Anda di halaman 1dari 2

Prespektif Gender di Era Industri 4.0.

Dalam kehidupan ini ada dua jenis makhluk hidup yaitu laki-laki dan perempuan, dimana
keduanya memiliki perbedaan. perbedaan laki-laki dan perempuan ada yang bersifat bawaan
sebagai ciptaan Tuhan dan yang bersifat bentukan budaya yang dipelajari dan disosialisasikan sejak
kecil. Sifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan disebut dengan sex, sedangkan sifat dari bentukan budaya
disebut gender.

Gender sebagai proses ‘konstruksi sosial’ di dalam masyarakat. Konstruksi sosial merupakan
pembentukan dari sistem konseptual kebudayaan dan linguistik. Gender juga merupakan alat
analisis untuk memahami persoalan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Ditegaskan, bahwa
gender adalah pembagian laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan budaya.
Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang panjang, dengan
sosialisasi, penguatan, konstruksi sosial budaya bahkan kekuasaan negara. Proses ini disebut
“genderisasi”, sedemikian panjang dan lamanya proses tersebut, sehingga lambat laun perbedaan
gender antara laki-laki dan perempuan sebagai konstruksi sosial budaya menjadi seolah-olah
ketentuan dari Tuhan, atau bersifat kodrati dan biologis yang tidak dapat diubah lagi.

Dalam teori kultur, perbedaan itu disebabkan oleh proses kultural dalam lingkungan mereka,
bukan perbedaan psikologis dan biologis. Apabila lingkungan sosial cukup kondusif bagi
pengembangan potensi perempuan, maka potensi perempuan dapat di maksimalkan seperti halnya
laki-laki. Peran gender tidak harus sama antara laki-laki dan perempuan, ada wilayah-wilayah yang
bisa dilakukan laki-laki tetapi tidak bisa dilakukan perempuan, demikian sebaliknya ada wilayah yang
bisa dilakukan perempuan tetapi tidak bisa dilakukan laki-laki.

Teori natur dengan aliran fungsionalisme, menganalogikan keluarga dengan struktur alam
semesta, bahwa alam semesta mempunyai elemen-elemen yang memiliki fungsi masing-masing.
Fungsi elemen satu tidak dapat di ambil oleh elemen yang lain, jika masing-masing elemen
menjalankan fungsinya dengan baik, maka akan tercipta keseimbangan dialam ini. Disinilah letak
peran gender yang diharapkan, bahwa mereka berjalan beriringan secara seimbang.

Dalam era modernisasi saat ini, diskusi tentang gender tidak lagi mempersoalkan posisi
perempuan: apakah dia mulia atau hina, apakah ini manusia nomor dua, apakah ia pantas atau tidak
pantas mengembang tugas-tugas sosial kemasyarakatan. Akan tetapi diskusi-diskusi itu, di arahkan
pada bagaimana memanfaatkan perempuan pada kedudukan yang wajar, bagaimana mengemban
berbagai tugas sosial kemasyarakatan dan sebagainya. Karena kita tahu bahwa di era hampir 5.0 ini
sudah banyak perempuan-perempuan yang telah masuk ke lini strategis dalam kehidupan dan telah
diakui kedudukannya di lingkungan masyarakat. Hanya tinggal perempuan tersebut mau atau tidak
memanfaatkan kesempatan tersebut.

Tahun 1978 mempunyai makna yang sangat penting bagi perempuan Indonesia, tahun
tersebut adalah pertama kali peranan perempuan dan status perempuan secara eksplisit mendapat
pengakuan dalam GBHN. Pengakuan akan peran dan status perempuan dalam GBHN tersebut di
samping berimplikasi pragmatis juga berimplikasi kelembagaan, sebagai wujud penyebaran dari
Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang pada intinya meningkatkan terciptanya integritas
perempuan dalam pembangunan yang meliputi tiga dimensi yaitu:

1. Prinsip peningkatan kedudukan dan peranan perempuan


2. Prinsip kemitrasejajaran antara laki-laki dan perempuan baik dalam keluarga, dalam
masyarakat maupun dalam melaksanakan pembangunan Nasional
3. Prinsip peran ganda perempuan, yaitu keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara
peranannya dalam masyarakat.

Tiga dimensi di atas, diatur dalam pedoman pelaksanaan mekanisme penataan peningkatan
peran perempuan pada era orde baru, sebagai implikasi pragmatis adalah diintegrasikannya
program-program peningkatan peran perempuan dalam repelita yang mewajibkan alokasi sumber-
sumber rasional bagi peningkatan peranan perempuan, sedangkan implikasi kelembagaan adalah
diletakkannya mekanisme yang bertanggungjawab meningkatkan peran dan status perempuan
dalam masyarakat dan negara Indonesia. Intervensi kebijaksanaan pemerintah tersebut ditujukan
untuk perempuan dalam wujud kebijaksanaan program dan proyek pembangunan. Semua kebijakan
tersebut, pada hakikatnya bertujuan untuk mengubah situasi obyektif perempuan menuju situasi
normatif, sehingga sosok kebijaksanaan program dan proyek pembangunan nasional untuk
perempuan, adalah merefleksikan situasi normatif dan situasi obyektif empirisnya.

Untuk memaksimalkan potensi perempuan dalam aspek sosialnya, perlu menciptakan orde
sosial baru bagi perempuan lewat pemberdayaan sumber daya perempuan yang bertumpuh pada
pembentukan tiga sikap yaitu: sikap dan perilaku ber-Tuhan, sikap dan perilaku terhadap diri sendiri,
dan sikap serta perilaku terhadap nilai-nilai kemasyarakatan.

Anda mungkin juga menyukai