Anda di halaman 1dari 6

Kebijakan gunting Syafruddin adalah kebijakan mengurangi besarnya tanggungan utang luar

negeri dan menyeimbangkan jumlah uang beredar dengan barang yang beredar sehingga
mengurangi tingginya angka inflasi.

Pembahasan:

Kebijakan gunting Syafruddin ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada masa Kabinet Hatta II,

yakni Syafruddin Prawiranegara melalui Surat Keputusan Keuangan Republik Indonesia

Serikat Nomor PU I pada tanggal 19 Maret tahun 1950. Kebijakan ini dikeluarkan

tanpa merugikan rakyat kelas bawah karena uang pecahan 5 gulden keatas biasanya

hanya dimiliki oleh orang – orang dari kelas menengah ke atas.

Kebijakan gunting Syafruddin dilakukan dengan memotong uang pecahan 5 gulden keatas

menjadi dua bagian. Guntingan kiri tetap dipegang masyarakat pemilik uangnya

dimana nilainya hanya tinggal setengah dari nilai uang sebelumnya dan masih

berguna untuk digunakan sebagai alat pembayaran yang sah. Sementara guntigan sebelah kanan

diberikan kepada negara untuk ditukarkan sebagai obligasi dengan nilai uang setengah

dari nilai awal dan akan dibayarkan kembali kepada pemiliknya dengan bungan

tiga persen pertahun setelah tiga puluh tahun kemudian.

Kebijakan gunting Syafruddin ini kemudian berhasil membuat harga barang menjadi stabil,

menguatkan nilai tukar rupiah serta berhasil meningkatkan pemasukan pemerintah

Republik Indonesia.

Syafruddin

Prawiranegara lahir di Serang, Banten pada tanggal 28 Februari tahun 1911 dan

meninggal dunia pada tanggal 15 Februari tahun 1989. Selain sebagai Menteri

Keuangan, Syafruddin Prawiranegara juga pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri

Indonesia, serta sebagai Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Ia menjabat ketua PDRI setelah Soekarno dan Hatta ditangkap Belanda pada Agresi

Militer Belanda ke-II.


A. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MEMBURUKNYA KEADAAN EKONOMI DAN
KEUANGAN DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN
Pada akhir pendudukan Jepang dan pada awal berdirinya Republik Indonesia keadaan ekonomi
Indonesia sangat kacau. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Inflasi yang sangat tinggi (Hiper-Inflasi).
Penyebab terjadinya inflasi ini adalah beredarnya mata uang pendudukan Jepang secara tak
terkendali. Pada saat itu diperkirakan mata uang Jepang yang beredar di masyarakat sebesar 4
milyar. Dari jumlah tersebut, yang beredar di Jawa saja, diperkirakan sebesar 1,6 milyar. Jumlah
itu kemudian bertambah ketika pasukan Sekutu berhasil menduduki beberapa kota besar di
Indonesia dan meguasai bank-bank. Dari bank-bank itu Sekutu mengedarkan uang cadangan
sebesar 2,3 milyar untuk keperluan operasi mereka. Kelompok masyarakat yang paling
menderita akibat inflasi ini adalah petani. Hal itu disebabkan pada zaman pendudukan Jepang
petani adalah produsen yang paling banyak menyimpan mata-uang Jepang.
Pemerintah Republik Indonesia yang baru berdiri, tidak dapat menghentikan peredaran mata
uang Jepang tersebut, sebab negara RI belum memiliki mata-uang baru sebagai penggantinya.
Maka dari itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di
wilayah RI, yaitu :
a. mata-uang De Javasche Bank;
b. mata-uang pemerintah Hindia Belanda;
c. mata-uang pendudukan Jepang.
Pada saat kesulitan ekonomi menghimpit bangsa Indonesia, tanggal 6 Maret 1946, Panglima
AFNEI yang baru, Letnan Jenderal Sir Montagu Stopford mengumumkan berlakunya uang
NICA di daerah-daerah yang diduduki Sekutu. Uang NICA ini dimaksudkan sebagai pengganti
uang Jepang yang nilainya sudah sangat turun. Pemerintah melalui Perdana Menteri
Syahrir memproses tindakan tersebut. Karena hal itu berarti pihak Sekutu telah melanggar
persetujuan yang telah disepakati, yakni selama belum ada penyelesaian politik mengenai status
Indonesia, tidak akan ada mata uang baru.
Oleh karena itulah pada bulan Oktober 1946 Pemerintah RI, juga melakukan hal yang sama yaitu
mengeluarkan uang kertas baru yaitu Oeang Republik Indonesia (ORI) sebagai pengganti uang
Jepang. Untuk melaksanakan koordinasi dalam pengurusan bidang ekonomi dan keuangan,
pemerintah membentuk Bank Negara Indonesia pada tanggal 1 November 1946. Bank Negara
ini semula adalah Yayasan Pusat Bank yang didirikan pada bulan Juli 1946 dan dipimpin
oleh Margono Djojohadikusumo. Bank negara ini bertugas mengatur nilai tukar ORI dengan
valuta asing.
2. Adanya blokade ekonomi, oleh Belanda (NICA). Blokade laut ini dimulai pada bulan
November 1945 ini, menutup pintu keluar-masuk perdagangan RI. Adapun alasan pemerintah
Belanda melakukan blokade ini adalah :
a. Untuk mencegah dimasukkannya senjata dan peralatan militer ke Indonesia;
b. Mencegah dikeluarkannya hasil-hasil perkebunan milik Belanda dan milik asing lainnya;
c. Melindungi bangsa Indonesia dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang bukan
Indonesia.
Akibat dari blokade ini barang-barang dagangan milik pemerintah RI tidak dapat diekspor,
sehingga banyak barang-barang ekspor yang dibumihanguskan. Selain itu Indonesia menjadi
kekurangan barang-barang impor yang sangat dibutuhkan.
3. Kas negara kosong, pajak dan bea masuk sangat berkurang, sehingga pendapatan pemeritah
semakin tidak sebanding dengan pengeluarannya. Penghasilan pemerintah hanya bergantung
kepada produksi pertanian. Karena dukungan petani inilah pemerintah RI masih bertahan, sekali
pun keadaan ekonomi sangat buruk.
B. USAHA MENEMBUS BLOKADE EKONOMI
Usaha-usaha untuk menembus blokade ekonomi yang dilakukan oleh pihak Belanda
dilaksanakan oleh pemerintah dengan berbagai cara, diantaranya sebagai berikut :
1. Diplomasi Beras ke India
Usaha ini lebih bersifat politis daripada ekonomis. Ketika terdengar berita bahwa rakyat India
sedang ditimpa bahaya kelaparan, pemerintah RI segera menyatakan kesediaannya untuk
membantu pemerintah India dengan mengirimkan 500.000 ton beras, dengan harga sangat
rendah. Pemerintah bersedia melakukan hal ini karena diperkirakan pada musim panen tahun
1946 akan diperoleh surplus sebesar 200.000 sampai 400.000 ton.
Sebagai imbalannya pemerintah India menjanjikan akan mengirimkan bahan pakaian yang
sangat dibutuhkan oleh rakyat Indonesia. Keuntungan politik yang diperoleh oleh pemerintah RI
adalah dalam forum internasional India adalah negara Asia yang paling aktif membantu
perjuangan kemerdekaan RI.
2. Mengadakan Hubungan Dagang Langsung ke Luar Negeri
Usaha untuk membuka hubungan langsung ke luar negeri, dilakukan oleh pihak pemerintah
maupun pihak swasta. Diantara usaha-usaha tersebut adalah sebagai berikut :
a. Mengadakan kontak hubungan dengan perusahaan swasta Amerika (Isbrantsen Inc.). Usaha
ini dirintis oleh BTC (Banking and Trading Corporation), suatu badan perdagangan semi-
pemerintah yang dipimpin oleh Dr. Sumitro Djojohadikusumo dan Dr. Ong Eng Die. Dalam
transaksi pertama pihak Amerika Serikat bersedia membeli barang-barang ekspor dari Indonesia
seperti gula, karet, teh, dan sebagainya. Kapal Isbrantsen Inc. yang masuk ke pelabuhan Cirebon
adalah kapal Martin Behrmann yang mengangkut barang-barang pesanan RI dan akan memuat
barang-barang ekspor dari RI. Akan tetapi kapal itu dicegat oleh kapal Angkatan Laut Belanda
dan diseret ke pelabuhan Tanjung Priuk dan seluruh muatannya disita.
b. Menembus blokade ekonomi Belanda di Sumatera dengan tujuan Singapura dan Malaysia.
Oleh karena jarak perairan yang relatif dekat, maka usaha ini dilakukan dengan perahu layar dan
kapal motor cepat. Usaha ini secara sistimatis dilakukan sejak tahun 1946 sampai dengan akhir
masa Perang Kemerdekaan. Pelaksanaan penembusan blokade ini dilakukan oleh Angkatan Laut
RI dengan dibantu oleh pemerintah daerah penghasil barang-barang ekspor.
Sejak awal tahun 1947 pemerintah RI membentuk perwakilan resmi di Singapura yang diberi
nama Indonesia Office (Indoff). Secara resmi Indoff ini merupakan badan yang memperjuangkan
kepentingan politik di luar negeri, namun secara rahasia juga berusaha menembus blokade dan
usaha perdagangan barter.
Kementerian Pertahanan juga membentuk perwakilannya di luar negeri yang
disebut Kementerian Pertahanan Usaha Luar Negeri (KPLULN) yang dipimpin oleh Ali
Jayengprawiro. Tugas pokok badan ini adalah membeli senjata dan perlengkapan Angkatan
Perang. Sebagai pelaksana upaya menembus blokade ini yang terkenal adalah John Lie, O.P.
Koesno, Ibrahim Saleh dan Chris Tampenawas. Selama tahun 1946 pelabuhan di Sumatera
hanya Belawan yang berhasil diduduki Belanda. Karena perairan di Sumatera sangatlah luas,
maka pihak Belanda tidak mampu melakukan pengawasan secara ketat. Hasil-hasil dari
Sumatera terutama karet yang berhasil diselundupkan ke luar negeri, utamanya ke Singapura,
mencapai jumlah puluhan ribu ton. Selama tahun 1946 saja barang-barang yang diterima oleh
Singapura dari Sumatera seharga Straits $ 20.000.000,-. Sedangkan yang berasal dari Jawa
hanya Straits $ 1.000.000,-. Sebaliknya barang-barang yang dikirim ke Sumatera dari Singapura
seharga Straits $ 3.000.000,- dan dari Singapura ke Jawa seharga Straits $ 2.000.000,-.
C. USAHA-USAHA MENGATASI KESULITAN EKONOMI
Pada awal kemerdekaan masih belum sempat melakukan perbaikan ekonomi secara baik. Baru
mulai Pebruari 1946, pemerintah mulai memprakarsai usaha untuk memecahkan masalah-
masalah ekonomi yang mendesak. Upaya-upaya itu diantaranya sebagai berikut :
1. Pinjaman Nasional
Program Pinjaman Nasional ini dilaksanakan oleh Menteri Keuangan. lr. Surachman dengan
persetujuan BP-KNIP. Pinjaman Nasional akan dibayar kembali selama jangka waktu 40 tahun.
Besar pinjaman yang dilakukan pada bulan Juli 1946 sebesar Rp. 1.000.000.000,00. Pada tahun
pertama berhasil dikumpulkan uang sejumlah Rp. 500.000.000,00. Sukses yang dicapai ini
menunjukkan besarnya dukungan dan kepercayaan rakyat kepada Pemerintah RI.
2. Konferensi Ekonomi, Februari 1946
Konferensi ini dihadiri oleh para cendekiawan, para gubernur dan para pejabat lainnya yang
bertanggungjawab langsung mengenai masalah ekonomi di Jawa. Konferensi ini dipimpin oleh
Menteri Kemakmuran, Ir. Darmawan Mangunkusumo. Tujuan konferensi ini adalah untuk
memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang
mendesak, seperti :
a. masalah produksi dan distribusi makanan
Dalam masalah produksi dan distribusi bahan makanan disepakati bahwa sistem autarki lokal
sebagai kelanjutan dari sistem ekonomi perang Jepang, secara berangsur-angsur akan dihapuskan
dan diganti dengan sistem desentralisasi.
b. masalah sandang
Mengenai masalah sandang disepakati bahwa Badan Pengawasan Makanan Rakyat diganti
dengan Badan Persediaan dan Pembagian Makanan (PPBM) yang dipimpin oleh dr.
Sudarsono dan dibawah pengawasan Kementerian Kemakmuran. PPBM dapat dianggap sebagai
awal dari terbentuknya Badan Urusan Logistik (Bulog).
c. status dan administrasi perkebunan-perkebunan
Mengenai masalah penilaian kembali status dan administrasi perkebunan yang merupakan
perusahaan vital bagi RI, konferensi ini menyumbangkan beberapa pokok pikiran. Pada masa
Kabinet Sjahrir, persoalan status dan administrasi perkebunan ini dapat diselesaikan. Semua
perkebunan dikuasai oleh negara dengan sistem sentralisasi di bawah pengawasan Kementerian
Kemakmuran.
Konferensi Ekonomi kedua diadakan di Solo pada tanggal 6 Mei 1946. Konferensi kedua ini
membahas masalah perekonomian yang lebih luas, seperti program ekonomi pemerintah,
masalah keuangan negara, pengendalian harga, distribusi dan alokasi tenaga manusia. Dalam
konferensi ini Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta memberikan saran-saran yang berkaitan dengan
masalah rehabilitasi pabrik gula. Hal ini disebabkan gula merupakan bahan ekspor yang penting,
oleh karena itu pengusahaannya harus dikuasai oleh negara. Hasil ekspor ini diharapkan dapat
dibelikan atau ditukar dengan barang-barang lainnya yang dibutuhkan RI.
Saran yang disampaikan oleh Wakil Presiden ini dapat direalisasikan pada tanggal 21 Mei 1946
dengan dibentuknya Badan Penyelenggara Perusahaan Gula Negara (BPPGN) berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 3/1946. Peraturan tersebut disempurnakan melalui Peraturan
Pemerintah No. 4 tahun 1946, tanggal 6 Juni 1946 mengenai pembentukan Perusahaan
Perkebunan Negara (PPN).
3. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) pada tanggal 19 Januari
1947
Pembentukan Badan ini atas inisiatif Menteri Kemakmuran, dr. A.K. Gani. Badan ini
merupakan badan tetap yang bertugas membuat rencana pembangunan ekonomi untuk jangka
waktu 2 sampai 3 tahun. Sesudah Badan Perancang ini bersidang, A.K. Gani mengumumkan
Rencana Pembangunan Sepuluh Tahun. Untuk mendanai Rencana Pembangunan ini terbuka baik
bagi pemodal dalam negeri maupun bagi pemodal asing. Untuk menampung dana pembangunan
tersebut pemerintah akan membentuk Bank Pembangunan.
Pada bulan April 1947, Badan Perancang ini diperluas menjadi Panitia Pemikir Siasat
Ekonomi yang dipimpin langsung oleh Wakil Presiden Moh. Hatta, sedangkan A.K. Gani
sebagai wakilnya. Panitia ini bertugas mempelajari, mengumpulkan data dan memberikan saran
kepada pemerintah dalam merencanakan pembangunan ekonomi dan dalam rangka melakukan
perundingan dengan pihak Belanda.
Semua hasil pemikiran ini belum berhasil dilaksanakan dengan baik, karena situasi politik dan
militer yang tidak memungkinkan. Agresi Militer Belanda mengakibatkan sebagian besar daerah
RI yang memiliki potensi ekonomi baik, jatuh ke tangan Belanda. Wilayah RI tinggal beberapa
keresidenan di Jawa dan Sumatera yang sebagian besar tergolong sebagai daerah minus dan
berpenduduk padat. Pecahnya Pemberontakan PKI Madiun dan Agresi Militer Belanda II
mengakibatkan kesulitan ekonomi semakin memuncak.
4. Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (RERA) pada tahun 1948.
Program yang diprakarsai oleh Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta ini, dimaksudkan untuk
mengurangi beban negara dalam bidang ekonomi, disamping meningkatkan efesiensi.
Rasionalisasi ini meliputi penyempurnaan administrasi negara, Angkatan Perang dan aparat
ekonomi. Sejumlah satuan Angkatan Perang dikurangi secara dratis. Selanjutnya tenaga-tenaga
bekas Angkatan Perang ini disalurkan ke bidang-bidang produktif dan diurus oleh Kementerian
Pembangunan dan Pemuda.
5. Rencana Kasimo (Kasimo Plan)
Program ini disusun oleh Menteri Urusan Bahan Makanan I.J. Kasimo. Pada dasarnya program
ini berupa Rencana Produksi Tiga Tahun, 1948-1950 mengenai usaha swasembada pangan
dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Untuk mningkatkan produksi bahan pangan
dalam program ini, Kasimo menyarankan agar :
a. menanami tanah-tanah kosong di Sumatera timur seluas 281.277 ha.;
b. di Jawa dilakkan intensifikasi dengan menanam bibit unggul;
c. pencegahan penyembelihan hewan-hewan yang berperan penting bagi produksi pangan;
d. disetiap desa dibentuk kebun-kebun bibit;
e. tranmigrasi.
6. Persatuan Tenaga Ekonomi (PTE)
Organisasi yang dipimpin B.R. Motik ini, bertujuan untuk menggiatkan kembali partisipasi
pengusaha swasta. Dengan dibentuknya PTE juga diharapkan dapat dan melenyapkan
individualisasi di kalangan organisasi pedagang sehingga dapat memperkokoh ketahanan
ekonomi bangsa Indonesia. Pemerintah menganjurkan agar pemerintah daerah usaha-usaha yang
dilakukan oleh PTE. Akan tetapi nampaknya PTE tidak dapat berjalan dengan baik. PTE hanya
mampu mendirikan Bank PTE di Yogyakarta dengan modal awal Rp. 5.000.000. Kegiatan PTE
semakin mundur akibat dari Agresi Militer Belanda.

Anda mungkin juga menyukai