Anda di halaman 1dari 20

LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA

MATERI NILAI-NILAI KEBANGSAAN


YANG BERSUMBER DARI NKRI
PENGANTAR NILAI-NILAI NKRI

1. Pendahuluan.
Nilai-nilai Kebangsaan yang bersumber dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), digali dari sejarah perjalanan dan perjuangan
bangsa Indonesia jauh sebelum Indonesia menegara hingga Indonesia
menjadi negara yang merdeka, bersatu dan berdaulat. NKRI adalah negara
kepulauan, terdiri dari ribuan pulau yang dipersatukan oleh lautan dan udara
di atasnya sebagai satu kesatuan utuh tidak terpisahkan. Wilayah NKRI
adalah tanah tumpah darah, tanah air, dan sebagai ruang hidup yang
merupakan sumber maupun kancah kehidupan bangsa Indonesia. Bangsa
Indonesia tercipta sebagai bangsa pluralis, yang memiliki tingkat keragaman
amat tinggi, meliputi berbagai perbedaan mulai dari suku (etnik), bahasa
lokal (daerah), adat istiadat sampai dengan agama dan keyakinannya.
Walaupun demikian, segala bentuk perbedaan yang amat beragam itu
kemudian dapat diselaraskan oleh tujuan dan cita-cita hidup bersama, yaitu
merdeka, lepas dari belenggu penjajahan serta mewujudkan suasana
kehidupan bersama yang aman, damai dan sejahtera.
Sejak dahulu para pendahulu bangsa sangat memahami dan
menyadari, bahwa keberhasilan dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan
nasionalnya, bangsa Indonesia harus mampu menjadi bangsa mandiri yang
percaya akan kekuatan nasional yang dimiliki. Hal tersebut dapat dilihat dari
perjalanan sejarah perjuangan pergerakan kebangsaan yang membuahkan
kemerdekaan dan menyatukan seluruh wilayah nusantara ke dalam satu
kesatuan, karena perjuangan yang bersifat mandiri. Kemandirian akan dapat
terwujud bila bangsa Indonesia memiliki keteguhan untuk mempertahankan
nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sebagai identitas, jati diri dan karakter
kebangsaan Indonesia, percaya pada kekuatan dan kemampuan sendiri
serta membangun kualitas sumber daya manusia agar mampu menghadapi
tuntutan perubahan dan perkembangan lingkungan strategis. Semua itu
harus terus diupayakan agar bangsa Indonesia memiliki daya saing yang
tinggi dalam percaturan kehidupan internasional serta mampu meminimalkan
ketergantungan terhadap negara lain.

2. Sepintas sejarah kenegaraan dan kebangsaan Indonesia.


Sesuai dengan catatan sejarah sebagaimana yang tertulis dalam
Rakawi Walmiki (tersurat dalam bahasa Kawi Sansekerta) pada abad ke-2
Masehi, Negara Indonesia pada awalnya dikenal dengan nama Yawadwipa
atau Dwipantara atau Nusantara (yang artinya Negara Kepulauan). Masa
keemasan Nusantara diawali pada abad ke-8 sampai dengan abad ke-13,
yaitu pada masa kejayaan kerajaan Srivijaya (Sriwijaya) yang kala itu
diperintah oleh Raja Balaputeradewa, dimana wilayah kekuasaannya
meliputi wilayah Nusantara (wilayah Indonesia saat ini) hingga ke daratan
Semenanjung Malaka (Malaysia sekarang) dan Champa (Kamboja). Pada
abad ke-12, seiring dengan semakin melemahnya kerajaan Sriwijaya, berdiri
kerajaan Majapahit (yaitu kerajaan Hindu-Budha) yang diperintah oleh Raja
Hayam Wuruk dengan Maha Patihnya yang terkenal yaitu Gajah Mada.
Kerajaan Majapahit tumbuh menjadi kerajaan besar yang sangat kuat, yang
dalam kitab Negarakertagama tersurat memiliki wilayah taklukan meliputi
seluruh wilayah Nusantara hingga Semenanjung Melayu. Pada abad ke-15
kekuasaan Majapahit runtuh dan tercatat sebagai kerajaan terbesar terakhir
di Indonesia. Setelah Majapahit runtuh mulai bermunculan kerajaan-kerajaan
dan kesultanan kecil tersebar di berbagai wilayah nusantara, yang sebagian
kecil peninggalannya masih ada hingga saat ini. Runtuhnya dua kerajaan
besar Sriwijaya dan Majapahit pada dasarnya diakibatkan oleh konflik
dikalangan elit kekuasaan yang pada umumnya bermuara pada perang
saudara. Konflik yang berlarut larut mengakibatkan kerajaan tersebut
terpecah belah menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Dan konflik memperebutkan
wilayah dan kekuasaan di dalam kerajaan-kerajaan itupun terus menerus
terjadi.
Pada abad ke-16 VOC (Veereneging of Indiche Companye) atau
Perserikatan Dagang Belanda datang ke Indonesia, tujuan awalnya adalah
2
untuk melaksanakan perdagangan rempah-rempah dengan pihak kerajaan-
kerajaan di Indonesia. Namun kemudian VOC melihat ada celah kerawanan
di dalam dan antar kerajaan yang selalu berkonflik, VOC merubah haluannya
tidak hanya berdagang tetapi mulai melakukan penguasaan wilayah dengan
menggunakan taktik adu domba (Devide Et Impera) antar kerajaan dan juga
menggunakan kekuatan pasukan bersenjata agar dapat menguasai wilayah
Indonesia dan hasil rempah-rempah. Pada tahun 1799, VOC bangkrut akibat
korupsi besar-besaran para pejabatnya, kemudian seluruh asetnya diambil
alih oleh Pemerintah Belanda, disinilah awal dimulainya penjajahan fisik
Belanda terhadap Indonesia untuk menguasai seluruh sumber daya alam
Indonesia. Seiring dengan perjalanan waktu, pada abad ke-19 mulai timbul
kesadaran masyarakat untuk melakukan perlawanan fisik dan non fisik guna
membebaskan wilayah Indonesia dari belenggu kolonialisme dan
imperalisme. Masa perjuangan tersebut pada mulanya hanyalah
berwawasan primordial, etnik, keorganisasian dan kedaerahan seperti yang
dilakukan oleh Boedi Oetomo (1908), Sarekat Islam (1911), Muhammadiyah
(1912), Indische Party (1912), Nahdatoel Oelama (1926) dan sebagainya,
kemudian dari tahapan perjuangan tersebut, lahirlah suatu pergerakan
nasional dengan mempersatukan seluruh kekuatan rakyat di Nusantara yang
kristalisasinya terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928 yang kemudian kita
kenal dengan gerakan Soempah Pemoeda. Perjuangan kebangkitan
pergerakan nasionalisme tersebut kemudian melahirkan sebuah Negara
Kesatuan yang merdeka, yakni Republik Indonesia yang diproklamirkan pada
tanggal 17 Agustus 1945. Sejak saat itu Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), resmi menjadi negara yang bersatu dan berdaulat.
Keberhasilan perjuangan tersebut bila kita simpulkan terdapat 3 (tiga)
benang merah yang dapat dipetik yaitu, Pertama adanya kesadaran untuk
membangun ikatan persatuan bangsa dalam melakukan perjuangan, kedua
adanya usaha yang sangat gigih untuk mempersatukan wilayah nusantara
dalam ikatan NKRI; dan ketiga, adanya sikap kemandirian bangsa untuk
menunjukkan eksistensi perjuangan yang dilandasi oleh sikap percaya pada
kekuatan dan kemampuan sendiri. Sesaat Indonesia merdeka, ancaman,
gangguan, hambatan dan tantangan selalu mewarnai kehidupan bangsa dan
negara Indonesia karena Pemerintah Belanda masih berusaha untuk
3
menguasai kembali wilayah Indonesia dengan cara “membonceng” tentara
Inggris. Akan tetapi rakyat Indonesia yang merasa sudah merdeka, dengan
gigih melakukan perlawanan terhadap pasukan kolonial Belanda yang ingin
kembali. Hal ini ditunjukan dalam berbagai pertempuran seperti pertempuran
10 Nopember 1945 di Surabaya, Pertempuran 5 hari di Semarang, Palagan
Ambarawa tanggal 15 Desember 1945, Bandung Lautan Api dan sejumlah
pertempuran lainnya di berbagai daerah demi mempertahankan
kemerdekaan Indonesia. Rangkaian perlawanan bersenjata tersebut
selanjutnya kita sebut dengan Perang Kemerdekaan I dan II (PK I dan PK II).
Setelah perang kemerdekaan I dan II usai, muncul persoalan internal bangsa
dan negara Indonesia yang nyaris mengacaukan dinamika kehidupan
kebangsaan Indonesia. Pemberontakan demi pemberontakan terus
bermunculan seperti pemberontakan PKI Madiun 1948, Pemberontakan
Kahar Muzakar di Sulawesi, Pemberontakan DI/TII Karto Suwiryo,
Pemberontakan dan Pengkhianatan G.30.S/PKI, Separatis Gerakan Aceh
Merdeka (GAM), Gerakan Separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM),
Gerakan Separatis Maluku Tenggara, sekalipun persoalan internal bangsa
tersebut saat ini telah dapat diatasi, namun gerakan OPM masih belum dapat
diselesaikan secara tuntas.
Kini di era globalisasi bangsa Indonesia dihadapkan pada satu
fenomena ancaman baru yang multi dimensional yaitu munculnya ancaman
liberalisme dan kapitalisme dalam bentuk wajah yang baru. Hegemoni
budaya instan dan berbagai isu lainnya seperti isu demokratisasi, isu
Lingkungan hidup, HAM serta ancaman terorisme, semua itu menjadi
tantangan bagi bangsa dan negara Indonesia. Karena itu bangsa Indonesia
dituntut untuk semakin memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa demi
menjaga tetap tegak dan utuhnya NKRI, yang pada akhir-akhir ini justru
sedang menghadapi tantangan internal yang tidak ringan. Ikatan persatuan
bangsa yang nampak semakin kendor oleh maraknya berbagai konflik sosial.
Disamping itu, permasalahan wilayah perbatasan negara yang dapat menjadi
ancaman bagi kedaulatan negara serta semakin merosotnya kemandirian
bangsa dihadapkan dengan tuntutan global.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki budaya, sehingga
dikenal sebagai bangsa yang santun, menjunjung tinggi moral dan etika,
4
mengedepankan pola hidup gotong-royong, guyub (selalu menjaga
persatuan), memiliki empati sosial yang tinggi (sangat peka dan peduli
terhadap nasib sesama bangsa), serta memiliki jiwa patriotisme dan
nasionalisme yang tinggi. Namun dalam sekejap semua itu telah mengalami
pergeseran yang semakin menjauh dari nilai-nilai luhur budaya bangsa,
akibat dari euforia reformasi yang berlebihan dan terpengaruh oleh budaya
asing yang tidak sesuai, hal ini dapat kita saksikan dari dinamika kehidupan
kebangsaan kita saat ini, seperti merebaknya kasus-kasus: korupsi, konflik
antar kelompok, terorisme, radikalisme, meningkatnya penggunaan narkoba,
seks bebas, sadisme, anarkhisme, suka menghujat dan sebagainya.
Kondisi tersebut telah mengusik rasa keprihatinan dari berbagai
komponen bangsa yang masih memiliki tanggung jawab terhadap masa
depan bangsa dan negara untuk meluruskan kembali kehidupan bangsa
Indonesia kepada budaya, jati diri dan karakter kebangsaan Indonesia,
sehingga memang dipandang perlu untuk memantapkan kembali nilai-nilai
kebangsaan kepada seluruh kalangan dan lapisan masyarakat melalui
berbagai forum.

3. Perkembangan Wilayah NKRI.


Perjuangan para pemimpin bangsa untuk menjaga dan
mempertahankan keutuhan wilayah NKRI dilakukan melalui proses yang
sangat berat dan rumit, karena bangsa Indonesia memandang wilayah NKRI
bukan hanya sekedar sebagai tanah kelahiran dan tanah tumpah darah
semata, melainkan lebih dari itu, wilayah NKRI juga sebagai ruang hidup dan
sumber kehidupan yang sangat vital bagi kelangsungan hidup bangsa dan
negara guna mencapai cita-cita bangsa dalam rangka mewujudkan tujuan
nasional.
Luas wilayah yurisdiksi nasional Indonesia saat ini adalah seluas : + 7,8
juta Km2, terdiri dari luas daratan : 1,9 juta Km2 dan sisanya adalah wilayah
lautan, dengan jumlah penduduk : +237.641.236 jiwa, terdiri dari 449 suku
bangsa, dengan jumlah pulau : 17.504, perkembangan wilayah NKRI dari
periode ke periode dapat dijelaskan sebagai berikut :

5
a. Periode 1945 – 1957.
Pada periode ini landasan hukum penentuan wilayah Negara
Indonesia masih mengacu kepada Teritoriale Zee en Maritieme Kringen
Ordonantie tahun 1939 (TZMKO 1939) jaman Hindia Belanda, dimana
pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut sekelilingnya,
sedangkan setiap pulau hanya mempunyai laut disekelilingnya sejauh 3
mil dari garis pantai, ini berarti di luar zona 3 mil tersebut adalah
merupakan laut bebas, dalam arti pulau-pulau yang merupakan bagian
dari wilayah Indonesia dipisahkan oleh laut bebas.

b. Periode 1957 – 1982.


Pada masa Perdana Menteri Indonesia dijabat oleh Djuanda
Kartawidjaja, telah dinyatakan sebuah deklarasi yang disebut
“Deklarasi Djuanda”, yang dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957.
Untuk menyatakan kepada negara-negara anggota PBB bahwa laut
Indonesia adalah sebuah kesatuan wilayah perairan yang menyatukan
seluruh wilayah kedaulatan NKRI. Menurut deklarasi ini laut di sekitar
pulau-pulau wilayah Indonesia bukanlah kawasan laut bebas. Secara
tegas dalam deklarasi Djuanda dinyatakan bahwa Indonesia menganut
prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State). Pada awalnya
deklarasi tersebut ditentang oleh banyak negara di dunia yang merasa
kepentingannya dirugikan, sehingga pemerintah Indonesia terus
berjuang melalui upaya diplomasi. Deklarasi Djuanda itu sendiri
ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor. 4/PRP/1960 tentang
perairan Indonesia yang sekaligus merupakan pengganti UU TZMKO
1939. Atas dasar UU ini maka luas wilayah Republik Indonesia menjadi
2,5 kali lipat dari luas sebelumnya yaitu dari yang semula hanya :
2.027.087 km2, menjadi 5.193.250 km2 dengan pengeculian Irian Jaya.

Melalui perjuangan diplomatik yang panjang, akhirnya deklarasi


Djuanda diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-3
Tahun 1982 yaitu United Nation Convention On The Law of The Sea
1982 (UNCLOS 1982), yang ditanda tangani oleh 117 negara di
Montego Bay, Jamaika pada tanggal 10 Desember 1982. Pada tanggal
16 Nopember 1994, UNCLOS 1982 berlaku efektif setelah Ketentuan

6
Hukum Laut (KHL) 1982 diratifikasi oleh beberapa negara di dunia,
Indonesia adalah negara ke-26 yang meratifikasi KHL 1982 sebagai
negara kepulauan, sehingga Indonesia sah dalam memanfaatkan
sumber daya alam yang ada di dasar laut dan di bawahnya. Kedaulatan
NKRI sebagai Negara Kepulauan secara tegas tercantum dalam Pasal
49 UNCLOS 1982 yang berbunyi: “kedaulatan dari negara kepulauan
meliputi perairan-perairan yang tertutup oleh garis pangkal demikian
pula wilayah udara di atasnya dan dasar laut serta tanah di bawahnya”.

c. Periode 1994 – 2002.


Wilayah NKRI, mengalami perubahan setelah sengketa P.
Sipadan dan Ligitan antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah
Malaysia yang dimenangkan pihak Malaysia dengan keputusan
Mahkamah Internasional di Den Haag Belanda, disamping itu pada
tahun 1998 setelah Timor-Timur melepaskan diri dari ikatan NKRI,
maka secara otomatis wilayah NKRI mengalami perubahan baik
wilayah daratan, laut teritorial maupun Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE),
yang secara tegas diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun
2002 tentang Koordinasi Geografis Garis Pangkal Kepulauan Indonesia
dengan kedua negara tersebut, perubahan tersebut selanjutnya
disahkan oleh PBB tanggal 11 April 2011.

4. Perkembangan sikap bangsa setelah kemerdekaan.


(Periode 1945-1949, 1949-1965, 1965-1998, 1998-sekarang).
Setelah Bangsa Indonesia berhasil mencapai kemerdekaannya pada
tanggal 17 Agustus 1945, untuk membangun negara dan bangsa, Indonesia
tidak memiliki modal finansial yang cukup, namun didorong oleh semangat
persatuan dan kesatuan, kebersamaan, kemandirian dan nasionalisme yang
kuat dari setiap anak bangsa untuk saling bersatu bahu membahu mengisi
kemerdekaan demi mencapai cita-cita bangsa dalam rangka mewujudkan
tujuan nasional, Negara Indonesia secara bertahap mampu menjalankan
kehidupan kebangsaannya. Ir. Soekarno sebagai Presiden pertama Republik
Indonesia terus mengumandangkan nasionalisme untuk membangun
persatuan dan kesatuan serta kemandirian bangsa untuk mempertahankan
NKRI dan melaksanakan pembangunan nasional, proses pembangunan
7
diawali dengan pembangunan politik melalui langkah-langkah membangun
Nation and Character Building (Ir. Soekarno). Pembangunan politik
berhasil membangun bangsa dengan mengobarkan kesadaran nasional dan
solidaritas bangsa bagi seluruh masyarakat yang serba majemuk. Pada
masa ini terbentuklah sikap nasionalisme, patriotisme, anti kolonialisme,
anti kapitalisme dan bahkan anti imperialisme, namun titik kelemahan
pembangunan politik ini terletak pada lemahnya penanganan masalah-masalah
kesejahteraan yang makin krusial.

Masa Orde Baru adalah masa pemerintahan kepemimpinan Presiden


Soeharto, pada awalnya pemerintahan Orde Baru dinilai cukup berhasil
dalam melaksanakan pembangunan bangsa, misalnya di bidang politik,
Soeharto berhasil memperkecil faksi-faksi politik dengan menyederhanakan
jumlah partai politik yang pada awalnya cukup banyak menjadi 3 (tiga)
Parpol, pembangunan ekonomi dicanangkan melalui Repelita (Rencana
Pembangunan Lima Tahun) dengan kebijakan Trilogi Pembangunan juga
cukup berhasil, pendidikan karakter bangsa memperoleh perhatian yang
cukup proporsional. Dalam perjalanannya, ketika posisi politiknya semakin
kokoh, dalam rangka melanggengkan kekuasaannya, Soeharto mulai
bersikap represif terhadap rival politiknya, pembangunan ekonomi juga
semakin mengarah kepada pembangunan proyek mercusuar yang kurang
terkait langsung dengan kepentingan kesejahteraan rakyat, sehingga
menumbuhsuburkan KKN, persatuan dan kesatuan bangsa seakan menjadi
ikatan semu, kemandirian bangsa secara perlahan semakin rapuh. Kondisi
ini mencapai anti klimaks pada tahun 1997, dimana Indonesia diguncang
oleh resesi ekonomi yang cukup parah, yang mengakibatkan kondisi
ekonomi rakyat sangat terpuruk, kondisi tersebut menggugah kesadaran
rakyat untuk melakukan reformasi secara total dalam dinamika kehidupan
kebangsaan melalui gerakan reformasi nasional tahun 1998.

Era reformasi yang terjadi pada bulan Mei 1998, merupakan gerakan
politik atas kesadaran masyarakat untuk melakukan koreksi total terhadap
sistem pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto
yang oleh masyarakat Indonesia dinilai sarat dengan Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN) serta membatasi kehidupan demokrasi. Pada awalnya

8
arah yang dicita-citakan dalam reformasi berjalan ke arah yang baik, namun
dalam perjalanannya demokrasi sebagai landasan untuk mewujudkan cita-
cita moral menjadi praksis. Kebebasan yang diperjuangkan melalui gerakan
reformasi nasional ternyata semakin banyak disalah-artikan sebagai ajang
pertarungan kekuasaan dan lebih mengarah kepada kebebasan yang
semakin tidak bertanggungjawab. Bahkan proses dan usaha
pembangunan karakter dan pendidikan moral bangsa semakin tertatih-
tatih karena sebagian pemimpin bangsa mempraktekkan politik
transaksional, lebih mengutamakan kekuasaan untuk memperjuangkan
kepentingan kelompok dan golongan dengan dalih membela dan
memperjuangkan kepentingan rakyat. Bila saat ini karakter bangsa
mengalami perubahan yang mendasar dan semakin menjauh dari nilai-nilai
kebangsaan Indonesia, maka pendidikan karakter bangsa semakin terabaikan
dan cenderung terpuruk, sehingga KKN sulit diberantas, kriminalitas dan
premanisme tumbuh subur, konflik-konflik komunal yang berlatar
belakang SARA justru semakin terbuka, aksi terorisme terus
berkembang dan merajalela. Kebijakan otonomi daerah yang pada
awalnya ditujukan untuk mempercepat laju pembangunan daerah guna
mengurangi kesenjangan kesejahteraan rakyat antar daerah sebagai
upaya menuju kemandirian bangsa, justru semakin menumbuhsuburkan
praktik-praktik ekonomi liberal. Untuk mewujudkan cita-cita nasional
perlu menumbuhkan kesadaran kuat serta tekad yang tegas dari seluruh
masyarakat Indonesia untuk membangun karakter bangsa.

5. Relevansi nilai-nilai Kebangsaan yang bersumber dari NKRI dalam


kehidupan bangsa.
Dalam upaya menjaga tetap tegak dan utuhnya wilayah NKRI
sebagai tanah tumpah darah, tanah air, ruang hidup dan sumber
kehidupan bangsa dan negara, telah menelan banyak korban jiwa, harta
benda dan penderitaan psykis yang sangat berat, pengorbanan tersebut
harus dihormati dengan tetap menjaga dan mempertahankan wilayah
NKRI menjadi satu kesatuan yang utuh tidak terpisahkan. Persatuan
bangsa merupakan kekuatan utama bangsa yang maha dahsyat di dalam
upaya mewujudkan dan mempertahankan keutuhan wilayah dari segala
9
bentuk dan hakekat ancaman. Dengan persatuan bangsa,
kesinambungan pembangunan nasional dapat dijamin. Pembangunan
nasional akan berjalan lancar bila ditopang oleh kemandirian bangsa,
karena kemandirian merupakan salah satu syarat mutlak untuk
menunjukkan eksistensi dan kemampuan daya saing bangsa Indonesia di
antara bangsa-bangsa di dunia.

Adapun relevansi nilai-nilai Kebangsaan yang bersumber dari NKRI


terhadap kehidupan bangsa secara terinci dapat diuraikan sebagai
berikut:

a. Persatuan Bangsa.

Kadar persatuan bangsa dapat diukur dari intensitas komunikasi


sosial di antara komponen bangsa yang amat beragam. Dengan
kata lain, semakin intensif komunikasi sosial yang terjadi di antara
komponen bangsa dengan segala bentuk perbedaannya, maka akan
terwujud saling pemahaman satu terhadap yang lain. Kondisi
semacam ini merupakan hal yang amat penting untuk menjalin rasa
kebersamaan yang semakin merekatkan kohesivitas dalam
masyarakat sebagai indikator makin eratnya ikatan persatuan
bangsa. Persatuan bangsa seperti telah terbukti lewat sejarah
panjang bangsa Indonesia, mampu mewujudkan keinginan serta
tujuan bersama.

b. Kesatuan Wilayah.

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dibentuk sebagai


Negara Bangsa, yaitu negara yang dibentuk mengikuti konsep
kebangsaan artinya NKRI terwujud dari penyatuan seluruh wilayah,
yang secara geografis terpisah-pisah, dimana segenap komponen
masyarakat yang berbeda-beda itu tinggal di dalamnya. Sesuai
konsep geopolitik, NKRI terbentuk sebagai manifestasi kesadaran
ruang hidup dari segenap komponen masyarakat Indonesia yang
menyadari benar betapa pentingnya kesatuan wilayah demi
mengembangkan kehidupan bersama sebagai salah satu kesatuan
bangsa. Oleh karena itu NKRI haruslah menjadi satu kesatuan

10
wilayah yang bulat, utuh dengan segala isinya bagi seluruh
masyarakat dan bangsa Indonesia, NKRI merupakan tanah airnya,
tanah tumpah darahnya dan sebagai ruang hidup yang senantiasa
akan menjamin kehidupan bangsa.

c. Kemandirian.
Kesengsaraan dan penderitaan yang dialami di bawah kekuasaan
kolonial, mendorong berbagai daerah untuk bangkit dengan
perlawanannya masing-masing. Beberapa contoh berikut adalah
bentuk-bentuk perlawanan daerah terhadap kekuasaan kolonial
Belanda : 1) Perlawanan daerah Maluku tengah/Ambon (Mei-Des
1817) dengan tokoh pahlawan Pattimura Thomas Mathulessi; 2)
Sumatera Barat (1821-1837) – dengan tokoh pahlawan Tuanku
Imam Bonjol; 3) Jawa Tengah – Jawa Timur (1825-1830), dengan
tokoh pahlawan Pangeran Diponegoro; 4) Sulawesi Selatan/Gowa
(1824-1825), dengan tokoh pahlawan Sultan Hasanuddin; 5)
Kalimantan Selatan (1859-1905), dengan tokoh pahlawan Pangeran
Antasari; 6) Bali (1846-1849), dengan tokoh pahlawan I Gusti Ketut
Djelantik; 7) Aceh (1873-1903) dengan tokoh pahlawan Tuanku Cik
Ditiro, Panglima Polim, dan Teuku Umar; 8) Sumatera Utara (1878-
1907), dengan tokoh pahlawan Sisinga Mangaraja.
Dari beberapa bentuk perlawanan daerah tersebut di atas
nampak betapa setiap daerah dengan segala kemampuan yang ada
berusaha melakukan perlawanan terhadap kekuatan kolonial yang
hendak memaksakan kekuasaannya. Walaupun semua perlawanan
daerah tersebut akhirnya dapat dipadamkan oleh kekuasaan
kolonial, akan tetapi sikap percaya diri sebagai cermin kemandirian
itu telah mampu diekspresikan untuk mengobarkan semangat
perlawanan rakyat di daerah.
Pada era berikutnya, bentuk perlawanan maupun lingkup wilayah
perlawanan terhadap kekuasaan kolonial semakin berkembang dan
meluas. Bangkitnya nasionalisme Indonesia (1908) sebagai rintisan
bentuk perlawanan yang sangat mendasar, dan kemudian
ditegaskan 20 tahun kemudian (1928) lewat Sumpah Pemuda,
menunjukkan sikap percaya akan kekuatan sendiri itu semakin
11
nampak jelas dan mengikat bukan saja untuk kepentingan daerah
secara terpisah, melainkan menjadi bentuk sikap percaya diri dan
kemandirian segenap rakyat yang terikat dalam semangat nasional.

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI NKRI

6. Umum.
Ditinjau dari sudut pandang positif, nilai adalah unsur penting yang
merupakan intisari dan substansi dari suatu kaidah atau norma yang
membentuk suatu tatanan yang sifatnya berharga serta menjadi ukuran
terhadap sesuatu, nilai akan memiliki arti dan bermanfaat ketika nilai
tersebut dimanfaatkan, dan sebaliknya nilai akan statis atau hanya
menjadi sebuah hiasan serta tidak memiliki makna apapun ketika nilai
tidak diberdayakan untuk kepentingan hidup. Dengan demikian nilai-nilai
kebangsaan yang bersumber dari NKRI adalah sesuatu yang berharga,
bermakna dan memiliki manfaat serta merupakan intisari substansi dari
keberadaan, lahir dan terbentuknya NKRI dalam perjalanannya hingga
saat ini.
Dari uraian di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa ada 3
(tiga) nilai-nilai kebangsaan yang bersumber dari NKRI harus
dimanfaatkan dan diberdayakan untuk membangun karakter bangsa
sekaligus menjadi modal dasar pembangunan nasional : Pertama, nilai
kesatuan wilayah, Indonesia memiliki ribuan pulau yang harus tetap
menjadi satu kesatuan utuh tidak terpisahkan, karena wilayah NKRI
adalah tanah tumpah darah, tanah air, ruang hidup dan sumber
kehidupan bangsa dan negara, oleh karena itu cara pandang bangsa
Indonesia terhadap NKRI harus berorientasi kepada konsepsi wawasan
nusantara, Kedua, nilai persatuan bangsa, salah satu kekuatan bangsa
terletak pada kuat dan kokohnya ikatan persatuan bangsa, mengingat
bangsa Indonesia lahir dari kemajemukan (pluralisme) dan
multikulturalisme, maka kedua hal tersebut harus dihormati dan
ditempatkan sebagai kekuatan bangsa dalam mempertebal rasa
nasionalisme, Ketiga, nilai kemandirian, pembangunan nasional
Indonesia akan berjalan lancar dan mencapai keberhasilan yang
12
maksimal bila bangsa Indonesia memiliki kemandirian yang tinggi dalam
menentukan arah kehidupan bangsa dan rumah tangganya sendiri guna
meminimalkan ketergantungan terhadap bangsa lain, tanpa
mengorbankan hubungan baik dengan bangsa lain.

7. Nilai Kesatuan wilayah.


a. Pengertian.
1) Pengertian dalam arti sempit. Kesatuan berasal dari kata “satu”
yang pengertiannya adalah “satu” yang diikat dalam “ikatan
menjadi satu yang utuh” sedangkan wilayah adalah daerah yang
dikuasai dan diduduki secara sah menurut hukum yang berlaku di
suatu negara dan secara hukum internasional, sehingga
kesatuan wilayah memiliki arti “Daerah yang dikuasai dan
diduduki secara sah menurut hukum dalam suatu ikatan yang
utuh”
2) Pengertian dalam arti luas, Dalam pengertian ini kesatuan
wilayah berorientasi kepada wawasan nusantara, bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang terdiri dari ribuan pulau yang
membentang dari sabang hingga Merauke dihubungkan oleh laut
serta wilayah udara di atasnya dipandang sebagai satu kesatuan
yang utuh tidak terpisahkan dalam penyelenggaraan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

b. Relevansi.
Pada era globalisasi perkembangan teknologi semakin pesat
menyebabkan batas wilayah negara menjadi semakin kabur (Dunia
tanpa batas). Tetapi bagi bangsa berdaulat, batas wilayah negara
secara administrasi maupun secara fisik tetap diperlukan demi
menjaga dan mempertahankan eksistensi kedaulatan negara.

Konsepsi Kesatuan Wilayah berorientasi kepada “Konsepsi


Tanah Air (Pandangan Geopolitik bangsa Indonesia), bahwa wilayah
NKRI adalah sebagai tanah air yang dimiliki oleh bangsa dan
negara, sebagai tanah tumpah darah, sebagai ruang hidup dan
sumber kehidupan bagi kelangsungan hidup bersama bangsa
13
Indonesia merupakan anugerah dari Tuhan YME, wajib
dipertahankan, dikelola, dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi
kemakmuran bangsa dan negara Indonesia. Pandangan geopolitik
bangsa Indonesia berakar dari pidato Ir. Soekarno pada Sidang
BPUPKI (1 Juni 1945) yang berbunyi :

"Menurut geopolitik maka Indonesia tanah air kita. Indonesia yang bulat, bukan
Jawa saja, bukan Sumatera saja atau Borneo saja, atau Selebes saja atau Ambon
saja atau Maluku saja, tetapi segenap kepulauan yang ditunjuk oleh Allah S.W.T.
menjadi suatu kesatuan antara dua benua dan dua samudera, itulah tanah air kita,
penalaran seperti itu didasari teori ruang hidup, "bahwa orang dan tempat tidak dapat
dipisahkan; tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang ada di bawah kakinya”.

Hal ini sangat selaras dengan pandangan geopolitik nenek moyang


bangsa Indonesia yang mengatakan : ”Wilayah nusantara tidak boleh
hanya diartikan sebagai tanah tumpah darah dan tanah air saja, karena
wilayah kita juga sebagai ruang hidup dan sumber kehidupan bagi
seluruh rakyat nusantara”. Konsepsi geopolitik tersebut di atas juga
telah ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945,
sebagai berikut :

1) Pasal 25 A :Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah


negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang
batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.

2) Pasal 27, Ayat (3) : Setiap warga Negara berhak dan wajib ikut
serta dalam upaya pembelaan negara.

3) Pasal 30 :
a) Ayat (1) : Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

b) Ayat (2) : Usaha pertahanan dan keamanan negara


dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan
rakyat semesta, oleh TNI dan Polri sebagai kekuatan
utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.

4) Pasal 30 : Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di


dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

14
c. Urgensi. Arti penting menjaga, memelihara, melindungi dan
mempertahankan kesatuan wilayah NKRI dari hakekat ancaman,
adalah sebagai berikut :

1) Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai kesatuan utuh


yang tidak terpisahkan, menuntut setiap warga negara untuk
memiliki orientasi dan cara pandang yang sama dalam
memaknai wilayah negara (berwawasan nusantara), bahwa
setiap warga negara Indonesia berhak hidup di bumi Indonesia
di manapun berada tanpa memandang ras, etnis, agama, dan
golongan.

2) Setiap warga negara Indonesia dituntut secara ikhlas dan sadar


untuk menjalankan hak dan kewajiban membela, menjaga dan
mempertahankan setiap jengkal bumi Indonesia sebagai tanah
tumpah darah, tanah air, ruang hidup dan sumber kehidupan
demi kelangsungan hidup bangsa dan negara dari setiap
ancaman dan gangguan baik yang datang dari luar negeri
maupun dari dalam negeri.

3) Bahwa semua sumber daya alam yang ada di bumi Indonesia


dikelola oleh negara melalui pembangunan nasional bagi
sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia, dan
bukan untuk dikuasai perseorangan atau kelompok atau etnis
maupun golongan tertentu. Pembangunan daerah harus tetap
berorientasi dan mengacu kepada kebijakan pembangunan
nasional, mampu menjaga kelestarian dan keseimbangan
lingkungan hidup dengan tidak mengeksploitasi sumber daya
alam secara berlebihan, guna pembangunan nasional jangka
panjang bagi kepentingan generasi yang akan datang. Kearifan
lokal harus dikembangkan guna meningkatkan kesejahteraan
daerah sesuai dengan karakteristik daerah, namun tidak boleh
bertentangan dengan kebijakan pembangunan nasional.

15
8. Nilai Persatuan Bangsa.
a. Pengertian.

1) Dalam arti sempit. Persatuan berasal dari kata “satu” yang


berarti “sengaja berniat menyatukan diri” dari berberapa
macam atau dari beberapa kelompok karena adanya
kepentingan yang selaras, senada, seirama dan sama.
Sedangkan bangsa adalah ikatan dari satu etnis atau
gabungan dari beberapa etnis, golongan, kelompok yang
beraneka ragam membentuk ikatan untuk mencapai cita-cita
dan tujuan bersama dalam suatu wadah negara.
2) Dalam arti luas. Persatuan Bangsa adalah ikatan dari
bermacam-macam suku bangsa yang menyatukan dirinya ke
dalam ikatan bangsa Indonesia karena dilandasi oleh
kesadaran, niat dan kehendak secara bersama dalam
memperjuangkan hak hidupnya guna mencapai cita-cita dan
tujuan nasional yang telah disepakati dalam ikatan NKRI.

b. Relevansi.
Persatuan Bangsa Indonesia sudah dirintis jauh sebelum
Indonesia merdeka, embrionya dimulai dari lahirnya pergerakan
Boedi Oetomo (1908) hingga mencapai kristalisasinya pada gerakan
Soempah Pemoeda pada tanggal 28 Oktober 1928. Gerakan
tersebut menjadi tonggak sejarah rasa dan semangat nasionalisme.
Bangsa Indonesia terlahir dari pluralisme dan multikulturalisme,
berasal dari berbagai ras, etnis, golongan (agama, partai) dan
kelompok (adat, ormas) dari berbagai penjuru wilayah tanah air yang
memiliki keragaman sifat dan karakter masing-masing sesuai latar
belakangnya. Nilai-nilai persatuan bangsa dirintis oleh para
pendahulu bangsa (founding fathers) sebagai sebuah kesepakatan
yang harus dipahami, ditanamkan, dikembangkan, ditumbuh-
suburkan dan diimplementasikan kedalam dinamika kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional sebagaimana
yang diamanatkan dalam alinea keempat Pembukaan Undang-
16
Undang Dasar NRI Tahun 1945 mutlak diperlukan persatuan bangsa
agar mampu menjaga tetap kokohnya ikatan kebangsaan. Tanpa
ditopang oleh persatuan bangsa yang kuat, bangsa Indonesia akan
bangsa yang rapuh dan rentan menghadapi ancaman dan
rongrongan, bahkan bisa menimbulkan disintegrasi bangsa.
Konsekuensi persatuan bangsa Indonesia adalah adanya hak dan
kewajiban bagi setiap warga negara untuk menghormati dan
menghargai simbol-simbol Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana yang telah ditetapkan oleh undang-undang.

c. Urgensi. Arti penting persatuan bangsa dalam kehidupan bangsa


adalah sebagai berikut :

1) Penghormatan terhadap simbol negara, merupakan cerminan


dari respek warga negara terhadap bangsa dan negaranya,
serta meningkatkan kesadaran dan etika kebangsaan.

2) Mempertahankan integrasi nasional, merupakan bentuk


konsistensi dan komitmen yang tinggi di dalam mempererat
ikatan kebangsaan dalam memperkokoh kekuatan bangsa
Indonesia.

3) Memahami dan menjaga kehidupan multikulturalisme dan


pluralisme, adalah merupakan wujud penghormatan sesama
anak bangsa dan sekaligus merupakan pengamalan terhadap
sila ketiga dan sila keempat Pancasila.

4) Menciptakan kesejahteraan sosial, merupakan wujud


konsistensi dan komitmen yang tinggi dalam rangka
mewujudkan tujuan nasional dan dalam mengemban amanat
Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945.

5) Penghargaan terhadap HAM merupakan wujud kepatuhan dan


penghormatan setiap warga negara Indonesia terhadap UUD
NRI Tahun 1945, Bab XA, Pasal 28 serta terhadap Undang-
Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, guna
menempatkan harkat dan martabat WNI sesuai dengan
kodratnya sebagai makhluk yang mulia.
17
6) Pemberian pelayanan publik yang berkeadilan merupakan
wujud dari kepatuhan terhadap sila kelima Pancasila,
mencegah eksklusifisme dan diskriminasi antar warga negara
serta menjamin kelancaran birokrasi.

9. Nilai Kemandirian.
a. Pengertian.
1) Dalam arti sempit. Adalah memiliki kesanggupan, kuasa atau
kemampuan untuk berbuat sendiri, mampu menentukan nasib
dan arah kehidupannya sendiri tanpa harus bergantung
terhadap pihak lain.

2) Dalam arti luas. Adalah kemampuan bangsa Indonesia yang


dilandasi oleh rasa nasionalisme, semangat kemerdekaan dan
persatuan bangsa agar memiliki kuasa untuk menentukan nasib
dan arah kehidupan kebangsaannya dalam rangka mencapai
cita-cita dan tujuan nasional melalui pembangunan nasional.

b. Relevansi.
Bangsa Indonesia akan mampu menjadi bangsa yang disegani,
dihormati dan dihargai oleh bangsa dan negara lain serta mampu
mewujudkan tujuan nasionalnya bila memiliki kemandirian bangsa
yang kokoh. Sejak Indonesia menjadi negara yang merdeka, sikap
kemandirian bangsa terus dibangun hingga mampu mengantarkan
bangsa dan negara Indonesia sejajar dengan negara maju lainnya,
namun saat ini bangsa Indonesia justru semakin kalah bersaing
dengan beberapa negara di Asia Tenggara, seperti dengan
Singapura dan Malaysia, hal ini terjadi akibat semakin melemahnya
kemandirian bangsa. Banyak contoh yang dapat kita lihat, antara
lain lemahnya penguasaan teknologi mengakibatkan Indonesia
hanya menjadi pasar bagi produk teknologi negara lain, sumber
kekayaan alam Indonesia banyak dikuasai oleh perusahaan-
perusahaan asing, alutsista TNI hampir secara keseluruhan
merupakan produk negara lain. Hal ini harus menjadi cambuk setiap
anak bangsa untuk menyatukan tekad, menempa kualitasnya guna
18
mencapai kemandirian bangsa. Tanpa adanya kemandirian bangsa
akan melemahkan daya saing dan memungkinkan negara lain untuk
memaksakan kepentingannya.
Di tengah situasi persaingan global saat ini, kemandirian
bangsa harus diwujudkan dengan membangun keteguhan sikap dan
komitmen untuk tetap menjaga dan memelihara persatuan bangsa,
memperteguh nasionalisme serta pembangunan kualitas sumber
daya manusia, agar bangsa Indonesia mampu memelihara
pembangunan nasional sesuai dengan yang telah dirancang. Tanpa
adanya kemandirian yang kokoh, bangsa Indonesia akan semakin
tertinggal oleh bangsa lain, dalam arti hanya akan menjadi penonton
dan pasar bagi negara maju ditengah percaturan dan persaingan
dunia yang semakin kompetitif.

c. Urgensi. Arti penting kemandirian bangsa dalam kehidupan bangsa


terutama dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional
dapat dijabarkan sebagai berikut :

1) Penciptaan dan perwujudan daya saing bangsa mutlak menjadi


tuntutan yang mendesak agar mampu mensejajarkan bangsa
dan negara Indonesia dengan bangsa dan negara lain, guna
mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia di mata
dunia dan mencapai kemerdekaan yang hakiki.

2) Penguasaan lapangan kerja dan penciptaan lapangan kerja


yang luas pada level menengah atas harus menjadi tujuan
utama dalam rangka pengendalian sektor-sektor ekonomi vital
negara, yang bukan hanya memberantas kemiskinan dan
pengangguran, namun meningkatkan derajat kemampuan
ekonomi masyarakat hingga mencapai kehidupan yang layak.

3) Penguasaan sektor-sektor produksi ekonomi nasional,


pengembangan sektor kewirausahaan, kemandirian pangan,
produk-produk lokal yang berkualitas internasional, harus terus
ditingkatkan dan dikembangkan, guna mendorong kecintaan
terhadap produk dalam negeri.

19
4) Penguasaan terhadap teknologi tinggi (HighTech) seperti
teknologi informasi, teknologi mekanis dan teknologi terapan,
perlu memperoleh perhatian yang baik, guna membatasi
membanjirnya produk luar negeri, agar mampu menunjang
kepentingan pembangunan nasional dan peningkatan ekonomi
nasional.

5) Pengelolaan Sumber Daya Alam yang berwawasan lingkungan


harus menjadi perhatian dan dimanfaatkan secara bijak,
terutama sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui
(Minyak dan Tambang), harus dihemat demi kepentingan hidup
generasi berikutnya, serta perbaikan lingkungan (reklamasi)
demi memelihara keseimbangan alam dan kelangsungan dalam
pembangunan nasional.

6) Peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai faktor


utama pembangunan harus terus ditingkatkan dan
dikembangkan melalui peningkatan kualitas pendidikan dan
kemudahan akses pendidikan bagi masyarakat, guna
menciptakan aktor-aktor pembangunan nasional yang
berkualitas.

20

Anda mungkin juga menyukai