Anda di halaman 1dari 12

Pemberontakan DI/TII

di Aceh
Elfira Rosa Adinda (12)
Tiara Agma Vanya (33)
ACEH
Garis Besar
Latar Belakang
PERANG CUMBOK
Setelah kemerdekaan Indonesia, di Aceh terjadi perang saudara antara kelompok ulama
yang tergabung pada PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) yang dipimpin oleh Tengku
Daud Beureuh dengan kepala adat/bangsawan (Uleebalang). Perang ini terjadi sejak
Desember 1045 – Februari 1946.

Pemerintah Indonesia menyelesaikan masalah tersebut dengan memberikan status Daerah


Istimewa tingkat provinsi kepada Aceh dan mengangkat Tengku Daud Beureuh sebagai
gubernur.
Latar Belakang
DI / TII
Setelah terbentuknya NKRI pada 1950, pemerintah Indonesia melakukan penyederhanaan
administrasi pemerintahan. Akibatnya status Aceh turun dari Daerah Istimewa menjadi
daerah keresidenan di bawah provinsi Sumatra Utara.

Daud Beureuh kecewa dan memutuskan untuk bergabung dengan organisasi Negara Islam
Indonesia (NII) yang dipimpin Sekarmadji Maridian Kartosoewirjo pada 20 September 1953.

Setelah bergabung dengan NII, mereka melakukan operasi menguasai kota-kota di Aceh
serta melakukan propaganda untuk memperkeruh citra pemerintahan Indonesia.
Upaya Pemerintah
Terima kasih!
Perang Cumbok
Perang Cumbok adalah sebuah konflik sosial yang berpusat di Pidie, antara
kelompok Ulee Balang (Bangsawan) yang dipimpin Teuku Muhammad Daud di
Cumbok, seorang Ulee Balang di Cumbok (Lameuloe, Pidie) melawan kelompok
Ulama yang tergabung dalam PUSA (Persatuan Ulama Aceh) yang dipimpin Tgk.
Daud Beureueh yang berbasis di Beureunen. Perang ini pada dasarnya adalah
pergolakan untuk meruntuhkan Feodalisme di Pidie yang dipicu perbedaan
pandangan dalam menyikapi Kemerdekaan RI di Aceh paska proklamasi RI, dimana
pihak Ulee Balang menghendaki agar Belanda kembali ke Aceh, sementara PUSA
menyetujui kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.
• Dalam menghadapi agresi militer kedua yang dilancarkan Belanda untuk menguasai
Negara Republik Indonesia, Pemerintah bermaksud untuk memperkuat pertahanan dan
keamanan dengan mengeluarkan Ketetapan Pemerintah Darurat Republik Indonesia
Nomor 21/Pem/PDRI tanggal 16 Mei 1949 yang memusatkan kekuatan Sipil dan Militer
kepada Gubernur Militer.
• Pada akhir tahun 1949 Keresidenan Aceh dikeluarkan dari Propinsi Sumatera Utara dan
selanjutnya ditingkatkan statusnya menjadi Propinsi Aceh. Teungku Muhammad Daud
Beureueh yang sebelumnya sebagai Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo
diangkat menjadi Gubernur Propinsi Aceh. beberapa waktu kemudian, berdasarkan
Peraturan pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1950 propinsi Aceh
kembali menjadi Keresidenan sebagaimana halnya pada awal kemerdekaan. Perubahan
status ini menimbulkan gejolak politik yang menyebabkan terganggunya stabilitas
keamanan, ketertiban dan ketentraman masyarakat. Keinginan pemimpin dan rakyat
Aceh ditanggapi oleh Pemerintah sehingga dikeluarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun
1956 tentang pembentukan kembali propinsi Aceh yang meliputi seluruh wilayah bekas
keresidenan Aceh.
Daerah Istimewa Aceh
• Sejak tanggal 26 Mei 1959 Daerah Swatantra Tingkat I atau Propinsi
Aceh diberi status “Daerah Istimewa” dengan sebutan lengkap
Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Dengan predikat tersebut, Aceh
memiliki hak-hak otonomi yang luas dalam bidang agama, adat dan
pendidikan. status ini dikukuhkan dengan Undang-undang Nomor 18
Tahun 1965.
Referensi
• https://acehinstitute.org/pojok-publik/politik/dari-perang-cumbok-
sampai-konflik-antara-pa-dan-pna.html
• https://www.acehprov.go.id/profil/read/2014/10/03/104/sejarah-
provinsi-aceh.html

Anda mungkin juga menyukai