Ternyata lemari besar tersebut membawanya memasuki negeri yang kelak ia ketahui
bernama Narnia, suatu negeri yang selalu mengalami musim dingin namun tak
pernah ada Natal gara-gara ulah si penyihir jahat yang menguasai negeri Narnia
dengan kutukannya. Dalam kunjungan itu Lucy bertemu dengan Tumnus, manusia
setengah kambing yang menceritakan kejadian buruk yang sedang terjadi di negeri
Narnia.
Beberapa jam lamanya Lucy singgah gua Tumnus di Narnia namun anehnya, ketika
ia kembali ke ruang kosong tadi, kakak-kakaknya masih di ruang sebelah dan tidak
merasa kalau Lucy sudah pergi begitu lama. Karena itu mereka sulit untuk
mempercayai Lucy yang bercerita mengenai negeri Narnia, dan memang ketika Lucy
mencoba mengajak keempat kakak-kakaknya untuk masuk ke lemari tadi ternyata
memang tidak terjadi keanehan apapun dan lemari itupun berujung kayu biasa yang
tak bisa ditembus siapapun.
Ketika bermain petak umpet secara tak disengaja Edmund bersembunyi di lemari
tersebut dan sama seperti yang dialami Lucy iapun memasuki negeri Narnia, namun
yang ditemui Edmund kali ini adalah penyihir jahat yang mencoba membujuknya
untuk mengajak ketiga kakaknya untuk menemuinya di istana sihirnya.
Esoknya ketika keempat anak itu mencoba bersembunyi dari pengurus rumah yang
sedang mengantar tamunya untuk berkeliling rumah, keempat anak itu masuk ke
dalam lemari di ruang kosong tersebut dan setelah menyibak mantel-mantel yang
terdapat dalam lemari itu merekapun mendapati bahwa mereka telah berada di
negeri Narnia yang dingin bersalju!. Ketika mereka hendak mengunjungi Tumnus
yang pernah ditemui Lucy ternyata gua tempat tinggal Tumnus telah hancur dan
mereka mendapati selebaran bahwa Tumnus telah ditangkap si penyihir karena
dianggap telah menolong Lucy dan tidak menyerahkan Lucy pada saat kunjungannya
yang pertama pada penyihir yang menjadi penguasa Narnia. Kecuali Edmund yang
diam-diam pergi untuk menemui penyihir, merekapun bertekad menyelamatkan
Tumnus.
Ternyata kedatangan mereka telah diramalkan dalam sebuah syair kuno Narnia.
Aslan sang singa, penguasa tertinggi bumi Narnia, juga telah muncul kembali untuk
menghadapi si penyihir. Akhirnya memang keempat kakak beradik itu bersama
dengan Aslan akan berperang melawan kekuatan jahat si penyihir putih. Karena
menurut ramalan kuno tersebut hanya keempat anak serta singa agung, Aslan yang
kelak bisa mematahkan kutukan jahat si penyihir itu.
Buku ini terbit pertama kali pada tahun 1950; buku ini merupakan seri pertama
dalam seri Narnia menurut urutan penerbitnya. Pada tahun 90-an buku ini pernah
diterjemahkan oleh penerbit Dian Rakyat, sayang setelah buku ini habis di pasaran,
penerbit Dian Rakyat tak pernah menerbitkannya lagi hingga akhirnya buku ini
kembali diterjemahkan dan diterbitkan oleh Gramedia.
Selain diterjemahkan dengan baik langsung dari karya aslinya buku terjemahan ini
dihiasi pula oleh ilustrasi apik karya Pauline Baynes seperti pada buku aslinya.
Pauline Baynes inilah akhirnya yang membuat ilustrasi untuk seluruh buku dalam seri
The Chronicles of Narnia. Diawali dengan Sang Singa, sang Penyihir, dan Lemari di
tahun 1949, kariernya sebagai ilustrator pun kian berkembang.
Walau buku ini diperuntukkan bagi anak-anak namun bukan berarti buku ini tak
layak dibaca pembaca dewasa, kepiawaian Lewis dalam meramu ceritanya membuat
buku ini bisa dinikmati pembaca dewasa dengan tak kalah menariknya. Persahabatan
Lewis dengan JRR Tolkien (penulis Lord of The Rings) berpengaruh pada Lewis dalam
memadukan penalaran dan imajinasi, sehingga Lewis dengan piawai berhasil
menyampaikan nilai-nilai positif yang dipercayainya dalam bentuk tulisan yang
imajinatif.
Ada banyak nilai moral yang didapat ketika membaca buku fantasi ini, buku yang
nampaknya hanya diperuntukkan bagi anak-anak ini ternyata memberikan gambaran
yang utuh tentang sebuah semesta yang utuh dan bermoral. Pesan-pesan moral
disampaikan oleh Lewis secara halus, luwes dan tidak mengganggu alur cerita
sehingga buku ini dan seri-seri selanjutnya dari The Chronicles of Narnia akan tampil
sebagai kisah yang menyentuh hati dan sekaligus menggugah akal budi.
untuk mengenal lebih dekat dunia ajaib Narnia. Buku ini ditulis oleh
Arie secara singkat, padat dan jelas! Setelah kata pengantar dan
pendapat pembaca, buku ini dimulai dari biografi singkat CS Lewis
yang juga dikenal sebagai sarjana kritikus sastra yang menonjol di
Oxford dan Cambridge, pengarang fiksi ilmiah dan cerita anak yang
termasyur hingga penulis dan penyiar radio yang gigih membela iman
Kristen. Dalam bab ini terungkap juga persahabatannya dengan JRR
Tolkien, penulis Lord of The Rings yang sedikit banyak mempengaruhi
gaya penulisannya.
Buku ini selain menyajikan proses kreatif Lewis dalam melahirkan
Narnia, juga dilengkapi dengan sinopsis ketujuh buku Narnia yang
dijelaskan sebagai semacam sneak peak yang tentu saja dalam
sinopsisnya ini Arie berusaha untuk tidak membocorkan ending cerita
demi kenikmatan calon pembaca Narnia. Karena terdapat perbedaan
antara urutan penerbitan buku dengan kronologis internal, Arie juga
menyuguhkan bab mengenai urutan pembacaan Narnia, dengan bijak
Arie memberikan saran-saran darimana sebaiknya pembaca membaca
kisah Narnia, walau keputusan akhir diserahkan pada pembacanya
namun Arie menyimpulkan kalau Narnia dibaca tidak berdasarkan
urutan kronologis internal maka kisah petualangan Narnia akan
terasa "lebih nendang!"
Selain itu buku ini juga dilengkapi dengan bab Aneka Penafsiran, yang
sebenarnya ditujukan bagi pembaca yang telah menamatkan ketujuh
seri Narnia, untuk itu di awal pengantar dan di awal bab 'Aneka
Penafsiran' Arie memberi peringatan kalau bagian ini mengandung
bocoran dari kisah Narnia dan menyarankan bagi yang belum
membaca ketujuh seri Narnia agar melewatkan bagian ini.
Di bab-bab terakhir buku ini Arie mengetengahkan bab 'Keungggulan
Narnia '-Sebuah catatan pribadi- dan bab mengenai perbandingan
antara Narnia, Dunia Tengah (Lord of The Rings), dan Harry Potter.
Mungkin bab-bab ini yang paling menarik dari buku ini karena
pembaca buku-buku fantasi mau tak mau pasti akan bertanya-tanya
dan membanding-bandingkan dengan dua buku yang terlebih dahulu
telah dikenal di Indonesia. (Harry Potter dan Lord of The Rings)
Buku ini memang tak lepas dari penilaian subyektif pengarangnya
yang mengaku begitu terkesan dengan kisah petualangan Narnia (hal
97). Namun terlepas dari semua itu buku yang memang
diperuntukkan bagi pembaca Narnia di Indonesia ini sangat baik
dibaca oleh penggemar dan calon penggemar Narnia untuk
mengetahui siapa C.S. Lewis dan apa itu Narnia. Setidaknya buku ini
dapat menjadi 'bekal' yang cukup mengenyangkan bagi pembaca
Narnia untuk berpetualang ke dunia ajaib Narnia. Setelah dirasa
'bekal' itu cukup maka pembaca Narnia akan segera berkata "Let's Go
Into Narnia!" ***