Anda di halaman 1dari 17

PEREMPUAN SEBAGAI MANAJER PUBLIK, SKIL, DAN STRATEGI

Oleh Kelompok III

Yochina Kristina Wae (2003010028) Adri (2003010071)

Olviana Moi (2003010029) Adriani Ikke Octavia (2003010072)

Beatriks Laong (2003010030) Adventino P. Pangkong (2003010073)

Zevanya C. Lulu Lay (2003010031) Agnes Kidi Wutun (2003010074)

Yustinus D. Lewu Ruing (2003010032) Agnes Mofani Riwu (2003010075)

Euprasia Anggun Mitan (2003010033) Agustinus K. A. Husen (2003010076)

Hironima K. Coo Mite (2003010034) Amelia Elista Lay (2003010077)

Indri Rofiqoh Umar (2003010035)


PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kepemimpinan perempuan menjadi isu publik yang selalu di perbincangkan.


Peningkatan peran perempuan bukanlah tren apalagi fenomena baru seperti dikatakan sebagian
orang. Perempuan sebagai kepala pemerintahan telah ada sejak abad ke-15. Kepemimpinan
perempuan mulai bangkit dari tidur panjang sejak isu hak asasi manusia dan persamaan gender
secara lantang di suarakan oleh aktivis feminisme. Kiprah perempuan tersebut semakin
menonjol pada abad ke-21. Di berbagai negara, sebagian besar perempuan mengalami
perkembangan dalam berbagai sisi kehidupan atau mobilitas vertikal. Sudah banyak kaum
perempuan yang dapat mengenyam dunia pendidikan yang sejajar dengan kaum laki-laki
sehingga dapat menduduki jabatan strategis dalam pemerintahan. Saat ini kita dapat melihat
kiprah kepemimpinan perempuan dalam berbagai peran dan posisi strategis dalam kehidupan
masyarakat.
Perkembangan pemikiran bagi kaum perempuan dari tahun ketahun mengalami
perkembangan yang signifikan dengan zaman sekarang. Hal ini terlihat semakin banyaknya
kaum perempuan yang ikut dalam kanca politik maupun organisasi yang dapat keterwakilan bagi
kaum perempuan diberbagai jenis kegiatan di masyarakat. Dalam kaitan ini telah banyak wanita
yang berhasil meraih jabatan- mulai dari yang rendah sampai posisi puncak dalam suatu lembaga
atau negara. Bahkan sejarah telah mencatat beberapa wanita yang jaya di panggung politik dan
menduduki jabatan menteri, wakil presiden hingga presiden atau perdana menteri bahkan sudah
banyak perempuan.

Berkaitan dengan kesetaraan gender baik di Indonesia maupun global masih belum
berimbang. Sejumlah riset menunjukkan keterwakilan perempuan pada level manajemen di
sektor swasta masih belum terpenuhi bahkan sangat minim. Berdasarkan riset World Economic
Forum, Indonesia sendiri masih berada di peringkat 101 dari 156 negara untuk kesetaraan
gender.

Perempuan Indonesia benar-benar muncul mengambil peranan strategis kepemimpinan


dalam pemerintahan. Indonesia pernah mempercayakan kepemimpinan seorang presiden berjenis
kelamin perempuan, yaitu Megawati Soekarno Putri. Selain itu ada Tri Rismaharini sebagai
Walikota Surabaya dan Bupati Minahasa Selatan Tetty Paruntu. Dewasa ini semakin banyak
ilmuwan atau peneliti lebih memfokuskan diri pada pengkajian perempuan secara khusus. Hal ini
tentunya tidak terlepas dari kompleksitas permasalahan yang berhubungan dengan perempuan itu
sendiri dimana selam ini belum ada kesepakatan mengenai bagaimana sesungguhnya eksistensi
perempuan itu ditempatkan.

Perkembangan pemikiran bagi kaum perempuan dari tahun ketahun mengalami


perkembangan yang signifikan dengan zaman sekarang. Hal ini terlihat semakin banyaknya
kaum perempuan yang ikut dalam kanca politik maupun organisasi yang dapat keterwakilan bagi
kaum perempuan diberbagai jenis kegiatan di masyarakat. Dalam kaitan ini telah banyak wanita
yang berhasil meraih jabatan- mulai dari yang rendah sampai posisi puncak dalam suatu lembaga
atau negara. Bahkan sejarah telah mencatat beberapa wanita yang jaya di panggung politik dan
menduduki jabatan menteri, wakil presiden hingga presiden atau perdana menteri bahkan sudah
banyak perempuan.
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang berkaitan dengan latar belakang diatas adalah Bagaimana Peran
Perempuan Sebagai Manajer Publik, Skill Dan Strategi ?

1.3 Tujuan Penulisan

Dari rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas tujuan penulisan dalam makalah
ini adalah sebagai berikut adalah Untuk mengetahui dan menjelaskan Peran Perempuan Sebagai
Manajer Publik, Skill Dan Strategi.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Peran Perempuan Sebagai Manajer Publik

Peranan kepemimpinan perempuan dalam jabatan publik dapat di artikan sebagai serangkaian
perilaku yang di lakukan oleh perempuan sesuai dengan kedudukannya sebagai pemimpin dalam
jabatan publik. Apabila perempuan telah masuk dan terlibat dalam sektor publik khususnya
memegang peranan sebagai pemimpin dalam jabatan publik, ada beberapa hal fundamental yang

mempengaruhi posisinya, antara lain :

1. Nilai Sosial
Nilai sosial yang di maksudkan sebagai pengendali perilaku manusia. Nilai sosial ini
merupakan ukuran-ukuran di dalam menilai tindakan dalam hubungannya dengan orang lain.
Menurut Soedjito, dengan nilai-nilai sosial ini orang yang satu dapat memperhitungkan apa yang
di lakukan orang lain. Nilai-nilai yang ada dalam suatu masyarakat bersifat dinamis. Ia akan
selalu mengalami perubahan, bersamaan dengan meningkatnya pengalaman, baik yang diperoleh
dari luar masyarakatnya atau perkembangan pola piker yang selaras dengan tuntutan zaman. Hal
ini akan berakhir pada berubahnya nilai-nilai sosial yang dianut. Namun begitu ada nilai-nilai
tertentu yang relatif sulit mengalami perubahan misalnya agama.

Nilai–nilai Sosial Nilai sosial adalah sebagai pengendali perilaku manusia. Nilai sosial ini
merupakan ukuran–ukuran didalam menilai tindakan dalam hubungannya dengan orang lain.
Dengan nilai-nilai sosial orang yang satu dapat memperhitungkan apa yang dilakukan oleh orang
lain, (Soedjito, 1986:84)

Menurut Soekanto (2005:86) nilai sosial adalah sebagai konsepsi abstrak didalam diri
manusia mangenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Dari dua defenisi
diatas nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap
baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat yang menjadi patokan atau ukuran dari
masyarakat yang bersangkutan, yang bertujuan untuk mengadakan tata atau ketertiban.

Nilai-nilai yang ada dalam suatu masyarakat bersifat dinamis. Ia akan selalu mengalami
perubahan, bersamaan dengan meningkatnya pengalaman, baik yang diperoleh dari luar
masyarakatnya atau perkembangan zamannya. Terjadinya perubahan, baik disengaja atau tidak,
akan berpengaruh terhadap peran-peran yang harus dijalankan dalam institusi yang
bersangkutan. Keluarga merupakan institusi terkecil dari masyarakat yang mangalami hal
tersebut. Beberapa peran tersebut ada yang kita warisi, ada yang kita ciptakan dan ada pula yang
muncul bersamaan dengan aktifitas kita. Peran-peran tersebut ditentukan oleh keluarga dan
lingkungan budaya kita. Banyak peran yang kita warisi tanpa kita sadari. Pertentangan timbul
jika ketentuan peran dan perasaan kita sendiri tidak sama, sehingga mulai timbul konflik dalam
menjalankan peran tersebut. Hal ini disebabkan tidak semua perubahan terjadi dengan mudah,
masih dibutuhkan penyesuaian–penyesuaian yang seringkali menimbulkan konflik.
Hal yang sama terjadi jika perempuan memasuki sektor publik secara lebih khusus bila ia
menempati posisi sebagai pejabat publik, ia dinilai mendobrak sistem nilai yang telah mengakar
kuat.Beribu tahun sebelum islam, perempuan dipandang tidak memiliki Kemanusiaan yang utuh,
maka perempuan tidak berhak bersuara, berkarya dan berharta. Maka islam secara bertahap
mengembalikan lagi hak-hak perempuan sebagai manusia merdeka. Berhak menyuarakan
keyakinan, berhak mengaktualisasikan karya, dan berhak memiliki harta yang memungkinkan
mereka diakui sebagai warga masyarakat. Kedudukan dan peranan seseorang atau kelompok
memiliki arti penting dalam suatu sistem sosial. Kadangkala seseorang dalam masyarakat
memiliki dua atau lebih status sosial yang disandangnya secara bersamaan. Apabila status-status
yang dimilikinya tersebut berlawanan akan terjadi benturan atau pertentangan. Hal itulah yang
menyebabkan timbulnya konflik status. Konflik status dapat digolongkan menjadi tiga
kelompok, yaitu :

a) Konflik status yang bersifat individual yaitu konflik yang dirasakan seseorang dalam dirinya
sendiri.

b) Konflik status antara individu satu dengan individu yang lain, karena status yang dimilikinya.

c) Konflik status antar kelompok karena kedudukan atau status yang terjadi antara kelompok
yang satu dengan kelompok yang lain. Memilih pekerjaan sebagai perempuan karir atau ibu
rumah tangga merupakan persoalan (konflik status) yang harus dihadapi seorang perempuan
apabila ia masuk kedalam sektor politik.

2. Status Sosial Setiap individu dalam masyarakat

Memiliki status sosialnya masing-masing. Status merupakan perwujudan atau


pencerminan dari hak dan kewajiban individu dalam tingkah lakunya. Status sosial sering juga di
sebut kedudukan atau posisi, peringkat seseorang dalam masyarakatnya. Pada semua sistem
sosial, tentu terdapat berbagai macam kedudukan atau status, seperti anak, isteri, suami dan
sebagainya.

3. Komunikasi

Komunikasi sangatlah penting bagi organisasi, sebagaimana di ungkapkan oleh Chester


Bernard (Thoha,2001) bahwa setiap organisasi yang tuntas, komunikasi akan mendukung suatu
tempat utama karena susunan, keluasan, dan cakupan organisasi secara keseluruhan ditentukan
oleh teknik komunikasi. Thoha juga mengatakan bahwa komunikasi sangat penting mengingat
suatu program hanya dapat dilaksanakan dengan baik apabila program jelas bagi pelaksana, hal
ini menyangkut penyampaian informasi, kejelasan dari informasi yang disampaikan dan
konsistensi dari informasi tersebut. Komunikasi juga bertujuan untuk mengembangkan suatu
iklim yang mengurangi tekanan dan konflik didalam masyarakat, maka komunikasi tidak hanya
datang dari atas, melainkan timbal balik.

Didalam sebuah organisasi, komunikasi harus terjalin dengan baik agar terjadinya
kerjasama yang efektif antara atasan dan bawahan. Beberapa definisi komunikasi yang
dikemukakan oleh para ahli, yaitu : Komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau
berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Komunikasi
juga sebagai proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang
kepada orang lain, (Veithzal Rivai, 2003:375).

Dari penjelasan diatas, komunikasi merupakan faktor yang sangat penting dalam
organisasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang mempengaruhi posisi pegawai
dalam jabatan publik termasuk perempuan. Jika seseorang dapat mencapai kekuasaan atas
kemampuannya sendiri, hal ini disebabkan karena ia mampu membangun basis kekuasaan
keorganisasian karena ditunjang oleh arus kemunikasi yang efektif.

4. Pendidikan

Peningkatan peranan perempuan dalam dunia kerja ternyata di tunjang dengan


peningkatan pendidikan perempuan. Mereka yang berpendidikan cukup tinggi memiliki
pengetahuan dan informasi lebih baik di bandingkan dengan mereka yang berpendidikan lebih
rendah atau tidak sekolah. Dengan model tersebut, mereka yang berpendidikan lebih tinggi lebih
memahami makna kehidupan politik sehingga lebih cenderung terlibat dalam kegiatan publik.
Bagi perempuan yang memilih bekerja setelah mengenyam pendidikan tinggi, kemungkinan
besar akan mendapat dukungan dari sebagianmasyarakat yang beranggapan bahwa sekolah atau
pendidikan adalah untuk mencari pekerjaan.

Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi baik potensi fisik,


potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam
perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan
bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan, organis, harmonis, dinamis, guna
mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Peningkatan peranan perempuan dalam dunia kerja
ternyata ditunjang dengan peningkatan tingkat pendidikan perempuan. Mereka yang
berpendidikan cukup tinggi memiliki pengetahuan dan informasi lebih baik dan lebih memahami
makna kehidupan politik sehingga lebih cenderung terlibat dalam kegiatan publik dibandingkan
mereka yang berpendidikan rendah. Pekerjaan yang lebih baik yang dimiliki oleh seseorang
mencerminkan kemampuan orang tersebut, terutama dalam tingkat intelektual dan kemampuan
pribadi lainnya. Dengan demikian pendidikan adalah hal pokok bagi kemampuan seseorang
dalam menjawab kesempatan pembangunan.

Menurut Endah Nurdiana (2002:65) Rencana Aksi Nasional Penghapusan Kekerasan


Terhadap Perempuan (RAN PKTP) membuat suatu kebijakan dibidang pendidikan yaitu
mendukung terciptanya sistem pendidikan yang membentuk rasa saling menghargai dan
menghormati serta mendorong kerjasama antara perempuan dan laki-laki serta menghapus
budaya kekerasan melalui kebijakan demokratisasi dibidang pendidikan. Pendidikan merupakan
landasan dasar untuk berperan serta dalam kegiatan ekonomi pembangunan. Mereka yang
kekurangan pendidikan, mungkin tidak akan memperoleh peluang-peluang baru. Maka apabila
ketidaksetaraan gender dalam pendidikan masih berlangsung, maka perempuan beresiko
tertinggal dari lakilaki dalam kemampuan mereka berpartisipasi dalam pembangunan, (Siagian,
2005:100-101). Perbedaan pandangan yang terjadi baik pada masyarakat luas maupun pada
perempuanberpendidikan itu sendiri tidak lepas dari latar belakang budaya yang ada. Agama
juga memberikan proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam pendidikan.

5. Pengalaman Kerja

Ada dua sudut pandang berbeda yang menyebabkan para perempuan memilih untuk tetap
bekerja meskipun sudah menikah. Pertama, untuk meningkatkan standar ekonomi keluarga
dalam arti karena adanya kebutuhan ekonomi. Kedua, untuk meningkatkan kualitas hidup,
ketertarikan dalammelakukan sesuatu atau mengaktualisasikan kemampuan yang ada. Ada juga
perempuan yang sebenarnya tidak terlalu berambisi terhadap profesi tetapi tetap melanjutkan
bekerja meskipun sudah menikah. Hal ini terjadi karena perempuan ini telah terbiasa bekerja dan
tidak terbiasa untuk diam dirumah sebagai ibu rumah tangga saja. Terlepas apakah itu laki-laki
atau perempuan, pengalamanpengalaman individu pada awal bekerja dimana ia mampu
mengalahkan rekan kerjanya dalam memperoleh pengetahuan, keahlian dan informasi akan
memberikan dampak positif bagi kecerahan prospek karirnya.

Kesuksesan dapat diperoleh melalui keinginan berkompetisi dalam pencapaian tujuan.


Usaha mempertahankan dan meningkatkan karir dilakukan dengan menunjukkan prestasi kerja
dengan sebaik-baiknya. Prestasi kerja meningkat sejalan dengan bertambahnya pengetahuan dan
pengalaman dalam penyelesaian tugas. Antara pengalaman kerja dan intelegensi haruslah
seimbang. Pengalaman kerja saja tidak dapat digunakan untuk menentukan kemampuan
seseorang dalam menyelesaikan tugas dengan baik. Pada tahap permulaan memang mereka yang
mempunyai pengalaman tidak membutuhkan bimbingan dan pengawasan, namun pada masa
berikutnya, pegawai diberikan pendidikan secara sistematis maka mereka yang mempunyai
intelegensia yang baik akan menunjukkan prestasi yang lebih baik dari mereka yang
berpengalaman, tetapi tidak mempunyai intelengensi, (Soekidjo, 1998:27).

Pengalaman kerja dan pengetahuan menentukan kesuksesan seseorang dalam karir, yang
dipengaruhi oleh bentuk dan jenis pekerjaan yang spesifik, sehingga mendorong seseorang
mencapai penyelesaian yang sempurna dan lebih baik dibandingkan orang lain. Perbedaan antara
pria dan perempuan merupakan hal mendasar yang membedakan keinginan untuk berkompetisi.
Karakteristik pribadi yang dimiliki perempuan lebih mengarahkan mereka untuk menghindari
konflik dan persaingan yang kurang baik.

Menurut Mansur Fakih (1999:109) peran serta perempuan bukan hanya sekedar
partisipasi, namun lebih jauh lagi perempuan dituntut untuk mampu bergerak dalam tatanan
konseptual. perempuan sebagai pejabat publik harus bisamelihat bagaimana peran mereka
didalam pemerintahan, menjalankan roda pemerintahan secara sungguh-sungguh tanpa ada
tekanan dari pihak manapun sehingga dapat menjalankan tugas dengan baik. Tugas dan
wewenang perempuan sebagai pejabat publik adalah menjalankan semua aktivitas yang
berhubungan dengan publik dan menerima laporan dari masyarakat mengenai tata cara system
pemerintahan. Perempuan dituntut untuk bisa menjalankan semua urusan dan mengurus segala
hal yang menyangkut masalah publik. Seorang pejabat publik dilingkungan pemerintah harus
bisa menunjukkan bahwa ia bisa melaksanakan semua tugas yang diberikan kepadanya dan
menjalankannya dengan baik sehingga orang menilai bahwa mereka ditunjuk untuk menduduki
suatu jabatan sesuai dengan keahliannya.

2.2 Skil Perempuan Sebagai Pemimpin

Seiring dengan perubahan sosial dan budaya yang terus berkembang, semakin banyak
perempuan yang mendapatkan kesempatan untuk menjadi pemimpin di berbagai bidang,
termasuk politik, bisnis, dan organisasi nirlaba. Ada banyak keterampilan dan sifat yang terbukti
dapat membantu perempuan dalam peran kepemimpinan, seperti:

 Kemampuan berkomunikasi yang efektif: Pemimpin yang baik harus mampu


berkomunikasi dengan baik dengan staf dan anggota tim mereka. Kemampuan untuk
mendengarkan dengan baik, memberikan umpan balik yang konstruktif, dan memimpin
diskusi yang produktif adalah keterampilan penting yang harus dimiliki seorang
pemimpin.
 Kemampuan untuk memotivasi orang lain: Pemimpin yang efektif mampu memotivasi
staf dan anggota tim mereka untuk mencapai tujuan bersama. Perempuan sering kali
memiliki kemampuan alami untuk menginspirasi dan memberikan dukungan kepada
orang lain.
 Kepercayaan diri: Pemimpin yang baik harus memiliki kepercayaan diri dan keyakinan
dalam kemampuan mereka. Perempuan harus memahami nilainya sendiri dan
memperkuat keyakinannya, serta mengatasi rasa tidak aman atau perasaan inferioritas
yang mungkin muncul.
 Kemampuan untuk membuat keputusan yang baik: Pemimpin harus mampu membuat
keputusan yang tepat dan mengambil tindakan yang sesuai untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Kemampuan untuk memikirkan secara kritis, mempertimbangkan konsekuens
i dari setiap tindakan, dan mengambil keputusan yang tepat adalah keterampilan penting
yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.
 Kemampuan untuk menyelesaikan konflik: Pemimpin harus dapat menyelesaikan konflik
yang muncul antara staf atau anggota tim mereka. Perempuan dapat memiliki kepekaan
yang tinggi dan dapat menciptakan suasana kerja yang inklusif dan kolaboratif, serta
mampu menyelesaikan konflik dengan cara yang efektif dan konstruktif.
 Keterampilan multitasking: Pemimpin seringkali harus menangani beberapa tugas dan
proyek sekaligus. Kemampuan untuk mengatur waktu dan mengelola prioritas adalah
keterampilan penting yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.
 Kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan: Peran kepemimpinan seringkali
melibatkan situasi yang berubah-ubah dan tidak pasti. Pemimpin yang baik harus mampu
beradaptasi dengan perubahan, mempertimbangkan solusi alternatif, dan berpikir kreatif
untuk mencapai tujuan mereka.
 Empati dan kepekaan: Perempuan seringkali memiliki kemampuan empati dan kepekaan
yang lebih tinggi, yang memungkinkan mereka untuk memahami perasaan dan perspektif
orang lain dengan lebih baik. Kemampuan ini dapat membantu mereka memimpin
dengan cara yang lebih inklusif dan membawa keseimbangan dalam tim.

Semua keterampilan ini dapat membantu perempuan.

2.3 Strategi Perempuan Dalam Kepemimpinan

Strategi Komunikasi Perempuan Pemimpin Drucker (1981) dalam Moran (1992)


mengungkapkan bahwa kesuksesan organisasi Jepang adalah dengan menggunakan strategi
female oriented, memupuk hubungan untuk membangun kepentingan yang sama, kepercayaan,
kesetiaan, dan harga diri dalam pencapaian bagi keseluruhan organisasi Robbins (1998) terkait
dengan isu gender dan kepemimpinan mengemukakan dua kesimpulan. Pertama; menyamakan
antara laki-laki dan perempuan cenderung mengabaikan perbedaan diantara keduanya. Kedua,
bahwa apa yang menjadi perbedaan antara perempuan dan laki-laki adalah bahwa perempuan
memiliki gaya kepemimpinan yang lebih democratic, sedangkan laki-laki merasa lebih nyaman
dengan gaya yang bersifat directive.

Perempuan memiliki perbedaan dalam gaya kepemimpinan penelitian yang dilakukan


oleh Tannen (1995). Menurutnya perbedaan lak-laki dan perempuan dalam berkomunikasi
adalah bahwa perempuan menekankan pada hubungan dan keakraban, sementara laki-laki
menekankan pada status dan kemandirian. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa
pemimpin perempuan lebih cenderung membangun hubungan antarpribadi dengan karyawannya
melalui komunikasi dan keterlibatan (partisipasi). Perempuan sebagai manusia yang memiliki
perasaan dan kebutuhan, karyawan juga ingin mendapatkan kepuasan dalam menjalankan
tugasnya, termasuk kepuasan dalam berkomunikasi. Kepuasan adalah suatu konsep yang
biasanya karyawan merasa nyaman dengan pesan-pesan media, dan hubungan-hubungan dalam
organisasi (Pace&Faues 2002) kepuasan tersebut termasuk gaya kepemimpinan dalam
organisasi.

Hadary dan Henderson (2013) dalam bukunya How Women Lead memaparkan strategi
keberhasilan bagi para pemimpin wanita yang ingin memaksimalkan kekuatan mereka untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat, yaitu:

1. Own Your Destiny—and Judge Yourself Only by Your Own Metrics.

"Women who achieve most are also women who define success in their own terms and integrate
achieving high financial goals with creating a business”

(Wanita menentukan keberhasilan dalam istilah mereka sendiri dan mengintegrasikan capaian
tinggi untuk keberhasilan tujuan keuangan dengan menciptakan bisnis).

2. Lead Like a Woman

“Highly successful women are likely to build on their leadership strengths of collaboration,
inclusion, and consultation”.

(Wanita sukses cenderung membangun kekuatan kepemimpinan mereka dengan saling


berkolaborasi, inklusi, dan konsultasi).

3. "Numbers Tell Stories. Become a Translator of These".

"Learn about finance and speak about it in its own language. The women business owners and
leaders with the largest, fastest- growing organizations produce more financial reports more
frequently than those with slower growing businesses."
(Belajar tentang keuangan dan berbicara tentang hal itu dalam bahasa sendiri. Pemimpin wanita
paling cepat untuk mengembangkan pertumbuhan serta melaporkan keuangan organisasi lebih
sering dibandingkan dengan pertumbuhan bisnis lebih lambat.)

4. Build Exceptional Teams

Hire the best from the very beginning and avoid the common mistake of hiring executives from a
large company. You need leaders who can work effectively in a fast-moving, entrepreneurial
organization. These are people who have the ability to commit to a bigger cause and possess
values congruent with yours, curiosity and critical thinking skills, common sense, people and
relationship skills, risk taking skills, and respect, admiration, and tolerance for the entrepreneur”.

(Menyewa yang terbaik dari awal akan menghindari kesalahan umum dalam mempekerjakan
eksekutif dari sebuah perusahaan besar. Seorang pemimpin diharapkan dapat bekerja secara
efektif serta bergerak cepat. Mereka adalah orang yang memiliki kemampuan untuk
berkomitmen, memiliki nilai-nilai kongruen, memiliki rasa ingin tahu dan berpikir kritis, akal
sehat, keterampilan berhubungan dengan orang, memiliki keterampilan dalam pengambilan
risiko, memiliki rasa hormat, kekaguman, dan toleransi).

5. Nurture Your Greatest Asset: You.

“The most successful leaders are life-long learners. Set aside time to attend conferences and
seminars, read, participate in networks that provide industry knowledge, and meet with experts”.

(Para pemimpin yang paling sukses adalah belajar seumur hidup. Sisihkan waktu untuk
menghadiri konferensi dan seminar, membaca, berpartisipasi dalam jaringan yang menyediakan
pengetahuan industri, dan berdiskusi dengan para ahli).

6. Celebrate the Journey

“Take the time to enjoy the journey and celebrate the successes along the way.

(Mengambil waktu untuk menikmati perjalanan dan merayakan keberhasilan).

Susan Blackburn dalam Jurnal Perempuan (Desember 2012,131) tantangan utama


kepemimpinan perempuan adalah kuatnya sistem kepemimpinan patriarki pada level elit nasional
dan kuatnya politik islam yang yang bersifat patriarki. Hambatan terbesar pemberdayaan
kepemimpinan perempuan adalah dua hal: pertama, perempuan bekerja terlalu banyak, terlalu
payah (overworked); kedua, perempuan dibayar terlalu murah oleh sistem ekonomi. Keduanya
pemimpin-pemimpin perempuan. Pada dasarnya, perempuan memiliki banyak peluang menjadi
pemimpin. Akan tetapi tantangan terbesar adalah tidak terlatihnya perempuan dalam
kepemimpinan publik dan pilihan perempuan untuk berada di rumah.Kedua tantangan internal
tersebut merupakan potret nyata bagaimana perempuan masih ditempatkan dan menempatkan
dirinya sebagai warga Negara kelas kedua.

Pearce (dalam Pace 1993:258) menjelaskan bahwa “komunikasi dipandang sebagai suatu
instrumen yang dipakai manusia untuk mencapai maksud-maksud tertentu, seperti memberi
instruksi, membujuk, atau memperoleh kekuasaan.” Komunikasi dapat digunakan sebagai sarana
untuk memperoleh kekuasaan melalui suatu proses berpikir dalam berbagai realitas simbolik.
Dalam konteks komunikasi organisasi bisnis, keadaan ketidakpastian ini biasanya ditemui ketika
melakukan pekerjaan atau tugas, penilaian hasil kerja, implementasi inovasi atau peraturan, dan
bagaimana membina hubungan dengan orang lain serta lain sebagainya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kepemimpinan perempuan menjadi isu publik yang selalu di perbincangkan.


Peningkatan peran perempuan bukanlah tren apalagi fenomena baru seperti dikatakan sebagian
orang. Perempuan sebagai kepala pemerintahan telah ada sejak abad ke-15. Kepemimpinan
perempuan mulai bangkit dari tidur panjang sejak isu hak asasi manusia dan persamaan gender
secara lantang di suarakan oleh aktivis feminisme. Seiring dengan perubahan sosial dan budaya
yang terus berkembang, semakin banyak perempuan yang mendapatkan kesempatan untuk
menjadi pemimpin di berbagai bidang, termasuk politik, bisnis, dan organisasi nirlaba.
Perempuan memiliki perbedaan dalam gaya kepemimpinan penelitian yang dilakukan oleh
Tannen (1995). Menurutnya perbedaan lak-laki dan perempuan dalam berkomunikasi adalah
bahwa perempuan menekankan pada hubungan dan keakraban, sementara laki-laki menekankan
pada status dan kemandirian.

Strategi Komunikasi Perempuan Pemimpin Drucker (1981) dalam Moran (1992)


mengungkapkan bahwa kesuksesan organisasi Jepang adalah dengan menggunakan strategi
female oriented, memupuk hubungan untuk membangun kepentingan yang sama, kepercayaan,
kesetiaan, dan harga diri dalam pencapaian bagi keseluruhan organisasi Robbins (1998) terkait
dengan isu gender dan kepemimpinan mengemukakan dua kesimpulan. Pertama; menyamakan
antara laki-laki dan perempuan cenderung mengabaikan perbedaan diantara keduanya. Kedua,
bahwa apa yang menjadi perbedaan antara perempuan dan laki-laki adalah bahwa perempuan
memiliki gaya kepemimpinan yang lebih democratic, sedangkan laki-laki merasa lebih nyaman
dengan gaya yang bersifat directive dan strategi yang dikemukakan Hadary dan Henderson
(2013) yaitu strategi keberhasilan bagi para pemimpin wanita yang ingin memaksimalkan
kekuatan mereka untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

3.2 Saran

Seorang pemimpin perempuan harus tetap mempertahankan nilai-nilai yang baik dan
ditingkatkan dalam rangka kesuksesan kerja dalam masing-masing bidang yang dipimpin. Sifat
kepribadian yang baik harus dijaga, serta kestabilan akan emosi ketika masalah muncul baik dari
keluarga maupun kerja, sehingga tetap menghasilkan kerja yang optimal. Seorang pemimpin
perempuan perempuan juga harus menjaga hubungan baik dengan para bawahan agar selalu
tercipta lingkungan kerja yang kondusif.
DAFTAR PUSTAKA

https://media.neliti.com/media/publications/73950-ID-peranan-kepemimpinan-perempuan-dalam-
jab.pdf

http://openai.com//Kemampuan-Kepemipinan-Perempuan//

Hadary, Sharon and Henderson, Laura. (2013). How Women Lead: The 8 Essential Strategies
Successful Women Know.

Fitriani, Annisa. "Gaya kepemimpinan perempuan." Jurnal Tapis: Jurnal Teropong Aspirasi
Politik Islam 11.2 (2015): 1-22.

Sahrah, Alimatus. "Persepsi terhadap Kepemimpinan Perempuan." Anima: Indo Psycho-logical


Journal 19.03 (2004).
Putry, Raihan. "Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Islam." Jurnal MUDARRISUNA:
Media Kajian Pendidikan Agama Islam 5.2 (2015): 231-260.

Anda mungkin juga menyukai