklah
mungkin dari masa ke masa menyembah sesembahan yang
mereka sembah. Dan tidak juga mereka dari masa ke masa
menyembah sesembahan Rasulullah.14
2) Tafsir Marah Labid menjelaskan bahwa Rasulullah tidaklah
sedikitpun akan menyembah sesembahan mereka (kafir Quraisy).
Bahkan semasa jahiliyah Rasulullah tidak sekalipun terbiasa
menyembah Tuhan yang mereka sembah.15
3) Tafsir al-Misbah menjelaskan ayat ke 3 dan ke 5. Secara dhohir
memiliki persamaan atau bisa diakatan pengulangan ayat.
Namun, menurut beberapa pandangan mufassir terkait kedua ayat
tersebut memiliki tafsiran masing-masing. Hemat penulis
merangkum dari tafsir al-Misbah dua ayat tersebut memiliki
makna yang berbeda. Pertama, ayat ketiga bermakna “siapa yang
disembah” atau objek yang ditujukan. Sedangkan pada ayat 5
bermakna “cara menyembah” atau kegiatan sesembahan.
Walhasil, ayat 4 lebih kepada penguatan atau bentuk konsistensi
Rasulullah atas sesembahannya dan ayat 5 lebih kepada bentuk
kekuatan keyakinan kafir Quraisy yang tidak tergoyahkan baik lewat
keyakinan mereka atau sifat-sifat penyembahan yang berbeda. Tetapi,
terjadinya perubahan sesembahan yang tidak konsisten bagi kafir
Quraisy. Dengan kata lain, mereka menyembah sesembahan dihari ini,
di hari kemudian tidak bisa dipastikan menyembah sesembahan yang
sama.

13
Kh. Thoifur Ali Wafa, Firdaus an-Na’im, Juz 6, Hal. 442
14
KH. Bisri Musthofa, Tafsir al-Ibriz, Hal. 2264
15
Syaikh Nawawi al-Bantany, Marah Labid, Maktabah Tsamilah, Juz 2, Hal 672
e. Ayat ke-6

‫ِل ِدي ِن‬ِ ِ


‫لا ُك ْم دينُ ُك ْم او ا‬
Setelah berbagai penolakan dari beberapa ayat diatas. Ayat enam
merupakan ayat yang menjadikan tolak ukur bahwa tidak adanya
toleransi dalam ranah ke-Tuhanan dan peribadatan bagi setiap agama.
Setiap agama mempunyai hak sama-sama untuk menyembah Tuhan-
nya dan melakukan peribadatan tanpa mencampur tangani urusan
agama lain.
Beberapa ragam tafsir yang menjelaskan ayat keenam dari surat
al-kafirun:

‫ِل‬ِ ِ
1) Tafsir Firdaus an-na’im menjelaskan bahwa lafal
‫لا ُك ْم دينُ ُك ْم او ا‬
‫ِدي ِن‬ merupakan penjelasan dari ‫ اواَل أانْتُ ْم اعابِ ُدو ان اما أ ْاعبُ ُد‬. Yang

dimaksud adalah status agama mereka adalah penyekutuan dan


hanya terbatas untuk mereka, sedangkan status agama kita (islam)
adalah pentauhidan dan hanya terbatas untuk kita.
Hal tersebut diperjelas kemudian oleh Rasulullah, beliau berkata:
“Aku yang yang diutus kepada kalian untuk mengajak kepada
jalan yang haq dan kebahagiaan, jikalau kalian tidak menerima
ajaranku, maka tinggalkanlah kami dan janganlah mengajak kami
untuk terjerumus ke dalam kemusrikan.16
2) Tafsir Marah Labid menjelaskan beberapa makna dari ayat enam
tersebut yang ditujukan kepada kafir quraisy, diantaranya:
➢ Hitungan amal setiap manusia terhitung atas dirinya masing-
masing. Maka, kalian dan kita (islam) dihitung amal dan
dosanya atas perbuatan masing-masing.

16
Kh. Thoifur Ali Wafa, Firdaus an-Na’im, Juz 6, Hal. 442
➢ Bentuk siksaan adalah hak bagi Tuhan kami, sedangkan kami
akan mendapat siksaan dari berhala Tuhan kalian. Bukankah
berhala hanyalah benda mati, lantas apa yang kami takutkan?
3) Tafsir al-Misbah menjelaskan ayat ini atas menetapkan cara
pertemuan dalam kehidupan bermasyarakatan yakni: bagi kamu
secara khusus agama kamu. Agama itu tidak menyentuhku
sedikitpun dan kamu bebas untuk mengamalkanya sesuai
kepercayaan kamu dan bagiku juga secara khusus agamaku aku
pun mestinya memperoleh kebebasan untuk melaksanakannya
dan kamu tidak akan di sentuh sedikitpun olehnya.

BAB III

C. Kesimpulan
a. Ayat 1 menjelaskan tentang asbabun nuzul dari surat al-Kafirun. Dan
ayat tersebut langsung ditujukan kepada kafir Quraisy.
b. Ayat 2 menjelaskan tentang penolakan Rasulullah atas tawar menawar
yang diusulkan oleh beberapa pembesar Quraisy. Bahwasanya
Rasulullah sampai kapanpun tidak akan pernah menyembah selain
Allah.
c. Ayat 3 menjelaskan tentang sifat atau karakter kafir Quraisy (pembesar
mereka) tidak akan pernah mengikuti ajaran islam. Dengan dinyartakan
sifat yang Tuhan yang mereka sembah berbeda. Sehingga tidak dapat
disatukan.
d. Ayat 4 menjelaskan tentang dimana Rasulullah tidak pernah
menyembah Tuhan mereka (kafir Quraisy dimasa sebelum diutus) dan
tidak akan pernah menyembah Tuhan mereka di masa yang akan
datang.
e. Ayat 5 menjelaskan bahwad mereka yang telah di gariskan tanpa
keimanan tidak akan masuk dan mengikuti ajaran Raslullah.
f. Ayat 6 menjelaskan tentang tidak ada toleransi perihal ke-Tuhanan dan
mencampur adukan peribadatan. Dengan kata lain, diselain hal tersebut
dibolehkan.
g. Dari keseluruhan tafsir yang menjelaskan bentuk dan sikap kaum
muslimin Ketika terjadi adanya gesekan dengan agama lain. Tentu,
dalam toleransi bermasyarakat sosial sangat dibutuhkan. Namun, ada
hal yang tidak diperbolehkan jika sikap toleransi tersebut melewati
batas syariat. Yang pada akhirnya hal tersebut menjadikan kita
terjerumus dalam kemungkaran dan kemusyrikan.

Anda mungkin juga menyukai