Anda di halaman 1dari 55

KELOMPOK 2

SUMBER
Sinta Nuriyah ( 212011472 )
UTAMA
Novenda Satria W S ( 212011719 )
Nurfi Kurnia Afrida ( 212011811 )

AJARAN
1 ST 6
ISLAM
2020/2021
AL-QUR’AN
PENGERTIAN AL-QUR’AN

Secara Menurut
Umum al-Zarqani
Wahyu Allah yang
disampaikan kepada Nabi Lafal yang diturunkan
Muhammad SAW melalui kepada Nabi Muhammad
Malaikat Jibril, sebagai SAW, dari permulaan
mukjizat dan membacanya surah al-Fatihah sampai
bernilai ibadah. akhir surah al-Naas.
MENURUT DR. DAUD AL-ATTAR (1979)
Al-Qur’an sebagai wahyu Allah
• Seluruh ayat al-Qur’an adalah wahyu Allah, tidak ada satu
kata pun yang datang dari perkataan dan pikiran Nabi.

Al-Qur’an diturunkan dalam bentuk lisan (lafadz)


dengan makna dan gaya bahasa (uslub)-Nya
• Isi maupun redaksi al’Qur’an datang dari Allah.

Al-Qur’an terhimpun dalam mushaf


• Al-Qur’an tidak mencakup wahyu Allah kepada Nabi
Muhammad dalam bentuk hukum-hukum yang kemudian
disampiakn dalam bahasa Nabi sendiri
Al-Qur’an dinukil secara mutawatir
• Al-Qur’an disampaikan kepada orang lain secara terus
menerus oleh sekelompok orang yang tidak mungkin
sepakat untuk berdusta
WAHYU
 Pengetahuan yang diberikan Tuhan kepada orang yang
dikehendaki-Nya dengan metode tertentu
 Menurut QS. As-Syuura ayat 51-52, wahyu dibagi
menjadi 3 bentuk :

Pengertian/pengetahuan
Pengalaman/penglihatan Disampaikan melalui
yang tiba-tiba dirasakan
dalam keadaan tidur/trance utusan (Malaikat Jibril)
oleh seseorang

QS. As-Syuura : 192-195 QS. An-Nahl : 102


TURUNNYA AL-QUR’AN
 Berangsur-angsur kurang lebih 23 tahun, sejak Nabi
Muhammad diangkat menjadi Nabi (40 th) hingga wafat
(83 th)
Merespon
persoalan
Tidak Datang dari
memberatkan Allah SWT

Mudah Ali Meneguhkan


untuk dihafal Shabuni hati nabi

 Periode menurut ulama “Ulum al-Qur’an”


1) Pra hijrah (ayat makkiyah)
2) Pasca hijrah (ayat madaniyah)
PERIODE
• Wahyu pertama (QS. al-Alaq:1-5)→belum menjadi nabi
• Wahyu kedua (QS. Al-Mudatsir:1-5)→menjadi nabi dan berdakwah
1 • Berlangsung antara 4-5 tahun

• Pertarungan hebat antara gerakan Islam dengan kelompok Jahiliyah


• Ayat bersifat ajakan menunaikan kewajiban (QS. An-Nahl:125) dan kecaman (QS. Fushshilat:13)
2 • Berlangsung selama 8-9 tahun

• Dakwah al-Qur’an telah mewujudkan suatu prestasi


• Penganut Rasulullah telah melaksanakan ajaran agama
3 • Berlangsung kurang lebih 10 tahun
TUJUAN POKOK
DITURUNKANNYA AL-QUR’AN
Petunjuk aqidah dan
kepercayaan, yang harus
dianut oleh manusia yang
tersimpul dalam keimanan
akan keesaan Allah SWT

Petunjuk syari’at dan hukum Petunjuk akhlak yang murni,


dengan cara menerangkan dengan cara menerangkan
dasar hukum yang harus norma agama dan susila yang
diikuti manusia dalam harus diikuti manusia dalam
hubungannya dengan Allah hidupnya
maupun manusia
BUKTI KEOTENTIKAN AL-QUR’AN
 Al-Qur’an terjamin otentitasnya→Al’Qur’an yang kita
baca sekarang ini sama persis dengan Al-Qur’an di awal
periode Islam.
BUKTI KEOTENTIKAN AL-QUR’AN
DALAM RIWAYAT HADITS

Setiap turun wahyu, Nabi


memanggil para sahabar
penulis wahyu untuk
meletakkan ayat atau
surah pada tempat yang
telah ditetapkan Nabi

Pelarangan menulis selain


al-Qur’an
BUKTI KEOTENTIKAN AL-QUR’AN
SECARA MATEMATIK

Lafadz “Bismillahir rahmanir rahim”


terhimpun dari 19 huruf hijaiyah

Beberapa huruf pengawal surah (nun,


qaf, ya, sin, tha, ha) dan kata (Allah,
Rahman) muncul dengan kelipatan 19.

Bilangan itu menjadi bukti keotentikan


al-Qur’an karena jika ada perubahan
dalam kalimatnya akan mengacaukan
perkalian angka 19 tersebut.
TEMA POKOK AL-QUR’AN
MENURUT PROF. DR. FAZLUR RAHMAN

Manusia Manusia
Tuhan Sebagai sebagai anggota
individu masyarakat

Kenabian
Alam
dan Eksatologi
semesta
wahyu

Setan Lahirnya
dan masyarakat
kejahatan Muslim
TEMA POKOK AL-QUR’AN

Perdamaian
Musyawarah

Persamaan

Keadilan
HADITS
(AS - SUNNAH)
PENGERTIAN HADITS
SECARA BAHASA
Berasal dari Bahasa Arab “Al-Hadits” yang artinya adalah perkataan.

BEBERAPA PENGERTIAN LAIN:


1. Jadid (Baru) lawan dari Qadim (terdahulu)
“Allah bersifat qadim mustahil bersifat hadits,”

2. Qarib (Dekat), belum lama terjadi


Seperti dalam perkataan “haditsul ahdi bil islam”
yang berarti orang yang baru memeluk agama Islam.

3. Khabar (berita)
“Ma yutahaddatsu bihi wa yunqalu” atau sesuatu
yang dipercakapkan dan dipindahkan dari orang ke
orang.

4. Kebiasaan, yaitu cara yang dilakukan berulang kali.


PENGERTIAN
HADITS
SECARA ISTILAH

Hadits yaitu segala


ucapan, perbuatan, dan
persetujuan Nabi
Muhammad saw.

Istilah penting:
• Sunnah Qauliyah : Perkataan
Nabi
• Sunnah Fi’liyah : Perbuatan Nabi
• Sunnah Taqririyah : Persetujuan
Nabi terhadap perkataan
ataupun perbuatan Sahabat
Unsur – unsur Hadits
1.Matan Hadits
Yaitu materi atau isi hadits. Matan hadits yang baik Sanad
yaitu apabila isi hadits tersebut tidak bertentangan ‫س ْع ٍد قَا َل‬ َ ‫ع ْن‬
َ ‫س ْه ٍل ب ِْن‬ َ
dengan nash Quran, matan hadits lain yang lebih
kuat sanadnya, sejarah dan prinsip-prinsip ajaran
islam. Matan
‫علَ ْي ِه‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ ‫سو ُل ه‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫قَا َل َر‬
‫ ” أَنَا َو َكافِ ُل ْاليَتِ ِيم فِي‬: ‫سله َم‬
2. Sanad Hadits
Yaitu rangkaian rawi. Sanad yang baik ialah sanad َ ‫َو‬
yang bersambung-sambung rawinya, bahkan ‫سبهابَ ِة‬ َ ‫ َوأَش‬، ‫ْال َجنه ِة َه َكذَا‬
‫َار ِبال ه‬
sampai mereka pernah bertemu atau rawi penerima ‫ش ْيئًا‬
َ ‫طى َوفَ هر َج بَ ْينَ ُه َما‬َ ‫َو ْال ُو ْس‬
berguru kepada rawi penyampainya. Jika diantara
mereka ada yang diragukan kedudukannya sebagai
rawi, maka hadits yang diriwayatkan mursal Rawi
(terputus) atau mardud (tertolak) )‫(رواه البخاري‬
3. Rawi Hadits
Yaitu yang meriwayatkan hadits. Syarat rawi yaitu
adil, dan dlabith/hafidz (kuat hafalannya)
Macam-macam Hadits

1. Dilihat dari segi bentuknya

• Qauliyah, yaitu hadits berupa perkataan Nabi


• Fi’liyah, yaitu hadits berupa perbuatan Nabi
• Taqririyah, yaitu hadits berupa perbuatan sahabat yang disaksikan atau didengar
Nabi, dan Nabi tidak menegur atau menyalahkannya

2. Dilihat dari segi jumlah orang yang


meriwayatkannya

• Mutawatir. Yaitu hadits yang diriwayatkan


oleh orang banyak yang tidak terhitung
jumlahnya. Sehingga mereka tidak mungkin
berdusta.
• Masyhur. Yaitu hadits yang perwai lapis
pertamanya beberapa orang tabi’in, sesudah
itu tersebar luas kepada orang banyak dan
mereka tidak mungkin berdusta.
• Ahad. Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh
seorang atau lebih, tetapi tidak cukup untuk
dikatakan masyhur.
Macam-macam Hadits

3. Dilihat dari segi kualitasnya

• Shahih. Yaitu hadits yang bersambung-sambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil
dan kuat ingatannya, tidak terdapat keganjilan (syadz) atau cacat (illah)
• Hasan. Yaitu hadits yang memenuhi persyaratan hadits shahih kecuali segi hafalan
perawinya kurang baik.
• Dha’if. Yaitu hadits yang tidak shahih dan hasan
• Maudlu’. Yaitu hadits palsu

4. Dilihat dari Segi diterima atau tidaknya

• Maqbul. Yaitu hadits yang diterima dan


dapat dijadikan hujjah/alasan dalam agama
• Mardud. Yaitu hadits yang ditolak dan tidak
boleh dijadikan alasan dalam agama
Macam-macam Hadits
5. Dilihat dari segi siapa yang berperan
dalam hadits

• Marfu’. Jika hadits tersebut benar-benar


perbuatan, sabda, satau taqriri nabi
• Mauquf. Jika hadits itu hanya merupakan
perbuatan atau kata sahabat Nabi yang tidak
menyaksikan atau mendengarnya
• Maqthu’. Jika hadits itu hanya perbuatan
atau kata-kata tabi’in
Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan Hadits
1. Periode Periwayatan dengan Lisan

Yaitu terjadi di zaman Rasulullah dan sahabatnya


dimana terdapat anjuran agar meriwayatkan hadits
dengan lisan dan larangan untuk meriwayatkan
hadits palsu. Salah satu sahabat yang memiliki
naskah hadits yaitu Abdullah bin Amr bin Ash.

2. Periode Penulisan dan Pembukuan Hadits


secara Resmi

Yaitu pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz.


Kitab-kitab hadits masyhur pada masa tersebut
ialah al-Muawaththa yang disusun oleh Imam
Malik, dan Musnad As-syafi’i karangan Imam
Syafi’i.
Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan Hadits
3. Periode Penyaringan Hadits dari Fatwa-fatwa

Yaitu munculnya kitab-kitab hadits yang terhindar


dari hadits dhaif . Seperti Shahih Bukhari yang
disusun oleh Bukhari, dan Shahih Muslim atau al-
Jamius Shahih yang disusun oleh Imam Muslim.

4. Periode Penghafalan dan Pengisnadan Hadits

Yaitu Ketika munculnya kitab-kitab seperti kitab


Mu’jam al-Kabir, Mu’jam al-Ausath, dan Mu’jam
as-Shaghir karya at-Thabrany

5. Periode Pengklasifikasian dan


Pensistematisasian Susunan Kitab Hadits

Terjadi pada abad 5 dan seterusnya dan muncul


kitab seperti Sunnan al-Kubra karya al-Baihaqie,
dan Nailul Athar karya as-Syaukany.
Kedudukan Hadits
1. Hadits bersifat dhani al-wurud, yaitu
eksistensinya tidak bersifat pasti. Berbeda
dengan al-Qur’an yang bersifat qath’i al-
wurud atau dalil yang diyakini bahwa
datangnya dari Allah.
2. Hadits sebagai penjabaran al-Qur’an
3. Dialog Rasulullah dengan Muadz bin Jabal
yang menunjukkan bahwa kedudukan
hadits adalah setelah al-Qur’an
4. Al-Qur’an merupakan wahyu dari pencipta,
sedangkan hadits berasal dari hamba
utusannya. Maka selayaknya kedudukan
hadits adalah setelah al-Qur’an
Ayat yang menyatakan kedudukan hadits

 ۚ ‫ُ ْو ََ َوا ُ و ِل ْاَْ ْم َِّ ِم ْن ُُ ْم‬ ٰۤ ُ ٰ َّ ٰٰۤ


َّ ‫ّٰللاَ َوا َ ِط ْيـعُوا‬
ُ َّ‫ال‬ ‫ه‬ ‫وا‬ُ ‫ع‬‫ـ‬ ‫ي‬
ْ ‫ط‬
ِ َ ‫ا‬ ‫ا‬‫و‬ْ ‫ن‬ ‫م‬
َ ‫ا‬ َ
‫ن‬ ‫ي‬
ْ ‫ذ‬
ِ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ه‬
َ ُّ ‫ي‬َ ‫ا‬ ‫ـ‬ ‫ي‬
ِ ‫ُ ْو َِ ا ِْْ ُُ ْنـت ُ ْم ُ ُ ْْ ِمنُ ْو َْ ِِا ه‬
‫ّل‬ ُ َّ‫ل‬
َّ ‫ّٰللا َوا‬ ِ ‫فَ ِا ْنتَنَا َز ْعت ُ ْم ِف ْي ش َْيءٍ فَ َُّد ُّْو ُه اِلَ ه‬
َ ‫اْ ِخ َِّ  ٰۗ ذ ِل َك َخ ْي ٌَّ َّوا َ ْح‬
‫س ُن َُأ ْ ِو ْي ًل‬ ٰ ْ ‫َوا ْليَ ْـو ِم‬
"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan
ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya),
jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya."(QS. An-Nisa' 4: Ayat 59)
Fungsi Hadits terhadap al-Qur’an

1. Bayan Tafshil. Yaitu menjelaskan atau memperinci kemujmalan al-Qur’an.


Misal, perintah melaksanakan shalat, zakat, puasa, dan lain-lain.

2. Bayan Takhsish. Yaitu memberi penjelasan khusus terhadap ayat yang bersifat
umum. Misal dalam al-Qur’an terdapat ayat yang menyatakan bahwa boleh
berpoligami, lalu dalam hadits dijelaskan bahwa tidak boleh memadu wanita
dengan saudari bapak )‘ammah) atau saudari ibunya (khalah).

3. Bayan Ta’yin. Yaitu menentukan mana yang dimaksud diantara dua atau tiga
perkara dalam al-Qur’an. Misal menjelaskan makna quru’ dalam masa iddah
wanita.

4. Bayan Nasakh. Yaitu menerangkan mana ayat yang menasakh (menghapus) dan
mana yang dimasukh (dihapus). Misal tentang arah kiblat (pertama ke Baitul
Maqdis, kedua ke ka’bah)
IJTIHAD
 Ijtihad (bahasa Arab: ‫ )اجتهاد‬adalah sebuah usaha yang sungguh-
sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja
yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu
perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis
dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan
matang. Namun, pada perkembangan selanjutnya diputuskan
bahwa ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para ahli
agama Islam.
TUJUAN
 Tujuan ijtihad adalah untuk
memenuhi keperluan umat
manusia akan pegangan
hidup dalam beribadah
kepada Allah di suatu
tempat tertentu atau pada
suatu waktu tertentu. Orang
yang melakukan ijtihad
disebut mujtahid
FUNGSI IJTIHAD
Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap,
tidak berarti semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detail oleh
Al Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat
turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah
baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan turunan dalam
melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.
Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu
tempat tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan
tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas
ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka
persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana
disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan
tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya
dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam
memerlukan ketetapan Ijtihad.
JENIS JENIS IJTIHAD
1. Ijmak
Ijmak artinya kesepakatan yakni kesepakatan para
ulama dalam menetapkan suatu hukum-hukum dalam
agama dengan cara ijtihad dan berdasarkan Al-Qur'an dan
Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. Hasil dari ijma
adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli
agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
2. QIYÂS
QIYAS ADALAH MENGGABUNGKAN ATAU MENYAMAKAN ARTINYA
MENETAPKAN SUATU HUKUM ATAU SUATU PERKARA YANG BARU YANG BELUM
ADA PADA MASA SEBELUMNYA NAMUN MEMILIKI KESAMAAN DALAM SEBAB,
MANFAAT, BAHAYA DAN BERBAGAI ASPEK DENGAN PERKARA TERDAHULU
SEHINGGA DIHUKUMI SAMA. DALAM ISLAM, IJMA DAN QIYAS SIFATNYA
DARURAT. BEBERAPA DEFINISI QIYÂS (ANALOGI):

 Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya,


berdasarkan titik persamaan di antara keduanya.
 Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui
suatu persamaan di antaranya.
 Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam
[Al-Qur'an] atau [Hadis] dengan kasus baru yang memiliki persamaan
sebab (iladh).
 Menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu hal yg belum di
terangkan oleh al-qur'an dan hadits.
3. ISTIHSAN
Beberapa definisi Istihsân:
A. Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih),
hanya karena dia merasa hal itu adalah benar.

B. Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa


diekspresikan secara lisan olehnya

C. Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima,


untuk maslahat orang banyak.

D. Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah


kemudharatan.

E. Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat


terhadap perkara yang ada sebelumnya..

4. MASLAHAH MURSHALAH
Adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak
ada naskahnya dengan pertimbangan kepentingan hidup
manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan
menghindari kemudharatan.
5. SUDUDZ DZARIAH
Adalah tindakan memutuskan suatu yang
mubah menjadi makruh atau haram demi
kepentingan umat.

6. ISTISHAB
Adalah tindakan menetapkan berlakunya
suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa
mengubahnya,

7. URF
Adalah tindakan menentukan masih bolehnya
suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat
setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan
dengan aturan-aturan prinsipal dalam Alquran dan
Hadis.
TINGKATAN IJTIHAD
1. Ijtihad Muthlaq
adalah kegiatan seorang mujtahid yang bersifat
mandiri dalam berijtihad dan menemukan sebab-sebab
hukum dan ketentuan hukumnya dari teks Al-
Qur'an dan sunnah, dengan menggunakan rumusan
kaidah-kaidah dan tujuan-tujuan syara', serta setelah
lebih dahulu mendalami persoalan hukum, dengan
bantuan disiplin-disiplin ilmu.
B. Ijtihad fi al-Madzhab
Seorang ulama berijtihad mengenai hukum syara',
dengan menggunakan metode istinbath hukum yang telah
dirumuskan oleh imam mazhab, baik yang berkaitan dengan
masalah-masalah hukum syara' yang tidak terdapat dalam
kitab imam mazhabnya, meneliti pendapat paling kuat yang
terdapat di dalam mazhab tersebut, maupun untuk
memberikan fatwa hukum yang disesuaikan kepada
masyarakatnya. Secara lebih sempit, ijtihad tingkat ini
dikelompokkan menjadi 3 tingkatan.

1. Ijtihad at-Takhrij, yaitu kegiatan ijtihad yang dilakukan


seorang mujtahid dalam mazhab tertentu untuk melahirkan
hukum syara' yang tidak terdapat dalam kumpulan hasil
ijtihad imam mazhabnya, dengan berpegang kepada kaidah-
kaidah atau rumusan-rumusan hukum imam mazhabnya.
2. Ijtihad at-Tarjih, yaitu kegiatan ijtihad yang dilakukan
untuk memilah pendapat yang dipandang lebih kuat di
antara pendapat-pendapat imam mazhabnya, atau antara
pendapat imam dan pendapat murid-murid imam mazhab,
atau antara pendapat imam mazhabnya dan pendapat imam
mazhab lainnya
3. Ijtihad al-Futya, yaitu kegiatan ijtihad dalam bentuk
menguasai seluk-beluk pendapat-pendapat hukum imam
mazhab dan ulama mazhab yang dianutnya, dan
memfatwakan pendapat-pendapat terebut kepada
masyarakat.
MADZHAB
Pengertian Madzhab

Secara bahasa, madzhab


merupakan mashdar mimi
sekaligus isim makan dari fi’il
madzi dzahaba yang berarti pergi.
Namun lafal tersebut juga
diartikan sebagai ar-ra’yu atau
pendapat.

Secara istilah, madzhab yaitu jalan


pikiran yang ditempuh mujtahid
dalam menetapkan hukum
berdasarkan al-Qur’an dan Hadits.
Latar Belakang adanya
Madzhab

1.Adanya usaha pembukuan


pendapat-pendapat para imam
2.Adanya pengikut-pengikut yang
menyebarluaskan, membela, dan
mempertahankan pendapat
mereka
3.Saran dari ulama untuk
menggunakan pendapat tersebut
Madzhab dalam Golongan Sunni
1. Madzhab Hanafi (Imam Abu Hanifah)
Mazhab Hanafi dianut sekitar 35% dari keseluruhan umat Islam, penganutnya
banyak terdapat di Asia Selatan (Pakistan, India, Bangladesh, Sri Lanka,
dan Maladewa), Mesir Utara, Irak, Syria, Libanon dan Palestina (campuran
Syafi'i dan Hanafi), Kaukasia (Chechnya, Dagestan)

2. Madzhab Maliki (Imam Malik)


diikuti oleh sekitar 25% muslim di seluruh dunia. Mazhab ini dominan di
negara-negara Afrika Barat dan Utara.

3. Madzhab Syafi’I (Imam Syafi’i)


merupakan mazhab terbesar dalam mazhab fikih Sunni, dengan memiliki
penganut sekitar 50% muslim di dunia. Pengikutnya tersebar terutama
di Indonesia, Iran, Mesir, Somalia bagian
Timur, Thailand, Kamboja, Vietnam, Singapura, Filipina, dan menjadi mazhab
resmi negara Malaysia dan Brunei.

4. Madzhab Hambali (Imam Ahmad bin Hambal)


Mazhab ini diikuti oleh sekitar 5% muslim di dunia dan dominan di
daerah semenanjung Arab. Mazhab ini merupakan mazhab yang saat ini dianut
di Arab Saudi.
Madzhab dalam Golongan Syiah

1. Madzhab dua belas imam, adalah mazhab


dengan penganut yang terbesar dalam
aliran Syi’ah. Digunakan di Negara Iran
2. Madzhab Ismailiyah, dinisbatkan kepada
Ismail bin Ja'far ash
Shadiq bin Muhammad bin Ali bin Husain
bin Ali bin Abi Thalib. Penganutnya dapat
ditemukan di India, Pakistan, Suriah,
Lebanon, Israel, Arab Saudi, Yaman,
Tiongkok, Yordania, Uzbekistan,
Tajikistan, Afganistan, Afrika Timur dan
selatan.
3. Madzhab Zaidiyah, dinisbatkan kepada
Zaid bin Ali bi Husain bin Abi Thalib.
Penganut madzhab ini banyak terdapat di
Yaman.
IKHTILAF
PENGERTIAN IKHTILAF

Secara Secara
Etimologi Termionologi

Perselisihan
Ikhtilafa-yakhtalifu- paham/pendapat di
ikhtilafan → lawan sepakat, kalangan para ulama fiqih
perbedaan sebagai hasil dari ijtihad
pendapat/pandangan, untuk mendapatkan dan
berbeda, berlainan, dan menetapkan suatu
tidak sama ketentuan hukum tertentu
TUJUAN MENGETAHUI
SEBAB TERJADINYA IKHTILAF

Mengeluarkan umat dari sifat taklid buta, karena


dengan itu akan diketahui dalil-dalil yang mereka
gunakan serta jalan pemikiran mereka dalam
penetapan hukum suatu masalah.

Meneliti sistem dengan cara yang lebih baik serta


tepat dalam mengistinbatkan hukum

Memperdalam studi Mengembangkan


tentang hal yang kemampuan dalam
diperselisihkan hukum fiqih
SEBAB
TERJADINYA
IKHTILAF
PERBEDAAN PEMAHAMAN
TERHADAP AL-QUR’AN
 Banyak lafadz al-Qur’an mengandung makna ganda.
Kadang dalam bentuk musytaraq atau dalam pemakaian
lafadz antara arti hakikat dan majaz. Selain itu, ada
kata’am (umum), tetapi yang dimaksud khas (khusus).

SEBAB KHUSUS
MENGENAI SUNNAH RASUL
Perbedaan dalam penerimaan hadits

Perbedaan dalam menilai


periwayatan hadits

Ikhtilaf tentang kedudukan


Rasulullah
PERBEDAAN MENGENAI
QAWA’ID USHULIYYAH
 Di antaranya mengenai istitsna’ (pengecualian)

PERBEDAAN MENGENAI
QAWA’ID FIQHIYYAH
Madzhab Syafi’i Madzhab Hanafi

• “Hukum asal dari • “Hukum asal dari


segala sesuatu segala sesuatu
adalah boleh, adalah haram,
sehingga terdapat sehingga ada dalil
dalil yang yang menunjukkan
mengharamkannya.” kebolehannya.”
PERBEDAAN PENGGUNAAN DALIL
DI LUAR AL-QUR’AN
 Ulama’ fiqh sepakat bahwa al-Qur’an dan al-Sunnah
sebagai rujukan utama dalam penggalian hukum.
 Sedangkan yang menjadi perbedaan di antara mereka
adalah penggunaan dalil hukum selain al-Qur’an dan
al-Sunnah, seperti: istihsan, maslahah mursalah,
istislah, urf, syar’u man qablana, dan qaul shahabi.
PERBEDAAN DALAM MEN-TARJIH-KAN
DALIL-DALIL YANG BERLAWANAN
Abdul Imam
Wahab As-
Khalaf Syatibi Tidak ada satu pun
Para ulama berbeda yang terjadi
pendapat adanya dua perlawanan di antara
dalil, dan salah satu dalil hukum, kecuali
cara mengatasinya perlawanan dalam hal
melalui tarjih. memastikan dan
menetapkan hukum.

Pada dasarnya tidak Memang terjadi


terjadi perlawanan perlawanan di antara
secara zhahir sebagai beberapa dalil hukum
akibat dari proses sehingga harus dicari
pemahaman yang solusinya agar
dilakukan oleh terhindar dari
mujtahid. pelrawanan itu.
PERBEDAAN DALAM MEN-TARJIH-KAN
DALIL-DALIL YANG BERLAWANAN
Surat al-Baqarah: 180
• “Telah diwabjibkan atas kamu apabila seseorang
kamu menghadapi kematian supaya berwasiat
untuk kedua orang tua dan kerabat-kerabat dekat
…”
Hadits Rasul
• “Dari Abu Umamah RA, ia berkata: Aku mendengar
Rasulullah bersabda dalam khutbahnya pada
tahun haji wada’: Sesungguhnya Allah telah
memberikan kepada orang yang mempunyai hak
akan haknya. Maka tidak ada wasiat bagi ahli
waris.” (HR. Tirmidzi)
PERBEDAAN DALAM MEN-TARJIH-KAN
DALIL-DALIL YANG BERLAWANAN
• Menyelesaikan perlawanan
tersebut dengan tarjih
Golongan • Yang rajih (kuat) adalah al-
Qur’an, sedangkan yang
Hanafiah marjuh (lemah) adalah
hadits

• Menempuh jalan kompromi,


apabila memungkinkan
Jumhur • Tidak ada kesan
melemahkan salah satudari
Ulama dua dalil yang bertentangan
itu
PERBEDAAN TENTANG QIYAS
 Masalah qiyas merupakan perbedaan yang sangat luas
dalam ushul fiqih di kalangan madzhab hukum.
Perbedaan itu bukan hanya saja antara yang menolak
qiyas, tetapi juga antara yang menerima qiyas.

Syeih Waliyullah al-


Dahlawi
“Berdiri karena ada
jenazah yang lewat”.

Berdiri itu
Berdiri itu karena
merupakan suatu
kesusahan yang
penghormatan
menimpa mayat
kepada malaikat
PERBEDAAN DALAM
BACAAN/QIRA’AT AL-QUR’AN
 Tidak disangsikan lagi bahwa Rasul mewariskan berbagai
bacaan dalam al-Qur’an. Tidak adanya kesatuan dalam
bacaan ini telah melahirkan perbedaan hukum
 Contoh dalam surat al-Ma’idah ayat 6:

“Hai orang-orsng yang beriman, apabila kamu hendak


mendirikan sholat maka basuhlah mukamu dan
tanganmu hingga siku dan sapulah kepalamu dan
(basuhlah) kakimu sampai kedua mata kaki…”
 Dalam ayat itu terdapat kata “wa’arjulakum”, dan
sebagian yang lain ada yang membaca “wa’arjulikum”.
Yang pertama tadi menimbulkan hukum kaki wajib
dibasuh dalam wudhu. Sedangkan yang berpegang
bacaan yang kedua, maka kaki cukup disapu saja.
HIKMAH
Terbangunnya sifat toleran

Mendapat keuntungan ilmu pengetahuan secara sadar


dan meyakinkan akan ajarannya

Khilafiyah dalam hukum Islam adalah merupakan khasanah

Memberikan manfaat jika didasari niat yang jujur


dan tanggung jawab bersama

Mengasah otak dan memperluas cakrawala

Melatih kita untuk memberikan kesempatan pada lawan bicara

Anda mungkin juga menyukai