Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN

PRAKTIKUM ANALISIS OBAT, MAKANAN DAN KOSMETIK (AOMK)

“Percobaan 2 : Identifikasi Mutu Bahan Baku Obat Tradisional”

Disusun oleh:

Hanifa Abdillah Rasyid

402019718012

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR
TUJUAN

Mahasiswi mampu mengidentifikasi simplisia untuk menjamin mutu dan kualitas bahan baku
obat tradisional

ALAT DAN BAHAN

Alat:

• Kaca arloji 4 buah


• Batang pengaduk 1 buah
• Gelas beaker 250 ml 1 buah
• Gelas beaker 500 ml 3 buah
• Sendok tanduk 1 buah
• Mortar dan stamfer 1 pasang

Bahan:

• Daun sirih qs
• Kunyit qs
• Kayu secang qs
• Daun jati belanda qs
• Aseton qs
• Etil asetat qs
• Asam asetat glasial qs
• Etanol methanol qs
• Kloroform qs
• Toluen qs

PROSEDUR

Pada praktikum kali ini praktikan melakukan praktikum identifikasi bahan baku obat.
Dalam pengujian bahan baku obat dilakukan uji organoleptis, pengamatan secara mikroskopis,
dan identifikasi senyawa penanda menggunakan KLT. Langkah pertama yang dilakukan
adalah uji organoleptis. Uji organoleptis meliputi bau, rasa, warna, tekstur dan rasa. Pertama-
tama diambil sampel kemudian diletakkan diatas kaca arloji. Sampel yang digunakan adalah
daun sirih, kunyit, daun jati belanda, dan kayu secang. Kemudian dilakukan uji organoleptik.
Setelah dilakukan pengamatan maka dibandingkan dengan standar yang ada di kompendia.
Dalam praktikum ini kompendia yang digunakan adalah farmakope herbal Indonesia edisi II
tahun 2017. Setelah dilakukan perbandingan, dicatat dan ditulis hasil yang didapatkan.

Pengujian yang kedua adalah pengamatan secara mikroskopis. Pengamatan secara


mikroskopis menggunakan mikroskop. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan
mengambil sampel kemudian digerus menggunakan mortar dan stamfer. Setelah halus, sampel
diletakkan diatas kaca preparat kemudian ditetesi dengan etanol untuk mempermudah dalam
pengamatan. Kemudian diamati dan dibandingkan sesuai dengan yang tertera di farmakope
herbal Indonesia per sampel. Digambar hasil pengamatan mikroskopis yang didapatkan setiap
sampel.

Pengujian yang terakhir adalah identifikasi senyawa penanda menggunakan KLT. Pada
identifikasi menggunakan KLT yang harus disiapkan adalah plat KLT dengan ukuran 2 x 10
cm. kemudian diberi garis atas bawah menggunakan pensil dengan jarak 1 cm dari tepi.
Kemudian setiap plat KLT diberi totolan menggunakan pensil digaris bagian bawah. Disiapkan
fase gerak sesuai simplisia yang tertera pada farmakope herbal. Dijenuhkan fase gerak dengan
cara didiamkan selama 5 menit dalam keadaan tertutp menggunakan cling wrap. Ditotolkan
sampel pada setiap plat KLT menggunakan pipa kapiler. Setelah ditotol diangin-anginkan pada
suhu ruang, tidak ditiup. Dilakukan elusi dengan fase gerak yang telah jenuh, ditaruh secara
perlahan kemudian chamber ditutup kembali. Dimatai pergerakan eluen hingga batas atas.
Setelah mencapai batas atas, dilihat eluen menggunakan sinar UV. Setelah itu ditandai
menggunakan pensil, kemudian dihitung nilai Rf.

HASIL DATA PERCOBAAN

a. Uji organoleptik

Bahan baku Warna Tekstur Bau Rasa


Daun sirih Coklat Kasar Bau khas sirih Hambar

Kunyit Oranye Potongan Bau khas kunyit Pahit agak


rimpang kunyit pedas
Daun jati Coklat Daun kering Berbau daun Hambar
belanda kasar kering
Kayu secang oranye Serpihan kayu Bau khas kayu Sedikit manis

b. Pengamatan mikroskopis

Bahan baku Dokumentasi gambar Keterangan pada farmakope


herbal
Daun sirih Epidermis gambar ke-2

Kunyit Diblas sel minyak gambar ke-6

Daun jati Perikarpium gambar ke-1


belanda
Kayu secang Sklerenkim gambar ke-2

c. Identifikasi senyawa penanda

Bahan baku Fase Gerak Perbandingan Nilai Rf


Daun sirih Toluene : etil asetat 14:1 0.17

Kunyit Kloroform : methanol 95:5 0.81


Daun jati Kloroform : aseton : asam format 6:4:1 1
belanda
Kayu secang Toluene : eti asetat : methanol : asam 8:12:2:1 0.9
format

PEMBAHASAN

Pada praktikum identifikasi mutu bahan baku obat tradisional dilakukan 3 pengujian
yaitu, uji organoleptik, pengamatan secara mikroskopis dan identifikasi senyawa penanda
menggunakan KLT. Tujuan dilakukannya uji organoleptic untuk membandingkannya dengan
standar yang sudah tertera di farmakoterapi herbal (Soekarto, 2008).

Pada uji organoleptik hasil yang didapatkan pada simplisia rimpang kunyit adalah
sebagai berikut, kunyit memiliki warna oranye, bertekstur kasar berbentuk potongan rimpang
kunyi memiliki bau khas kunyit dan juga memiliki rasa pahit dan agak pedas. Hasil pengamatan
tersebut telah sesuai dengan yang tertera di farmakope herbal Indonesia. Kemudian untuk
simplisia daun sirih. Daun sirih memiliki warna coklat, bertekstur kasar dan berbentuk serpihan
daun kering, memiliki bau khas sirih dan juga memiliki tidak berasa atau hambar, sedangkan
yang tertera di farmakope herbal adalahmemiliki rasa pedas (Depkes RI, 2017). Hal itu dapat
disebabkan karena hanya sedikit dari bagian daun sirih yang dicoba, sehingga tidak begitu
terasa pedas.

Pada simplisia daun jati, hasil yang didapatkan adalah, daun jati memiliki warna coklat
berbentuk serpihan daun dan bertekstur kasar. Memiliki rasa hambar dan berbau daun kering,
hasil tersebut sesuai dengan yang tertera di farmakope herbal. Dan pada simplisia kayu secang,
kayu secang memiliki warna oranye, bertekstur kasar berbentuk serutan kayu, memiliki rasa
sedikit manis dan memiliki bau khas kayu, hasil yang didapatkan telah sesuai dengan yang
tertera di farmakope herbal.

Uji selanjutnya adalah pengamatan secara mikroskopis, pengamatan secara


mikroskopis menggunakan mikroskop. Hasil yang didapatkan daun sirih adalah sesuai dengan
yang tertera pada farmakope herbal yakni epidermis pada gambar yang kedua.hasil yang
didapatkan kunyit sesuai dengan yang tertera pada farmakope herbal yaknidiblas sel minyak
pada gambar ke-6. Hasil yang didapatkan daunjati telah sesuai dengan yang tertera pada
farmakope herbal yakni perikarpium gambar ke-1. Dan juga pada kayu secang, hasil yang
didapatkan telah sesuai dengan yang tertera pada farmakope herbal yakni sklerenkim gambar
kedua.

Uji yang terakhir adalah pengujian menggunakan KLT. Tujuan pengujian dengan
menggunakan KLT adalah untuk menentukan kemurnian bahan (Harry W. et al, 1989). Untuk
menstandarkan nilai Rf maka dibandingkan dengan data yang tertera di farmakope herbal.
Hasil nilai Rf yang didapatkan dari sampel adalah sebagai berikut. Daun sirih 0.17, kunyit 0.81,
daun jati belanda 1, dan kayu secang 0.9. Hasil yang didapatkan dari sampel sangat mendekati
dengan data yang tertera pada farmakope herbal. Nilai Rf yangn dihasilkan bervariasi dapat
disebabkan oleh beberapa factor, yaitu dimensi dan jenis ruang, sifat dan ukuran lempeng, arah
aliran fase gerak, volume dan komposisi fase gerak, kondisi kesetimbangan, kelembaban, dan
metode persiapan sampel KLT sebelumnya (Wulandari, 2011).

KESIMPULAN

Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa mahasiswi telah memahami bagaimana
cara mengidentifikasi mutu bahan baku obat tradisional meliputi uji organoleptik, pengamatan
mikroskopis serta identifikasi senyawa penanda menggunakan KLT. Perlu adanya edukasi
kepada masyarakat tentang uji bahan baku obat tradisional, karena saat ini maraknya
pemalsuan bahan baku obat terutama bahan baku obat tradisional yang dapat menyebabkan
resiko gangguan Kesehatan.

REFERENSI

Depkes RI. (2017). Farmakope Herbal Indonesia edisi ke-II. Jakarta: Depkes Ri.

Harry W. et al. (1989). Experimental Organic Chemistry: Principles and Practice . Wiley
Blackwell.

Soekarto. (2008). Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian.
Jakarta: Bharata Karya Aksara.

Wulandari, L. (2011). Kromatografi Lapis Tipis. Jember: PT. Taman Kampus Presindo.

Mantingan, 17 Juli 2021

ASISTEN PRAKTIKUM PRAKTIKAN

(Nidya Rahma Kumala) (Hanifa Abdillah Rasyid)


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai