PDF dihasilkan dengan menggunakan toolkit mwlib open source. Lihat http://code.pediapress.com/ untuk informasi lebih lanjut. PDF generated at: Sat, 11 Jan 2014 19:06:16 UTC
Isi
Artikel
Tinjauan Umum
Pemberontakan di Aceh Gerakan Aceh Merdeka 1 1 14 17 17 20 22 24 28 31 33 40 40 43 45 48 48 49
Tokoh Terkait
Hasan di Tiro Daud Beureu'eh Martti Ahtisaari Muhammad Jusuf Kalla Irwandi Yusuf Hamid Awaluddin Endriartono Sutarto
Peristiwa Terkait
Negara Islam Indonesia Operasi militer Indonesia di Aceh 1990-1998 Operasi militer Indonesia di Aceh 2003-2004
Lain-lain
Badan Reintegrasi Aceh Aceh Monitoring Mission
Referensi
Sumber dan Kontributor Artikel Sumber Gambar, Lisensi dan Kontributor 53 54
Lisensi Artikel
Lisensi 55
Tinjauan Umum
Pemberontakan di Aceh
Pemberontakan di Aceh (19762005)
Lokasi Aceh di Indonesia Tanggal 4 Desember 1976 15 Agustus 2005 Lokasi Hasil Aceh, Indonesia Persetujuan perdamaian Helsinki
Otonomi khusus untuk Aceh Pelucutan GAM Ditariknya tentara Indonesia Misi Pemantau Aceh Diadakannya pilkada
Komandan
Suharto Jusuf Habibie Abdurahman Wahid Megawati Sukarnoputri Susilo Yudhoyono Hasan di Tiro
Kekuatan
150,000
[1]
3,000
Korban
10.000 tewas
[2]
Pemberontakan di Aceh dikobarkan oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk memperoleh kemerdekaan dari Indonesia antara tahun 1976 hingga tahun 2005. Operasi militer yang dilakukan TNI dan Polri (2003-2004), beserta kehancuran yang disebabkan oleh gempa bumi Samudra Hindia 2004 menyebabkan diadakannya persetujuan perdamaian dan berakhirnya pemberontakan. Amnesty International merilis laporan Time To Face The Past pada April 2013 setelah pemerintah Indonesia dianggap gagal menjalankan kewajibannya sesuai perjanjian damai 2005. Laporan tersebut memperingatkan bahwa kekerasan baru akan terjadi jika masalah ini tidak diselesaikan.
Pemberontakan di Aceh
Latar belakang
Secara luas di Aceh, agama Islam yang sangat konservatif lebih dipraktekkan, hal ini berbeda dengan penerapan Islam yang moderat di sebagian besar wilayah Indonesia lain. Perbedaan budaya dan penerapan agama Islam antara Aceh dan banyak daerah lain di Indonesia ini menjadi gambaran sebab konflik yang paling jelas. Selain itu, kebijakan-kebijakan sekuler dalam administrasi Orde Baru Presiden Soeharto (1965-1998) sangat tidak populer di Aceh, di mana banyak tokoh Aceh membenci kebijakan pemerintahan Orde Baru pusat yang mempromosikan satu 'budaya Indonesia'. Selanjutnya, lokasi provinsi Aceh di ujung Barat Indonesia menimbulkan sentimen yang meluas di provinsi Aceh bahwa para pemimpin di Jakarta yang jauh tidak mengerti masalah yang dimiliki Aceh dan tidak bersimpati pada kebutuhan masyarakat Aceh dan adat istiadat di Aceh yang berbeda.
Garis waktu
Tahap pertama
Kecenderungan sistem sentralistik pemerintahan Soeharto, bersama dengan keluhan lain mendorong tokoh masyarakat Aceh Hasan di Tiro untuk membentuk Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada tanggal 4 Desember 1976 dan mendeklarasikan kemerdekaan Aceh. Ancaman utama yang dianggap melatarbelakangi adalah terhadap praktik agama Islam konservatif masyarakat Aceh, budaya pemerintah Indonesia yang dianggap "neo-kolonial", dan meningkatnya jumlah migran dari pulau Jawa ke provinsi Aceh. Distribusi pendapatan yang tidak adil dari sumber daya alam substansial Aceh juga menjadi bahan perdebatan. Serangan pertama GAM pada tahun 1977 dilakukan terhadap Mobil Oil Indonesia yang merupakan pemegang saham PT Arun NGL, perusahaan yang mengoperasikan ladang gas Arun. Pada tahap ini, jumlah pasukan yang dimobilisasi oleh GAM yang sangat terbatas. Meskipun telah ada ketidakpuasan cukup besar di Aceh dan simpati yang mungkin pada tujuan GAM, hal ini tidak mengundang partisipasi aktif massa. Dalam pengakuan Hasan di Tiro sendiri, hanya 70 orang yang bergabung dengannya dan mereka kebanyakan berasal dari kabupaten Pidie, terutama dari desa di Tiro sendiri, yang bergabung karena loyalitas pribadi kepada keluarga di Tiro, sementara yang lain karena kekecewaan terhadap pemerintah pusat. Banyak pemimpin GAM adalah pemuda dan profesional berpendidikan tinggi yang merupakan anggota kelas ekonomi atas dan menengah masyarakat Aceh. Kabinet pertama GAM, yang dibentuk oleh di Tiro di Aceh antara tahun 1976 dan 1979, terdiri dari tokoh pemberontakan Darul Islam berikut ini: Teungku Hasan di Tiro:Wali Negara, Menteri Pertahanan, dan Panglima Agung Dr Muchtar Hasbi: Wakil Presiden, Menteri Dalam Negeri Teungku Muhamad Usman Lampoih Awe: Menteri Keuangan Teungku Ilyas Leube: Menteri Kehakiman Dr Husaini M. Hasan: Menteri Pendidikan dan Informasi Dr Zaini Abdullah: Menteri Kesehatan Dr Zubir Mahmud: Menteri Sosial Dr Asnawi Ali: Menteri Pekerjaan Umum dan Industri Amir Ishak: Menteri Komunikasi Amir Mahmud Rasyid: Menteri Perdagangan Malik Mahmud: Menteri Luar Negeri
Para prajurit kelas menengah dan serdadu yang bergabung dalam GAM sendiri telah berjuang pada tahun 1953-1959 dalam pemberontakan Darul Islam. Banyak dari mereka adalah laki-laki tua yang tetap setia kepada mantan gubernur militer Aceh dan pemimpin pemberontakan Darul Islam di Aceh, Daud Beureueh. Orang yang paling menonjol dari kelompok ini adalah Teungku Ilyas Leube, seorang ulama terkenal yang pernah menjadi pemimpin pemberontakan Darul Islam. Beberapa orang anggota Darul Islam juga kemungkinan terkait dengan di Tiro melalui keluarga atau ikatan regional, namun kesetiaan mereka terutama adalah untuk Beureueh. Orang-orang inilah yang menyediakan
Pemberontakan di Aceh pengetahuan militer, pertempuran, pengetahuan lokal dan keterampilan logistik yang tidak memiliki pemimpin muda GAM yang berpendidikan. Pada akhir tahun 1979, tindakan penekanan yang dilakukan militer Indonesia telah menghancurkan GAM, pemimpin-pemimpin GAM berakhir di pengasingan, dipenjara, atau dibunuh; pengikutnya tercerai berai, melarikan diri dan bersembunyi. Para pemimpinnya seperti Di Tiro, Zaini Abdullah (menteri kesehatan GAM), Malik Mahmud (menteri luar negeri GAM), dan Dr Husaini M. Hasan (menteri pendidikan GAM) telah melarikan diri ke luar negeri dan kabinet GAM yang asli berhenti berfungsi.
Tahap kedua
Pada tahun 1985, di Tiro mendapat dukungan Libya untuk GAM, dengan mengambil keuntungan dari kebijakan Muammar Gaddafi yang mendukung pemberontakan nasionalis melalui "Mathaba Melawan Imperialisme, Rasisme, Zionisme dan Fasisme". Tidak jelas apakah Libya kemudian telah mendanai GAM, tapi yang pasti disediakan adalah tempat perlindungan di mana para serdadu GAM bisa menerima pelatihan militer yang sangat dibutuhkan. Sejumlah pejuang GAM yang dilatih oleh Libya selama periode 1986-1989 atau 1990 menceritakan pengakuan yang berbeda-beda. Perekrut GAM mengklaim bahwa jumlah mereka ada sekitar 1.000 sampai 2.000 sedangkan laporan pers yang ditulis berdasar laporan militer Indonesia menyatakan bahwa mereka berjumlah 600-800. Di antara para pemimpin GAM yang bergabung selama fase ini adalah Sofyan Dawood (yang kemudian menjadi komandan GAM Pas, Aceh Utara) dan Ishak Daud (yang menjadi juru bicara GAM di Peureulak, Aceh Timur). Insiden di tahap kedua dimulai pada tahun 1989 setelah kembalinya peserta pelatihan GAM dari Libya. Operasi yang dilakukan GAM antara lain operasi merampok senjata, serangan terhadap polisi dan pos militer, Teungku Muhammad Daud Beureueh pembakaran dan pembunuhan yang ditargetkan kepada polisi dan personel militer, informan pemerintah dan tokoh-tokoh yang pro-Republik Indonesia. Meskipun gagal mendapatkan dukungan yang luas, tindakan kelompok GAM yang lebih agresif ini membuat pemerintah Indonesia untuk memberlakukan tindakan represif. Periode antara tahun 1989 dan 1998 kemudian menjadi dikenal sebagai era Daerah Operasi Militer (DOM) Aceh ketika militer Indonesia meningkatkan operasi kontra-pemberontakan di Aceh. Langkah ini, meskipun secara taktik berhasil menghancurkan kekuatan gerilya GAM, telah mengakibatkan korban di kalangan penduduk sipil lokal di Aceh. Karena merasa terasing dari Republik Indonesia setelah operasi militer tersebut, penduduk sipil Aceh kemudian memberi dukungan dan membantu GAM membangun kembali organisasinya ketika militer Indonesia hampir seluruhnya ditarik dari Aceh atas perintah presiden Habibie pada akhir era 1998 setelah kejatuhan Soeharto.[3] Komandan penting GAM telah entah dibunuh (komandan GAM Pas Yusuf Ali dan panglima senior GAM Keuchik Umar), ditangkap (Ligadinsyah Ibrahim) atau lari (Robert, Arjuna dan Daud Kandang).
Pemberontakan di Aceh
Tahap ketiga
Pada tahun 1999, terjadi kekacauan di Jawa dan pemerintah pusat yang tidak efektif karena jatuhnya Soeharto memberikan keuntungan bagi Gerakan Aceh Merdeka dan mengakibatkan pemberontakan tahap kedua, kali ini dengan dukungan yang besar dari masyarakat Aceh.[4] Pada tahun 1999 penarikan pasukan diumumkan, namun situasi keamanan yang memburuk di Aceh kemudian menyebabkan pengiriman ulang lebih banyak tentara. Jumlah tentara diyakini telah meningkat menjadi sekitar 15.000 selama masa jabatan Presiden Megawati Soekarnoputri (2001 -2004) pada pertengahan 2002. GAM mampu menguasai 70 persen pedesaan di seluruh Aceh.
Selama fase ini, ada dua periode penghentian konflik singkat: yaitu "Jeda Kemanusiaan" tahun 2000 dan "Cessation of Hostilities Agreement" (COHA) ("Kesepakatan Penghentian Permusuhan") yang hanya berlangsung antara Desember 2002 ketika ditandatangani dan berakhir pada Mei 2003 ketika pemerintah Indonesia menyatakan "darurat militer" di Aceh dan mengumumkan bahwa ingin menghancurkan GAM sekali dan untuk selamanya. Dalam istirahat dari penggunaan cara-cara militer untuk mencapai kemerdekaan, GAM bergeser posisi mendukung penyelenggaraan referendum. Dalam demonstrasi pro-referendum 8 November 1999 di Banda Aceh, GAM memberikan dukungan dengan menyediakan transportasi pada para pengunjuk rasa dari daerah pedesaan ke ibukota provinsi. Pada tanggal 21 Juli 2002, GAM juga mengeluarkan Deklarasi Stavanger setelah pertemuan "Worldwide Achehnese Representatives Meeting" di Stavanger, Norwegia. Dalam deklarasi tersebut, GAM menyatakan bahwa "Negara Aceh mempraktekkan sistem demokrasi." Impuls hak-hak demokratis dan hak asasi manusia dalam GAM ini ini dilihat sebagai akibat dari upaya kelompok berbasis perkotaan di Aceh yang mempromosikan nilai-nilai tersebut karena lingkungan yang lebih bebas dan lebih terbuka setelah jatuhnya rezim otoriter Soeharto. Memburuknya kondisi keamanan sipil di Aceh menyebabkan tindakan pengamanan keras diluncurkan pada tahun 2001 dan 2002. Pemerintah Megawati akhirnya pada tahun 2003 meluncurkan operasi militer untuk mengakhiri konflik dengan GAM untuk selamanya dan keadaan darurat dinyatakan di Provinsi Aceh. Pada bulan November 2003 darurat militer diperpanjang lagi selama enam bulan karena konflik belum terselesaikan. Menurut laporan Human Rights Watch,[5] militer Indonesia kembali melakukan pelanggaran hak asasi manusia dalam operasi ini seperti operasi sebelumnya, dengan lebih dari 100.000 orang mengungsi di tujuh bulan pertama darurat militer dan pembunuhan di luar hukum yang umum. Konflik ini masih berlangsung ketika tiba-tiba bencana Tsunami bulan Desember 2004 memporakporandakan provinsi Aceh dan membekukan konflik yang terjadi di tengah bencana alam terbesar dalam sejarah Indonesia tersebut.
Tentara Wanita dari Gerakan Aceh Merdeka dengan komandan GAM Abdullah Syafei'i, 1999
Pemberontakan di Aceh Bencana tsunami dahsyat tersebut walaupun menyebabkan kerugian manusia dan material yang besar bagi kedua belah pihak, juga menarik perhatian dunia internasional terhadap konflik di Aceh. Upaya-upaya perdamaian sebelumnya telah gagal, tetapi karena sejumlah alasan, termasuk tsunami tersebut, perdamaian akhirnya menang pada tahun 2005 setelah 29 tahun konflik berkepanjangan. Era pasca-Soeharto dan masa reformasi yang liberal-demokratis, serta perubahan dalam sistem militer Indonesia, membantu menciptakan lingkungan yang lebih menguntungkan bagi pembicaraan damai. Peran Presiden Indonesia yang baru terpilih, Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla adalah sangat signifikan dalam menangnya perdamaian di Aceh.[8] Pada saat yang sama, kepemimpinan juga GAM mengalami perubahan, dan militer Indonesia telah menimbulkan begitu banyak kerusakan pada gerakan pemberontak yang mungkin menempatkan GAM di bawah tekanan kuat untuk bernegosiasi.[9] Perundingan perdamaian tersebut difasilitasi oleh LSM berbasis Finlandia, Crisis Management Initiative, dan dipimpin oleh mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari. Perundingan ini menghasilkan kesepakatan damai [10] ditandatangani pada 15 Agustus 2005. Berdasarkan perjanjian tersebut, Aceh akan menerima otonomi khusus di bawah Republik Indonesia, dan tentara non-organik (mis. tentara beretnis non-Aceh) akan ditarik dari provinsi Aceh (hanya menyisakan 25.000 tentara), dan dilakukannya pelucutan senjata GAM. Sebagai bagian dari perjanjian tersebut, Uni Eropa mengirimkan 300 pemantau yang tergabung dalam Aceh Monitoring Mission (Misi Pemantau Aceh). Misi mereka berakhir pada tanggal 15 Desember 2006, setelah suksesnya pilkada atau pemilihan daerah gubernur Aceh yang pertama. Aceh telah diberikan otonomi yang lebih luas melalui UU Pemerintah, meliputi hak khusus yang disepakati pada tahun 2002 serta hak masyarakat Aceh untuk membentuk partai politik lokal untuk mewakili kepentingan mereka. Namun, pendukung HAM menyoroti bahwa pelanggaran HAM sebelumnya di provinsi Aceh akan perlu ditangani. Selama pilkada gubernur Aceh diadakan pada bulan Desember 2006, mantan anggota GAM dan partai nasional berpartisipasi. Pemilihan itu dimenangkan oleh Irwandi Yusuf, yang basis dukungannya sebagian besar terdiri dari para mantan anggota GAM.
Pemberontakan di Aceh pada 1962 diikuti oleh sekitar 15 tahun periode di mana tidak ada masalah keamanan atau politik khusus di Aceh terhadap pemerintah pusat. Tim Kell juga menunjukkan bahwa mantan pemimpin-pemimpin pemberontakan Darul Islam 1953-1962 telah dengan niat bergabung dengan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dalam operasi penumpasan berdarah Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1965 dan 1966.
Agama
Aceh memiliki penganut Islam sebagai kelompok agama mayoritas. Namun, secara umum diakui bahwa Aceh adalah daerah di mana Islam pertama kali masuk ke kepulauan Melayu. Kerajaan Islam pertama yang dikenal adalah Pasai (dekat Lhokseumawe sekarang di Aceh Utara) yang didirikan pertengahan abad ke-13. Bukti arkeologis paling awal yang ditemukan untuk mendukung pandangan ini adalah batu makam Sultan Malik al-Saleh yang meninggal pada tahun 1297. Dalam abad-abad berikutnya, Pasai dikenal sebagai pusat pembelajaran agama Islam dan model "pemerintahan Islam" di mana kerajaan lain di kepulauan Melayu melihat untuk belajar. Bagian identitas Aceh yang berbeda dari daerah lainnya ini berasal dari statusnya tersebut, sebagai wilayah Islam awal dan contoh untuk kesultanan-kesultanan lain di kepulauan Melayu. Keterpisahan Aceh dari daerah lain di Indonesia karena agama Islam ini bisa dilihat dari sejarah, terutama dari pembentukan Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) tahun 1939 oleh ulama Islam modernis Aceh. Organisasi ini secara eksklusif beranggotakan suku Aceh. Perlu dicatat bahwa di Aceh sendiri, sebagian besar ormas pan-Indonesia telah lemah, bahkan Muhammadiyah, organisasi terbesar bagi umat Islam yang berhaluan modernis di Indonesia, gagal membuat terobosan di Aceh di luar daerah perkotaan dan sebagian besar anggotanya beretnis non-Aceh. Namun, juga perlu dicatat bahwa meskipun organisasi PUSA bersifat parokial, organisasi ini tetap diidentifikasi berhaluan pan-Islamisme di mana tujuannya adalah untuk semua umat Islam untuk bersatu di bawah syariah. Faktor penyebab keagamaan lain bagi separatisme di Aceh adalah perlakuan yang didapat kelompok Muslim dan partai politik di Aceh oleh administrasi Orde Baru rezim Presiden Soeharto. Pertama, adanya penggabungan paksa semua partai politik yang mewakili kepentingan Islam ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada tahun 1973. Anggota dan simpatisan partai politik Islam di Aceh mengalamiberbagai tingkat pelecehan. Walaupun Aceh mempunyai status wilayah khusus, Aceh tidak diizinkan untuk menerapkan syariah atau untuk mengintegrasikan sekolah-sekolah agama Islam (madrasah) dengan sekolah-sekolah nasional untuk menjadi sistem pendidikan terpadu, kedua proposal Aceh ini diabaikan oleh pemerintah pusat. Meskipun Indonesia adalah negara bermayoritas penduduk Muslim, dengan membangun adanya "konsepsi diri" di Aceh akan perannya dalam Islam dan dengan adanya sikap bermusuhan Orde Baru terhadap pengaruh sosial dalam bentuk-bentuk Islam di Aceh, GAM mampu membingkai perjuangan mereka melawan pemerintah Indonesia sebagai "prang sabi" ("perang suci" atau "jihad" menurut Islam). Dalam banyak cara yang sama, istilah ini banyak digunakan dalam "Perang Kafir" (atau Perang Aceh) melawan Belanda tahun 1873-1913. Indikasi tentang ini adalah peminjaman istilah-istilan dalam buku Hikayat Prang Sabi ("Cerita Perang Suci"), sebuah kumpulan cerita Aceh yang digunakan untuk menginspirasi perlawanan terhadap Belanda, oleh beberapa simpatisan GAM sebagai propaganda melawan pemerintah Indonesia. Sebelum gelombang kedua pemberontakan oleh GAM pada akhir 1980-an, telah diamati bahwa beberapa orang telah memaksa anak-anak sekolah Aceh untuk malah menyanyikan lagu Hikayat Prang Sabi, daripada lagu nasional Indonesia, Indonesia Raya. Bahan publikasi politik GAM juga menggambarkan Pancasila, ideologi negara resmi Indonesia sebagai "ajaran politeistik" yang dilarang oleh Islam. Kendati hal di atas, terlihat bahwa pada masa setelah jatuhnya Soeharto pada tahun 1998, agama Islam sebagai faktor pendorong separatisme Aceh mulai mereda, bahkan setelah terjadi proliferasi munculnya serikat mahasiswa Muslim dan kelompok-kelompok ormas Islam lainnya di Aceh. Telah dicatat bahwa kelompok-kelompok baru yang muncul tersebut jarang menyerukan pelaksanaan syariah di Aceh. Sebaliknya, mereka menekankan perlunya referendum kemerdekaan Aceh dan menyoroti pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (TNI) di Aceh. Demikian pula, posisi GAM pada syariah juga bergeser. Ketika pemerintah pusat mengeluarkan UU Nomor 44/1999 tentang Otonomi Aceh yang mencakup ketentuan pelaksanaan syariah di Aceh, GAM malah
Pemberontakan di Aceh mengutuk langkah pemerintah Indonesia tersebut sebagai tidak relevan dan mungkin upaya untuk menipu Aceh atau menggambarkan mereka ke dunia luar sebagai fanatik agama. Meskipun mengubah sikap terhadap syariah, posisi GAM tidaklah jelas. Hal ini dicatat oleh International Crisis Group (ICG) bahwa antara tahun 1999 dan 2001, terjadi beberapa kasus secara periodik di mana komandan militer lokal GAM memaksakan penerapan hukum syariah di masyarakat Aceh dimana mereka memiliki pengaruh. Aspinall mengamati bahwa secara keseluruhan, posisi GAM yang berubah-ubah terhadap syariah dan Islam di Aceh tergantung pada lingkungan internasional dan negara yang mereka inginkan dukungannya untuk kemerdekaan mereka, yaitu: jika negara Barat yang mereka anggap penting, Islam akan tidak ditekankan, namun jika negara-negara Islam yang dianggap penting, Islam akan sangat ditekankan.
Keluhan ekonomi
Masalah utama yang berkaitan dengan masalah ekonomi Aceh adalah terkait pendapatan yang diperoleh dari industri minyak dan gas di Aceh. Robinson berpendapat bahwa manajemen Orde Baru, eksploitasi sumber daya alam Aceh dan pembagian yang tidak adil dari sumber daya tersebut adalah akar penyebab pemberontakan Aceh. Dari tahun 1970-an sampai pertengahan 1980-an, Aceh telah mengalami "booming LNG" setelah penemuan gas alam di pantai timur laut provinsi Aceh. Selama periode yang sama, Aceh menjadi sumber pendapatan utama bagi pemerintah pusat. Pada tahun 1980, Aceh memberikan kontribusi yang signifikan kepada ekspor Indonesia ketika menjadi sumber ekspor terbesar ketiga setelah provinsi Kalimantan Timur dan Riau. Meskipun demikian, hampir semua pendapatan minyak dan gas dari kegiatan produksi dan ekspor di Aceh dialokasikan ke pemerintah pusat baik secara langsung maupun melalui perjanjian bagi hasil dengan perusahaan minyak negara Pertamina. Selain itu, pemerintah pusat tidak kembali menginvestasikan cukup banyak pendapatan tersebut kembali ke provinsi Aceh. Hal ini menyebabkan beberapa teknokratis Aceh yang mulai menonjol saat itu untuk mengeluh bahwa provinsi Aceh telah diperlakukan tidak adil secara ekonomi dan bahwa Aceh telah terpinggirkan dan diabaikan sebagai daerah pinggiran. Robinson mencatat bahwa meskipun beberapa pengusaha bisnis yang kecil di Aceh telah mendapat manfaat dari masuknya modal asing selama booming LNG, ada banyak yang merasa dirugikan saat kalah dari orang lain dengan koneksi politik yang lebih kuat ke pemerintah pusat, terutama pemimpin GAM sendiri, yaitu Hasan di Tiro. Hasan di Tiro adalah salah satu pihak yang dirugikan ketika ia mengajukan tawaran kontrak pipa minyak untuk Mobil Oil Indonesia pada tahun 1974, namun dikalahkan oleh sebuah perusahaan Amerika Serikat. Robinson mencatat waktu deklarasi kemerdekaan GAM pada bulan Desember 1976 dan aksi militer pertama GAM pada tahun 1977 terhadap Mobil Oil terjadi pada waktu yang sama ketika fasilitas ekstraksi dan pengolahan gas alam telah diresmikan. Memang, dalam deklarasi kemerdekaan GAM, GAM mengklaim sebagai berikut: "Aceh, Sumatera, telah menghasilkan pendapatan lebih dari 15 miliar dolar AS setiap tahunnya untuk neokolonialis Jawa, yang mereka gunakan seluruhnya untuk kepentingan Jawa dan orang Jawa." Walaupun demikian, Robinson mencatat bahwa meskipun faktor ini menjelaskan sebagian alasan munculnya pemberontakan GAM pada pertengahan 1970-an, hal ini tidak menjelaskan munculnya kembali GAM pada tahun 1989 dan tingkat kekerasan yang tidak pernah dilihat sebelumnya sejak saat itu. Aspinall juga mendukung sudut pandang ini dan berpendapat bahwa meskipun keluhan mengenai sumber daya alam dan ekonomi tidak boleh dihiraukan sebagai penyebab, faktor ini bukan penyebab secara keseluruhan, dengan contoh propinsi Riau dan Kalimantan Timur yang juga menghadapi eksploitasi ekonomi yang sama atau bahkan lebih buruk oleh pemerintah pusat, tetapi tidak memunculkan pemberontakan separatis karena perbedaan kondisi politik. Dia melanjutkan bahwa keluhan berlatar ekonomi dan sumber daya alam telah menjadi sarana bagi GAM untuk meyakinkan masyarakat Aceh bahwa mereka harus meninggalkan harapan untuk perlakuan khusus dan otonomi di Indonesia dan sebaliknya berjuang untuk memulihkan kejayaan Aceh dengan mendapat kemerdekaan.
Pemberontakan di Aceh
Pemberontakan di Aceh mengilhami mereka untuk bergabung dengan GAM. Konstituen GAM juga sering merupakan penduduk masyarakat pedesaan di mana semua orang tahu dan kenal erat dengan tetangga mereka. Adanya pertalian erat ini memungkinkan kesinambungan serta resistensi tingkat tinggi terhadap infiltrasi oleh aparat intelijen negara. Aspinall juga mengakui kuatnya ketahanan GAM ada pada strukturnya yang seperti sel pada tingkat yang lebih rendah. Tingkat di bawah komandan militer regional (atau panglima wilyah) adalah satuan yang diperintah oleh komandan junior (panglima muda) dan bahkan komandan tingkat yang lebih rendah (Panglima Sagoe dan Ulee Sagoe) yang tidak mengetahui identitas rekan-rekan mereka di daerah tetangga dan hanya mengenal mereka yang langsung berpangkat di atas mereka. Karakter ini memungkinkan GAM untuk bertahan sebagai sebuah organisasi meskipun ada di bawah upaya penekanan kuat oleh aparat keamanan negara Indonesia.
Pemberontakan di Aceh dalam mengetahui siapa adalah anggota GPK. Kami kemudian menyelesaikan masalah tersebut." Menolak untuk berpartisipasi dalam kelompok-kelompok tersebut atau kegagalan untuk menunjukkan komitmen yang cukup untuk menghancurkan musuh dengan mengidentifikasi, menangkap atau membunuh terduga pemberontak kadang-kadang mengakibatkan hukuman oleh pasukan pemerintah, termasuk penyiksaan umum, penangkapan dan eksekusi.
10
Pemberontakan di Aceh
11
Tekanan internasional
Opini internasional pasca-tsunami juga lebih condong ke dialog damai Helsinki yang dilaksanakan antara pemerintah Indonesia dan GAM. Kedua pihak mengirimkan pejabat tertingginya sebagai negosiator, sementara perwakilan pada dialog Cessation of Hostilities Agreement (CoHA) yang ditandatangani bulan Desember 2002 adalah perwakilan yang cenderung masih di tingkat junior. Para petinggi GAM juga menilai bahwa selama dialog damai Helsinki tidak ada komunitas internasional yang mendukung aspirasi kemerdekaan Aceh. Tentang hal ini, Malik berkata: Kami melihat dunia tidak memedulikan keinginan kami untuk merdeka, jadi kami berpikir selama proses [negosiasi ini] bahwa [otonomi dan pemerintahan sendiri] itulah solusi terbaik yang ada di hadapan kami. Saat menjelaskan kepada para komandan GAM mengenai penerimaan tawaran pemerintahan sendiri alih-alih melanjutkan perjuangan kemerdekaan, para petinggi GAM menegaskan bahwa jika mereka terus memaksa menuntut kemerdekaan setelah tsunami 2004, mereka akan terancam dikucilkan oleh komunitas internasional.
Pemberontakan di Aceh
12
Pemberontakan di Aceh
13
Referensi
[1] Miller, Michelle Ann. Rebellion and Reform in Indonesia. Jakarta's Security and Autonomy Policies in Aceh (London: Routledge 2008) ISBN 978-0-415-45467-4 [2] Casualties Of The War In Ache (http:/ / www. peacewomen. org/ news/ Acheh/ Feb04/ casualties. html) [3] Leonard Sebastian, "Realpolitik: Indonesia's Use of Military Force", 2006, Institute of Southeast Asian Studies [4] Miller, Michelle Ann. op. cit. [5] Human Rights Watch (http:/ / hrw. org/ reports/ 2003/ indonesia1203/ 5. htm#_Toc58915047) [6] Pengakuan yang sangat berguna dan rinci dari proses negosiasi dari pihak Indonesia dalam buku oleh negosiator kunci Indonesia , Hamid Awaludin, Peace in Aceh: Notes on the peace process between the Republic of Indonesia and the Aceh Freedom Movement (GAM) in Helsinki, diterjemahkan Tim Scott, 2009, Centre for Strategic and International Studies, Jakarta. ISBN 978-979-1295-11-6. [7] http:/ / www. asiapacific. ca/ analysis/ pubs/ pdfs/ commentary/ cac43. pdf [8] See Hamid Awaludin, op. cit. [9] Asia Times Online :: Southeast Asia news - A happy, peaceful anniversary in Aceh (http:/ / www. atimes. com/ atimes/ Southeast_Asia/ HH15Ae01. html) [10] Text of the MOU (http:/ / www. aceh-mm. org/ download/ english/ Helsinki MoU. pdf) (PDF format) [11] Amnesty: Indonesia 'failing to uphold' Aceh peace terms (http:/ / www. bbc. co. uk/ news/ world-asia-22198860)
Pranala luar
INDONESIA: THE WAR IN ACEH (HRW report, 2001) (http://www.hrw.org/reports/2001/aceh/index. htm) Aceh Peace (http://alertnet.org/db/crisisprofiles/ID_PEA.htm?v=in_detail) From Reuters Alertnet (http:// alertnet.org) Full text of the Agreement between the Government of Indonesia and the Free Aceh Movement, 18 August 2005 (http://peacemaker.un.org/node/1099), UN Peacemaker Full text of the Cessation of Hostilities Agreement Between the Government of Indonesia and the Free Aceh Movement, 9 December 2002 (http://peacemaker.un.org/node/1105), UN Peacemaker
14
Bendera GAM Masa tugas Negara 4 Desember 1976 - 27 Desember 2005 Indonesia
Aliansi(sekutu) Nasional, separatis Spesialisasi Markas Peralatan Pertempuran Gerilya Pegunungan dan hutan di Aceh Tentara kecil and dinamit Pemberontakan di Aceh
Komandotempur
Komandan Hasan di Tiro (meninggal)
Lencana
Lencana 1 Lencana 2 Bulan sabit dan bintang Initials "GAM"
Gerakan Aceh Merdeka, atau GAM adalah sebuah organisasi (yang dianggap separatis) yang memiliki tujuan supaya Aceh, yang merupakan daerah yang sempat berganti nama menjadi Nanggroe Aceh Darussalam lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konflik antara pemerintah RI dan GAM yang diakibatkan perbedaan keinginan ini telah berlangsung sejak tahun 1976 dan menyebabkan jatuhnya hampir sekitar 15.000 jiwa. Gerakan ini juga dikenal dengan nama Aceh Sumatra National Liberation Front (ASNLF). GAM dipimpin oleh Hasan di Tiro selama hampir tiga dekade bermukim di Swedia dan berkewarganegaraan Swedia. Pada tanggal 2 Juni 2010, ia memperoleh status kewarganegaraan Indonesia, tepat sehari sebelum ia meninggal dunia di Banda Aceh. [1].
Garis waktu
Pada 4 Desember 1976 inisiator Gerakan Aceh Merdeka Hasan di Tiro dan beberapa pengikutnya mengeluarkan pernyataan perlawanan terhadap pemerintah RI yang dilangsungkan di perbukitan Halimon di kawasan Kabupaten Pidie. Diawal masa berdirinya GAM nama resmi yang digunakan adalah AM, Aceh Merdeka. Oleh pemerintah RI pada periode 1980-1990 nama gerakan tersebut dikatakan dengan GPK-AM. Perlawanan represif bersenjata gerakan tersebut mendapat sambutan keras dari pemerintah pusat RI yang akhirnya menggelar sebuah operasi militer di Provinsi Daerah Istimewa Aceh yang dikenal dengan DOM (Daerah Operasi Militer) pada paruh akhir 80-an sampai dengan penghujung 90-an, operasi tersebut telah membuat para aktivis AM terpaksa melanjutkan perjuangannya dari daerah pengasingan. Disaat rezim Orde Baru berakhir dan reformasi dilangsungkan di Indonesia, seiring dengan itu pula Gerakan Aceh Merdeka kembali eksis dan menggunakan nama GAM sebagai identitas organisasinya.
Gerakan Aceh Merdeka Konflik antara pemerintah RI dengan GAM terus berlangsung hingga pemerintah menerapkan status Darurat Militer di Aceh pada tahun 2003, setelah melalui beberapa proses dialogis yang gagal mencapai solusi kata sepakat antara pemerintah RI dengan aktivis GAM. Konflik tersebut sedikit banyak telah menekan aktivitas bersenjata yang dilakukan oleh GAM, banyak di antara aktivis GAM yang melarikan diri ke luar daerah Aceh dan luar negeri. Bencana alam gempa bumi dan tsunami pada 26 Desember 2004 telah memaksa pihak-pihak yang bertikai untuk kembali ke meja perundingan atas inisiasi dan mediasi oleh pihak internasional. Pada 27 Februari 2005, pihak GAM dan pemerintah RI memulai tahap perundingan di Vantaa, Finlandia. Mantan presiden Finlandia Marti Ahtisaari berperan sebagai fasilitator. Pada 17 Juli 2005, setelah perundingan selama 25 hari, tim perunding Indonesia berhasil mencapai kesepakatan damai dengan GAM di Vantaa, Helsinki, Finlandia. Penandatanganan nota kesepakatan damai dilangsungkan pada 15 Agustus 2005. Proses perdamaian selanjutnya dipantau oleh sebuah tim yang bernama Aceh Monitoring Mission (AMM) yang beranggotakan lima negara ASEAN dan beberapa negara yang tergabung dalam Uni Eropa. Di antara poin pentingnya adalah bahwa pemerintah Indonesia akan turut memfasilitasi pembentukan partai politik lokal di Aceh dan pemberian amnesti bagi anggota GAM. Meski, perdamaian tersebut, sejatinya sampai sekarang masih menyisakan persoalan yang belum menemukan jalan keluar. Misal saja berkait dengan Tapol/Napol Aceh yang masih berada di penjara Cipinang, Jakarta seperti Ismuhadi, dkk. Selain juga persoalan kesejahteraan mantan prajurit kombatan GAM yang cenderung hanya dinikmati oleh segelintir elit. Seluruh senjata GAM yang mencapai 840 pucuk selesai diserahkan kepada AMM pada 19 Desember 2005. Kemudian pada 27 Desember, GAM melalui juru bicara militernya, Sofyan Dawood, menyatakan bahwa sayap militer mereka telah dibubarkan secara formal.
15
Tokoh-tokoh GAM
Daud Paneuk Dr. Zubir Dr. Mukhtar Ishak Daud Abdullah Syafi'ie Said Adnan
MP GAM
Selain GAM, pada masa konflik tersebut juga muncul sebuah gerakan tandingan yang dikendalikan dari luar negeri yang disebut dengan MP GAM. Gerakan tersebut kurang mendapat sambutan dari masyarakat luas di Aceh. Pada awal tahun 2000-an juru bicara gerakan tersebut tewas dalam sebuah aksi penembakan di Malaysia.
Pranala luar
(Aceh) (Inggris) (Indonesia) Acheh-Sumatra National Liberation Front [2] (Indonesia) Terjemahan resmi nota kesepahaman Pemerintah Indonesia dan GAM [3] (format PDF)
16
Referensi
[1] Otto Syamsuddin Ishak, dkk, Hasan Tiro: Unfinished Story of Aceh, Bandar Publishing-Banda Aceh, 2010 [2] http:/ / www. asnlf. org [3] http:/ / www. cmi. fi/ files/ Aceh_MoU_bahasa. pdf
17
Tokoh Terkait
Hasan di Tiro
Tengku Hasan Muhammad di Tiro
Julukan Lahir Meninggal Wali,
[1]
Hasan di Tiro
25 Agustus 1925 Aceh, Hindia Belanda 3 Juni 2010 (umur84) Banda Aceh, Indonesia
Pengabdian Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Lamadinas 4 Desember 1976 27 Desember 2005 Perang Pemberontakan di Aceh
Teungku Hasan Muhammad di Tiro (lahir di Pidie, Aceh, 25 September 1925meninggal di Banda Aceh, 3 Juni 2010 pada umur 84 tahun ) adalah seorang tokoh pendiri Gerakan Aceh Merdeka, sebuah gerakan yang berusaha memperjuangkan kemerdekaan Aceh dari Indonesia. Gerakan tersebut resmi berdamai lewat perjanjian Helsinki pada 2005 dan melucuti senjata mereka. Hasan dianggap "wali", karena dia adalah keturunan ketiga Tengku Chik Muhammad Saman di Tiro, pahlawan nasional Indonesia yang berperang melawan Belanda pada 1890an.
Kehidupan awal
Berasal dari sebuah keluarga terpadang, dari desa Tiro di Kabupaten Pidie, di Tiro belajar di Yogyakarta dan melawan Belanda saat Revolusi Nasional Indonesia. Ia kemudian melanjutkan belajar di Amerika Serikat dan bekerja paruh waktu di Misi Indonesia untuk PBB. Saat belajar di New York pada 1953, ia mendeklarasikan dirinya sebagai "menteri luar negeri" untuk gerakan pemberontak Darul Islam, yang di Aceh dipimpin Daud Beureueh. Karena aksi ini, ia dicabut kewarganegaraan Indonesia, menyebabkan dia dipenjara di Penjara Ellis Island sebagai warga asing ilegal Pemberontakan Darul Islam di Aceh sendiri berakhir dengan perjanjian damai pada 1962. Dibawah perjanjian damai, Aceh diberikan status otonomi.
Hasan di Tiro
18
Mendirikan GAM
Di Tiro kembali muncul di Aceh pada tahun 1974, di mana ia mengajukan tawaran untuk kontrak pipa di pabrik gas baru Mobil Oil yang akan dibangun di daerah Lhokseumawe. Dia dikalahkan oleh Bechtel, dalam proses tender di mana di Tiro berpikir pemerintah pusat memiliki terlalu banyak kontrol terhadap gas di Aceh.[2] Ada klaim yang menyatakan bahwa, sebagai akibat dari kerugian dan kematian saudaranya karena apa yang ia dianggap sebagai kelalaian yang disengaja oleh dokter dari etnis Jawa, di Tiro mulai mengorganisir gerakan separatis menggunakan kenalan lamanya di Darul Islam.
Spanduk ungkapan duka cita di makam Hasan
Dia menyatakan organisasinya sebagai Front Pembebasan Nasional Tiro di Mureu Lamglumpang, Indrapuri, Aceh Besar Aceh Sumatera, lebih dikenal sebagai Gerakan Aceh Merdeka pada tanggal 4 Desember 1976. Di antara tujuannya adalah kemerdekaan penuh Aceh dari Indonesia. Di Tiro memilih kemerdekaan sebagai salah satu tujuan GAM, bukan otonomi khusus daerah, karena fokus pada sejarah Aceh sebelum masa kolonial Belanda sebagai sebuah negara merdeka. GAM berbeda dari pemberontakan Darul Islam yang berusaha untuk menggulingkan ideologi Pancasila yang sekuler dan menciptakan negara Islam Indonesia berdasarkan syariah. Dalam "Deklarasi Kemerdekaan", ia mempertanyakan hak Indonesia untuk berdiri sebagai negara, karena pada asalnya itu adalah negara multi-budaya berdasarkan kekaisaran kolonial Belanda dan terdiri dari negara-negara sebelumnya yang terdiri atas banyak sekali etnis dengan sedikit kesamaan. Dengan demikian, di Tiro percaya bahwa rakyat Aceh harus memulihkan keadaan pra-kolonial Aceh sebagai negara merdeka dan harus terpisah dari negara Indonesia.[3] Karena fokus baru pada sejarah Aceh dan identitas etnik yang berbeda, beberapa kegiatan GAM melibatkan serangan terhadap para transmigran, terutama mereka yang bekerja dengan tentara Indonesia, dalam upaya untuk mengembalikan tanah Aceh untuk masyarakat Aceh. Transmigran etnis Jawa di antara mereka yang paling sering menjadi target, karena banyak di antara mereka yang berhubungan dekat mereka dengan tentara Indonesia. Prinsip militer GAM, bagaimanapun, melibatkan serangan gerilya terhadap tentara dan polisi Indonesia. Pada tahun 1977, setelah memimpin serangan GAM di mana salah satu insinyur Amerika Serikat tewas dan satu insinyur Amerika lain dan satu insinyur Korea Selatan terluka, Hasan diburu oleh militer Indonesia. Ia ditembak di kaki dalam sebuah penyergapan militer, dan melarikan diri ke Malaysia. Dari tahun 1980, di Tiro tinggal di Stockholm, Swedia dan memiliki kewarganegaraan Swedia. Selama periode ini Zaini Abdullah, yang menjadi gubernur Aceh pada Juni 2012, adalah salah satu rekan Aceh terdekatnya di Swedia. Setelah tsunami pada bulan Desember 2004, GAM dan pemerintah Indonesia setuju untuk menandatangani perjanjian damai yang ditandatangani di Helsinki, Finlandia pada Agustus 2005. Menurut ketentuan perjanjian perdamaian, yang diterima oleh pimpinan politik GAM dan disahkan oleh di Tiro, Aceh mendapat status otonomi yang lebih besar. Tak lama setelah itu, sebuah Undang-Undang baru tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh disahkan oleh parlemen nasional di Jakarta untuk mendukung pelaksanaan perjanjian damai. Pada bulan Oktober 2008, setelah 30 tahun pengasingan, di Tiro kembali ke Aceh. Selama konflik, pada tiga kesempatan terpisah pemerintah Indonesia keliru menyatakan bahwa Hasan di Tiro telah meninggal.
Makam Hasan Tiro berdampingan dengan makam buyutnya, Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman
Hasan di Tiro
19
Kembali ke Aceh
Pada 11 Oktober 2008, setelah 30 tahun, dia kembali ke Banda Aceh. Masalah kesehatannya membuatnya tak berperan aktif dalam percaturan politik Aceh selanjutnya. Dia kembali ke Swedia dua pekan berikutnya.[4] Setahun kemudian, ia kembali ke Aceh, [5] dan bertahan di sana sampai kematiannya.[6] Pada 2 Juni 2010, Hasan dianugerahi status warga negara oleh pemerintah Indonesia.[7]. Hari berikutnya, ia wafat di rumah sakit di Banda Aceh.
Referensi
[1] Hasan Tiro hospitalized again (http:/ / serambinews. com/ news/ view/ 31447/ hasan-tiro-kembali-masuk-rumah-sakit) [2] Nessen, William, Acehs National Liberation Movement, in Veranda of Violence ed. Anthony Reid (Singapore: Singapore University Press, 2006), p. 184 [3] Salinan Deklarasi Kemerdekaan Aceh (http:/ / acehnet. tripod. com/ declare. htm) di Acehnet [4] Indonesia: Hasan Tiro returns to Sweden (http:/ / www. accessmylibrary. com/ article-1G1-187954750/ indonesia-hasan-tiro-returns. html) [5] Hasan Tiro arrives in Aceh (http:/ / nasional. vivanews. com/ news/ read/ 97885-hasan_tiro_tiba_di_aceh) [6] Hasan Tiro hospitalized (http:/ / nasional. vivanews. com/ news/ read/ 111445-hasan_tiro_masuk_rumah_sakit) [7] Hasan Tiro an Indonesian citizen again (http:/ / www. antara. co. id/ berita/ 1275398521/ hasan-tiro-kembali-jadi-wni)
Daud Beureu'eh
20
Daud Beureu'eh
Teungku Daud Beureu'eh
Gubernur Aceh ke-3 Masa jabatan 1948 1952 Didahului oleh Digantikan oleh Teuku Daud Syah Teuku Sulaiman Daud
Informasi pribadi Lahir 17 September 1899 Pidie, Aceh 10 Juni 1987 (umur 87) Banda Aceh, Aceh Islam
Meninggal
Agama
Teungku Muhammad Daud Beureu'eh (lahir di Beureu'eh, kabupaten Pidie, Aceh, 17 September 1899meninggal di Aceh, 10 Juni 1987 pada umur 87 tahun ) atau yang nama lengkapnya adalah Teungku Muhammad Daud Beureu'eh adalah mantan Gubernur Aceh, pendiri NII di Aceh dan pejuang kemerdekaan Indonesia. Ketika PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) didirikan untuk menentang pendudukan Belanda, Daud Beureu'eh terpilih sebagai ketuanya. Pada masa perang revolusi, Daud Beureu'eh menjabat sebagai Gubernur Militer Aceh. Sejak 21 September 1953 sampai dengan 9 Mei 1962, ia melakukan pemberontakan kepada pemerintah dengan mendirikan NII akibat ketidakpuasannya atas pemerintahan Soekarno. Namun akhirnya ia kembali ke pangkuan Republik Indonesia setelah dibujuk kembali oleh Mohammad Natsir.
Sebelumnya: Teuku Daud Syah Gubernur Aceh 1948-1952 Digantikanoleh: Teuku Sulaiman Daud
Daud Beureu'eh
21
Pranala luar
(Indonesia) Daud Beureueh : Membangun Negara di Atas Gunung [1]
Referensi
[1] http:/ / swaramuslim. net/ galery/ islam-indonesia/ index. php?page=sabili6-harga_mahal. htm#03_daud_beureueh
Martti Ahtisaari
22
Martti Ahtisaari
Martti Ahtisaari
Ahtisaari in Helsinki. (4 Juli 2007) Presiden Finlandia ke-10 Masa jabatan 1 Maret 1994 1 Maret 2000 Perdana Menteri Esko Aho Paavo Lipponen Didahului oleh Digantikan oleh Mauno Koivisto Tarja Halonen Informasi pribadi Lahir 23 Juni 1937 Viipuri, Finlandia (kini Vyborg, Rusia) Partai Sosial Demokratik Eeva Hyvrinen [1]
Agama
Martti Oiva Kalevi Ahtisaari (diucapkan [mrt:i oiv klei htis:ri]) (lahir di Viipuri, Finlandia (kini Vyborg, Rusia), 23 Juni 1937; umur 76 tahun ) adalah Presiden Finlandia ke-10 (1 Maret 19941 Maret 2000) dan peraih hadiah Nobel 2008. Ia juga seorang diplomat atau Utusan Khusus dan mediator PBB urusan status Kosovo. Selain, sebagai diplomat dan mediator untuk PBB dengan reputasi internasional.
Seorang mediator
Pertama kali, ia diminta untuk menengahi konflik Aceh pada Februari 2004. Ia membutuhkan sekitar delapan bulan untuk menyelesaikan naskah kesepahaman Helsinki dan ia tampil sebagai aktor utama di balik penandatanganan perjanjian damai antara GAM dan pemerintah Indonesia pada Perundingan Damai Helsinki 2005 tanggal 15 Agustus 2005. Atas perannya itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahkan Bintang Republik Indonesia Utama pada 18 Agustus 2006 di Istana Merdeka, Jakarta. Ia memimpin lembaga internasional Crisis Management Initiative sejak 2000. Ia melanglang buana ke mana-mana untuk mengupayakan penyelesaian konflik. Ia pernah mempertemukan Viktor Chernomyrdin dengan Slobodan Milosevic untuk mengakhiri pertikaian di Kosovo pada tahun 1999.
Martti Ahtisaari Atas jasa-jasanya dalam mengusahakan perdamaian dunia, pada tahun 2008 ia dianugerahi Nobel Perdamaian.
23
Referensi
[1] http:/ / www. tpk. fi/ ahtisaari/ fin/ henkilot/ eeva_ahtisaari. cv. html.
Pranala luar
Martti Ahtisaari's homepage (http://www.ahtisaari.fi) Martti Ahtisaari's Project Syndicate op/eds (http://www.project-syndicate.org/contributors/contributor_comm. php4?id=689)
Jabatan politik Sebelumnya: Mauno Koivisto Presiden Finlandia 19942000 Penghargaan dan prestasi Sebelumnya: Al Gore Peraih Hadiah Nobel Perdamaian 2008 Digantikanoleh: Barack Obama Digantikanoleh: Tarja Halonen
24
Wakil Presiden Indonesia ke-10 Masa jabatan 20 Oktober 2004 20 Oktober 2009 Presiden Didahului oleh Digantikan oleh Susilo Bambang Yudhoyono Hamzah Haz Boediono
Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia ke-9 Masa jabatan 9 Agustus 2001 22 April 2004 Presiden Didahului oleh Digantikan oleh Megawati Soekarnoputri Basri Hasanuddin Abdul Malik Fadjar (ad-interim) Menteri Perdagangan Republik Indonesia ke-27 Masa jabatan 26 Oktober 1999 24 Agustus 2000 Presiden Didahului oleh Digantikan oleh Abdurahman Wahid Rahardi Ramelan Luhut Binsar Panjaitan Ketua Umum Palang Merah Indonesia Petahana Mulai menjabat 2009 Didahului oleh Mar'ie Muhammad Informasi pribadi
25
15 Mei 1942 Makassar, Sulawesi Selatan, Masa Pendudukan Jepang Indonesia Partai Golkar Mufidah Miad Saad Pengusaha Islam
Lahir
Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla (lahir di Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, 15 Mei 1942; umur 71 tahun ), atau sering ditulis Jusuf Kalla saja atau JK, adalah mantan Wakil Presiden Indonesia yang menjabat pada 2004 2009 dan Ketua Umum Partai Golongan Karya pada periode yang sama. JK menjadi capres bersama Wiranto dalam Pilpres 2009 yang diusung Golkar dan Hanura.
Pengalaman organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan Jusuf Kalla antara lain adalah Pelajar Islam Indonesia (PII) Cabang Sulawesi Selatan 1960 - 1964, Ketua HMI Cabang Makassar tahun 1965-1966, Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Hasanuddin (UNHAS) 1965-1966, serta Ketua Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tahun 1967-1969. Sebelum terjun ke politik, Jusuf Kalla pernah menjabat sebagai Ketua Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) Sulawesi Selatan. Hingga kini, ia pun masih menjabat Ketua Ikatan Keluarga Alumni (IKA) di alamamaternya Universitas Hasanuddin, setelah terpilih kembali pada musyawarah September 2006. Jusuf Kalla menjabat sebagai menteri di era pemerintahan Abdurrahman Wahid (Presiden RI yang ke-4), tetapi diberhentikan dengan tuduhan terlibat KKN. Jusuf Kalla kembali diangkat sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat di bawah pemerintahan Megawati Soekarnoputri (Presiden RI yang ke-5). Jusuf Kalla kemudian mengundurkan diri sebagai menteri karena maju sebagai calon wakil presiden, mendampingi calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dengan kemenangan yang diraih oleh Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden RI yang ke-6, secara otomatis Jusuf Kalla juga berhasil meraih jabatan sebagai Wakil Presiden RI yang ke-10. Bersama-sama dengan Susilo Bambang Yudhoyono, keduanya menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI yang pertama kali dipilih secara langsung oleh rakyat. Ia menjabat sebagai ketua umum Partai Golongan Karya menggantikan Akbar Tanjung sejak Desember 2004 hingga 9 Oktober 2009. Pada 10 Januari 2007, ia melantik 185 pengurus Badan Penelitian dan Pengembangan Kekaryaan Partai Golkar di Kantor DPP Partai Golongan Karya di Slipi, Jakarta Barat, yang mayoritas anggotanya adalah cendekiawan, pejabat publik, pegawai negeri sipil, pensiunan jenderal, dan pengamat politik yang kebanyakan
Muhammad Jusuf Kalla bergelar master, doktor, dan profesor. Jusuf Kalla menikah dengan Hj. Mufidah Jusuf, dan dikaruniai seorang putra dan empat putri, serta sembilan orang cucu. Saat ini, melalui Munas Palang Merah Indonesia ke XIX, Jusuf Kalla terpilih menjadi ketua umum Palang Merah Indonesia periode 2009-2014. Selain itu beliau juga terpilih sebagai ketua umum Pengurus Pusat Dewan Masjid Indonesia periode 2012-2017 dalam Muktamar VI DMI di Jakarta. Pada tanggal 10 September 2011, Jusuf Kalla mendapat penganugerahan doktor Honoris Causa dari Universitas Hasanuddin, Makassar.[2]
26
Pendidikan
Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin (1967) The European Institute of Business Administration, Perancis (1977)
Referensi
[1] http:/ / www. tokoh-indonesia. com/ ensiklopedi/ j/ jusuf-kalla/ biografi/ bio-02. shtml [2] Harian Surya edisi Minggu, 11 September 2011. Kallanomics Antar JK Raih Gelar Doktor HC.
Pranala luar
(Indonesia) "Arsitek Pemulihan Ekonomi" Bio Jusuf Kalla di Ensiklopedi Tokoh Indonesia (http://www. tokohindonesia.com/tokoh/article/282-ensiklopedi/281-jusuf-kalla) (Indonesia) Profile Jusuf Kalla di Pemiluindonesia.com (http://www.pemiluindonesia.com/profile/ muhammad-jusuf-kalla.html) (Indonesia) Blog Jusuf Kalla di Kompasiana (http://www.kompasiana.com/jusufkalla) (Indonesia) Jusuf Kalla di Konvesi Capres Demokrat (http://www.lensaindonesia.com/2013/08/22/ jk-ikut-konvensi-capres-demokrat-priyo-golkar-kehilangan.html)
Jabatan politik Sebelumnya: Hamzah Haz Sebelumnya: Basri Hasanuddin Sebelumnya: Rahardi Ramelan Wakil Presiden Indonesia 20 Oktober 2004 - 20 Oktober 2009 Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat 2001 2004 Menteri Perindustrian dan Perdagangan 1999 2000 Jabatan politik partai Sebelumnya: Akbar Tandjung Ketua Umum Partai Golkar Desember 2004 9 Oktober 2009 Digantikanoleh: Aburizal Bakrie Digantikanoleh: Boediono Digantikanoleh: Abdul Malik Fadjar Digantikanoleh: Luhut Binsar Panjaitan
27
Jabatan pemerintahan Sebelumnya: Rahardi Ramelan Kepala Bulog 1999 2000 Digantikanoleh: Rizal Ramli
Irwandi Yusuf
28
Irwandi Yusuf
Irwandi Yusuf
Gubernur Aceh ke-16 Masa jabatan 8 Februari 2007 8 Februari 2012 Wakil Didahului oleh Muhammad Nazar Mustafa Abubakar (Pejabat Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam)
Digantikan oleh Tarmizi Abdul Karim (Pejabat Gubernur Aceh) Informasi pribadi Lahir Partai politik Profesi Agama 2 Agustus 1960 Independen Dosen Islam
Irwandi Yusuf atau lengkapnya drh. Irwandi Yusuf M.Sc. (lahir di Bireuen, Aceh, 2 Agustus 1960; umur 53 tahun ) adalah mantan Gubernur Provinsi Aceh. Bersama wakilnya, ia dilantik pada 8 Februari 2007 oleh Menteri Dalam Negeri Mohammad Ma'ruf di hadapan 67 anggota DPR Aceh. Hadir dalam pelantikan itu adalah Beberapa mantan kombatan dan sipil GAM juga Para Aktivis Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA), Menteri Komunikasi dan Informatika Sofyan Djalil dan sejumlah anggota DPR-RI seperti Ferry Mursidan Baldan, Ahmad Farhan Hamid, serta Nasir Djamil. Undangan dari luar negeri di antaranya Duta Besar Inggris, Duta Besar Kanada, Duta Besar Finlandia, serta Wakil Duta Besar Amerika Serikat. Perwakilan lembaga internasional, seperti Bank Dunia dan perwakilan dari Uni Eropa.
Irwandi Yusuf
29
Biografi
Setelah tamat sekolah diniyah, dia melanjutkan ke Sekolah Penyuluhan Pertanian di Saree dan kuliah di Faktultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Setelah meraih gelar dari fakultas kedokteran hewan (1987) Unsyiah, dia menjadi dosen sejak tahun 1989 untuk jurusan yang sama, ia memperoleh beasiswa untuk melanjutkan S-2 pada College of Veterinary Medicine State University (Universitas Negeri Oregon), Amerika Serikat. Dia juga merintis berdirinya lembaga swadaya Fauna dan Flora Internasional pada 1999-2001 dan pernah bekerja di Palang Merah Internasional (ICRC) pada tahun 2000. Selain sebagai senior Representative GAM (TNA) untuk Misi Pemantau Aceh (AMM). Ia masuk Gerakan Aceh Merdeka dan dipercaya menduduki posisi Staf Khusus Komando Pusat Tentara GAM dari tahun 1998-2001. Ketrlibatannya sebagai Staf Khusus Komando Pusat Tentara GAM membuat ia berurusan dengan aparat keamanan Indonesia dan ditangkap pada awal 2003. Ia divonis 9 tahun dalam kasus Makar. Tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 melepaskan dirinya dari penjara Keudah, Banda Aceh. Ia melarikan diri ke Finlandia, dan ia diberikan tugas oleh petinggi GAM di Swedia sebagai Koordinator Juru Runding GAM. Saat rapat pertama Aceh Monitoring Mission, dia tampil sebagai koordinator Juru Runding GAM di Aceh (2001-2002). "Mungkin karena isi buku Singa Aceh yang begitu melekat di kepala, saya kemudian masuk GAM," kata Irwandi kepada wartawan Tempo pada Desember 2006. Ia sudah membaca buku itu semenjak berumur tujuh tahun. Cerita tentang kepahlawanan tokoh-tokoh Aceh di masa kerajaan itu adalah Inspirasi yang membuatya berjuang bersama GAM. Hasil penghitungan cepat (quick count) yang dilakukan PT Lingkaran Survei Indonesia (LSI) bekerja sama dengan Jaringan Isu Publik (JIP) menunjukkan Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar menempati urutan teratas perolehan suara sebesar 39,27%[1]. Pada 29 Desember 2006, KIP Aceh mengumumkan penghitungan resmi akhir pemilihan kepala daerah untuk periode 2007-2012 dan ia berhasil memenanginya dengan 768.745 suara (38,2 persen),Suara sah yang masuk mencapai 2.012.370, sedang suara tidak sah mencapai 158.643. Rekapitulasi hasil penghitungan suara ditetapkan Komisi Independen Pemilihan atau KIP di Banda Aceh. Pasangan ini memenangi perolehan suara di 15 dari 21 kabupaten/kota di Aceh. Namun, kalah di Kota Banda Aceh, Kabupaten Pidie, Aceh Tengah, Bener Meriah, Singkil, dan Aceh Tamiang.
Kunjungan ke Jakarta
Pada 11 Januari 2007, bersama wakilnya didampingi oleh Plt Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Mustafa Abubakar, diterima oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden (Jakarta). Presiden didampingi Menko Polhukam Widodo AS, Menko Perekonomian Boediono, dan Menko Kesra Aburizal Bakrie. Sebelumnya, ia bertemu dengan Menko Polhukam dan Mendagri Muhammad Ma'ruf. Ia juga bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pada kesempatan itu, ia meminta agar komitmennya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dipersoalkan karena sudah jelas dan sudah ditandatangani dalam Nota Kesepahaman Helsinki pada 15 Agustus 2005.
Irwandi Yusuf
30
Pranala luar
Gubernur dan Wakil Gubernur NAD dilantik [2] Irwandi - Nazar Resmi Dilantik Menjadi Gubernur/Wakil Gubernur NAD [3]
Sebelumnya: Gubernur Aceh Digantikanoleh: Mustafa Abubakar 8 Februari 20072012 Tarmizi Abdul Karim sebagai Pejabat Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam sebagai Pejabat Gubernur Aceh
Referensi
[1] http:/ / www. suaramerdeka. com/ harian/ 0612/ 12/ nas02. htm [2] http:/ / www. hariansib. com/ index. php?option=com_content& task=view& id=22710& Itemid=9 [3] http:/ / www. kip-acehprov. go. id/ news/ 1/ tahun/ 2007/ bulan/ 02/ tanggal/ 08/ id/ 150/
Hamid Awaluddin
31
Hamid Awaluddin
Hamid Awaluddin
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia ke-27 Masa jabatan 20 Oktober 2004 9 Mei 2007 Presiden Didahului oleh Digantikan oleh Susilo Bambang Yudhoyono Yusril Ihza Mahendra Mohammad Andi Mattalatta Informasi pribadi Lahir 5 Oktober 1960 Pare-Pare, Sulawesi Selatan, Indonesia Indonesia Islam
Kebangsaan Agama
Hamid Awaluddin, Ph.D. (lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, 5 Oktober 1960; umur 53 tahun ) adalah Duta Besar Republik Indonesia untuk Federasi Rusia sejak 8 April 2008[1]. Ia pernah menjadi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia pada Kabinet Indonesia Bersatu dari 20 Oktober 2004-8 Mei 2007. Pada 7 Mei 2007, ia digantikan Andi Mattalata lewat sebuah perombakan kabinet tahap kedua yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Presiden, Jakarta. Ia menempuh pendidikan sarjana hukumnya di Universitas Hasanuddin dan meraih gelar doktor pada tahun 1998 di American University, Amerika Serikat. Sebelum menjadi menteri, Awaluddian pernah menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum. Saat masih berstatus mahasiswa, ia aktif di Himpunan Mahasiswa Islam Makassar, Sulawesi Selatan. Hamid juga menjadi wakil Indonesia dalam penandatanganan MOU perdamaian dengan Gerakan Aceh Merdeka.
Hamid Awaluddin
32
Pranala luar
(Indonesia) Artikel di tokohindonesia.com [2] Indonesians hold Independence Day celebrations in Moscow [3]
Referensi
[1] Berita pelantikan Dubes RI oleh Presiden di situs presidensby.info (http:/ / www. presidensby. info/ index. php/ fokus/ 2008/ 04/ 09/ 2938. html) [2] http:/ / www. tokohindonesia. com/ ensiklopedi/ h/ hamid-awaludin/ index. shtml [3] http:/ / www. islamdag. info/ news/ 1272
Jabatan pemerintahan Sebelumnya: Susanto Pudjomartono Sebelumnya: Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra Duta Besar RI untuk Rusia 8 April 2008sekarang Menteri Hukum dan HAM 2004-2007 Petahana
Endriartono Sutarto
33
Endriartono Sutarto
Endriartono Sutarto
Lahir
Endriartono Sutarto 29 April 1947 Purworejo, Indonesia Indonesia Akabri Darat 1971 Jenderal (Purn) TNI-AD (1971 2006)
Dikenalkarena Militer Partai politik Agama Orang tua Partai Nasional Demokrat (NASDEM) Islam Drs. Sutarto Situs web www.endriartonosutarto.web.id [1]
Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto (lahir di Purworejo, Jawa Tengah, 29 April 1947; umur 66 tahun ) adalah mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia (2002-2006). Sebelum menjabat Panglima TNI, alumni AKABRI tahun 1971 ini pernah menjabat berbagai posisi penting di TNI Angkatan Darat antara lain sebagai KASAD (9 Oktober 2000 - 4 Juni 2002), Wakil KASAD dan Komandan Sesko TNI. Sebelumnya ia juga pernah menjabat sebagai Asisten Operasi Kepala Staf Umum (Asops Kasum) TNI di Mabes TNI dan Komandan Paspampres. Saat mantan Presiden Soeharto lengser pada 21 Mei 1998, Endriartono menjabat Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).
Endriartono Sutarto
34
Kehidupan Pribadi
Lahir dari orangtua Drs Sutarto dan Siti Sumarti Sutarto, Endriartono memiliki 1 orang putri (Ratri Indrihapsari) dan 2 orang putra (Indra Gunawan Sutarto dan M. Adi Prasantyo Sutarto) dari pernikahannya dengan Dra Andy Widayati.
Karier militer
Karier Endriartono semakin melesat pada era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Pada tanggal 9 Oktober 2000, Gus Dur melantik Endriartono sebagai KASAD menggantikan Jenderal Tyasno Sudarto. Selain kemampuan dalam bidang militer, Endriartono juga mampu aktif berbahasa Inggris dan telah menyelesaikan pendidikan kesarjanaan strata I dari Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM) Jakarta. Endriartono mengikuti berbagai macam pendidikan militer untuk pencapaian jenjang kariernya, antara lain Sussarcab Inf, Suslapa Inf, Seskoad, Sesko ABRI dan Lemhanas. Pendidikan pengembangan spesialisasi pun ditempuhnya, seperti Susjurpa Jasmil, Sus Bahasa Inggris, Air Borne, Ranger, Path Finder, Combat Instructor Course dan Sus Danyonif. Puncak karier militer Endriartono adalah ketika Presiden Megawati Soekarnoputri mempercayakan pucuk pimpinan TNI ke pundaknya, sebagai Panglima TNI, pada 7 Juni 2002. Sejarah kemudian mencatatkan namanya sebagai Panglima TNI yang ke-12. Tumbangnya tatanan politik Orde Baru dan munculnya gaung reformasi 1998 menjadi titik balik sejarah TNI. TNI pun gencar melakukan reformasi tugas, fungsi serta perannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang berorientasi pada aspek pertahanan dan keamanan. Perlahan-lahan reformasi tersebut memulihkan kepercayaan rakyat terhadap TNI. Netralitas politik TNI diuji ketika bangsa Indonesia melakukan Pemilu 2004. Kala itu banyak politisi dan parpol yang mencoba menarik TNI ke gelanggang politik. TNI dibawah kepemimpinan Jenderal Endriartono Sutarto menentang keras tindakan tersebut. Endriartono secara tegas dan konsisten mencegah tangan-tangan politik untuk kembali merambah tubuh TNI. Pemilu 2004 berlangsung aman dan tertib. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terpilih sebagai Presiden RI pertama yang langsung dipilih rakyat. Jenderal Endriartono berperan penting menjaga netralitas TNI dalam Pemilu 2004. Selama masa jabatannya, banyak beberapa kasus besar yang menonjol yang melibatkan TNI dan kebijakan pertahanan keamanan di Indonesia. Termasuk diantaranya tercapainya kesepakatan perdamaian di Aceh setelah proses panjang diplomasi di Helsinki. Endriartono, sebagai Panglima TNI kala itu, menjadi faktor penting dalam keberhasilan perdamaian Aceh di lapangan. Bahkan atas peran penting dan integritasnya menjaga netralitas TNI, mensukseskan operasi tsunami, menjaga perdamaian Aceh dalam masa Jenderal Endriartono Sutarto saat menjabat kritis, dan pengabdian dan dedikasinya kepada bangsa dan tanah air sebagai Panglima TNI. tercinta, maka pada tanggal 10 November 2008 bertepatan dengan hari Pahlawan, Modernisator menganugerahinya penghargaan Mengenang Pahlawan Masa Kini kepadanya.[2] Prestasi lain Endriartono selama menjabat sebagai Panglima TNI adalah ketika melakukan reformasi struktur dan jabatan di TNI. Endriartono mengambil keputusan untuk meletakkan harkat dan peringkat semua angkatan untuk berada di dalam garis kesetaraan yang murni. Angkatan Darat, Laut dan Udara adalah sejajar dan seiring dalam segala hal. Nuansa bahwa TNI selama ini lebih sering didominasi oleh Angkatan Darat dapat dinetralisir oleh Endriartono dengan sangat sistematis, jelas dan tegas. Jabatan-jabatan tertentu yang tadinya hanya bisa diduduki oleh personil
Endriartono Sutarto Angkatan Darat, dirombak dengan menyeimbangkan posisi jabatan sesuai dengan performa perwira TNI secara adil. Endriartono yang saat itu merupakan Perwira Tinggi Angkatan Darat, sangat menghargai kedudukan Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Pada era kepemimpinan Endriartono, maka ada perwira Angkatan Udara yang ditugaskan menjadi Asisten Logistik dijajaran Mabes TNI, ada Kasum TNI yang sudah puluhan tahun tidak pernah dijabat oleh Perwira Angkatan Udara, ditugaskan kembali olehnya. Demikian pula jabatan Sekjen Dephan, yang sepanjang sejarah belum pernah ditugaskan kepada Angkatan Udara, pada waktu itu diberikan kepada Angkatan Udara. Disisi lain, jabatan bintang tiga dijajaran Mabes TNI yang diwaktu-waktu terdahulu hanya di dominasi Angkatan Darat saja, direstrukturisasi menjadi hanya tiga posisi, dan harus dijabat masing-masing oleh Angkatan Darat, Laut dan Udara. Pada akhirnya, saat Endriartono turun dari jabatan Panglima TNI, dia menyerahkan jabatannya kepada Perwira Tinggi dari Angkatan Udara.
35
Jabatan
Daftar jabatan militer Endriartono Sutarto adalah sebagai berikut[3]: Lulus dari AKABRI Bagian Darat (1971) Komandan Peleton Bantuan A/ Yonif Linud 305 Kostrad (1972 1975) Komandan Kompi B/ Yonif Linud 328 Kostrad (1976) Komandan Kompi C Yonif Linud 330 Kostrad (1976 - 1979) Kepala Seksi Operasi Yonif Linud 330 Kostrad (1979 1981) Kepala Staf Instansi Operasi 330 Kostrad (1980) Guru Militer Sekolah Calon Perwira Angkatan Darat (Secapa AD) (1982 1984) Komandan Batalyon Infanteri (Danyonif) 514 Kostrad (1985 1987) Komandan Kontingen Garuda IX (1988 1989) Kepala Staf Brigade Infanteri Lintas Udara 17 Kostrad (1989 1991) Asisten Operasi (Asops) Kasdam Jaya (1993 1994) Komandan Resort Militer 173 Dam-VIII/Trikora (1994 - 1995) Kepala Staf Divisi Infanteri 1 Kostrad (1995 - 1996) Wakil Asisten Perencanaan Umum Panglima ABRI (Waasrenum Pangab) (1996) Wakil Asisten Operasi Kepala Staf AD (Waasops Kasad) (1996 - 1997) Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Dan Paspampres) (1997 1998) Asisten Operasi Kepala Staf Umum (Asops Kasum) TNI (1998 - 1999) Komandan Sekolah Staf dan Komando (Sesko TNI) (1999 2000) Wakil Kepala Staf TNI AD (WAKASAD) (2000) Kepala Staf TNI AD (KASAD) (2000 - 2002) Panglima Tentara Nasional Indonesia (2002 - 2006)
Jenjang Kepangkatan
Kepangkatan Endriartono dimulai sebagai Perwira Pertama (Pama) dengan pangkat Letnan Dua pada tahun 1971, kemudian Letnan Satu pada tahun 1974 dan Kapten pada tahun 1977. Dilanjutkan sebagai Perwira Menengah (Pamen) dimulai dari pangkat Mayor pada tahun 1983, Letkol pada tahun 1986, dan Kolonel pada tahun 1993. Pangkat Perwira Tinggi (Pati) diperolehnya pada tahun 1996 sebagai Brigjen, lalu Mayjen pada tahun 1997, Letjen pada tahun 1999, dan pangkat Jenderal pada tahun 2000.
Endriartono Sutarto
36
Endriartono Sutarto
37
Karier politik
Endriartono mulai terjun ke politik praktis sejak bulan September 2012. Beberapa pihak menduga terjunnya Endriartono ke politik praktis karena akan ikut serta dalam pemilihan presiden RI pada tahun 2014. Endriartono mulai bergabung dengan Partai Nasional Demokrat sejak tanggal 30 September 2012[6]. Di salah satu cuplikan video dalam acara Mata Najwa di Metro TV, Endriartono mengatakan bahwa ia sebenarnya belum bergabung dengan partai Nasdem, tapi baru bergabung dengan organisasi massanya[7]. Dalam perjalanan politiknya ternyata Endriartono sudah menjadi anggota dewan pembina Partai Nasional Demokrat dan bahkan diisukan ia akan menjadi Ketua Umum Partai Nasional Demokrat[8] pada saat kongres Nasional Demokrat yang akan dilaksanakan pada akhir Januari 2013. Bergabungnya Endriartono dengan Partai Nasdem menimbulkan banyak pertanyaan banyak pihak. Namun Endriartono menegaskan bahwa bergabungnya ia ke partai Nasdem tujuannya adalah untuk melakukan perubahan. "Untuk bisa melakukan perubahan itu perlu power, tanpa power itu kita tidak bisa berbuat apa-apa. Sistem di Indonesia itu, sampai saat ini, untuk mendapatkan power kita harus memenangkan pemilu. kalau tidak menjadi presiden, minimal DPR terkuasai, dan bisa mengambil kebijakan-kebijakan yang bisa membantu rakyat," katanya.[9].
Endriartono Sutarto Dalam survey LSI tentang pilpres 2014[10], nama Endriartono masuk sebagai calon alternatif Presiden RI yang dinilai berdasarkan lima kategori yaitu: Mampu memimpin negara & pemerintahan Tidak melakukan atau diopinikan melakukan KKN atau suap Tidak melakukan atau diopinikan melakukan tindak kriminal atau pelanggaran HAM Jujur, amanah atau bisa dipercaya Mampu berdiri di atas semua kelompok atau golongan
38
Urutan personil berdasarkan survey LSI ini adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. Mahfud MD 79 Jusuf Kalla 77 Dahlan Iskan 76 Sri Mulyani 72 Hidayat Nurwahid 71 Agus Martowardojo 68 Megawati Soekarnoputri 68 Djoko Suyanto 67 Gita Wirjawan 66 Chairul Tanjung 66 Endriartono Sutarto 66 Hatta Rajasa 66 Surya Paloh 64 Pramono Edhie Wibowo 64 Sukarwo 63 Prabowo Subianto 61 Puan Maharani 61 Ani Yudhoyono 60
Dalam survey LSI ini Endriartono berada pada peringkat ke-11 dengan total nilai 66. Atas hasil survey ini Endriartono memberikan tanggapan dengan mengatakan, "Tentu saya ucapkan terimakasih bagi responden. Tentu itu merupakan salah satu tantangan untuk merealisasikan harapan itu,"[11]. Pada tanggal 25 Januari 2013, Partai Nasdem menyelenggarakan Kongres dan Surya Paloh terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum Nasdem untuk periode 2012-2017. Hasil kongres memberikan mandat penuh kepada Surya Paloh untuk menyusun kepengurusan yang baru dengan tujuan untuk memenangkan pemilu legislastif pada tahun 2014. Pada tanggal 8 Februari 2013 Surya Paloh mengumumkan struktur kepengurusan Nasdem yang baru dan nama Endriartono Sutarto tercatat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Partai Nasdem.[12]
Kontroversi
Pengunduran diri Endriartono Sutarto sebagai Panglima TNI sebelum masa jabatannya berakhir cukup mengejutkan banyak pihak. Pada bulan Oktober tahun 2004, Markas Besar TNI di Cilangkap secara resmi menyampaikan bahwa ada tiga alasan yang diajukan pada surat permintaan mundur yang ditujukan kepada Presiden Megawati Soekarnoputri, yaitu kepentingan reorganisasi di lingkungan TNI, faktor usia (masa pensiun Endriartono diperpanjang sampai dua tahun), dan pengganti Panglima TNI adalah Kepala Staf Angkatan yang menjabat pada waktu itu. [13][14] Setelah pensiun dari Panglima TNI, Endriartono menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina, jabatan tersebut disandang hanya dalam waktu yang singkat karena Endriartono mengundurkan diri dari jabatan tersebut. Informasi yang beredar menyebutkan Endriartono mundur disebabkan jumlah gaji yang terlalu besar sementara tugas yang dilakukan olehnya tidak terlalu berat.[15].
Endriartono Sutarto "Mengapa saya di Pertamina ke luar, karena saya melihat Pertamina sama sekali tidak melakukan pelayanan terbaik kepada masyarakat, walaupun dia PT yang profit oriented, tapi tidak semata-mata keuntungan yang dia cari. Sementara dia mengelola bahan yang sangat strategis untuk kepentingan rakyat," kata Endriartono. Marsekal (Purn) Chappy Hakim menyatakan bahwa mundurnya Endiartono Sutarto dari jabatan Komisaris Pertamina pasti karena ada nilai-nilai yang bertabrakan dengan prinsip yang dianutnya.[16]
39
Pranala luar
(Indonesia) Situs Resmi Endriartono Sutarto
[1] [17] [18]
(Indonesia) Biografi Endriartono Sutarto di tokohindonesia (Indonesia) Endriartono Sutarto di Modernisator Indonesia (Indonesia) Endriartono Sutarto (Indonesia) Endriartono Sutarto
[19] [20]
di Facebook di Twitter
Referensi
[1] http:/ / www. endriartonosutarto. web. id [2] http:/ / www. modernisator. org/ tokoh/ endriartono-s [3] http:/ / endriartonosutarto. web. id/ profil [4] http:/ / 7puncakdunia. net/ art/ org. php [5] http:/ / www. tribunnews. com/ 2012/ 09/ 19/ mantan-panglima-tni-diminta-tangani-konflik-di-myanmar [6] http:/ / www. beritasatu. com/ nasional/ 74848-endriartono-sutarto-gabung-partai-nasdem. html [7] http:/ / www. metrotvnews. com/ videoprogram/ detail/ 2012/ 10/ 24/ 14761/ 308/ Perang-Bintang-2014/ Mata%20Najwa [8] http:/ / m. jpnn. com/ news. php?id=150991 [9] http:/ / news. detik. com/ read/ 2012/ 12/ 21/ 232647/ 2125017/ 10/ endriartono-sutarto-buka-bukaan-soal-alasan-masuk-nasdem?9922032 [10] http:/ / www. lsi. or. id/ riset/ 427/ Rilis_Capres_Indonesia_2014 [11] http:/ / news. detik. com/ read/ 2012/ 11/ 28/ 172700/ 2104191/ 10/ jenderal--purn--endriartono-sutarto-tanggapi-hasil-survei-lsi [12] http:/ / news. detik. com/ read/ 2013/ 02/ 08/ 165118/ 2165133/ 10/ ini-pengurus-lengkap-dpp-nasdem-pimpinan-surya-paloh [13] http:/ / www. tempo. co/ read/ news/ 2004/ 10/ 12/ 05549248/ Sutarto-Mundur-dengan-Tiga-Alasan [14] http:/ / www. indosiar. com/ fokus/ kontroversi-pengunduran-diri-endriartono-sutarto_28951. html [15] http:/ / www. rimanews. com/ read/ 20120815/ 72462/ endriartono-sutarto-mantan-panglima-tni-testing-water-capres-2014-bakal-jadi [16] http:/ / www. chappyhakim. com/ 2008/ 12/ 07/ jenderal-tni-endriartono-soetarto/ [17] http:/ / www. tokohindonesia. com/ ensiklopedi/ e/ endriartono-sutarto/ index. shtml [18] http:/ / www. modernisator. org/ tokoh/ endriartono-s [19] http:/ / www. facebook. com/ endriartono [20] http:/ / www. twitter. com/ endrisutarto
Jabatan militer Sebelumnya: Widodo AS Sebelumnya: Tyasno Sudarto Panglima TNI 2002-2006 Kepala Staf TNI Angkatan Darat 2000-2002 Digantikanoleh: Djoko Suyanto Digantikanoleh: Ryamizard Ryacudu
40
Peristiwa Terkait
Negara Islam Indonesia
Negara Islam Indonesia (disingkat NII; juga dikenal dengan nama Darul Islam atau DI) yang artinya adalah "Rumah Islam" adalah gerakan politik yang diproklamasikan pada 7 Agustus 1949 (ditulis sebagai 12 Syawal 1368 dalam kalender Hijriyah) oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat. Diproklamirkan saat Negara Pasundan buatan belanda mengangkat Raden Aria Adipati Wiranatakoesoema sebagai presiden.
Bendera NII
Gerakan ini bertujuan menjadikan Republik Indonesia yang saat itu baru saja diproklamasikan kemerdekaannya dan ada pada masa perang dengan tentara Kerajaan Belanda sebagai negara teokrasi dengan agama Islam sebagai dasar negara. Dalam proklamasinya bahwa "Hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam", lebih jelas lagi dalam undang-undangnya dinyatakan bahwa "Negara berdasarkan Islam" dan "Hukum yang tertinggi adalah Al Quran dan Hadits". Proklamasi Negara Islam Indonesia dengan tegas menyatakan kewajiban negara untuk membuat undang-undang yang berlandaskan syari'at Islam, dan penolakan yang keras terhadap ideologi selain Alqur'an dan Hadits Shahih, yang mereka sebut dengan "hukum kafir", sesuai dalam Qur'aan Surah 5. Al-Maidah, ayat 50.Wikipedia:Kutip sumber tulisan Dalam perkembangannya, DI menyebar hingga di beberapa wilayah, terutama Jawa Barat (berikut dengan daerah yang berbatasan di Jawa Tengah), Sulawesi Selatan, Aceh dan Kalimantan .[1] [2]. Dalam aksinya, DI/TII melakukan terorisme pada rakyat jelata. Kereta api dari Jakarta ke Bandung perlu dikawal karena beberapa kali terjadi penggulingan terhadap kereta api oleh DI/TII di Trowek (Cirahayu), Warungbandrek, Lebakjero, Padalarang dan beberapa tempat lain. Untuk melindungi kereta api, Kavaleri Kodam VI Siliwangi (sekarang Kodam III) mengawal kereta api dengan panzer tak bermesin yang didorong oleh lokomotif uap D-52 buatan Krupp Jerman Barat. Panzer tersebut berisi anggota TNI yang siap dengan senjata mereka. Bila ada pertempuran antara TNI dan DI/TII di depan, maka kereta api harus berhenti di halte terdekat. Pemberontakan bersenjata yang selama 13 tahun itu telah menghalangi pertumbuhan ekonomi masyarakat. Ribuan ibu-ibu menjadi janda dan ribuan anak-anak menjadi yatim-piatu. Diperkirakan 13.000 rakyat Sunda, anggota organisasi keamanan desa (OKD) serta tentara gugur. Anggota DI/TII yang tewas tak diketahui dengan tepat.[3] [4] Setelah Kartosoewirjo ditangkap TNI dan dieksekusi pada 1962, gerakan ini menjadi terpecah, namun tetap eksis secara diam-diam meskipun dianggap sebagai organisasi ilegal oleh pemerintah Indonesia.[5]
41
Negara Islam Indonesia 7 Agustus 1953. Tanggal 3 Februari 1965, Kahar Muzakkar tertembak mati oleh pasukan ABRI (TNI-POLRI) dalam sebuah baku tembak.
42
Referensi
[1] [2] [3] [4] [5] Robert Cribb. 2000. Historical Atlas of Indonesia. Halaman 162. http:/ / www. crisisgroup. org/ home/ index. cfm?id=3280& l=1 http:/ / perangdijawa. blogspot. com/ 2010/ 04/ panzer-mengawal-kereta-api-ke-bandung. html http:/ / keretapi. tripod. com/ history. html http:/ / jamestown. org/ terrorism/ news/ article. php?articleid=2370020
Pranala luar
(Indonesia) "Beban Sejarah Umat Islam Indonesia" (http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0904/18/0802. htm), Pikiran Rakyat, 18 September 2004 (Indonesia) Artikel mengenai Negara Islam Indonesia (http://zaytun.blogspot.com/2006/02/ serpihan-darul-islam.html) (Indonesia) Profil SM Kartosoewirjo, proklamator Negara Islam Indonesia (NII) (http://www.ekonurhuda.com/ 2008/08/sekarmadji-maridjan-kartosoewirjo.html) (Indonesia) Pergerakan Islam di Indonesia (http://pasang-surut-islam-indonesia.blogspot.com/) (Indonesia) Pemberontakan DI/TII Daud Beureuh (http://www.kebudayaan.depdiknas.go.id/BudayaOnline/ SeniBudaya/Sejarah/PERANG/n_perang.htm)
43
Lokasi Aceh di Indonesia Tanggal Awal 1990 22 Agustus 1998 Lokasi Hasil Aceh, Indonesia Penarikan TNI dari Aceh
Komandan
Soeharto Hasan Di Tiro
Korban
9.000-12.000 orang, sebagian besar warga sipil
Operasi militer Indonesia di Aceh 1990-1998 atau juga disebut Operasi Jaring Merah adalah operasi kontra-pemberontakan yang diluncurkan pada awal 1990-an sampai 22 Agustus 1998 melawan gerakan separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh. Selama periode tersebut, Aceh dinyatakan sebagai "Daerah Operasi Militer" (DOM), dimana Tentara Nasional Indonesia diduga melakukan pelanggaran hak asasi manusia dalam skala besar dan sistematis terhadap pejuang GAM maupun rakyat sipil Aceh. Operasi ini ditandai sebagai perang paling kotor di Indonesia yang melibatkan eksekusi sewenang-wenang, penculikan, penyiksaan dan penghilangan, dan pembakaran desa. Amnesty International menyebut diluncurkannya operasi militer ini sebagai "shock therapy" bagi GAM. Desa yang dicurigai menyembunyikan anggota GAM dibakar dan anggota keluarga tersangka militan diculik dan disiksa. Diperkirakan lebih dari 300 wanita dan anak di bawah umur mengalami perkosaan dan antara 9.000-12.000 orang, sebagian besar warga sipil tewas antara tahun 1989 dan 1998 dalam operasi TNI tersebut. Operasi ini berakhir dengan penarikan hampir seluruh personil TNI yang terlibat atas perintah Presiden BJ Habibie pada tanggal 22 Agustus 1998 setelah jatuhnya Presiden Soeharto dan berakhirnya era Orde Baru.
44
45
Lokasi Aceh di Indonesia Tanggal 19 Mei 2003 13 Mei 2004 Lokasi Hasil Aceh, Indonesia Kemenangan TNI/Polri
Komandan
Megawati Soekarnoputri Endriartono Sutarto Hasan Di Tiro Muzakkir Manaf
Kekuatan
30.000 tentara 12.000 polisi [1] total: 42.000 5.000
[2]
Korban
2.000 tewas (kebanyakan warga sipil)
[3]
Operasi militer Indonesia di Aceh (disebut juga Operasi Terpadu oleh pemerintah Indonesia) adalah operasi yang dilancarkan Indonesia melawan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dimulai pada 19 Mei 2003 dan berlangsung kira-kira satu tahun. Operasi ini dilakukan setelah GAM menolak ultimatum dua minggu untuk menerima otonomi khusus untuk Aceh di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Operasi ini merupakan operasi militer terbesar yang dilakukan Indonesia sejak Operasi Seroja (1975), dan pemerintah mengumumkan terjadinya kemajuan yang berarti, dengan ribuan anggota GAM terbunuh, tertangkap, atau menyerahkan diri.[4] Operasi ini berakibat lumpuhnya sebagian besar militer GAM, dan bersama dengan gempa bumi dan tsunami pada tahun 2004 menyebabkan berakhirnya konflik 30 tahun di Aceh.
46
Latar belakang
Pada 28 April 2003, pemerintah Indonesia memberikan ultimatum untuk mengakhiri perlawanan dan menerima otonomi khusus bagi Aceh dalam waktu 2 minggu. Pemimpin GAM yang berbasis di Swedia menolak ultimatum tersebut, namun Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa mendesak kedua pihak untuk menghindari konflik bersenjata dan melanjutkan perundingan perdamaian di Tokyo. Pada 16 Mei 2003, pemerintah menegaskan bahwa otonomi khusus tersebut merupakan tawaran terakhir untuk GAM, dan penolakan terhadap ultimatum tersebut akan menyebabkan operasi militer terhadap GAM. Pimpinan dan negosiator GAM tidak menjawab tuntutan ini, dan mengatakan para anggotanya di Aceh ditangkap saat hendak berangkat ke Tokyo.
Serangan militer
Selepas tengah malam pada 18 Mei 2003 Presiden Megawati Sukarnoputri memberikan izin operasi militer melawan anggota separatis.[5] Ia juga menerapkan darurat militer di Aceh selama enam bulan. Pemerintah Indonesia menempatkan 30.000 tentara dan 12.000 polisi di Aceh. Pada bulan Juni, pemerintah mengumumkan niat mereka untuk mencetak KTP baru yang harus dibawa semua penduduk Aceh untuk membedakan pemberontak dan warga sipil. LSM-LSM dan lembaga bantuan diperintahkan untuk menghentikan operasinya dan meninggalkan wilayah tersebut. Seluruh bantuan harus dikoordinasikan di Jakarta melalui pemerintah dan Palang Merah Indonesia. Pada bulan Mei 2004, darurat militer di Aceh diturunkan menjadi darurat sipil. Menko Polkam ad interim Indonesia Hari Sabarno mengumumkan perubahan ini setelah rapat kabinet 13 Mei 2004. Pemerintah mengumumkan terjadinya kemajuan yang berarti, dan ribuan anggota GAM terbunuh, tertangkap dan menyerahkan diri.
References
[1] People's Daily Online - Chronology of important events in Indonesia's Aceh (http:/ / english. peopledaily. com. cn/ 200508/ 15/ eng20050815_202565. html) [2] Indonesia: Refugees Reveal Widespread Abuses in Aceh (Human Rights Watch, 18-12-2003) (http:/ / www. hrw. org/ english/ docs/ 2003/ 12/ 17/ indone6692. htm) [3] KAIROS-Conflict in Aceh (http:/ / www. kairoscanada. org/ e/ countries/ indonesia/ background. asp) [4] Free Aceh Movement (http:/ / www. globalsecurity. org/ military/ world/ para/ aceh. htm) [5] Indonesia'S Military Begins Big Aceh Offensive (http:/ / www. rumormillnews. com/ cgi-bin/ archive. cgi/ noframes/ read/ 32311)
47
Pranala luar
Aceh Under Martial Law: Inside the Secret War (http://hrw.org/reports/2003/indonesia1203/) (laporan Human Rights Watch) Kompilasi gambar operasi darurat militer di Aceh (http://www.kaskus.co.id/thread/ 000000000000000004367931/pic-share-kompilasi-gambar-operasi-darurat-militer-di-aceh-2003-2005/)
48
Lain-lain
Badan Reintegrasi Aceh
Badan Reintegrasi Aceh (singkatan: BRA) atau Badan Reintegrasi-Damai Aceh adalah lembaga resmi pemerintah yang mengurus masalah reintegrasi dalam proses perdamaian di Aceh. Didirikan pada tanggal 15 Februari 2006 dengan SK Gubernur Aceh. BRA memiliki struktur di tingkat provinsi dan kabupaten. BRA juga memiliki perwakilan-perwakilan dari Pemerintah, GAM, masyarakat sipil dan cendikiawan. BRA juga bekerjasama erat dengan lembaga-lembaga donor internasional dalam merencanakan dan melaksanakan program-program reintegrasi pasca konflik.
Forbes Damai
Forum Bersama Pendukung Perdamaian-Aceh atau disebut dengan Forbes Damai Aceh berfungsi untuk menjawab permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan MOU, yang diawali dengan reintegrasi, kesejahteraan sosial, dan kebutuhan-kebutuhan akan penghidupan yang layak. Pada saat yang bersamaan, pembangunan perdamaian memerlukan keikutsertaan yang luas, transparansi dan akuntabilitas, dan juga pandangan jangka panjang. Hal-hal tersebut pastinya akan berdampak pada desain dari Forum Bersama. Sehingga struktur dan komponen-komponennya haruslah mencari bentuk, keikutsertaan, efisiensi, dan durasi yang tepat. Forum Bersama sesuai dengan SK gubernur No: 330/145/2007 merupakan komponen think-tank dan memiliki posisi sejajar dengan dua komponen lainnya, yaitu Pelaksana (Bapel BRA) dan lembaga pengawas. Forum Bersama terdiri dari Advisory Board yang terdiri dari para pemangku kebijakan (stakeholder) utama dan didukung oleh beberapa staf admnistrasi.
Tugas
Mengoptimalkan penyebaran informasi di antara stakeholders (pihak-pihak yang berkepentingan) serta menjaga keseragaman visi berkaitan dengan implementasi Nota Kesepahaman serta tantangan yang harus dihadapi selama proses berlangsung; Menyediakan tempat serta mekanisme penyelesaian masalah secara bersama-sama. Memberikan dukungan atas terlaksananya koordinasi dan membuat perencanaan menyangkut transisi dari konflik ke kondisi damai.
Pranala luar
(Indonesia) Aceh Menitoring Mission [1] (Indonesia) Badan Reintegrasi-Damai Aceh [2]
Referensi
[1] http:/ / www. aceh-mm. org [2] http:/ / bra-aceh. org/
49
Fungsi
Fungsi AMM antara lain: Memonitor demobilisasi GAM dan penghancuran sejata dan amunisinya. Memonitor relokasi dari kekuatan militer non-organik dan pasukan polisi non-organik. Memonitor reintegrasi anggota aktif GAM. Memonitor penegakan situasi hak asasi manusia. Memonitor proses penggantian legislatif. Menengahi kasus-kasus amnesti yang masih diperdebatkan. Menengahi komplain-komplain dan pelanggaran-pelanggaran terhadap MoU. Membentuk kerjasama yang baik dengan keduabelah pihak.
Misi ini bermarkas di Banda Aceh dengan kantor daerah terdistribusi di 11 daerah di Aceh. Diketuai oleh Pieter Feith, tugas AMM akan berakhir pada 15 Maret 2006. Namun pada tanggal 14 Januari 2006, pemerintah Indonesia kemudian memutuskan untuk memperpanjang masa tugas AMM selama 3 bulan lagi. AMM akhirnya resmi dibubarkan pada 15 Desember 2006 setelah bertugas selama 15 bulan.
Reintegrasi
Pengaturan-pengaturan mengenai reintegrasi dalam MoU meliputi bantuan untuk tiga kelompok: mantan pejuang GAM, tahanan politik yang mendapatkan amnesti, dan korban konflik. Setelah dibebaskan dari tahanan pada akhir Agustus 2005 (atau dalam beberapa kasus setelahnya), seluruh tahanan politik telah dimasukkan kedalam bantuan program yang dijalankan oleh IOM yang meliputi fasilitas ekonomi, perawatan kesehatan serta kesempatan untuk mendapatkan pelatihan kejuruan. Sejumlah 3000 mantan pejuang GAM dimasa tugas AMM telah menerima tiga tahap angsuran bantuan ekonomi dari Pemerintah, jumlah seluruhnya adalah 3 juta Rupiah untuk setiap mantan pejuang GAM. Beberapa mantan pejuang GAM dan korban konflik juga mendapatkan bantuan dari program pemberdayaan ekonomi yang dijalankan oleh badan pelaksana reintegrasi MoU milik Pemerintah yaitu Badan Reintegrasi Aceh (BRA).
Aceh Monitoring Mission AMM telah memantau secara seksama kerja BRA di tingkat provinsi dan kabupaten. Kantor-kantor wilayah AMM telah memantau dan melaporkan tentang situasi di lapangan, memastikan bahwa bantuan yang disepakati telah diterima oleh kelompok yang berhak menerima. Jaringan kantor-kantor wilayah AMM dan pertemuan-pertemuan di tingkat kabupaten antara para pemangku kepentingan yang difasilitasi oleh AMM terbukti berguna juga untuk mendiskusikan isu-isu yang berhubungan dengan reintegrasi.
50
Amnesti
Sesuai dengan Nota Kesepahaman Pemerintah Indonesia, sesuai dengan prosedur konstitusional, akan memberikan amnesti kepada semua orang yang terlibat dalam aktivitas GAM. Sejak penandatanganan Nota Kesepahaman di Helsinki pada 15 Agustus 2005, sekitar 2000 tahanan telah dibebaskan. Pembebasan terbesar adalah pada tanggal 31 Agustus 2005 menyusul dikeluarkannya Dekrit Presiden satu hari sebelumnya. Namun sebelum itu, pada tanggal 17 Agustus 2005, dua hari setelah Nota Kesepahaman ditandatangani, sebanyak 298 anggota GAM telah dibebaskan berkaitan dengan hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah pembebasan pertama pada Agustus 2005, GAM menyampaikan kepada Pemerintah Indonesia dan AMM bahwa masih ada beberapa anggotanya yang ditahan di beberapa penjara di seluruh Indonesia, yang mana menurut GAM sesuai dengan MoU harus diberikan amnesti dan dibebaskan. Untuk menyelesaikan kasus-kasus ini sebuah kelompok kerja tripartid dibentuk. Kelompok ini berhasil memfasilitasi kesepakatan antara pihak-pihak atas beberapa kasus. Namun dalam rangka memfasilitasi perkembangan lebih jauh, AMM merekrut seorang mantan Hakim berwarganegara Swedia yang memiliki pengalaman internasional dalam menangani kasus-kasus amnesti. Seperti kesepakatan yang dicapai pihak-pihak, individu-individu diberikan amnesti dan dibebaskan. Melalui upaya fasilitasi ini, pihak-pihak akhirnya mencapai kesepakatan konsensual mengenai kasus amnesti yang tertunda dan menyatakan bahwa tidak ada kasus amnesti yang membutuhkan keputusan Ketua Misi.
51
Pelucutan Senjata
Statistik Perlucutan Senjata GAM
Tahap I (September 2005) II (October 2005) III (November 2005) IV (December 2005) Total Diserahkan oleh GAM 279 291 286 162 1018 Disqualifikasi Diterima 36 58 64 20 178 243 233 222 142 840 Dipermasalahkan oleh Pemerintah Indonesia 17 35 15 4 71 Jumlah senjata yang tidak dipermasalahkan 226 198 207 138 769
Relokasi Pasukan
Statistik Penarikan Pasukan non-organik TNI/Polisi
Tahap I (September 2005) II (October 2005) TNI Polisi Total
III (November 2005) 5,596 1,350 6,964 IV (December 2005) 7,628 2,150 9,778 Total 25,890 5,791 31,681
52
Pranala luar
(Inggris) Aceh Council Factsheet [1] (Indonesia) Website resmi Aceh Monitoring Mission [1] (Inggris) Peacekeping Finlandia [2]
Referensi
[1] http:/ / ue. eu. int/ uedocs/ cmsUpload/ 050815_Aceh_Council_Factsheet_LATEST. pdf [2] http:/ / www. peacekeeping. fi/ euamm. htm
53
54
Lisensi
55
Lisensi
Creative Commons Attribution-Share Alike 3.0 //creativecommons.org/licenses/by-sa/3.0/