(Saus)”
Disusun oleh:
402019718012
a. Mahasiswa dapat menjelaskan prinsip pemisahan senyawa uji dari sampe makanan
b. Mahasiswi dapat melakukan identifikasi KLT kualitatif pada identifikasi zat pewarna
yang terkandung didalam produk makanan
c. Mahasiswi mampu menganalisa data hasil percobaan
Alat:
Bahan:
PROSEDUR
1. Preparasi sampel
Sebanyak 6 sampel merupakan saus tomat produksi lokal indonesia yang beredar di
masyarakat. Sebanyak 5 gram sampel saus tomat dan ditambahkan dengan 4 tetes HCl 0.1
N dan 10 mL metanol teknis. Disamping itu disiapkan benang wol, kemudian dipotong
menjadi beberapa bagian. Benang wol direndam menggunakan eter. Benang wol
dimasukkan kedalam sampel. Kemudian campuran tersebut diaduk dan dipanaskan diatas
penangas air pada suhu 65⁰C selama 5 menit. Setelah dipanaskan benang wol diambil
kemudian dimasukkan kedalam gelas beaker yang sudah terisi ammonia sebanyak 10 ml.
dipanaskan kembali menggunakan penangas air. Diambil sampel menggunakan pipa
kapiler kemudian ditotolkan diatas plat KLT.
2. Pembuatan larutan baku
Senyawa rhodamine-B ditimbang sebanyak 5 mg dan dilarutkan menggunakan 10 mL
metanol. Homogenkan dengan cara dikocok. Maka terbentuk larutan Rhodamine B dengan
konsentrasi 500 ppm. Akan tetapi pada praktikum ini tidak menggunakan larutan baku
karena keterbatasan bahan.
3. Penotolan sampel dan elusi pada KLT
Plat KLT disiapkan dengan ukuran 5x10 cm dengan lebar garis tepi sebesar 1 cm.
Sebanyak ±10 uL larutan masing masing sampel ditotolkan pada plat KLT dengan jarak
0.5 cm. Kemudian totolkan larutan standar obat pada plat KLT tersebut. Penotolan dapat
dilakukan menggunakan tabung pipa kapiler secara bertahap untuk mencegah pelabaran
hasil elusi. Chamber KLT disiapkan dengan menjenuhkan fase gerak berupa campuran
pelarut butabol: asam asetat : aquadest (4:1:2). Tutup chamber KLT menggunakan plastik
wrap dan tunggu ±5 menit. Setelah jenuh, Masukkan plat KLT yang telah ditotol dengan
sampel dan larutan standar. Lakukan elusidasi hingga terjadi pemisahan struktur atau
hingga pelarut sudah mencapai batas garis atas plat KLT. Amati hasil elusi senyawa
dibawah sinar UV254nm dab 366nm, umumnya rhodamine B akan nampak berupa noda
merah yang berfluorosesi warna kuning.
HASIL DATA PERCOBAAN
Noda visual
Nama zat Warna Nilai Rf Keterangan
hasil KLT
4
Butanol = × 10 = 5.7 = 6 ml
7
1
A.Asetat = 7 × 10 = 51.4 = 1 ml
2
Aquadest = 7 × 10 = 2.8 = 3 ml
PEMBAHASAN
Metode identifikasi rhodamine b yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) preperative, sampel yang digunakan adalah sampel saus
sambal yang terjual luas disekitar Mantingan, Ngawi. Analisis pewarna rhodamine b dilakukan
dengan pemisahan bahan pewarna dalam sampel saus terlebih dahulu, benang wol direndam
menggunakan eter untuk menghilangkan kotoran dari lemak, kemudian benang wol
dimasukkan kedalam sampel. Sebelum itu sampel ditimbang sebanyak 10 gram kemudian
dimasukkan kedalam gelas beaker dan ditambahkan 4 tetes HCl. Ditambahkan 10 ml methanol
kedalam sampel dan dipanaskan. Setelah itu benang wol diangkat dan dimasukkan kedalam
ammonia sebanyak 10 ml didalam gelas beaker dan dididihkan didalam lemari asam. Benang
wol akan melepaskan warna dan warna akan masuk ke larutan basa tersebut yang selanjutnya
akan digunakan sebagai cuplikan sampel pada analisis Kromatografi Lapis Tipis (Utami W &
Suhendi A, 2009).
Uji yang terakhir adalah pengujian menggunakan KLT. Tujuan pengujian dengan
menggunakan KLT adalah untuk menentukan kemurnian bahan (Harry W. et al, 1989). Untuk
menstandarkan nilai Rf maka dibandingkan dengan data yang tertera di farmakope. Fase gerak
yang digunakan adalah butanol:asam asetat:aquaset (4:2:1). Dalam fase diam terdapat plat
tipis aluminium yang fungsinya untuk tempat berjalannya adsorben sehingga proses migrasi
analit oleh solventnya bisa berjalan. Setelah dibuat eluen, maka larutan eluen tersebut
dijenuhkan terlebih dahulu. Tujuan penjenuhan adalah untuk memastikan partikel fase gerak
terdistribusi merata pada seluruh bagian chamber sehingga proses pergerakan spot diatas fase
diam oleh fase gerak berlangsung optimal, dengan kata lain penjenuhan digunakan untuk
mengoptimalkan naiknya eluen. Setelah itu dilakukan penotolan larutan baku dan sampel
ditotolkan menggunakan pipa kapiler. Tujuannya yaitu supaya penotolan kecil, karena dalam
KLT penotolan yang baik diusahakan sekecil mungkin untuk menghindari pelebaran noda dan
jika sampel yang digunakan terlalu banyak akan menurunkan resolusi. Pelebaran noda dapat
mengganggu nilai Rf, karena memungkinkan terjadinya himpitan puncak. Penotolan
dilakukan pada garis bawah yang telah dibuat (Yuliarti, 2007).
Akan tetapi pada percobaan kali ini tidak dapat dihitung nilai Rf nya dikarenakan tidak
adanya spot yang terlihat. Nilai Rf yang dihasilkan bervariasi dapat disebabkan oleh beberapa
factor, yaitu dimensi dan jenis ruang, sifat dan ukuran lempeng, arah aliran fase gerak, volume
dan komposisi fase gerak, kondisi kesetimbangan, kelembaban, dan metode persiapan sampel
KLT sebelumnya (Wulandari, 2011).
KESIMPULAN
Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa mahasiswi telah memahami bagaimana
cara identifikasi KLT secara kualitatif pada identifikasi zat pewarna yang terkandung didalam
produk makanan. Dan mahasiswi telah mampu melakukan prinsip pemisahan dari sampel
bahan makanan.
REFERENSI
Noviana. (2005). Analisa Kualitatif dan Kuantitatif Zat Pewarna Merah Pada Saus Tomat
dan Saus Cabe Yang Dipasarkan Di Pasar Lamboro Kabupaten Aceh Besar Tahun
2005. Medan: Skripsi FKM USU.
Soekarto. (2008). Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian.
Jakarta: Bharata Karya Aksara.
Utami W, & Suhendi A. (2009). Analisis Rhodamine B dalam Jajanan Pasar dengan Metode
KLT. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi Vol 10, 148-155.
Wulandari, L. (2011). Kromatografi Lapis Tipis. Jember: PT. Taman Kampus Presindo.