REPUBLIK INDONESIA
1. Pendahuluan.
Nilai-nilai Kebangsaan yang bersumber dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), digali dari sejarah perjalanan dan perjuangan
bangsa Indonesia jauh sebelum Indonesia menegara hingga Indonesia
menjadi negara yang merdeka, bersatu dan berdaulat. NKRI adalah negara
kepulauan, terdiri dari ribuan pulau yang dipersatukan oleh lautan dan udara
di atasnya sebagai satu kesatuan utuh tidak terpisahkan. Wilayah NKRI
adalah tanah tumpah darah, tanah air, dan sebagai ruang hidup yang
merupakan sumber maupun kancah kehidupan bangsa Indonesia. Bangsa
Indonesia tercipta sebagai bangsa pluralis, yang memiliki tingkat keragaman
amat tinggi, meliputi berbagai perbedaan mulai dari suku (etnik), bahasa
lokal (daerah), adat istiadat sampai dengan agama dan keyakinannya.
Walaupun demikian, segala bentuk perbedaan yang amat beragam itu
kemudian dapat diselaraskan oleh tujuan dan cita-cita hidup bersama, yaitu
merdeka, lepas dari belenggu penjajahan serta mewujudkan suasana
kehidupan bersama yang aman, damai dan sejahtera.
Sejak dahulu para pendahulu bangsa sangat memahami dan
menyadari, bahwa keberhasilan dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan
nasionalnya, bangsa Indonesia harus mampu menjadi bangsa mandiri yang
percaya akan kekuatan nasional yang dimiliki. Hal tersebut dapat dilihat dari
perjalanan sejarah perjuangan pergerakan kebangsaan yang membuahkan
kemerdekaan dan menyatukan seluruh wilayah nusantara ke dalam satu
kesatuan, karena perjuangan yang bersifat mandiri. Kemandirian akan dapat
terwujud bila bangsa Indonesia memiliki keteguhan untuk mempertahankan
nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sebagai identitas, jati diri dan karakter
kebangsaan Indonesia, percaya pada kekuatan dan kemampuan sendiri
serta membangun kualitas sumber daya manusia agar mampu menghadapi
tuntutan perubahan dan perkembangan lingkungan strategis. Semua itu
harus terus diupayakan agar bangsa Indonesia memiliki daya saing yang
tinggi dalam percaturan kehidupan internasional serta mampu meminimalkan
ketergantungan terhadap negara lain.
5
a. Periode 1945 – 1957.
Pada periode ini landasan hukum penentuan wilayah Negara
Indonesia masih mengacu kepada Teritoriale Zee en Maritieme Kringen
Ordonantie tahun 1939 (TZMKO 1939) jaman Hindia Belanda, dimana
pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut sekelilingnya,
sedangkan setiap pulau hanya mempunyai laut disekelilingnya sejauh 3
mil dari garis pantai, ini berarti di luar zona 3 mil tersebut adalah
merupakan laut bebas, dalam arti pulau-pulau yang merupakan bagian
dari wilayah Indonesia dipisahkan oleh laut bebas.
6
Hukum Laut (KHL) 1982 diratifikasi oleh beberapa negara di dunia,
Indonesia adalah negara ke-26 yang meratifikasi KHL 1982 sebagai
negara kepulauan, sehingga Indonesia sah dalam memanfaatkan
sumber daya alam yang ada di dasar laut dan di bawahnya. Kedaulatan
NKRI sebagai Negara Kepulauan secara tegas tercantum dalam Pasal
49 UNCLOS 1982 yang berbunyi: “kedaulatan dari negara kepulauan
meliputi perairan-perairan yang tertutup oleh garis pangkal demikian
pula wilayah udara di atasnya dan dasar laut serta tanah di bawahnya”.
Era reformasi yang terjadi pada bulan Mei 1998, merupakan gerakan
politik atas kesadaran masyarakat untuk melakukan koreksi total terhadap
sistem pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto
yang oleh masyarakat Indonesia dinilai sarat dengan Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN) serta membatasi kehidupan demokrasi. Pada awalnya
8
arah yang dicita-citakan dalam reformasi berjalan ke arah yang baik, namun
dalam perjalanannya demokrasi sebagai landasan untuk mewujudkan cita-
cita moral menjadi praksis. Kebebasan yang diperjuangkan melalui gerakan
reformasi nasional ternyata semakin banyak disalah-artikan sebagai ajang
pertarungan kekuasaan dan lebih mengarah kepada kebebasan yang
semakin tidak bertanggungjawab. Bahkan proses dan usaha
pembangunan karakter dan pendidikan moral bangsa semakin tertatih-
tatih karena sebagian pemimpin bangsa mempraktekkan politik
transaksional, lebih mengutamakan kekuasaan untuk memperjuangkan
kepentingan kelompok dan golongan dengan dalih membela dan
memperjuangkan kepentingan rakyat. Bila saat ini karakter bangsa
mengalami perubahan yang mendasar dan semakin menjauh dari nilai-nilai
kebangsaan Indonesia, maka pendidikan karakter bangsa semakin terabaikan
dan cenderung terpuruk, sehingga KKN sulit diberantas, kriminalitas dan
premanisme tumbuh subur, konflik-konflik komunal yang berlatar
belakang SARA justru semakin terbuka, aksi terorisme terus
berkembang dan merajalela. Kebijakan otonomi daerah yang pada
awalnya ditujukan untuk mempercepat laju pembangunan daerah guna
mengurangi kesenjangan kesejahteraan rakyat antar daerah sebagai
upaya menuju kemandirian bangsa, justru semakin menumbuhsuburkan
praktik-praktik ekonomi liberal. Untuk mewujudkan cita-cita nasional
perlu menumbuhkan kesadaran kuat serta tekad yang tegas dari seluruh
masyarakat Indonesia untuk membangun karakter bangsa.
a. Persatuan Bangsa.
b. Kesatuan Wilayah.
10
wilayah yang bulat, utuh dengan segala isinya bagi seluruh
masyarakat dan bangsa Indonesia, NKRI merupakan tanah airnya,
tanah tumpah darahnya dan sebagai ruang hidup yang senantiasa
akan menjamin kehidupan bangsa.
c. Kemandirian.
Kesengsaraan dan penderitaan yang dialami di bawah kekuasaan
kolonial, mendorong berbagai daerah untuk bangkit dengan
perlawanannya masing-masing. Beberapa contoh berikut adalah
bentuk-bentuk perlawanan daerah terhadap kekuasaan kolonial
Belanda : 1) Perlawanan daerah Maluku tengah/Ambon (Mei-Des
1817) dengan tokoh pahlawan Pattimura Thomas Mathulessi; 2)
Sumatera Barat (1821-1837) – dengan tokoh pahlawan Tuanku
Imam Bonjol; 3) Jawa Tengah – Jawa Timur (1825-1830), dengan
tokoh pahlawan Pangeran Diponegoro; 4) Sulawesi Selatan/Gowa
(1824-1825), dengan tokoh pahlawan Sultan Hasanuddin; 5)
Kalimantan Selatan (1859-1905), dengan tokoh pahlawan Pangeran
Antasari; 6) Bali (1846-1849), dengan tokoh pahlawan I Gusti Ketut
Djelantik; 7) Aceh (1873-1903) dengan tokoh pahlawan Tuanku Cik
Ditiro, Panglima Polim, dan Teuku Umar; 8) Sumatera Utara (1878-
1907), dengan tokoh pahlawan Sisinga Mangaraja.
Dari beberapa bentuk perlawanan daerah tersebut di atas
nampak betapa setiap daerah dengan segala kemampuan yang ada
berusaha melakukan perlawanan terhadap kekuatan kolonial yang
hendak memaksakan kekuasaannya. Walaupun semua perlawanan
daerah tersebut akhirnya dapat dipadamkan oleh kekuasaan
kolonial, akan tetapi sikap percaya diri sebagai cermin kemandirian
itu telah mampu diekspresikan untuk mengobarkan semangat
perlawanan rakyat di daerah.
Pada era berikutnya, bentuk perlawanan maupun lingkup wilayah
perlawanan terhadap kekuasaan kolonial semakin berkembang dan
meluas. Bangkitnya nasionalisme Indonesia (1908) sebagai rintisan
bentuk perlawanan yang sangat mendasar, dan kemudian
ditegaskan 20 tahun kemudian (1928) lewat Sumpah Pemuda,
menunjukkan sikap percaya akan kekuatan sendiri itu semakin
11
nampak jelas dan mengikat bukan saja untuk kepentingan daerah
secara terpisah, melainkan menjadi bentuk sikap percaya diri dan
kemandirian segenap rakyat yang terikat dalam semangat nasional.
6. Umum.
Ditinjau dari sudut pandang positif, nilai adalah unsur penting yang
merupakan intisari dan substansi dari suatu kaidah atau norma yang
membentuk suatu tatanan yang sifatnya berharga serta menjadi ukuran
terhadap sesuatu, nilai akan memiliki arti dan bermanfaat ketika nilai
tersebut dimanfaatkan, dan sebaliknya nilai akan statis atau hanya
menjadi sebuah hiasan serta tidak memiliki makna apapun ketika nilai
tidak diberdayakan untuk kepentingan hidup. Dengan demikian nilai-nilai
kebangsaan yang bersumber dari NKRI adalah sesuatu yang berharga,
bermakna dan memiliki manfaat serta merupakan intisari substansi dari
keberadaan, lahir dan terbentuknya NKRI dalam perjalanannya hingga
saat ini.
Dari uraian di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa ada 3
(tiga) nilai-nilai kebangsaan yang bersumber dari NKRI harus
dimanfaatkan dan diberdayakan untuk membangun karakter bangsa
sekaligus menjadi modal dasar pembangunan nasional : Pertama, nilai
kesatuan wilayah, Indonesia memiliki ribuan pulau yang harus tetap
menjadi satu kesatuan utuh tidak terpisahkan, karena wilayah NKRI
adalah tanah tumpah darah, tanah air, ruang hidup dan sumber
kehidupan bangsa dan negara, oleh karena itu cara pandang bangsa
Indonesia terhadap NKRI harus berorientasi kepada konsepsi wawasan
nusantara, Kedua, nilai persatuan bangsa, salah satu kekuatan bangsa
terletak pada kuat dan kokohnya ikatan persatuan bangsa, mengingat
bangsa Indonesia lahir dari kemajemukan (pluralisme) dan
multikulturalisme, maka kedua hal tersebut harus dihormati dan
ditempatkan sebagai kekuatan bangsa dalam mempertebal rasa
nasionalisme, Ketiga, nilai kemandirian, pembangunan nasional
Indonesia akan berjalan lancar dan mencapai keberhasilan yang
12
maksimal bila bangsa Indonesia memiliki kemandirian yang tinggi dalam
menentukan arah kehidupan bangsa dan rumah tangganya sendiri guna
meminimalkan ketergantungan terhadap bangsa lain, tanpa
mengorbankan hubungan baik dengan bangsa lain.
b. Relevansi.
Pada era globalisasi perkembangan teknologi semakin pesat
menyebabkan batas wilayah negara menjadi semakin kabur (Dunia
tanpa batas). Tetapi bagi bangsa berdaulat, batas wilayah negara
secara administrasi maupun secara fisik tetap diperlukan demi
menjaga dan mempertahankan eksistensi kedaulatan negara.
"Menurut geopolitik maka Indonesia tanah air kita. Indonesia yang bulat, bukan
Jawa saja, bukan Sumatera saja atau Borneo saja, atau Selebes saja atau Ambon
saja atau Maluku saja, tetapi segenap kepulauan yang ditunjuk oleh Allah S.W.T.
menjadi suatu kesatuan antara dua benua dan dua samudera, itulah tanah air kita,
penalaran seperti itu didasari teori ruang hidup, "bahwa orang dan tempat tidak dapat
dipisahkan; tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang ada di bawah kakinya”.
2) Pasal 27, Ayat (3) : Setiap warga Negara berhak dan wajib ikut
serta dalam upaya pembelaan negara.
3) Pasal 30 :
a) Ayat (1) : Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
14
c. Urgensi. Arti penting menjaga, memelihara, melindungi dan
mempertahankan kesatuan wilayah NKRI dari hakekat ancaman,
adalah sebagai berikut :
15
8. Nilai Persatuan Bangsa.
a. Pengertian.
b. Relevansi.
Persatuan Bangsa Indonesia sudah dirintis jauh sebelum
Indonesia merdeka, embrionya dimulai dari lahirnya pergerakan
Boedi Oetomo (1908) hingga mencapai kristalisasinya pada gerakan
Soempah Pemoeda pada tanggal 28 Oktober 1928. Gerakan
tersebut menjadi tonggak sejarah rasa dan semangat nasionalisme.
Bangsa Indonesia terlahir dari pluralisme dan multikulturalisme,
berasal dari berbagai ras, etnis, golongan (agama, partai) dan
kelompok (adat, ormas) dari berbagai penjuru wilayah tanah air yang
memiliki keragaman sifat dan karakter masing-masing sesuai latar
belakangnya. Nilai-nilai persatuan bangsa dirintis oleh para
pendahulu bangsa (founding fathers) sebagai sebuah kesepakatan
yang harus dipahami, ditanamkan, dikembangkan, ditumbuh-
suburkan dan diimplementasikan kedalam dinamika kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional sebagaimana
yang diamanatkan dalam alinea keempat Pembukaan Undang-
16
Undang Dasar NRI Tahun 1945 mutlak diperlukan persatuan bangsa
agar mampu menjaga tetap kokohnya ikatan kebangsaan. Tanpa
ditopang oleh persatuan bangsa yang kuat, bangsa Indonesia akan
bangsa yang rapuh dan rentan menghadapi ancaman dan
rongrongan, bahkan bisa menimbulkan disintegrasi bangsa.
Konsekuensi persatuan bangsa Indonesia adalah adanya hak dan
kewajiban bagi setiap warga negara untuk menghormati dan
menghargai simbol-simbol Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana yang telah ditetapkan oleh undang-undang.
9. Nilai Kemandirian.
a. Pengertian.
1) Dalam arti sempit. Adalah memiliki kesanggupan, kuasa atau
kemampuan untuk berbuat sendiri, mampu menentukan nasib
dan arah kehidupannya sendiri tanpa harus bergantung
terhadap pihak lain.
b. Relevansi.
Bangsa Indonesia akan mampu menjadi bangsa yang disegani,
dihormati dan dihargai oleh bangsa dan negara lain serta mampu
mewujudkan tujuan nasionalnya bila memiliki kemandirian bangsa
yang kokoh. Sejak Indonesia menjadi negara yang merdeka, sikap
kemandirian bangsa terus dibangun hingga mampu mengantarkan
bangsa dan negara Indonesia sejajar dengan negara maju lainnya,
namun saat ini bangsa Indonesia justru semakin kalah bersaing
dengan beberapa negara di Asia Tenggara, seperti dengan
Singapura dan Malaysia, hal ini terjadi akibat semakin melemahnya
kemandirian bangsa. Banyak contoh yang dapat kita lihat, antara
lain lemahnya penguasaan teknologi mengakibatkan Indonesia
hanya menjadi pasar bagi produk teknologi negara lain, sumber
kekayaan alam Indonesia banyak dikuasai oleh perusahaan-
perusahaan asing, alutsista TNI hampir secara keseluruhan
merupakan produk negara lain. Hal ini harus menjadi cambuk setiap
anak bangsa untuk menyatukan tekad, menempa kualitasnya guna
18
mencapai kemandirian bangsa. Tanpa adanya kemandirian bangsa
akan melemahkan daya saing dan memungkinkan negara lain untuk
memaksakan kepentingannya.
Di tengah situasi persaingan global saat ini, kemandirian
bangsa harus diwujudkan dengan membangun keteguhan sikap dan
komitmen untuk tetap menjaga dan memelihara persatuan bangsa,
memperteguh nasionalisme serta pembangunan kualitas sumber
daya manusia, agar bangsa Indonesia mampu memelihara
pembangunan nasional sesuai dengan yang telah dirancang. Tanpa
adanya kemandirian yang kokoh, bangsa Indonesia akan semakin
tertinggal oleh bangsa lain, dalam arti hanya akan menjadi penonton
dan pasar bagi negara maju ditengah percaturan dan persaingan
dunia yang semakin kompetitif.
19
4) Penguasaan terhadap teknologi tinggi (HighTech) seperti
teknologi informasi, teknologi mekanis dan teknologi terapan,
perlu memperoleh perhatian yang baik, guna membatasi
membanjirnya produk luar negeri, agar mampu menunjang
kepentingan pembangunan nasional dan peningkatan ekonomi
nasional.
20