Anda di halaman 1dari 4

PENDAHULUAN

Kedudukan Hadis Nabi sebagai sumber otoritatif (hujiyyah) ajaran Islam


yang kedua, telah diterima oleh hampir seluruh ulama dan umat Islam, tidak saja
dikalangan Sunni tapi juga di kalangan Syi’ah dan aliran Islam lainnya.
Kebenaran otoritas ini tidak diraih dari pengakuan komunitas muslim terhadap
Nabi sebagai orang yang berkuasa tapi diperoleh melaui kehendak Ilahiyah. Oleh
karena itu segala perkataan, perbuatan dan takrir beliau dijadikan pedoman dan
panutan oleh umat islam dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih lebih jika diyakini
bahwa Nabi selalu mendapat tuntunan wahyu sehingga apa saja yang berkenaan
dengan beliau pasti membawa jaminan teologis.
Fungsi utama Nabi Muhammad adalah untuk menjelaskan isi kandungan
al-Qur'an. Oleh karena sebagian besar ayatayat hukum dalam al-Qur'an masih
dalam bentuk garis besar yang – secara amaliah - belum bisa dilaksanakan, maka
dalam hal ini penjelasa hadis dapat dibutuhkan. Dengan demikian fungsi hadis
yang utama adalah untuk menjelaskan al-Qur'an.Walaupun demikian, tetap saja
ada orang yang menolak hadis sebagi sumber ajaran Islam baik di kalangan orang
Islam maupun orientalis. Mereka umumnya memahami bahwa adanya otoritas
Nabi sebagaimana yang diungkapkan oleh al-Qur’an tersebut menunjuk pada
ucapan dan tindak tanduk beliau di luar al-Qur’an.
Penolakan otoritas hadis Nabi bukan hanya berkembang pada tradisi
kesarjanan barat tetapi juga berkembang dalm kesarjanaan Islam. Terdapat
sejumlah ulama dan intelaktual islam yang hanya menerima otoritas al-Qur’an
seraya menolak otoritas hadfis Nabi sebagi sumber ajaran Islam. Mereka ini lebih
dikenal sebagi inkar al-sunnah. Cukup banyak argumen yang mereka kedepankan
untuk menolak otoritas hadis. Selain mengajukan argumen aqli dan naqli mereka
juga mengemukakan argumen-argmen historis serta argument lainnya.

Seluruh umat islam menolak paham inkar al-sunnah ini. Mereka


sepenuhnya mengakui otoritas hadis Nabi sebagai sumber justifikasi bagi
perumusan ajaran islam, sejak dari level tatacara peribadatan murni hingga level
sosial kemasyarakatan.
KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADITS SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM

DALIL-DALIL HUJJIYAH HADITS SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM

Kedudukan atau keberadaan hadist sebagai sumber ajaran islam didasarkan


pada keterangan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits juga didasarkan kepada kesepakatan
para sahabat. Seluruh sahabat sepakat untuk menetapkan tentang wajibnya
mengikutinya hadits baik pada Rasulullah masih hidup maupun setelah wafat.
Keberadaan hadits sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an, selain ketetapan
Allah yang dipahami dari ayatNya secara tersirat juga merupakan ijma’ seperti
terlihat dalam perilaku para sahabat. Ijma’ umat islam untuk menerima dan
mengamalkan sunnah sudah ada sejak zaman Nabi, para Khulafa al-Rasyidin dan
para pengikut mereka.

Umat islam menyepakati bahwa hadits Nabi Muhammad merupakan sumber


ajaran islam kedua setelah Al-Qur’an bahkan hadits dapat berdiri sendiri sebagai
sumber ajaran islam. Menurut Muhammad Abu Zahrah ada beberapa alasan yang
kuat yang mendukung pemakaian hadits sebagai hujjah, yang dapat diringkas sebagai
berikut:1

Pertama, adanya nash-nash Al-Qur’an yang memerinyahkan agar patuh dan


tunduk kepada nabi. Firman Allah SWT.

.َ‫ّللا‬
‫ع ه‬ َ َ ‫سو ِل فَقَ ْد أ‬
َ ‫طا‬ َّ ِ‫َم ْن يُ ِطع‬
ُ ‫الر‬
“Barangsiapa yang menaati Rasul oitu, sesungguhnya ia telah menaatai
Allah SWT.” QS. An-Nisa’ : 80

.‫سو َل َو ا ُ ْولي ِ األ َ ْم ِري ِم ْن ُك ْم‬ َّ ‫ّللاَ َو ا َ ِطيعُوا‬


ُ ‫الر‬ ‫ا َ ِطي ُع ه‬

1
Husnul, I. (2016). Studi Hadits. Polemik Hadits sebagai Sumber Ajaran , 5.
“Taatilah Allah dan Rasulnya dan Ulil amri diantara kamu” QS. An-nisa’ :
59.

Nash-nash tersebut dengan tegas menerangkan bahwa apa yang datang dari
nabi SAW sesungguhnya datang dari Allah SWT.

Kedua, hadits Nabi sebagai bentuk penyampaian risalah dari Tuhan. Firman
Allah SWT:

.ُ‫سالَتَه‬ َ ‫ وا ِْن لَ ْم ت َ ْف َع ْل فَ َما َب ِله ْغ‬,‫سو ُل َب ِله ْغ َما ا ُ ْن ِز َل اِلَي َْك ِم ْن َر ِبه َك‬
َ ‫ت ِر‬ َّ ‫يآاَيُّ َها‬
ُ ‫الر‬
“Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.
Dan jika tidak kamu kerjakan,(apa yang diperintahkan itu) berarti kamu tidak
menyampaikan amanatNya.”QS. Al-Maidah:67

Dengan demikian, apabila hadits secara keseluruhan, merupakan


penyampaian risalah Muhammad, maka menerapkan dalil hadits berarti sama dengan
menerapkan syariat Allah SWT.

Ketiga, nash-nash al-Qur’an yang ada menerangkan bahwa Nabi berbicara


atas nama Allah. Firman Allah SWT:

ٌ ‫َو َما يَ ْن ِط ُق َع ِن ْال َه َوي ا ِْن ُه َو االه َو ْح‬


.‫ي يُو َحي‬
“dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya.
Ucapannya itu tiada lain hanya diwahyukan kepadanya” QS. An-Najm:3-4

Menurut pendapat Mahmud Abu Rayyah sebagaimana dikutip oleh


Muhaimin, posisi hadits itu berada di bawah al-Qur’an karena al-Qur’an sampai
kepada umat Islam dengan jalan mutawatir dan tidak ada keraguan sedikitpun. Al-
Qur’an datangnya dengan qath’i al-wurud yaitu kepastian jalannya sampai kepada
kita dan qath’i al-tsubut yaitu eksistensi atau ketetapannya meyakinkan atau pasti.
Sedangkan hadits sampai kepada umat Islam tidak semuanya mutawatir tetapi
kebanyakan adalah diterima dengan periwayatan tunggal (ahad), kebenarannya ada
yang qath’i (pasti) dan zhanni (diduga benar) karena masih banyak hadits yang tidak
sampai kepada umat Islam. Di samping itu banyak pula hadits-hadits dhaif.
Jadi keberadaan hadits sebagai tashri’ dapatlah ditelusuri melalui hujjah al-
Qur’an, argumentasi hadits itu sendiri, maupun ijma’ sahabat yang telah berkembang
dalam sejarah pertumbuhan hadits. Segi tiga argumentasi ini sangat perlu dimuculkan
sebagai basis hujjah terhadap mereka yang mengingkari keberadaan hadits.2

2
Husnul, I. (2016). Studi Hadits. Polemik Hadits sebagai Sumber Ajaran , 8.

Anda mungkin juga menyukai