Setelah pemakaman orang tua Evan yang baru saja meninggal karena kecelakaan
tabrak lari, Evan pulang ke rumah ditemani oleh Paman dan sepupunya Nisa.
Paman : Paman ikut sedih atas musibah yang kamu alami, selanjutnya apa rencanamu?
Evan : Belum tau, Paman. Tapi saya masih ingin kuliah.
Nisa : Apa? Kuliah? Memangnya kamu punya duit? Daripada bermimpi mendingan kamu
ikut kerja ternak bebek saja di tempat Pak Yudi. Hasilnya lumayan, Van!
Paman : Nisa benar, tidak usah mikir kuliah lagi, yang penting gimana caranya kamu bisa
makan tiga kali dan bertahan hidup.
Evan : Tidak Paman, gimanapun caranya saya akan berusaha untuk kuliah lagi.
Paman : Ya sudah, terserah kalau kamu masih ingin terus bermimpi. Apalagi kamu sering
berbicara yang paman tidak pahami wasweswos seperti itu, bahasa apa sih itu?
Bahasa inggris ? Kalau besok kamu mau, kamu ikut kami ke peternakan bebek Pak
Yudi, nanti biar Paman yang bilang ke beliau kamu mau ikut kerja juga ngurus
bebeknya.
Nisa : (sambil tersenyum mengejek) siapa tau jadi juragan bebek terus bisa kuliah.
Evan : Iya, Paman, saya ikut besok pagi.
Ternyata Bapak Yudi adalah Ayah dari Ibu Nandia, guru matematika Evan ketika
masih di bangku SMA. Suatu sore mereka bertemu, dan Ibu Nandia mengajak Evan bicara
untuk mengetahui kabarnya.
Nandia : Siapa bilang? Beasiswa yang gratis..tis..tis ada. Jadi kamu Cuma modal diri aja.
Sudah, besok siang kamu temui saya di sekolah, ada beberapa brosur beasiswa,
siapa tau kamu bisa lolos.
Evan : Wah, terimakasih banyak, Bu! Besok saya ke sana, pasti ke sana.
Keesokan harinya Evan pergi menemui Bu Nandia saat jam istirahat kerja. Mereka
berdua berjalan menuju kantin untuk membicarakan soal beasiswa.
Nandia : Ini, Van. Ibu punya beberapa brosur beasiswa yang bisa kamu pilih. Ada juga yang
ke luar negeri,lho. Amerika, Belgia…
Evan : Luar negeri, Bu? Apa mungkin saya ke luar negeri? Bisa kuliah di Indonesia saja
sudah senang, Bu.
Nandia : Kenapa tidak, ibu dengar nilai bahasa inggrismu dulu baik, kamu juga pernah
menang lomba pidato bahasa Inggris mengalahkan kakak kelasmu dulu. Dan ibu
dengar kamu mempunyai cita – cita menjadi Dubes di negara lain. Jadi kenapa
ragu? Kalau ibu jadi kamu, ibu akan coba beasiswa ke luar negerinya.
Evan : Biayanya gimana, Bu?
Nandia : Coba kamu baca brosur itu baik-baik.
Evan : (mengeja) mahasiswa yang diterima akan dibiayai penuh oleh …. Dibiayai penuh?
Gratis, Bu?
Nandia : Iya, gratis! Jadi tidak perlu pecah tabunganmu.
Evan : (tersenyum malu) iya, Bu, akan saya coba. Pasti akan saya coba.
Nandia : Ya sudah, jangan terlalu banyak bicara, baksonya hampir dingin, ayo dimakan
terus kembali lagi kerja.
Evan : Siap, Bu!
Karena Evan anak yang cerdas, ia mendapatkan salah satu beasiswa tersebut. Tidak
tanggung-tanggung, Evan akan kuliah di Amerika selama 2 tahun.
Nisa yang sempat meremehkan Evan merasa menyesal pernah mengejeknya dulu
Nisa : Ternyata kamu nggak mimpi, Vam. Malah ke Amrik lagi! Kamu hebat. Maaf ya
kemarin aku sempat ngejek kamu
Evan : Nggak papa, kalau kamu mau kamu juga bisa. Awalnya mimpi, tapi kalau kita
berusaha bisa jadi kenyataan!
Nisa : Aku juga mau kayak kamu, tapi aku pengen punya peternakan bebek yang besaaaaaar
seperti punya Pak Yudi.
Paman : Bisa saja, nanti Bapak bisa makan bebek tiap hari ya, Van
Nisa : Ide bagus, nanti kalau kamu sukses, kita jual bebeknya ke Amerika juga.
Evan : (sambil tertawa).. boleh..boleh….
Mereka bertiga larut dalam obrolan hingga tengah malam. Keesokan harinya Paman
mengantar Evan ke bandara. Dari sanalah Evan mulai mewujudkan apa cita-citanya selama
ini.