Anda di halaman 1dari 23

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Analgetik adalah kelompok obat yang memiliki aktivitas menekan atau

mengurangi rasa nyeri. Efek ini dapat dicapai dengan berbagai cara yaitu menekan

kepekaan reseptor nyeri terhadap rangsangan mekanik, termik, listrik atau

kimiawi dipusat atau perifer atau dengan cara menghambat pembentukan

prostaglandin sebagai mediator sensasi nyeri. Sampel yang digunakan untuk

penelitian ini adalah daun seledri (Apium graveolens L) dan buah belimbing

wuluh (Averrhoa bilimbi L) karena kedua tanaman ini memiliki kandungan

flavonoid yang dapat menghambat sintesis prostaglandin yang mengakibatkan

tidak terjadinya pelepasan mediator-mediator nyeri. Sintesis prostaglandin yaitu

asam arakidonat, suatu asam lemak karbon-20 merupakan prekursor utama

prostaglandin dan senyawa terkait. Asam arakidonat hadir sebagai komponen

fosfolipid membran sel terutama fosfatidilinositol dan lipid komplek lainnya.

Asam arakidonat bebas dilepaskan dari fosfolipid jaringan oleh kerja fosfolipase

A2dan asil hidrolase lainnya melalui suatu proses yang diatur oleh hormon dan

rangsangan lainnya (Harvey dan Champe, 2009).

Pada penelitian uji aktifitas analgetik kombinasi ekstrak maserasi daun

seledri (Apium graveolens L.) dan buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

bertujuan untuk mengetahui efektivitas daya analgetik yang paling baik dari

perbandingan ekstrak maserasi daun seledri dan belimbing wuluh serta kombinasi

kedua ekstrak. Dalam pengujian ekstrak maserasi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah perbandingan ekstrak buah belimbing wuluh dan ekstrak

41
42

daun seledri serta kombinasi kedua ekstrak dengan perbandingan ( 2 : 1 ), ( 1 : 1 ),

( 1 : 2 ) yang dibuat dalam 10 ml. Perbandingan ini dibuat untuk mengetahui

manakah yang memiliki aktifitas analgetik yang paling baik.

4.1 Persiapan sampel

Daun seledri diperoleh dari daerah Bumijawa Kabupaten Tegal dan

buah belimbing wuluh dari daerah Tegal. Sampel dicuci untuk

menghilangkan zat pengotor yang melekat pada sampel, kemudian dilakukan

perajangan yaitu memotong kecil-kecil untuk mempermudah pengeringan dan

penggilingan, selanjutnya mengeringkan sampel untuk mendapatkan

simplisia yang tidak mudah rusak dengan mengurangi kadar air dan

menghentikan reaksi enzimatik. Pengeringan untuk daun seledri dilakukan

dengan cara dijemur dibawah sinar matahari langsung dan diatasnya ditutup

kain hitam. Tujuannya untuk menghindari kontak langsung antara seledri

dengan sinar matahari sehingga kerusakan komponen-komponen yang ada

dalam seledri dapat dikurangi, kain hitam juga bersifat menyerap panas

sehingga tidak akan menghambat proses pengeringan. Sedangkan untuk buah

belimbing wuluh dioven pada suhu 70°C selama 8 jam. Tujuan pengeringan

dengan oven pada suhu 70°C karena merupakan suhu yang optimum untuk

mengeluarkan kandungan air karena pada suhu 70°C nilaikadar air memenuhi

standar SNI yaitu maksimum 40% (Riansyah, 2013).

Dari hasil pengeringan daun seledri diperoleh sebanyak 153 gram

berat kering dari berat awal bahan sebanyak 1500 gram sehingga prosentase

bobot kering terhadap bobot basah sebesar 10,2% dan susut pengeringan
43

89,8%. Sedangkan hasil pengeringan pada belimbing wuluh diperoleh

sebanyak 171 gram berat kering dari berat awal bahan sebanyak 6000 gram

sehingga prosentase bobot kering terhadap bobot basah sebesar 2,85% dan

susut pengeringan 97,15%. Simplisia kering dibuat serbuk dahulu dengan

cara menghaluskan simplisia kering menggunakan blender kemudian diayak

dengan pengayak nomor 60 mesh untuk memperoleh serbuk halus.

4.2 Identifikasi serbuk

Selanjutnya dilakukan identifikasi secara organoleptis pada serbuk

daun seledri dan serbuk buah belimbing wuluh untuk mendeskripsikan

bentuk, bau, warna dan rasa.

Tabel 4.1 Hasil organoleptis

Hasil
No Keterangan Pustaka
Belimbing wuluh Seledri
1 Bentuk Serbuk Serbuk
Depkes RI,
2 Bau Khas belimbing Khas seledri
1989 & 1995
3 Warna Kecoklatan Hijau
4 Rasa Tidak berasa Tidak berasa

Sedangkan identifikasi mikroskopik untuk mengetahui bentuk

jaringan yang terdapat didalam serbuk simplisia daun seledri dan buah

belimbing wuluh. Dari hasil identifikasi mikroskopis serbuk daun seledri

terdapat bentuk jaringan hablur kalsium oksalat, pembuluh kayu, parenkim,

epidermis (Depkes RI, 1989).


44

No Hasil Percobaan Pustaka (Depkes RI, 1989)

1.

Hablur kalsium oksalat Hablur kalsium oksalat


2.

Pembuluh kayu Pembuluh kayu


3.

Parenkim Parenkim
4.

Epidermis Epidermis

Gambar 4.1 Hasil identifikasi mikroskopis serbuk daun seledri

Dan pada hasil identifikasi mikroskopis serbuk buah belimbing wuluh

terdapat bentuk jaringan rambut penutup, epidermis, pembuluh kayu, serabut

(Depkes RI, 1995).


5).
45

No Hasil Percobaan Pustaka (Depkes RI, 1995)

1.

Rambut penutup Rambut penutup


2.

Pembuluh kayu Pembuluh kayu


3.

Serabut Serabut
4.

Epidermis Epidermis

Gambar 4.2 Hasil identifikasi mikroskopis serbuk belimbing wuluh

4.3 Ekstraksi daun seledri dan buah belimbing wuluh

Ekstrak dari daun seledri dan buah belimbing wuluh diperoleh dengan

metode maserasi dengan perbandingan serbuk simplisia terhadap pelarut

1 : 10 (Depkes RI, 2009). Langkah pertama yang dilakukan adalah


46

menimbang serbuk seledri dan serbuk belimbing wuluh masing-masing

sebanyak 100 gram. Sampel yang telah ditimbang kemudian dimaserasi

menggunakan pelarut etanol 96% masing-masing sebanyak 1000 ml di dalam

bejana yang ditutup plastik hitam. Penggunaan pelarut etanol 96% karena

sifat dari senyawa yang akan diambil yaitu flavonoid yang merupakan

senyawa polar sehingga lebih efektif jika menggunakan pelarut polar yang

lebih murni (pekat) serta aglikon flavonoid adalah polifenol karena itu

mempunyai sifat kimia senyawa fenol, yang bersifat agak asam sehingga

dapat larut dalam basayaitu pelarut etanol 96% yang bersifat sedikit basa.

Pada proses maserasi, rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya

langsung untuk mencegah reaksi yang dikatalisis oleh cahaya atau perubahan

warna. Waktu maserasi pada umumnya 5 hari, sambil sesekali diaduk

sehingga memungkinkan pelarut masuk ke seluruh permukaan simplisia

(Indraswari, 2008).

Setelah 5 hari dilakukan penyaringan filtrat dengan kain flanel. Dari

proses maserasi diperoleh ekstrak cair kemudian dipekatkan dengan cara

pemanasan langsung yang bertujuan untuk menguapkan pelarut yang

digunakan yaitu etanol dan menghasilkan ekstrak kental. Untuk pembuktian

bahwa ektrak kental tersebut bebas dari etanol maka diperlukan uji bebas

etanol. Uji bebas etanol dilakukan dengan menggunakan pereaksi H2SO4

pekat dan asam asetat kemudian mengamati bau yang timbul yaitu jika berbau

etil asetat (ester) maka masih belum terbebas dari etanol, ciri bau ester yaitu

aromanya seperti bau balon. Tetapi jika baunya khas ekstrak daun seledri dan
47

buah belimbing wuluh maka ekstrak sudah tidak mengandung etanol.


etanol Uji

bebas etanol terjadi reaksi esterfikasi, yang dapat dilihat pada reaksi berikut :

Gambar 4.3 Uji bebas etanol

Tabel 4.2 Hasil uji bebas etanol

Pengamatan Pustaka Hasil pengamatan Keterangan


o Ekstrak tidak berbau
2 tetes ekstrak + 2 Tidak berbau etanol
tetes H2SO4 pekat + etanol o Bau khas ekstrak +
asam asetat, dipanasi (Fessenden, seledri dan ekstrak ( positif )
dan mengamati bau 1982) buah belimbing
wuluh

4.4 Identifikasi flavonoid

Daun seledri dan buah belimbing wuluh memiliki khasiat sebagai

analgetik karena adanya kandungan zat aktif flavonoid. Flavonoid


Flavonoid yang dapat

menghambat sintesis prostaglandin yang mengakibatkan tidak terjadinya

pelepasan mediator-mediator
mediator nyeri. Untuk itu dilakukan uji flavonoid

terhadap ekstrak daun seledri dan ekstrak buah belimbing wuluh untuk
48

mengetahui kandungan zat aktif flavonoidnya. Identifikasi ini dilakukan dua

kali dengan menggunakan larutan uji NaOH 10% dan H2SO4p. Pada

identifikasi
tifikasi pertama, ekstrak daun seledri dan ekstrak buah belimbing wuluh

ditambahkan 2-44 tetes NaOH 10% sehingga menghasilkan warna kuning

muda karena senyawa krisin yang merupakan turunan dari


ari senyawa-senyawa
senyawa

flavon pada penambahan


penam NaOH mengalami penguraian oleh
eh basa menjadi

molekul seperti asetofenon yang berwarna kuning. Identikasi kedua, ekstrak

daun seledri dan ekstrak buah belimbing wuluh ditambahkan 2-4


2 tetes H2SO4

pekat menghasilkan warna merah karena penambahan H2SO4 pekat

mengakibatkan terjadinya reaksi subtitusi elektrofilik sebagaimana lazimnya

senyawa aromatik,
ik, flavon senantiasa mengalami reaksi subtitusi elektrofilik.

Tabel 4.3 Hasil identifikasi flavonoid

No Reaksi Hasil Gambar Keterangan Pustaka


1 Seledri :
Seledri : Pakaya.dkk,
2015
NaOH :
Kuning
2 tetes sampel + +
2-4 tetes larutan Belimbing Belimbing Terdapat
wuluh: wuluh :
NaOH flavonoid
Kuning
49

No Reaksi Hasil Gambar Keterangan Pustaka


2 Seledri : Seledri :
H2SO4 pekat :
Pakaya.dkk,
2tetes sampel +
Merah tua 2015
2-44 tetes larutan
H2SO4 pekat
+
Belimbing Belimbing
wuluh : wuluh : Terdapat
flavonoid
Merah tua

4.5 Uji analgetik

Ekstrak maserasi daun seledri dan ekstrak maserasi buah belimbing

wuluh yang diperoleh kemudian diujikan pada mencit putih jantan dengan

umur 2-33 bulan dengan berat 20-30


20 30 gram. Dipilihnya mencit putih jantan

karena pada mencit putih jantan kondisi tubuhnya stabil dan berat badannya

tidak dipengaruhi siklus estrus yaitu siklus seksual pada mamalia bukan

primata
ta yang tidak menstruasi. Siklus ini merupakan aktivitas yang saling

berkaitan antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. Selama siklus estrus

terjadi berbagai perubahan baik pada organ reproduksi maupun pada

perubahan tingkah laku seksual. Sehingga jika digunakan mencit putih betina

dikhawatirkan dapat mempengaruhi efek obat yang diberikan (Yunita, 2014).


50

Pengelompokan hewan uji dilakukan secara acak, masing-masing

kelompok perlakuan menggunakan 3 ekor mencit untuk uji. Sebelum

pengujian, hewan uji dipuasakan selama 12 jam dengan tetap diberikan

minum untuk menyamankan kondisi dari hewan uji serta untuk menghindari

adanya pengaruh makanan terhadap absorbsi obat yang diberikan.

Uji daya analgetik ekstrak maserasi daun seledri, ekstrak buah

belimbing wuluh dan kombinasi kedua ekstrak yang dibuat 10 ml dilakukan

pada mencit putih jantan dengan perbandingan (10 : 0), (7,5 : 2,5), (5 : 5),

(2,5 : 7,5), (0 : 10) belimbing wuluh dan seledri. Penggunaan paracetamol

(Acetaminophen) 1 % b/v sebagai kontrol positif dan larutan pembanding

dengan pertimbangan bahwa paracetamol adalah analgetik perifer yang

digunakan secara luas dan obat ini jarang menyebabkan iritasi lambung dan

tidak menyebabkan penggumpalan darah. Kontrol negatif adalah kontrol yang

bersifat netral atau tidak menimbulkan efek analgetik. Kontrol negatif dalam

penelitian ini menggunakan CMC 0,5 % b/v. Penggunaan CMC 0,5% karena

tidak menimbulkan efek apapun. Selain itu larutan CMC 0,5% ini digunakan

sebagai pensuspensi untuk membuat larutan paracetamol sebagai kontrol

positif dan larutan ekstrak.

Uji analgetik ini menggunakan metode rangsang kimia yang ditujukan

untuk melihat respon mencit terhadap asam asetat. Respon yang ditimbulkan

adalah geliat dari mencit ketika menahan nyeri pada perut dan kaki ditarik ke

beakang. Rangsangan kimia yang diinduksikan berupa larutan asam asetat

3% b/v untuk memberikan stimulus nyeri yang disuntikan secara


51

intraperitonial untuk melihat geliat dari mencit yang ditandai bagian abdomen

menyentuh tempat berpijak dengan membengkokan kepala dan kaki ditarik ke

belakang. Larutan asam asetat 3 % diberikan secara intraperitonial setelah 30

menit pemberian larutan uji secara oral, karena obat yang telah diberikan

secara oral mengalami fase absorbsi yang panjang sehingga efek obat yang

diberikan secara oral itu lambat.

Setelah penyiapan larutan uji, kemudian uji farmakologi pada mencit

putih jantan dengan memberikan larutan uji secara oral pada tiap mencit.

Pemberian larutan uji secara oral pada kelompok mencit untuk larutan uji

CMC 0,5% sebanyak 0,5 ml dan 0,5 ml untuk larutan uji ekstrak dari dosis

10mg/20gBB, kecuali untuk larutan uji paracetamol yang volume pemberian

pada mencit berbeda-beda sesuai dengan berat badan mencit sehingga

mempengaruhi dosis mencit dan volume pemberiannya.

Selanjutnya setelah 30 menit diberikan larutan uji pada mencit, tiap

kelompok mencit diberikan larutan asam asetat 3% sesuai dengan berat badan

mencit yang akan mempengaruhi dosis dan volume pemberian asam asetat

3%secara intraperitonial. Pemberian secara intraperitonial karena obat akan

diabsorpsi cepat, sehingga reaksi obat akan cepat terlihat. Selain itu sifat

larutan penginduksi yang bersifat asam dapat mengiritasi lambung sehingga

diberikan secara intraperitonial yang akan terabsorpsi melalui membran ruang

peritoneal, seterusnya diangkut darah menuju ke dalam hati.


52

Volume pemberian larutan uji pada mencit secara peroral dan volume

pemberian larutan penginduksi secara intraperitonial dapat dilihat pada tabel

4.4 dan tabel 4.5 dibawah ini :

Tabel 4.4 Volume pemberian larutan uji ekstrak peroral dan larutan

penginduksi secara intraperitonial pada mencit

Berat badan Volume PO Volume IP


Larutan uji ekstrak Mencit
mencit ekstrak (ml) as.asetat
(gram) (ml)
1 30,85 0,5 0,15
Belimbing wuluh
2 25,58 0,5 0,13
3 23,10 0,5 0,11
Belimbing wuluh : seledri 1 29,35 0,5 0,15
2:1 2 24,90 0,5 0,12
3 25,90 0,5 0,13
Belimbing wuluh : seledri 1 29,35 0,5 0,15
1:1 2 22,92 0,5 0,11
3 26,45 0,5 0,13
Belimbing wuluh : seledri 1 23,90 0,5 0,12
1:2 2 22,92 0,5 0,11
3 29,41 0,5 0,15
1 30,24 0,5 0,15
Seledri
2 24,30 0,5 0,12
3 36,30 0,5 0,18
53

Tabel 4.5Volume pemberian larutan uji kontrol (+) dan kontrol (-) peroral

dan larutan penginduksi secara intraperitonial pada mencit

Berat badan Volume PO Volume IP


Larutan uji Mencit
mencit (gram) larutan uji (ml) as.asetat (ml)
K (+) 1 20,63 0,19 0,10
Paracetamol 1% 2 22,30 0,20 0,11
3 23,42 0,21 0,12
K (-) 1 28,79 0,5 0,14
CMC Na 0,5% 2 28,30 0,5 0,14
3 25,79 0,5 0,13

Setelah pemberian larutan uji pada mencit sesuai dengan volume

pemberian tiap masing-masing mencit putih jantan, kemudian melakukan

pengamatan pada masing-masing mencit putih jantan sesuai perlakuan

sehingga didapatkan hasil jumlah rata-rata geliat mencit tiap perlakuan

sebagai berikut :

Tabel 4.6Data rata-rata jumlah geliat kontrol (-) CMC Na 0,5%

Jumlah geliat
Interval waktu Jumlah Σ Rata-rata
Mencit Mencit Mencit
(menit)
I II III
1–5 17 15 15 47 15,67
6 – 10 20 24 20 64 21,33
10 – 15 22 20 19 61 20,33
15 – 20 18 16 15 49 16,33
20 – 25 12 17 13 42 14,00
25 – 30 10 14 12 36 12,00
Jumlah 99 106 94 299 99,67
54

Tabel 4.7Data rata-rata jumlah geliat kontrol (+) paracetamol 1%

Jumlah geliat
Interval waktu Jumlah Σ Rata-rata
Mencit Mencit Mencit
(menit)
I II III
1–5 7 5 8 20 6,67
6 – 10 8 10 11 29 9,67
10 – 15 6 8 8 22 7,33
15 – 20 3 5 5 13 4,33
20 – 25 1 3 2 6 2,00
25 – 30 2 1 - 3 1,00
Jumlah 27 32 34 93 31,00

Tabel 4.8Data rata-rata jumlah geliat kontrol ekstrak

Jumlah geliat
Interval
Waktu Belimbing Belimbing wuluh : Seledri Seledri
(menit) wuluh 2:1 1:1 1:2
I II III I II III I II III I II III I II III
1–5 13 17 8 7 9 7 3 4 6 6 3 5 6 3 8
5 – 10 20 17 22 20 10 21 11 10 8 8 8 6 5 4 6
10 – 15 15 11 19 18 7 8 8 12 6 2 4 4 2 1 2
15 – 20 13 11 10 10 5 5 8 6 2 2 5 3 - 3 1
20 – 25 7 9 13 5 6 2 6 4 2 1 1 2 1 2 -
25 – 30 4 11 3 3 5 - 2 1 3 - 3 - - - -
Jumlah 233 148 102 68 44
Σ rata-rata 77,67 49,33 34,00 22,67 14,67
55

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa semakin kecil nilai rata-

rata geliat maka daya analgetiknya semakin besar. Jumlah geliat pada mencit

selama 30 menit untuk kontrol (negatif) CMC Na 0,5% didapatkan rata - rata

jumlah geliat sebesar 99,67 dan untuk rata-rata jumlah geliat untuk kontrol

(positif) paracetamol 1% didapatkan sebesar 31,00. Sedangkan pada

kelompok perlakuan ekstrak belimbing wuluh dan esktrak seledri

(10mg/20gBB) untuk rata – rata jumlah geliat ekstrak belimbing wuluh

sebesar 77,67, untuk rata – rata jumlah geliat ekstrak kombinasi belimbing

wuluh : seledri (2 : 1) sebesar 49,33, rata-rata jumlah geliat ekstrak

kombinasi belimbing wuluh : seledri (1 : 1) sebesar 34,00, rata – rata jumlah

geliat ekstrak kombinasi belimbing wuluh : seledri (1 : 2) sebesar 22,67, dan

untuk ekstrak seledri rata – rata jumlah geliatnya sebesar 14,67.

Bahan uji yang mengandung senyawa aktif sebagai analgetik akan

merespon stimulus nyeri yang diterima sehingga terjadi penurunan stimulus

nyeri yang diterima oleh sistem saraf pusat. Semakin sedikit jumlah respon

geliat yang ditimbulkan oleh kelompok mencit maka menunjukan semakin

baik fungsi analgetik bahan uji. Uji analgetik ini bertujuan untuk mengetahui

efektifitas daya analgetik yang ditandai dengan jumlah geliat mencit yang

ditimbulkan oleh mencit jantan putih selama waktu 30 menit pengamatan

dengan interval waktu 5 menit sehingga dapat diperoleh rata – rata jumlah

geliatnya. Rata – rata jumlah geliat inilah yang digunakan untuk mencari nilai

persentase daya analgetik dari masing – masing kelompok perlakuan. Dari


56

data diatas maka dapat digunakan untuk mencari nilai persentase daya

analgetiknya yang dapat dilihat pada tabel 4.9 dibawah ini :

Tabel 4.9Hubungan rata – rata geliat terhadap daya analgetik

Rata – rata jumlah geliat Daya analgetik


Perlakuan
selama 30 menit (%)

K (-) CMC Na 0,5% 99,67 -

K (+) Paracetamol 1% 31,00 68,90

Belimbing wuluh 77,67 22,08


Belimbing wuluh : Seledri
49,33 50,51
(2 : 1)
Belimbing wuluh : Seledri
34,00 65,89
(1 : 1)
Belimbing wuluh : Seledri
22,67 77,26
(1 : 2)

Seledri 14,67 85,29

Berdasarkan tabel diatas persentase daya analgetik berbanding terbalik

dengan jumlah kumulatif rata – rata geliat. Bila jumlah kumulatif rata – rata

geliat besar maka persentase daya analgetiknya rendah begitu pula sebaliknya

bila jumlah kumulatif rata – rata geliat rendah maka persentase daya

analgetiknya besar. Hal ini berarti pada ekstrak daun seledri memiliki

persentase daya analgetik yang paling besar yaitu 85,29% dan ekstrak buah

belimbing wuluh memiliki persentase daya analgetik yang paling rendah

yaitu 22,08%, sedangkan untuk presentase daya analgetik pada ekstrak

kombinasi daun seledri dan belimbing wuluh dengan perbandingan (2 : 1)


57

hasilnya 50,51%, perbandingan (1 : 1) menghasilkan 65,89%, dan

perbandingan (1 : 2) menghasilkan 77,26%.

Dari data diatas, diketahui bahwa daya analgetik ekstrak daun seledri

lebih besar daripada daya analgetik ekstrak buah belimbing wuluh. Hal ini

dimungkinan karena kandungan zat aktif flavonoid sebagai analgetik yang

terkandung pada daun seledri lebih banyak daripada buah belimbing wuluh

karena pada tanaman seledri, flavonoid terkandung pada herba seledri

dibandingkan dengan kandungan flavonoid pada buah belimbing wuluh yang

buahnya sendiri lebih banyak mengandungan air sebanyak 90 gram. Dan dari

proses pengeringan juga dapat mempengaruhi komponen – komponen

senyawa yang terdapat pada simplisia yang telah di keringkan. Seperti seledri

yang proses pengeringannya dengan ditutup kain hitam dibawah sinar

matahari untuk menghindari kontak langsung antara seledri dengan sinar

matahari sehingga kerusakan komponen – komponen yang ada dalam seledri

dapat dikurangi. Sedangkan untuk buah belimbing wuluh pengeringan

dilakukan pada suhu tinggi yaitu dioven pada suhu 70°C untuk mengeluarkan

kandungan air, namun pengeringan pada suhu tinggi dapat menimbulkan

kerusakan kandungan kimia.

Sedangkan dibuatnya kombinasi kedua ekstrak untuk mengetahui

perbandingan manakah yang memiliki daya analgetik yang paling efektif.

Dari hasil presentase daya analgetiknya, perbedaan dari ketiga perbandingan

kombinasi ekstrak tidak memiliki selisih yang besar artinya hampir

mendekati. Sedangkan untuk hasil persentase daya analgetik pemberian


58

ekstrak kombinasi dengan perbandingan (1 : 1) yang menghasilkan 65,89%

mendekati hasil presentase daya analgetik pemberian paracetamol yaitu

68,90%.

Untuk mengetahui adanya pengaruh daya analgetik estrak daun seledri

dan ekstrak buah belimbing wuluh serta kombinasi kedua ekstrak dengan

berbagai perbandingan pada mencit putih jantan dilakukan dengan uji

ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% yang dapat dilihat pada

tabel dibawah ini :

Kriteria pengujian :

1. Jika F hitung > F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima

2. Jika F hitung < F tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak

Tabel 4.10 Data statistik dengan uji anova satu arah

ANOVA

Jumlah geliat
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 7450,667 4 1862,667 37,808 ,000
Within Groups 492,667 10 49,267
Total 7943,333 14

Dari tabel ANOVA didapat nilai F hitung adalah 37,808 sehingga

didapatkan F hitung > F tabel (37,808 > 3,478) maka Ho ditolak, sehingga Ha

diterima maka sesuai hipotesis yaitu adanya pengaruhnya aktifitas analgetik

dari ekstrak maserasi daun seledri, ekstrak maserasi buah belimbing wuluh
59

serta kombinasi kedua ekstrak terhadap mencit putih jantan yang

diinduksikan asam asetat.

Tabel 4.11 Data statistik deskriptif anova satu arah

Descriptives

Jumlah geliat

95% Confidence
Std. Std.
Interval for Mean
N Mean Deviation Error Minimum Maximum
Upper Lower
Bound Bound

Belimbing wuluh 3 77,6667 7,37111 4,25572 59,3558 95,9775 72,00 86,00

Belimbing wuluh
3 49,3333 11,84624 6,83943 19,9056 78,7610 42,00 63,00
: Seledri ( 2 : 1 )

Belimbing wuluh
3 34,0000 6,08276 3,51188 18,8896 49,1104 27,00 38,00
: Seledri ( 1 : 1 )

Belimbing wuluh
3 22,6667 3,21455 1,85592 14,6813 30,6521 19,00 25,00
: Seledri ( 1 : 2 )

Seledri 3 14,6667 2,08167 1,20185 9,4955 19,8378 13,00 17,00

Total 15 39,6667 23,81976 6,15024 26,4757 52,8576 13,00 86,00

Pada tabel deskriptif diatas terlihat nilai rata – rata jumlah geliat

terhadap uji aktifitas analgetik ekstrak maserasi daun seledri memiliki nilai

rata – rata 14,6667 dan untuk ekstrak maserasi buah belimbing wuluh

memiliki nilai rata – rata 77,6667 sedangkan untuk kombinasi ekstrak

maserasi buah belimbing wuluh dan daun seledri perbandingan (2 : 1)

memiliki nilai rata – rata 49,3333 untuk perbandingan (1 : 1) memiliki nilai

rata – rata 34,0000 dan untuk perbandingan (1 : 2) memiliki nilai rata – rata

22,6667. Jadi dari uji aktifitas analgetik untuk ekstrak maserasi daun seledri

memiliki nilai rata – rata terendah dibandingkan dengan ekstrak maserasi


60

buah belimbing wuluh yang memiliki nilai rata – rata terbesar artinya aktifitas

daya analgetik pada ekstrak daun seledri lebih efektif dibandingkan pada

ekstrak buah belimbing wuluh.

Sedangkan nilai rata-rata untuk kombinasi kedua ekstrak dari

beberapa perbandingan menunjukan selisihnya tidak terlalu jauh atau hampir

mendekati. Nilai rata – rata terbesar pada kombinasi ekstrak buah belimbing

wuluh dan seledri terdapat pada kombinasi kedua ekstrak dengan

perbandingan (2 : 1), dan selanjutnya terdapat pada kombinasi kedua ekstrak

dengan perbandingan (1 : 1), selanjutnya hingga yang terendah untuk

kombinasi ekstrak buah belimbing wuluh dan daun seledri terdapat pada

perbandingan (1 : 2). Artinya aktifitas daya analgetik pada kombinasi ekstrak

buah belimbing wuluh dan daun seledri lebih efektif untuk perbandingan

(1 : 2) dibandingkan dengan perbandingan lain karena didalam kombinasi

ekstrak perbandingan ini lebih banyak terdapat ekstrak daun seledri

dibandingkan ekstrak buah belimbing wuluh yaitu (2,5 : 7,5) 10mg/20gBB

belimbing wuluh dan seledri dalam 10 ml. Jumlah geliat pada mencit juga

merupakan respon mencit terhadap pengaruh aktifitas analgetik dari larutan

ekstrak yang diujikan yang dapat mempengaruhi nilai rata – rata jumlah

geliatnya, semakin sedikit jumlah geliat yang ditimbulkan dari respon mencit

menunjukan semakin baik fungsi analgetik dari bahan uji yang diberikan. Hal

ini dapat terlihat dari grafik uji statistik berikut ini :


61

80.00
Mean of Jumlah_geliat

60.00

40.00

20.00

Belimbing Belimbing Belimbing Belimbing Seledri


wuluh wuluh : wuluh : wuluh :
Seledri Seledri Seledri
(2:1) (1:1) (1:2)
Jenis_ekstrak

Gambar 4.4Grafik hubungan perbandingan ekstrak dengan daya

analgetik

Dari grafik diatas menunjukan bahwa aktifitas analgetik ekstrak

seledri paling baik, dimungkinkan karena daun seledri memiliki kandungan

flavonoid sebagai zat aktif untuk analgetik lebih banyak dibandingkan pada

buah belimbing wuluh yang sebagian besar kandungan airnya lebih banyak

dan dari proses pengeringannya sendiri, pengeringan seledri ditutup kain

hitam dibawah sinar matahari untuk menghindari kontak langsung antara

seledri dengan sinar matahari sehingga kerusakan komponen-komponen yang

ada dalam seledri dapat dikurangi. Sedangkan pengeringan untuk buah

belimbing wuluh dioven pada suhu 70°C untuk mengeluarkan kandungan air,

namun pengeringan pada suhu tinggi dapat menyebabkan kerusakan

kandungan kimia penyusun bahan tersebut. Hal inilah yang dimungkinkan


62

menjadi pengaruh kandungan senyawa flavonoid pada seledri lebih baik

dibandingkan belimbing wuluh.

Sehingga aktifitas analgetik yang ditimbulkan dari ekstrak seledri

lebih baik dari ekstrak buah belimbing wuluh yang ditandai dengan respon

geliat pada mencit. Semakin sedikit jumlah respon geliat pada mencit

menunjukan semakin baik fungsi analgetik bahan uji.


63

Anda mungkin juga menyukai