Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Simplisia dan Ekstrak


4.1.1 Hasil Determinasi
Determinasi tanaman Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & pav)
dilakukan di Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi
Laboratorium Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat,
Banjarbaru. Determinasi tersebut menyatakan bahwa tanaman yang
digunakan pada penelitian ini adalah benar tanaman Sirih Merah
dengan nama latin Piper crocatumRuiz & pav. Hasil dari determinasi
tanaman dapat dilihat pada lampiran 1.

4.1.2 Pembuatan Simplisia dan Ekstrak Daun Sirih Merah


Tabel 4.1 Hasil Rendemen ekstrak Daun Sirih Merah
Bobot Simplisia Kering Bobot Ekstrak Kental Nilai Rendemen
675 gram 93,4 gram 13,8%

Daun Sirih Merah yang di dapatkan dari daerah Kabupaten Tanah


Bumbu Kalimantan Selatan. Pertama-tama kumpulkan daun Sirih
Merah sebanyak 5 Kg kemudian lakukan sortasi dan cuci bersih
dengan air mengalir yang bertujuan untuk memisahkan daun dari
benda asing atau kotoran-kotoran yang menempel pada daun. Setelah
dicuci bersih tiriskan daun Sirih Merah dan selanjutnya potong kecil-
kecil untuk mempermudah proses pengeringan, susun diatas
aluminium foil dengan merata kemudian dikeringkan. Proses
pengeringan dilakukan selama dua minggu dengan cara diangin-
anginkan didalam ruangan ber-AC. Setelah mendapat simplisia kering
haluskan simplisia dengan blander, tujuan penghalusan simplisia
untuk memperhalus ukuran simplisia agar saat proses maserasi
berlangsung penarikan zat aktif akan maksimal.

31
32

Setelah proses pengeringan simplisia dilakukan maka didapatkan hasil


simplisia kering sebanyak 675 gram lalu dilakukan pengekstrakan
menggunakan metode Maserasi dengan menggunakan pelarut etanol
96%. Penggunaan pelarut etanol karena harganya tergolong murah,
mudah didapat, dan relatif lebih aman penggunaannya untuk bahan
pangan dan kosmetika dibandingkan dengan pelarut organik lainnya.
(Margaretta et al,. 2013).

Pemilihan Metode maserasi karena Metode ekstraksi maserasi


mempunyai banyak keuntungan dibandingkan dengan metode
ekstraksi lainnya. Keuntungan utama metode ekstraksi maserasi yaitu
prosedur dan peralatan yang digunakan sederhana dan tidak
dipanaskan sehingga bahan alam tidak menjadi terurai. Ekstraksi
dingin memungkinkan banyak senyawa terekstraksi, meskipun
beberapa senyawa memiliki kelarutan terbatas dalam pelarut pada
suhu kamar (Heinrich et al, 2004). Proses maserasi dilakukan selama
2 hari. Waktu ideal untuk pengekstrakan 1-3 hari atau sampai 72 jam.
Diketahui pengekstrakan dengan estimasi waktu yang lama
menyebabkan pelarut masuk dan merusak kedalam dinding sel
sehingga senyawa pada daun sirih merah dapat keluar dan terlarut.
Peningkatan lamanya waktu ekstraksi maka pelarut akan semakin
menembus dinding sel sehingga kerusakan jaringan bahan akan
semakin optimal dan senyawa fenol pada daun sirih merah akan
terlarut lebih banyak. Waktu pengentalan ekstrak dilakukan dengan
cara diuapkan dalam ruangan ber-AC selama satu minggu. Didapatkan
Hasil Rendemen ekstrak daun sirih merah yaitu 13,8%.Rendemen
dikatakan baik jika nilainya >10%. Nilai rendemen berkaitan dengan
banyaknya kandungan bioaktif yang terkandung pada tumbuhan
(Dewatisari et al, 2018).Budiyanto (2015) menyatakan bahwa
semakin tinggi nilai rendemen menunjukkan bahwa ekstrak yang
dihasilkan semakin besar, ini berarti bahwa semakin banyak juga zat-
zat berkhasiat yang diperoleh yang terkandung dalam ekstrak daun
sirih merah (Piper crocatum Ruiz & pav).
33

4.2 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Sirih Merah (Piper
crocatum Ruiz & pav) dan Vitamin C dengan metode DPPH
Ekstrak kental daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & pav) yang didapat
kemudian dilakukan uji pendahuluan untuk mengetahui kekuatan antioksidan
yang dimiliki oleh Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & pav). Senyawa
pembanding yang digunakan pada penelitian ini yaitu Vitamin C, Vitamin C
merupakan antioksidan alami yang sering digunakan sebagai senyawa
pembanding dalam pengujian aktivitas antioksidan, karna relatif aman dan
tidak menimbulkan toksisitas (Lung dan Destiani, 2017). Pengujian
antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode DPPH. Metode
peredaman radikal bebas DPPH dipilih karena sederhana, cepat dan tidak
memerlukan banyak reagen (Januarti et al., 2019)

Pengujian diawali dengan penentuan panjang gelombang DPPH. Hal ini


bertujuan untuk mengetahui panjang gelombang dengan nilai absorbansi
maksimum pada spektrofotometer UV-Vis. Penentuan panjang gelombang
dilakukan dengan membuat larutan DPPH (200 ppm) kemudian dibaca
absorbansinya pada panjang gelombang 400-800 nm. Didapatkan hasil
panjang gelombang maksimum DPPH adalah 517 nm dengan nilai absorbansi
0,673.

Pengujian absorbansi peredaman radikal bebas DPPH dilakukan dengan cara


ekstrak dibuat pada beberapa seri konsentrasi yaitu 20, 40, 60, 80 dan 100
ppm, dan Vitamin C dengan seri konsentrasi 1, 2, 3, 4, dan 5 ppm lalu diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm. Hasil absorbansi digunakan
untuk menghitung nilai presentase peredaman DPPH (% Inhibisi), kemudian
dari % Inhibisi dibuat kurva regresi yaitu kurva hubungan antara konsentrasi
larutan uji (x) dengan % Inhibisi (y) yang dapat dilihat pada Lampiran 10.
Dari kurva hubungan antara konsentrasi larutan uji didapat persamaan
y=bx+a. Dari persamaan tersebut dilakukan perhitungan nilai IC50. Hasil
absorbansi, %Inhibisi dan nilai IC50 dapat dilihat pada Tabel 4.2
34

Tabel 4.2 Hasil Absorbansi, % Inhibisi dan IC50 Ekstrak DSM dan Vitamin C
Sampel Konsentrasi Absorbansi % Inhibisi IC50
(ppm) (ppm)
20 0,342±0,028 49,133
Ekstrak Daun 40 0,322±0,024 52.105
Sirih Merah 60 0,306±0,023 54.482 24,823
80 0,291±0,020 56,711
100 0,275±0,016 59,039
1 0,433±0,022 35,611
2 0,412±0,015 38,732
Vitamin C 3 0,390±0,019 41,109 6,303
4 0,378±0,026 43,833
5 0,360±0,013 46,458

Dari hasil absorbansi dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi maka
semakin kecil nilai absorbansi yang didapat, dan nilai presentase inhibisinya
semakin besar. Jika diamati berdasarkan nilai IC50 yang dimiliki oleh ekstrak
Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & pav) maka nilai IC50 ekstrak
etanol 24,823 ppm dan nilai IC50 Vitamin C 6,303 ppm. Hasil dari nilai IC50
yang didapat bahwa ekstrak daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & pav)
lebih rendah dibandingkan Vitamin C tetapi termasuk dalam golongan sangat
kuat. Hal ini sesuai kategori penentuan kekuatan aktivitas antioksidan
menurut Molyneux (2004) yang menyatakan bahwa suatu senyawa memiliki
aktivitas antioksidan sangat kuat apabila nilai IC50 < 50 ppm, kuat apabila 50-
100 ppm, sedang apabila 101-150 ppm dan lemah apabila nilai IC50 > 150
ppm.

4.3 Pembuatan Krim Ekstrak Daun Sirih Merah


Sediaan krim dibuat dalam 3 formulasi dengan konsentrasi ekstrak daun sirih
merah yang berbeda-beda yaitu F1 0,25 gram, F2 0,50 gram, dan F3 0,75
gram. Masing-masing bahan ditimbang dan dipisahkan. Pembuatan krim
diawali dengan pemisahan bahan yang larut dalam minyak dan bahan yang
larut dalam air, yaitu fase minyak (Asam stearat, paraffin cair, adeps lanae
dan nipasol) dimasukkan kedalam beaker glass sambil dipanaskan pada suhu
dipertahankan 70oC. Hal yang sama dilakukan untuk fase air (Aquadest,
nipagin, dan TEA). Fase minyak yang sudah melebur dituang kedalam mortir
35

yang sudah dipanaskan, sambil diaduk hingga homogen. Kemudian


ditambahkan fase air sedikit demi sedikit sambil diaduk perlahan-lahan
sampai terbentuk massa krim, lalu dimasukkan ekstrak kental daun sirih
merah sedikit demi sedikit dan gerus sampai homogen. Lakukan sesuai
masing-masing konsentrasi krim yang dibuat yaitu F1 0,25 gram, F2 0,50
gram dan F3 0,75 gram.

4.4 Hasil Uji Sifat Fisik Sediaan Krim Ekstrak Daun Sirih Merah
4.4.1 Uji Organoleptis
Uji Organoleptis dilakukan secara langsung dengan mengamati warna,
bau dan bentuk dari sediaan krim ekstrak daun sirih merah (Ansel,
1989). Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.3
Tabel 4.3 Hasil Uji Organoleptis
F1 F2 F3
Formula
Warna Bau Bentuk
A Hijau muda Bau khas Daun Sirih Semi Solid
Merah
B Hijau Bau Khas Daun Sirih Semi Solid
Merah
C Hijau Bau Khas Daun Sitih Semi Solid
Merah

Keterangan :
F1 = Formula sediaan Krim Ekstrak DSM konsentrasi 0,25 gram
F2 = Formula sediaan Krim Ekstrak DSM konsentrasi 0,50 gram
F3 = Formula sediaan Krim Ekstrak DSM konsentrasi 0,75 gram

Sifat-sifat sediaan krim seperti bentuk, bau dan warna akan


berhubungan dengan penerimaan dan kenyamanan pengguna, dimana
sediaan krim yang dihasilkan sebaiknya memiliki tekstur yang lunak,
bau yang menyenangkan dan warna menarik. Hasil pengamatan
organoleptis sediaan krim F1, F2 dan F3 menunjukan bahwa krim
memiliki warna yang berbeda-beda dari tiap konsentrasi, menunjukan
bahwa penambahan ekstrak mempengaruhi warna dari sediaan krim,
36

yaitu semakin besar konsentrasi maka semakin pekat warna yang


dihasilkan dari sediaan krim tersebut.

4.4.2 Uji Homogenitas


Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui sediaan krim tersebar
merata atau tidak, Pengujian dilakukan secara visual dengan cara
mengoleskan sediaan krim pada sekeping kaca. Hasil dapat dilihat
pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil Uji Homogemitas
Replikasi Hasil
F1 F2 F3
A Homogen Homogen Homogen
B Homogen Homogen Homogen
C Homogen Homogen Homogen

Pengujian homogenitas sediaan krim dari F1, F2 dan F3 menunjukan


bahwa ketiga konsentrasi dari sediaan krim memiliki sifat fisik yang
homogen dan tidak terdapat bundaran atau butiran-butiran kasar. Hal
ini menunjukan bahwa semua bahan krim telah tercampur dengan
baik. Pernyataan tersebut sesuai dengan syarat uji homogenitas
sedeiaan krim, bahwa krim harus memiliki susunan yang homogen
dan tidak terlihat adanya butiran-butiran kasar (Depkes, 1979). Sifat
tersebut akan memungkinkan krim mudah digunakan dan terdistribusi
merata pada permukan kulit.

4.4.3 Uji PH
Pengujian pH dilakukan untuk mengetahui sesuai atau tidaknya pH
pada sediaan agar nanti tidak merusak kulit saat diaplikasikan.
Pengujian pH merupakan bagian yang sangat penting, karena apabila
suatu sediaan yang diaplikasikan pada kulit tidak sesuai dengan pH
kulit, pH terlalu asam atau terlalu basa maka akan menyebabkan iritasi
kulit atau membuat kulit menjadi kering, pada pengukuran pH sediaan
dilakukan dengan menggunakan pH meter. Rentang pH sediaan yang
memenuhi syarat pada sediaan topikal yaitu 4,5 – 6,5 menyesuaikan
37

dengan pH kulit. (Tranggono, R.I., Latifah, 2007). Hasil dapat dilihat


pada Tabel 4.5
Tabel 4.5 Hasil Uji PH
Replikasi Nilai PH
F1 F2 F3
A 6,21 6,41 6,40
B 6,37 6,34 6,46
C 6,25 6,37 6,38
Rata-rata 6,27±0,067 6,37±0,028 6,41±0,033

Berdasarkan tabel diatas mengenai hasil pengujian sediaan krim


ekstrak daun Sirih Merah ketiga sediaan krim tersebut masih masuk
ke dalam rentang pH yang aman digunakan pada kulit yaitu dengan
nilai rata-rata F1 6,27, F2 6,37 dan F3 6,41 jika diperhatikan semakin
banyak penambahan konsentrasi ekstrak pH sediaan meningkat akan
tetapi masih termasuk rentang batas normal pH kulit. Syarat suatu
sediaan topikal yang aman untuk kulit adalah 4,5–6,5. Perubahan pH
yang terjadi dapat disebabkan karena adanya pengaruh penambahan
zat aktif pada sediaan yang bereaksi dengan basis.

Hasil uji statistik yang dilakukan, menunjukan bahwa data terditribusi


normal dan homogen, yang ditunjukan dengan signifikansi (sig>0,05.
Dan selanjutnya dilanjutkan dengan uji One Way Anova, diperoleh
nilai signifikasi (sig>0,05), yang berarti menunjukan tidak adanya
perbedaan signifikan antara variasi konsentrasi ekstrak terhadap PH.

4.4.4 Uji Viskositas


Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui besarnya suatu
viskositas dari sediaan, dimana viskositas tersebut menyatakan
besarnya tahanan suatu cairan untuk mengalir. Makin tinggi viskositas
maka makin besar tahanannya (Maulana, 2015). Pengukuran
viskositas sediaan menggunakan dengan Viscometer Brookfield LVT
230 yang mana pada penelitian ini menggunakan spindle nomor 4 dan
kecepatan spindle 12 rpm (Nababan, & Veronika, 2019). Untuk hasil
uji viskositas dapat dilihat pada Tabel 4.6
38

Tabel 4.6 Hasil Uji Viskositas


Replikasi Nilai Viskositas
F1 F2 F3
A 46.000 45.250 47.000
B 49.000 46.250 46.500
C 47.500 47.500 43.750
Rata-rata 47.500±1.224 46.333±920,4 45.750±1.428

Pengujian viskositas sediaan krim ekstrak daun sirih merah dilakukan


dengan menggunakan viskometer Brookfield dengan spindle
berukuran 4 dan kecepatan 12 rpm. Menurut Wasitaatmadja, (1997)
persyaratan viskositas yang baik pada sediaan semi solid adalah
sebesar 4000-50.000 cPs. Hasil dari pengujian viskositas sediaan krim
menunjukan bahwa F1, F2 dan F3 memiliki nilai viskositas yang
memenuhi persyaratan yaitu dengan nilai rata-rata F1 47.500, F2
46.333 dan F3 45.750, dapat diliat semakin tinggi konsentrasi ekstrak
daun sirih merah dalam sediaan maka nilai viskositas semakin
menurun. ada beberapa faktor penyebab menurunnya viskositas dalam
sediaan dapat diantaranya adalah faktor pencampuran atau
pengadukan pemilihan emulglator dan proporsi fase terdispersi
(Alfred et al., 1993). Menurut penelitian (Yuniarsih et al., 2020)
semakin rendah nilai viskositas maka semakin cepat waktu alir
sediaan karena melihat dari kekentalan suatu sediaan dan begitupun
sebaliknya.

Hasil uji statistik yang dilakukan, menunjukan bahwa data terditribusi


normal dan homogen, yang ditunjukan dengan signifikansi (sig>0,05.
Dan selanjutnya dilanjutkan dengan uji One Way Anova, diperoleh
nilai signifikasi (sig>0,05), yang berarti menunjukan tidak adanya
perbedaan signifikan antara variasi konsentrasi ekstrak terhadap
viskositas.
39

4.4.5 Uji Daya Sebar


Uji daya sebar dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
kemampuan sediaan krim dalam menyebar pada permukaan kulit
ketika digunakan (Irianto et al., 2020). Daya sebar krim yang baik
adalah 5-7 cm (Eliska et al., 2016). Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.7

Tabel 4.7 Hasil Uji daya sebar


Replikasi Nilai daya sebar
F1 F2 F3
A 5,4 6 6,3
B 5,3 5,6 6
C 5 5,2 5,7
Rata-rata 5,2±0,169 5,6±0,326 6±0,244

Dari hasil tabel dapat dilihat bahwa ketiga formulasi memiliki nilai
daya sebar sediaan krim yang memenuhi persyaratan yaitu dengan
rata-rata F1 5,2 cm, F2 5,6 cm dan F3 6 cm. Uji daya sebar
menunjukkan kemampuan sediaan dalam menyebar pada permukaan
kulit sehingga mempermudah penggunaan sediaan saat diaplikasikan
(Garg et al., 2002). Kemampuan menyebar krim yang baik akan
memberikan kemudahan pengaplikasian pada permukaan kulit. Selain
itu penyebaran zat aktif pada kulit akan lebih merata sehingga efek
yang ditimbulkan zat aktif menjadi lebih optimal. Semakin besar daya
sebar krim semakin baik karena semakin luas juga kontak antara kulit
dan krim sehingga zat aktif yang terkandung dapat menyebar dengan
baik dan merata (Mektildis, 2018).

Hasil uji statistik yang dilakukan, menunjukan bahwa data terditribusi


normal dan homogen, yang ditunjukan dengan signifikansi (sig>0,05.
Dan selanjutnya dilanjutkan dengan uji One Way Anova, diperoleh
nilai signifikasi (sig>0,05), yang berarti menunjukan tidak adanya
perbedaan signifikan antara variasi konsentrasi ekstrak terhadap Daya
sebar.
40

4.4.6 Uji Daya Lekat


Uji daya lekat dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan
krim dalam melekat pada kulit ketika digunakan. Berdasarkan
persyaratan daya lekat krim yang baik yaitu lebih dari 4 detik
(Wasitaatmadja, 1997). Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.8

Tabel 4.8 Hasil Uji daya lekat


Replikasi Nilai daya lekat
F1 F2 F3
A 13,18 11,16 11,87
B 12,52 12,28 11,28
C 11,23 12,78 10,80
Rata-rata 12,31±0,809 12,07±0,677 11,31±0,437

Hasil dari pengujian daya lekat menunjukan bahwa F1, F2 dan F3


memiliki rata-rata daya lekat selama 12,31 detik, 12,07 detik, dan
11,31 detik. Menurut Ansel (1989) kemampuan krim melekat pada
kulit dapat mempengaruhi efek terapi yang dihasilkan. Semakin lama
sediaan melekat pada kulit maka efek terapi yang diberikan oleh
sediaan akan lebih lama pula sebab sediaan akan lebih lama kontak
dengan kulit. Dilihat dari ketiga formulasi krim yang dibuat
memenuhi persyaratan uji daya lekat yaitu tidak kurang dari 4 detik
(Wasitaatmadja, 1997).

Hasil uji statistik yang dilakukan, menunjukan bahwa data terditribusi


normal dan homogen, yang ditunjukan dengan signifikansi (sig>0,05.
Dan selanjutnya dilanjutkan dengan uji One Way Anova, diperoleh
nilai signifikasi (sig>0,05), yang berarti menunjukan tidak adanya
perbedaan signifikan antara variasi konsentrasi ekstrak terhadap Daya
lekat.

4.5 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Krim Ekstrak Daun Sirih Merah
Pengujian absorbansi peredaman radikal bebas DPPH dilakukan terhadap
krim ekstrak daun sirih merah (Piper crocatumRuiz & pav). Dibuat larutan
induk krim (1000 ppm), kemudian di buat beberapa seri konsentrasi yaitu 50,
100, 150, 200, dan 250 ppm dan diukur absorbansinya pada panjang
41

gelombang 517 nm untuk mendapatkan nilai absorbansi. Pada pengujian


antioksidan Vitamin C, Ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz &
pav) dan Sedian krim ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & pav)
dilakukan dengan menggunakan konsentrasi yang berdeda-beda, hal ini
dikarenakan konsentrasi yang digunakan untuk mendapatkan nilai absorbansi
yang baik pada Spektrovotometer Uv-Vis yaitu dalam rentang 0,2 – 0,8.
Hasil absorbansi digunakan untuk menghitung nilai presentase peredaman
DPPH (% Inhibisi), kemudian dari % Inhibisi dibuat kurva regresi yaitu kurva
hubungan antara konsentrasi larutan uji (x) dengan %Inhibisi (y) yang dapat
dilihat pada Lampiran 10. Dari kurva hubungan antara konsentrasi larutan
uji didapat persamaan y = bx+a. Dari persamaan tersebut dilakukan
perhitungan nilai IC50. Hasil absorbansi, %Inhibisi dan nilai IC50 sediaan
krim ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & pav) dapat dilihat pada
Tabel 4.9
Tabel 4.9 Hasil Absorbansi, % Inhibisi dan IC50
Sampel Konsentrasi (ppm) Absorbansi %Inhibisi IC50
(ppm)
50 0,385±0,007 43,444
100 0,363±0,004 46,673
F1 150 0,336±0,012 50,636 150,064
200 0,315±0,017 53,669
250 0,314±0,021 55,577
50 0,356±0,008 47,652
100 0,341±0,018 49,902
F2 150 0,326±0,018 52,055 99,649
200 0,301±0,023 55,773
250 0,284±0,023 58,268
50 0,337±0,005 50,489
100 0,320±0,002 53,033
47,854
F3 150 0,306±0,003 54,990
200 0,288±0,004 57,632
250 0,259±0,003 61,937
Keterangan :
F1 = Formula sediaan Krim Ekstrak DSM konsentrasi 0,25 gram
F2 = Formula sediaan Krim Ekstrak DSM konsentrasi 0,50 gram
F3 = Formula sediaan Krim Ekstrak DSM konsentrasi 0,75 gram
42

Hasil uji aktivitas antioksidan menggunakan metode peredaman radikal


bebas DPPH, menunjukan bahwa nilai IC50 F1, F2 dan F3 memiliki nilai
berturut-turut adalah 150,064 ppm, 99,649 ppm dan 47,854 ppm. Hasil dari
nilai IC50 dapat dikatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun
sirih merah yang terkandung dalam sediaan krim maka aktivitas antioksidan
semakin baik. Sediaan krim ekstrak daun sirih merah (piper crocatum Ruiz &
pav) pada konsentrasi F1 0,25 gram termasuk dalam kategori sedang,
Konsentrasi F2 0,50 gram termasuk dalam kategori kuat dan konentrasi F3
0,75 gram termasuk dalam kategori sangat kuat. Hal ini sesuai kategori
penentuan kekuatan aktivitas antioksidan menurut Molyneux (2004) yang
menyatakan bahwa suatu senyawa memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat
apabila nilai IC50 < 50 ppm, kuat apabila 50-100 ppm, sedang apabila 101-
150 ppm dan lemah apabila nilai IC50 > 150 ppm. Tetapi aktivitas antioksidan
pada sediaan krim berbeda dari aktivitas antioksidan ekstrak daun sirih merah
(piper crocatum uiz & pav), kemungkinan dikarenakan pengaruh
penggunaan bahan pada basis sediaan krim. Hal ini dikarenakan penggunaan
asam stearat yang dikombinasikan dengan TEA sebagai emulgator (anionik)
dalam formula dengan jumlah yg besar yatitu 16,5% dan 2,5%. Menurut
penelitian Hamzah (2014) kemampuan penghambatan radikal bebas juga
dipengaruhi oleh jumlah emulgator dalam sediaan, semakin besar konsentrasi
emulgator yang digunakan dalam sediaan krim maka aktivitas antioksidan
mengalami penurununan, disebabkan karena lebih banyak emulgator yang
dilindungi terhadap oksidasi oleh antioksidan zat aktif yang kemudian
bereaksi dengan radikal bebas DPPH dan menyebabkan terjadinya penurunan
aktivitas antioksidan pada sediaan krim ekstrak etanol Daun Sirih Merah.

Anda mungkin juga menyukai