NIM : 20/463158/SA/20725
Prodi : Sejarah
Matakuliah : Sejarah Asia Tenggara
Sebelum membahas lebih jauh mengenai isi dari bab ini. Artikel karya Susan Blackburn
tentang Perempuan dan Demokrasi di Asia Tenggara akan membahas mengenai tiga hal.
Pertama, perempuan di Asia Tenggara berpartisipasi dalam gerakan demokratisasi, dan dalam
sistem demokrasi. Kedua, apa perbedaan demokrasi bagi perempuan, apakah rezim demokrasi
menguntungkan. Ketiga, apa perbedaan partisipasi politik perempuan terhadap demokrasi.
Sistem demokrasi di setiap negara di Asia Tenggara memiliki tingkatan tertentu. Bahkan sistem
demokrasi tersebut di buat kategori untuk membedakan antara rezim otoriter dan demokratis
serta variasai dalam pengelompokan tersebut. Jadi, misalnya, William Case (2004) menulis
tentang demokrasi semu dan demokrasi berkualitas rendah di Asia Tenggara. Kategorisasi
menjadi lebih sulit dengan perubahan dari waktu ke waktu. Indonesia sekarang, secara
mengejutkan, adalah negara demokrasi paling stabil dan maju di kawasan ini setelah lebih dari
tiga dekade pemerintahan otoriter yang berakhir dengan jatuhnya rezim Orde Baru pada tahun
1998. Negara Asia Tenggara pertama yang menjadi demokratis, Filipina juga memiliki periode
lama otoritarianisme di bawah Presiden Marcos; dan pembentukan kembali demokrasi di sana
sejak 1986 diguncang oleh ancaman intervensi militer. Setelah lebih dari dua dekade di bawah
rezim sipil yang demokratis, Thailand kembali lagi ke periode kekuasaan militer. Pada tahap
yang berbeda dari sejarah akhir-akhir ini dapat diketahui mengenai gerakan demokratisasi di
sebagian negara Asia Tenggara kecuali Brunei, Vietnam, Singapura, dan Laos.
Kesimpulan
Perempuan telah aktif dalam kehidupan politik publik di semua negara Asia Tenggara dan
telah berpartisipasi dalam gerakan demokratisasi di beberapa negara, mereka kurang terwakili
dalam legislatif terpilih dan dalam posisi kepemimpinan politik, tetapi mereka telah
berkontribusi untuk memperluas masyarakat sipil. Di Asia Tenggara, seperti di tempat lain,
keterwakilan perempuan meningkat; tetapi kecuali langkah-langkah tindakan afirmatif diambil,
pertumbuhannya lambat. Dari sudut pandang demokrasi, sistem politik akan lebih kuat dan lebih
sah jika perempuan mendapatkan partisipasi dan keterwakilan yang lebih baik di dalamnya.
Butuh waktu lama untuk meruntuhkan kekuatan-kekuatan diskriminatif yang selama ini bekerja
terhadap perempuan dalam kehidupan politik publik. Ketika perempuan terwakili secara politik
seperti halnya laki-laki, perubahan yang terlibat untuk mencapai titik itu akan menjadi bukti
bahwa demokrasi telah mencapai tahap yang lebih sempurna.