Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gender secara ilmiah dapat dikatakan sebagai perbedaan jenis kelamin

baik secara klasifikasi bentuk fisik maupun dalam bentuk seksualitasnya,

dimana laki-laki dan perempuan juga diklasifikasikan sesuai dengan

perannya masing-masing yang telah dikontruksikan oleh nilai dan norma

budaya masyarakat terkait dengan peran, sifat, kedudukan, serta posisi

dalam masyarakat (Faqih, 2008)1. Perbedaan jenis kelamin atau gender baik

laki-laki atau perempuan telah menciptakan implikasi adanya perbedaan

perilaku, peran serta perlakuan antara laki-laki dan perempuan yang

diciptakan oleh masyarakat melalui proses sosial dan budaya yang panjang

dan terkonstruksi dalam nilai dan norma di masyarakat. Gender pada

dasarnya adalah kodrat yang telah ditetapkan oleh Tuhan Yang Maha Esa,

sehingga manusia tidak mampu untuk merubah atau menolak. Sehingga

suatu kondisi yang mengangkat isu ketidakadilan gender diakibatkan dari

ketidakadilan pada sistem dan struktur sosial, oleh karenanya baik

perempuan atau laki-laki menjadi korban dari pada sistem dan struktur

sosial tersebut (Budiman, 1985)2.

Masyarakat sebagai media lahirnya budaya kontruksi gender

menempatkan serta membentuk sifat-sifat individu yang mencangkup

penampilan, pakaian, sikap, dan kepribadian dalam satu tatanan dalam

bentuk nilai dan norma. Seorang laki-laki dikontruksi harus memiliki sikap

1 Faqih, Mansour. 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Belajar. hal. 34
2 Arief Budiman. 1985. Pembagian Kerja Secara Seksual. Gramedia: Jakarta. hal. 167

1
dan sifat “maskulin” dan perempuan dikontruksikan memiliki sikap dan

sifat “feminis”. Maskulinitas pada seorang laki-laki diidentifikasikan

sebagai sesosok individu yang memiliki karakter gagah, berani, kuat,

tangguh, pantang menyerah, berpikir rasional. Sedangkan seorang

perempuan diidentifikasikan sebagai sesosok individu yang memiliki

karakter rendah hati, lemah lembut, anggun, keibuan, lemah, dan suka

mengalah. Apabila kontruksi nilai masyarakat ditinggalkan atau tidak

sesuai dengan tatanan masyarakat, maka individu perempuan dikatakan

sebagai perempuan yang tidak menarik atau menurunkan martabat

perempuan sebagai salah satu peranya di sektor “domestik” (Astianto,

2006)3.

Perbedaan gender bukan menjadi suatu persoalan serius selama tidak

melahirkan adanya suatu konsep ketidakadilan gender. Sehingga

berdasarkan fakta yang ada mengatakan bahwa persoalan ketidakadilan

gender melahirkan berbagai masalah, hal ini dipicu karena adanya

kontruksi sosial di masyarakat yang menyebabkan tidak adanya ruang

bergerak baik untuk kaum laki-laki ataupun perempuan (Faqih, 2008)4.

Ketidakadilan gender juga disebabkan oleh adanya sikap bias gender yang

didasarkan pada minimnya pengetahuan-pengetahuan masyarakat untuk

mengakui adanya potensi di setiap jenis gender (laki-laki dan perempuan).

Konstruksi sosial budaya yang ada di masyarakat menempatkan perempuan

pada kelas kedua, ruang publik lebih didominasikan oleh kaum laki-laki,

3
Heniy Astianto. 2006. Filsafat Jawa: Menggali Butir-Butir Kearifan Lokal. Yogyakarta: Warta Pustaka
Yogyakarta. hal. 310
4 Ibid, h.. 12

2
dan ruang domestik lebih diperuntukan oleh kaum perempuan. Hal ini

nampak pada budaya hegemoni patriarki yang menempatkan laki-laki

sebagai pemimpin dalam keluarga, organisasi, maupun ranah politik,

sehingga hal ini menurunkan partisipasi perempuan dalam ranah publik

atau dalam pengambilan keputusan. Kurangnya kesempatan kaum

perempuan untuk terlibat di dalam sektor kepemimpinan, serta dalam

pengambilan keputusan di organisasi membuat perempuan menjadi lebih

pasif ketika menjalani kehidupannya.

Seiring dengan perkembangan masyarakat, dan tingkat pendidikan

yang lebih mengutamakan potensi dan kemampuan (skill) tanpa

memandang konstruksi gender, mempengaruhi adanya konsepsi baru di

masyarakat bahwa lebih mengutamakan kepentingan bersama serta

kepentingan untuk menyetarakan gender dan menempatkan keadilan

gender diatas kepentingan kontruksi budaya. Sehingga hal ini

memunculkan adannya makna dari konsep relasi gender yang mana

mengindikasikan adanya hubungan kemanusiaan atau sosial antara laki-laki

dan perempuan yang didasarkan pada pertimbangan aspek kesadaran dan

peran-peran gender. Relasi gender berorientasi pada produk sosial budaya

yang terbentuk dari tatanan nilai sosial, budaya, agama dan norma-norma

lain di dalam masyarakat. Dengan adanya relasi gender menentukan

pembagian peran yang ideal bagi masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan

dengan banyaknya kaum perempuan yang sudah membuka diri dalam

berbagai bidang, seperti keterlibatan didalam politik, kepemimpinan dalam

kepala daerah atau pemerintah, sarana penyebaran agama (dakwah), serta

3
meningkatnya integritas perempuan di bidang pendidikan. Begitu juga

dengan laki-laki yang tidak jarang ditemui mengerjakan tugas yang

dilakukan di ranah domestik, seperti mengurus pekerjaan rumah, mengurus

anak, serta berbelanja, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, selama ada

hubungan yang baik serta tidak memicu adanya permasalahan dan

mengarahkan adanya ketentraman di dalam masyarakat, tidak

meminimalkan apa yang sudah dirubah di masyarakat terkait dengan

rekontruksi peran gender (Astuti, 2013)5.

Isu atau fenomena yang menarik bagi peneliti untuk melakukan riset

penelitian terkait dengan gender adalah dengan melihat realitas sosial di

masyarakat bahwa era teknologi dan digitalisasi berpotensi mematahkan

asumsi dan tatanan masyarakat mengenai konsepsi budaya patriarki.

Kesetaraan gender di era madia sosial mulai banyak ditanggapi masyarakat

dalam berbagai hal, kritik dan pendapat banyak diutarakan tanpa

memandang kedudukan, posisi atau peran gender yang sebelumnya di

kontruksi oleh budaya masyarakat. Media sosial difungsikan sebagai media

ekspresi diri dan keterbukaan diri di dalam masyarakat, sehingga memicu

adanya kepercayaan untuk menjelajahi dunia publik tanpa adanya

hambatan dan kendala di masyarakat. Melihat realitas sebelumnya,

permasalahan gender sering kali menimbulkan stigma dan asumsi negatif

dalam memahami ketidakadilan pembagian peran gender di masyarakat

khususnya pada kedudukan peran perempuan. Perempuan dalam kontruksi

5
Eka Widi Astuti. Relasi Gender dalam Sistem Birokrasi: Studi Kasus Terhadap Realitas Kesetaraan Gender
dalam Sistem Birokrasi di Kecamatan Gedebage Tahun 2012, (Bandung: Skripsi pada Jurusan Sosiologi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, 2013), h. 19

4
budaya masyarakat diindikasikan untuk selalu melayani kaum laki-laki, dan

hanya kaum laki-laki yang menjadi keutamaan di sektor publik.

Melihat dari sisi potensi perempuan di masa sekarang, perempuan

menjadi sorotan bagi masyarakat, karena di era modernisasi teknologi

memunculkan adanya konsep emansipasi di masyarakat. Perempuan masa

kini sudah dibuktikan adanya keberanian dalam usaha mengekspresikan

diri dan mandiri tanpa terkekang oleh adanya kontruksi adat dan mitos di

masyarakat. Untuk menunjukkan kemampuan diri, perempuan lebih berani

dan bebas memilih pekerjaan sesuai dengan minat mereka. Bahkan

perempuan saat ini tidak ragu untuk mengekspresikan dirinya di depan

publik melalui media sosial yang ada. Perempuan merasa diperbaiki citra-

nya oleh adanya teknologi, dengan teknologi dan media massa perempuan

menjadi berkembang dan tidak ada hambatan lagi untuk meng-eksplore

dunia publik seperti berpendapat, mengkritik kelompok atau instansi,

bahkan adanya usaha untuk menyuarakan peran penting perempuan dan

pentingnya kesetaraan gender dalam kehidupan yang berkelanjutan.

Seiring dengan pesatnya akses kemajuan teknologi, maka banyak

dijumpai berbagai kemudahan fasilitas yang mampu digunakan oleh

manusia dalam kehidupannya. Melalui media teknologi memudahkan akses

interaksi sosial masyarakat tanpa bertemu secara tatap muka. Di era

komunikasi saat ini media sosial digunakan kaum milenial untuk mampu

mengekpresikan diri dalam ranah publik, seperti halnya dalam aplikasi

Twitter, WhatsApp, Skype, Instagram, Path, TikTok dan lain sebagainya.

Dalam media sosial di era digital saat ini memicu adanya konsep

5
keterbukaan diri tanpa memandang peran dan posisi gender, sehingga dapat

dikatakan dengan adanya teknologi memicu individu atau seseorang untuk

mampu beradaptasi dan berusaha mengaktualisasikan diri kepada publik.

Salah satu media sosial yang menjadi ajang eksistensi diri dan memiliki

jumlah peminat yang banyak ada pada media sosial TikTok. Pada aplikasi

TikTok pengguna (user) memiliki fasilitas dalam membuat video yang

memiliki durasi kurang lebih 30 detik dengan memberikan kekhasan efek

yang unik dan menarik serta didukung dengan musik yang dikombinasikan

dengan performa dalam bentuk tarian atau sekedar sindiran, kritik terhadap

suatu persoalan di masyarakat milenial. Selain itu, pada aplikasi TikTok

juga memberikan akses penggunanya untuk dapat menggunakan special

effect dan juga music background dari berbagai artis terkenal dengan

berbagai kategori dan juga special effect lainnya. Sehingga melalui aplikasi

media sosial TikTok ini mampu memberikan kreativitas tersendiri bagi

penggunanya, serta memberikan rasa percaya diri untuk mengekspresikan

diri di ruang publik (Aprilian, 2019)6.

Sehingga melihat realitas yang ada, peneliti melihat fokus ketertarikan

penelitian yang berkaitan dengan kesetaraan gender sebagai bentuk

pengungkapan jati diri (self dicslosure) di dalam media sosial. Hal ini

nampak pada eksistensinya aplikasi media sosial TikTok sebagai sarana

hiburan serta sebagai media aktualisasi diri pada masyarakat milenial, hal

ini nampak pada database “TikTok For Business Pitch Document Published

Tahun 2021 yang dirilis dari laman resmi Ginne.com” menyebutkan

6
Devri Aprilian. 2019 “Hubungan Antara Pengguna Aplikasi TikTok dengan Perilaku Narsisme Siswa Kelas
VIII SMP Negeri 8 Bengkulu”. Jurnal Ilmiah Bimbingan dan Konseling, Vol. II, No. 3.

6
presentase pengguna aplikasi TikTok sebanyak 121 Juta yang aktif di

seluruh dunia. Dengan laporan data tersebut menyatakan bahwa 13%

pengguna TikTok berada pada rentan usia 13-17 tahun, 42% pengguna

TikTok berasal dari kalangan muda (generasi “Z”) dengan rentan usia

pengguna berkisar antara 18 sampai 24 tahun, 37% pengguna TikTok yang

berasal dari usia 25-34 tahun, 8% pengguna TikTok pada kalangan usia 35-

44 tahun, dan 3% pengguna TikTok berada pada rentan usia 45 tahun

keatas. Jika melihat secara tingkat penggunaan aplikasi TikTok dalam basis

gender, mengindikasikan bahwa rentan ini berada pada perbandingan 68:32

yang mana penggunaan TikTok lebih di dominasi oleh kelompok

perempuan, sehingga dalam konteks media sosial baik laki-laki maupun

perempuan sama-sama menggunakan aplikasi tersebut tanpa adanya

intimidasi dari perbedaan gender. Hal ini didukung dengan adanya

observasi awal melalui aplikasi media sosial TikTok dengan nama akun

TikTok (@adelia.delle, @intannnayyp, @saschaananda6, @gvventea,

@rereauuu, @siru.vbcd, @nurrizhaac, @lifiae_, @les.lesli, @4lsa,

@gitaanggunnn, @meradly, @meitameme) sehingga peneliti tertarik pada

isu atau fenomena di era digital khususnya pada media sosial sebagai media

inklusivitas peran perempuan di dalam ruang publik, hal ini berangkat dari

asumsi dasar bahwa maraknya penggunaan media sosial mampu

menurunya integritas dari nilai dan norma di masyarakat, salah satunya

yang membahas tentang konstruksi sosial gender, yang pada kasusnya

perempuan merasa diintimidasi karena ketidakadilan dalam pembagian

peran di masyarakat. Akan tetapi, seiring dengan dinamisasi masyarakat

7
dan era teknologi membawa perubahan bagi kaum perempuan untuk

mampu mengekpresikan serta mengaktualisasikan diri di ruang publik

melalui media sosial, salah satunya penggunaan aplikasi media sosial

TikTok.

Penelitian tentang pemaknaan kesetaraan gender, aktualisasi

perempuan dalam media sosial sudah ada yang dilakukan oleh penelitian

sebelumnya. Penelitian-penelitian tersebut seperti: Gendering The Internet:

Perempuan Pada Ruang Gender yang Berbeda (Kusuma, 2017); Peranan

Perempuan dalam Media Sosial (Murtopo, 2018); Media Sosial dan Gaya

Hidup Perempuan di Indonesia (Utomo, 2017); Perempuan dan Media

Sosial sebagai Pilihan Komunikasi Terkini (Trisilowaty, 2012); Fenomena

Keterbukaan Diri Selebgram Perempuan di Kota Medan sebagai Cerminan

Budaya Populer di Media Sosial Instagram (Harahap, 2021); Self

Disclosure Remaja Perempuan melalui Twitter (Ekawati, 2017);

Perempuan dalam Media Online: Antara Identitas dan Politik Islam

(Wulandari, 2019); Gerakan Perempuan dalam Isu Seksisme pada Akun

@lawanpatriarki di Media Sosial Instagram (Rachmah Sulistia, 2021);

Potret Media Sosial dan Perempuan (Lubis, 2014).

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya maka kebaharuan dari

penelitian ini adalah berkaitan dengan pengungkapan diri remaja

perempuan pada media sosial TikTok dengan subyek penelitian pada

pengguna aplikasi TikTok di Kota Malang, dengan teknik pendalaman data

yang lebih spesifik yaitu dengan mendalami latar belakang subyek dalam

melakukan penelitian secara komunikasi personal (intensif) dalam lingkup

8
pembahasan pengarusutamaan gender dalam media sosial. Kekhasan dalam

penelitian ini nantinya akan mengeneralisasikan peranan perempuan di

dalam aplikasi TikTok sekaligus menganalisa terkait dengan efektivitas

aplikasi tersebut sebagai tolak ukur kesetaraan gender di dalam era

modernisasi virtual, sehingga hal ini melatarbelakangi keutamaan

penelitian ini karena melihat peran dan posisi pereampuan yang seringkali

tidak teraktualisasi dengan sempurna, sehingga memicu adanya asumsi

masyarakat bahwa perempuan tidak menjalankan perannya di dalam

konstruksi budaya masyarakat. Peran media sosial bagi perempuan adalah

untuk membuktikan bahwa mereka memiliki potensi yang disatu sisi tidak

dimiliki oleh kaum laki-laki dan disisi lain perempuan perlu mendapatkan

tempat dan peran yang setara dengan kaum laki-laki dalam berbagai aspek,

sehingga melalui pembentukan identitas diri yang solid pada media sosial

(virtual) TikTok, mengupayakan perempuan untuk meningkatkan kualitas

ekpresi diri dalam bersuara ataupun kebebasan dalam hidup melalui media

sosial.

Sehingga dapat digambarkan secara umum sisi menarik dari penelitian

ini adalah yang pertama, fakta menunjukkan bahwa ketidakadilan gender

bukan merupakan suatu fenomena yang muncul secara tiba-tiba, akan tetapi

ada faktor dan sejarah yang melatarbelakanginya. Kedua, kaum perempuan

sebagai kaum terbelakang dalam kontruksi budaya masyarakat harus hidup

di lingkungan masyarakat dan dihadapkan dengan banyaknya tantangan

kehidupan di masyarakat. Ketiga, kaum perempuan sebagai individu sosial

yang sama, mempunyai cita-cita dan pengharapan terhadap keadaan diri

9
mereka, yaitu usaha untuk mengakui identitas dirinya secara mendalam.

Hal ini yang menjadi indikasi bahwa perlu pendalaman konsep akutualisasi

diri pada kaum perempuan sebelum ia mampu mengeksplor diri mereka

dalam ruang-ruang publik. Dan keempat, Kota Malang dipilih sebagai

sasaran subyek penelitian dikarenakan, Kota Malang sebagai kota

pendidikan menitikberatkan pada isu peningkatan jumlah pengguna

aplikasi TikTok di kalangan remaja dan hampir seluruh elemen masyarakat

menggunakan aplikasi tersebut dalam mengisi waktu luang tak terkecuali

batasan usia ataupun kalangan gender manapun, sehingga penting juga

diteliti terkait dengan penggunaan aplikasi TikTok pada kalangan milenial.

Sehingga keutamaan penelitian ini sekaligus urgensi penelitian ini

dilakukan adalah untuk menganalisa fenomena kesetaraan gender di dalam

masyarakat milenial terutama pada kalangan remaja perempuan dengan

basis penggunaan media sosial TikTok di Kota Malang. Hal ini penting

dilakukan riset penelitian karena mengacu pada esensi kontruksi sosial

gender yang mulai luntur akibat adanya era digitalisasi serta munculnya

media sosial sebagai media komunikasi dengan memberikan akses

kebebasan pada seluruh golongan masyarakat. Dari gambaran tersebut

maka, peneliti berharap dengan adanya penelitian ini mampu

mengintegrasikan hasil penemuan data terkait dengan pemecahan masalah

terkait dengan ketidakadilan peran gender di masa sekarang, serta mampu

mendorong peran perempuan untuk lebih bebas dalam mengekspresikan

diri pada ranah publik, yang mana hal ini berfungsi untuk mengangkat

10
potensi dan aktualisasi kelompok perempuan di dalam ranah publik,

khususnya di media sosial.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang berkaitan dengan media sosial

sebagai aktualisasi diri pada kaum perempuan (feminis) menimbulkan

pertanyaan yang menjadi salah satu kunci pokok dalam penelitian ini, yaitu:

1. Apa motivasi remaja perempuan menggunakan media sosial

TikTok sebagai sarana pengungkapan diri (self disclosure)?

2. Bagaimana pola aktualisasi diri (relasi gender) remaja perempuan

pengguna media sosial TikTok di Kota Malang?

3. Bagaimana esensi pengungkapan diri (self disclosure) remaja

perempuan pada dimensi sosial (real) dengan dunia digital publik

(media sosial) TikTok?

4. Bagaimana dampak positif dan negatif penggunaan media sosial

TikTok sebagai sarana pengungkapan diri (self disclosure) remaja

perempuan di Kota Malang?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah :

1. Untuk mengetahui, mengidentifikasi, menggambarkan dan

mendeskripsikan pengungkapan diri (self disclosure) remaja

perempuan sebagai aktualisasi diri dalam relasi gender pada

pengguna aktif media sosial TikTok di Kota Malang.

11
2. Untuk Mengetahui dan menggambarkan pola aktualisasi diri (relasi

gender) remaja perempuan pengguna media sosial TikTok di Kota

Malang.

3. Untuk mendeskripsikan esensi pengungkapan diri (self disclosure)

remaja perempuan pada dimensi sosial (real) dengan dunia digital

publik (media sosial) TikTok.

4. Untuk mengetahui dampak positif dan negatif penggunaan media

sosial TikTok sebagai sarana pengungkapan diri (self disclosure)

remaja perempuan di Kota Malang.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan

sumbangan pemikiran dalam menambah wawasan sebagai dasar

memahami konsep dan teori sosiologis yang mana konsep self

disclosure dikembangkan dalam ranah penelitian ini sebagai dasar

memahami pengungkapan diri atau identitas kelompok perempuan

di kalangan publik dengan membagikan pengalaman atau perasaan

kepada orang lain, selain itu secara teori sosiologis yang

dikembangkan dalam penelitian ini mengacu pada teori

keseimbangan (equilibrium) oleh Edward Wilson yang memberikan

pelurusan pada pemaknaan kontruksi sosial gender terhadap realitas

yang berkembang di era digitalisasi media sosial, sehingga mampu

memberikan tolak ukur dan alat analisa untuk menciptakan

keselarasan dan keseimbangan dalam hidup dan berpotensi dalam

12
meminimalisir adanya ketimpangan sosial yang berujung pada

sebuah insiden konflik.

Sehingga dengan adanya penggunaan konsep dan teori

sosiologis yang peneliti kembangkan hal ini difungsikan untuk

mengupayakan kesejahteraan setiap individu atau kelompok dalam

masyarakat, serta mampu memberikan referensi bagi penelitian-

penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pengarusutamaan

gender dan kesetaraan gender di dalam media sosial serta mampu

menambah wawasan terkait dengan sistem kerja dalam penelitian,

upaya dan proses pendekatan terhadap masyarakat, serta mampu

menginterpretasikan nilai-nilai sosial terutama mampu

mengupayakan strategi dan solusi bagi masyarakat.

1.4.2 Manfaat Praktis

Adapun manfaat penelitian yang hendak dicapai secara praktis

sebagai berikut :

a. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi akses sarana yang

bermanfaat dalam mengimplementasikan keilmuan

(pengetahuan) penulis berkaitan dengan relasi gender dan

media sosial dalam khasanah sosiologi.

b. Bagi Masyarakat

Diharapkan hasil penelitian ini secara praktis dapat

memberikan sumbangan pemikiran terhadap pemecahan

masalah bagi masyarakat dan memberikan upaya strategis

13
dalam menanggulangi permasalahan masyarakat terkait

dengan kesetaraan gender dan peran kontruksi sosial

gender di tengah masyarakat digital.

c. Bagi Pemangku Kebijakan

Adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan

masukan bagi pemangku kebijakan yang terkait dengan

gender agar dapat meluruskan serta memberikan tolak

ukur baru dalam memahami peran dan kebebasan pada

masing-masing gender baik laki-laki ataupun perempuan

di dalam menunjukkan eksistensinya di ranah publik.

d. Bagi Progam Studi Sosiologi (akademik)

Adanya penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan

referensi ataupun sumber rujukan literatur bagi mahasiswa

Universitas Muhammadiyah Malang dan mahasiswa lain

secara umum dan bagi progam studi Sosiologi secara

khusus, terlebih bagi yang akan melakukan penelitian

pada kajian yang sama mengenai konsep diri remaja

pengguna aplikasi TikTok di Kota Malang.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Berkaitan dengan lingkup penelitian yang berjudul “Pengungkapan

Diri (Self Disclosure) Remaja Perempuan sebagai Aktualisasi Diri dalam

Relasi Gender pada Media Sosial TikTok di Kota Malang”. Keutamaan

penelitian ini adalah berupaya melihat, menggambarkan serta

mendeskripsikan fenomena maraknya ketidakadilan gender pada kaum

14
perempuan (feminis) di Kota Malang melalui pendekatan personal

(komunikasi intensif) dalam optimalisasi peran media sosial (TikTok)

sebagai sarana alternatif pengembangan eksistensi diri serta aktualisasi di

dalam masyarakat, sehingga menjadikan kesetaraan gender sebagai langkah

alternatif untuk menciptakan masyarakat yang harmonis dan seimbang

(equilibrium). Dalam hal ini perlu adanya penelitian untuk membuktikan

lebih lanjut terkait dengan inklusivitas peran perempuan dalam media sosial

(TikTok) di masyarakat Kota Malang, Sehingga hasil akhir dan harapannya

adalah mampu memicu adanya pola perkembangan dari upaya aktualisasi

ekspresi diri pada individu atau kelompok perempuan di dalam media sosial

serta memberikan gambaran terkait dengan posisi, kedudukan, peran dan

status kaum perempuan yang sebenarnya di masyarakat dengan

mempertimbangkan besarnya potensi perempuan di ranah publik.

1.6 Definisi Konseptual

Definisi konseptual adalah unsur penelitian yang menjelaskan tentang

karakteristik sesuatu masalah yang hendak diteliti. Berikut adalah definisi

konseptual dari masing-masing variabel :

a) Self Disclosure

Self Disclosure atau keterbukaan diri adalah kemampuan seseorang

menyampaikan informasi kepada orang lain yang meliputi pikiran,

keinginan, perasaan, maupun perhatian. Sehingga secara garis besar

dapat disimpulkan bahwa self disclosure adalah bentuk komunikasi

15
seseorang dalam menyampaikan informasi tentang dirinya yang

tersimpan kepada orang lain (Karina, 2012)7.

b) Remaja Perempuan

Remaja secara konsep dasar didefinisikan sebagai proses seseorang

mengalami masa perkembangan atau peralihan pada semua aspek

yang dimulai dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Remaja

memiliki pengertian yang secara luas baik dari segi fisik, psikologi,

dan sosial. Secara psikologis remaja adalah masa atau usia seseorang

yang memasuki fase menuju kedewasaan, Usia remaja secara umum

berada pada kisaran 12-23 tahun (rentan usia remaja dini), dengan

pertimbangan pada perubahan fisik dan unsur emosional serta

kedewasaan dalam berpikir dan bertindak. Hal ini juga sama dari

segi sosial yang mana remaja merupakan fase yang mengalami

perkembangan baik dari segi pembentukan jati diri hingga pada

membentuk pondasi awal sebelum menuju fase kedewasaan,

sehingga secara garis besar masa remaja merupakan masa dimana

remaja tidak merasa dirinya tidak seperti anak-anak lagi dan mulai

adanya pola adaptasi untuk sejajar dengan orang lain walaupun

orang tersebut lebih tua darinya (Hurlock, 2011)8. Menurut

(Kartono, 2006) remaja perempuan dari segi sikap sosialnya

cenderung mengidentifikasi seseorang atau beberapa individu, suka

7
Karina S.M. & Suryanto. 2012. Pengaruh Keterbukaan Diri Terhadap Penerimaan Sosial pada Anggota
Komunitas Backpaker Indonesia Regional Surabaya dengan Kepercayaan Terhadap Dunia Maya Sebagai
Intervening Variabel. Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas
Airlangga. Vol.1(02). hal. 2
8
Hurlock, Elizabeth B. 2011. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan,
Jakarta: Erlangga, hal. 24

16
berfantasi, subyektifitas yang besar, memiliki intuisi yang tajam dan

rela berkorban demi orang yang dicintainya9.

c) Aktualisasi Diri

Maslow (1970) dalam (Arianto, 2009) mendefinisikan aktualisasi

diri sebagai proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-

sifat dan potensi psikologis dan sosiologis yang unik. Aktualisasi diri

akan berubah sejalan dengan perkembangan hidup seseorang, ketika

mencapai usia tertentu (adolensi) seseorang akan mengalami

pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke psikologis 10. Sehingga

kebutuhan akan aktualisasi diri adalah kebutuhan seseorang untuk

mampu menjadi apa yang diinginkannya sesuai dengan potensi yang

dimiliki (Omifolaji, 2010)11.

d) Gender

Gender secara definsi seksualitasnya merupakan suatu pembagian

jenis kelamin ke dalam dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan, yang

mana pada tiap jenis kelamin tersebut memiliki suatu kekhasan dan

ciri-ciri fisik yang melekat pada setiap individu yang hal ini

merupakan kodrat dari Tuhan yang tidak dapat dipertukarkan dan

digantikan satu sama yang lain (Faqih, 2008)12. Pada umumnya jenis

kelamin laki-laki selalu dikaitkan dengan gender maskulin, dan

perempuan selalu berkaitan dengan gender feminis. Akan tetapi,

9 Kartono, Kartini. 2006. Pemimpin dan Kepemimpinan. Rajawali: Jakarta, hal. 56


10
Arianto. 2009. Psikologi Umum. Jakarta: PT. Prenhalindo, hal. 139
11 Omifolaji, V. 2010. Nigeria Women in the Diaspora in Persuit of Self Actualization: A Case Study of Three

Women in Britain, USA and Australia. Practice Reflexions, 5(1), 17-29


12
Ibid, h. 7

17
relasi-relasi tersebut bukanlah suatu hubungan korelasi yang bersifat

absolut, hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh (Nurhaeni, 2009)

bahwa gender tidak bersifat universal, namun bervariasi dari suatu

masyarakat ke masyarakat lainnya, serta dari waktu ke waktu 13.

Sehingga secara garis besar, gender merupakan pembagian atas

dasar kodrat yang telah ditetapkan oleh Tuhan untuk membedakan

antara jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan,

sedangkan gender dalam pandangan masyarakat merupakan suatu

kontruksi atas pembagian-pembagian kerja atas dasar laki-laki

berperan di ranah publik dan perempuan di ranah domestik.

e) Media Sosial

Media sosial secara definisi mengartikan sebagai sebuah situs

jaringan sosial berbasis website atau internet yang memungkinkan

bagi setiap individu untuk membangun profil publik, berinteraksi

secara virtual mode dan keterbukaan identitas diri dalam sistem yang

terbatasi, daftar pengguna lain dengan siapa mereka terhubung dan

melihat serta menjelajahi daftar koneksi mereka yang dibuat oleh

orang lain dengan suatu bentuk sistem (Henderi, 2007). Media sosial

juga dapat dikatakan sebagai seperangkat media online dengan para

pengguna (user) yang bisa mudah berpartisipasi, berbagi dan

menciptakan isi yang meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum, dan

dunia virtual. Media sosial berkonsentrasi kepada kemudahan

fasilitas masyarakat untuk selalu terhubung tanpa terbatas ruang dan

13Nurhaeni, Ismi Dwi Astuti. 2009. Kebijakan Publik Pro Gender. UPT Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS
Press): Surakarta. Hal. 7

18
waktu, sehingga interaksi sosial yang biasa dilakukan secara tatap

muka dan memerluka waktu dan tempat yang nyata, hal ini dapat

dimudahkan dengan adanya fitur teknologi media sosial sebagai

sarana alternatif dan sarana mempermudah hidup masyarakat

(Lesmana, 2017)14.

f) Aplikasi TikTok

Aplikasi media sosial TikTok adalah sebuah terobosan dan generasi

media sosial terbaru (platform new media) atau jejaring sosial yang

memiliki fitur utama untuk membagikan video durasi pendek yang

memungkinkan pengguna (user) dapat membuat video dengan

special effect dan bakcground musik yang menarik. Hakikat

penggunaan aplikasi TikTok adalah untuk mengirimkan pesan

kepada user lain atau pengguna lain, selain itu juga sebagai media

ekspresi diri sebagai salah satu media hiburan dan aplikasi ini juga

mampu difungsikan sebagai peluang dalam memanfaatkan di dunia

marketing usaha (Rahmawati, 2018)15.

1.7 Metode Penelitian

1.7.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis

pendekatan kualitatif. Penelitian dengan menggunakan pendekatan

secara kualitatif diartikan sebagai sebuah prosedur penelitian yang

14
Gusti Ngurah Aditya Lesmana. 2017. Thesis. Analisis Pengaruh Media Sosial Twitter Terhadap Pembentukan
Brand Attachment (Studi: PT. XL AXIATA), Progam Magister Managemen, Fakultas Ekonomi, Universitas
Indonesia, hl. 10-11
15
Rahmawati, Siska. 2018. Institutional Repositories & Scientific Journals. Fenomena Penggunaan Aplikasi
TikTok di Kalangan Mahasiswa Universitas Pasundan Bandung.

19
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang serta berdasarkan realitas sosial sesungguhnya.

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang terjadi di masyarakat

sebagai subyek dari pada penelitian, misalnya; perilaku, motivasi,

persepsi, tindakan, dll. Penelitian kualitatif juga dikatakan sebagai

penelitian yang wajar dan normal sesuai dengan kondisi objektif di

lapangan tanpa adanya manipulasi, serta jenis data yang

dikumpulkan terutama data kualitatif.

Pendekatan kualitatif merupakan penelitian yang memiliki

tujuan dikumentasi, identifikasi, dan interpretasi mendalam

terhadap pandangan dunia, nilai, makna, keyakinan, pikiran dan

karakteristik umum seseorang atau sekelompok masyarakat tentang

penilaian-penilaian kehidupan, situasi kehidupan, kegiatan-kegiatan

ritual dan gejala-gejala khusus kemanusiaan lainnya (Fattah,

2001)16.

Berikut adalah ciri-ciri pendekatan kualitatif sebagai berikut :

1. Mendasar pada kekuatan narasi

Pendekatan ini memerlukan penjelasan lebih mendalam

yang memiliki sifat alamiah agar peneliti mampu

memahami keadaan secara mendalam terkait dengan

makna dan interpretasi suatu fenomena.

16
Hanurawan Fattah (ed). “Kontroversi Pendekatan Kuantitatif dan Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian
Psikologi”. Penerbit Universitas Negeri Malang : Malang, 2001), hl.11

20
2. Studi dalam situasi alamiah (Naturalistic Inquity)

Dalam model penelitian kualitatif, peneliti berusaha

melakukan penelitian terhadap situasi yang berlangsung

sesuia dengan keadaan yang sebenar-benarnya tanpa

adanya unsur pemaksaan data ataupun pengurangan data.

3. Analisis Induktif

Melalui model kualitatif yang secara khusus berorientasi

pada eksplorasi, penemuan dan logika induktif.

Pendekatan penelitian ini berusaha memahami situasi

(make the sense situation) sesuai dengan situasi yang

sedang berlangsung.

4. Perspektif Holistic

Pendekatan ini mengusung pada aspek keseluruhan

fenomena perlu dipahami sedemikian rupa agar mampu

menciptakan suatu sistem yang kompleks.

5. Perspektif dinamis, perspektif perkembangan

Melalui penelitian kualitatif mengindikasikan atas dasar

gejala sosial sebagai sesuatu yang dinamis dan

berkembang, bukan suatu hal yang statis dan tidak

berubah dalam perkembangan kondisi dan waktu.

6. Orientasi pada kasus unik

Dengan penelitian model kualitatif dengan kaidah yang

baik akan memperhatikan data secara dalam dan rinci

21
karena fokusnya memang penyelidikan yang mendalam

pada sejumlah kasus kecil.

7. Bersandar pada netralitas empatis

Peneliti dengan netralitas empatis akan berusaha

melakukan kajian penelitian dengan mengedepankan

sikap yang netral tanpa memihak siapapun, yaitu antara

lain memasuki area penelitian tanpa teori yang harus

dibuktikan, tanpa senjata untuk menggali, tanpa dugaan

tentang hasil-hasil yang harus didukung ataupun ditolak.

8. Ada fleksibilitas desain

Desain dalam penelitian kualitatfi bersifat fleksibel atau

dapat diartikan sebagai keluwesan dalam penelitian di

lapangan, sehingga berusaha membaur dengan subyek

lapangan tanpa adanya ketentuan yang terikat dengan

pasti.

9. Sirkuler

Dalam hal ini penelitian kualitatif berusaha menggunakan

prosedur atau tahapan-tahapan penelitian yang seolah

kaku dan terstruktur tidak digunakan.

10. Peneliti adalah instrumen kunci

Sebagai seorang peneliti, sudah menjadi tanggung jawab

dan sangat berperan dalam keberhasilan suatu penelitian,

mulai dari tahap persiapan, pengambilan data sampai

22
dengan analisa dan interpretasi hasil penelitian

(Poerwandi, 2005)17.

Dalam penelitian yang dilakukan peneliti dengan pendekatan

kualitatif terkait dengan “Pengungkapan Diri (Self Disclosure)

Remaja Perempuan sebagai Aktualisasi Diri dalam Relasi Gender

pada Media Sosial TikTok di Kota Malang”, maka nantinya tahapan

demi tahapan serta prosedur yang dihasilkan dalam penelitian ini

menghasilkan data berupa data deskriptif analisis, yang mana lebih

menekankan pada aspek analisa serta pemahaman secara garis besar

terkait dengan permasalahan yang diangkat serta proses penelitian

ini dilakukan dengan senatural mungkin sesuai dengan kondisi dan

situasi di lapangan tanpa melebih-lebihkan atau mengurangi

subtansi dari penelitian ini.

1.7.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

menggunakan jenis penelitian konten analisis, yang merupakan

pendekatan penelitian dengan memperoleh keterangan dari isi atau

konten yang disampaikan secara mendalam oleh subyek penelitian.

Menurut (Bungin, 2008), menyatakan bahwa pendekatan analisa

konten merupakan teknik penelitian untuk membuat inferensi-

inferensi yang dapat ditiru (replicable) dan sahih data dengan

memperhatikan konteksnya.

17
Poerwandani, Kristi. “Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia”. Jakarta: (Lembaga
Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3), 2005), hl 34-48

23
Sehingga dengan penggunaan pendekatan penelitian secara

konten analisis, penelitian ini juga menggunakan metode penelitian

secara deskriptif analisis yang merupakan penelitian dalam

memberikan gambaran dan pendeskripsian secara sistematis dan

terstruktur terhadap fakta yang bersifat aktual dan melalui kajian

analisa terhadap populasi tertentu. Jenis penelitian ini bertujuan

untuk memecahkan masalah-masalah aktual yang dihadapi

masyarakat saat ini. Dengan demikian data yang dikumpulkan

adalah berupa kata dan kalimat serta gambar pendukung. Hal ini

disebabkan adanya penerapan dari model kualitatif dengan

sistematika secara deskriptif sehingga data yang dihasilkan

merupakan kunci terhadap apa yang sudah diteliti.

Dalam tema penelitian ini, penelitian berusaha memaparkan,

menggambarkan serta mendeskripsikan terkait dengan kondisi atau

situasi di masyarakat, baik itu dalam keadaan konflik ataupun dalam

keadaan normal. Sehingga peneliti akan menggunakan model

deskriptif dengan menyajikan data berupa hasil observasi,

wawancara, dokumentasi serta yang terakhir adalah penganalisaan

serta pengkajian secara sistematis dan terpadu sehingga akan

menciptakan data yang valid.

1.7.3 Unit Analisis

Berdasarkan isu atau fenomena sosial pada realitas yang ada di

masyarakat terkait dengan aktualisasi remaja perempuan dalam

penggunaan media sosial. Maka, pada penelitian ini peneliti

24
menggunakan unit analisis secara analisa mikro, yaitu berdasarkan

pada pemikiran (mind) serta sudut pandang dari setiap individu

sebagai subyek penelitian. Individu merupakan realitas subyektif

yang tidak dapat diukur atau dihitung dari perilaku atau suatu

tindakan. Sehingga unit analisa mikro berusaha

menggeneralisasikan realitas yang ada di masyarakat berdasarkan

sudut pandang dan perspektif dari masing-masing individu.

1.7.4 Lokasi Penelitian

Penelitian ini nantinya akan dimulai pada tanggal 25 Mei 2022

dengan perhitungan kurang lebih selama 1 Bulan. Lokasi penelitian

dilakukan di dalam lingkup Kota Malang dengan basis penggalian

data menggunakan sistem wawancara personal (intensif) dengan

subyek atau sasaran penelitian ini dengan menggunakan aplikasi

media TikTok sebagai database subyek penelitian. Penelitian ini

dilatarbelakangi oleh faktor-faktor dalam aktualisasi peran

perempuan di ranah publik yang terfasilitasi oleh adanya media

sosial salah satunya dengan adanya media sosial TikTok. Tidak

terpusatnya lokasi penelitian ini dikarenakan terdapat beberapa

faktor yang mempengaruhi, antara lain :

1) Partisipan merupakan pengguna aplikasi media sosial

(TikTok) yang dinamis.

2) Peneliti sebagaimana penelitian kualitatif lainnya mencoba

untuk melakukan penelitian dengan setting yang alami dan

25
natural yang diharapkan data yang dihasilkan bersifat

murni.

Mengapa peneliti menetapkan lokasi serta media sosial

(TikTok) tersebut sebagai tujuan dari penelitian ini. Jika hal ini

dilihat dari sisi keunikan peneliti berpandangan bahwa di era

digitalisasi modern tidak dipungkiri memunculkan perubahan pada

tatanan kontruksi sosial di masyarakat, salah satunya yang berkaitan

dengan gender. Kontruksi gender secara hakikat mengklasifikasikan

peran laki-laki untuk berada di ranah publik dan peran perempuan

hanya sebatas peran domestik, sehingga hal ini memicu adanya

ketidakadilan gender dalam pembagian peran di lingkungan sosial

masyarakat. Oleh karena itu, hal ini menjadi menarik karena dengan

adanya media sosial memunculkan ruang-ruang kebebasan bagi

individu sebagai makhluk sosial bukan individu sebagai bagian

tertentu yang termarginalisasi oleh adanya tatanan kontruksi.

1.7.5 Subyek Penelitian

Subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

beberapa remaja perempuan pengguna aktif akun media sosial

(TikTok) di Kota Malang, dan telah memiliki pengikut diatas 100

followers serta aktif dalam membagikan aktivitas konten dan

aktivitas di dalam media sosial TikTok. Metode menentukan sampel

penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling, yaitu

teknik yang digunakan karena adanya pertimbangan tertentu dari

peneliti, sampel yang digunakan atau diambil bukan berdasarkan

26
strata, random (acak), atau daerah, akan tetapi didasarkan pada

tujuan dan kuatnya alasan peneliti dalam mengambil subyek

penelitian tersebut. Dalam buku Metode Penelitian oleh (Sugiyono,

2012:126) menjelaskan bahwa purposive sampling adalah teknik

penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Dalam tema yang

diambil penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive

sampling karena subyek penelitian yang telah ditetapkan jelas dan

peneliti mempunyai tujuan yang jelas antara tema yang diambil

dengan subyek penelitian yang akan dituju. Pemilihan subyek

penelitian disesuaikan dengan beberapa kriteria yang peneliti

inginkan agar lebih memudahkan dalam memasukkan (input) data

ke bentuk hasil penelitian, berikut adalah pokok bahasan untuk

pengambilan partisipan dengan pertimbangan sebagai berikut :

1) Merupakan pengguna media sosial TikTok dan memiliki

akun tetap.

2) Merupakan remaja perempuan pengguna TikTok yang

berdomisili di area Kota Malang.

3) Memiliki minimal 100 pengikut (followers).

4) Usia remaja akhir, sekitar 17-23 tahun, dengan

pertimbangan pada unsur emosional serta kedewasaan

dalam berpikir dan bertindak, dan terfokus pada kalangan

pelajar dan mahasiswa.

5) Telah menggunakan media sosial TikTok kurang lebih 3

bulan.

27
6) Aktif di dalam menggunakan media sosial TikTok dengan

menyajikan konten (aktivitas keseharian, fashion, make-up,

influencer, religius/dakwah, dll) yang memiliki keuntungan

(profit atau non-profit) melalui postingan status, upload

foto dan video.

7) Menampilkan identitas diri berdasarkan kegiatan atau

aktivitas di dalam media sosial TikTok.

8) Bersedia menjadi partisipan penelitian.

Sehingga adapun subyek penelitian yang akan dituju adalah

pengguna aktif (remaja perempuan) akun media sosial TikTok

dengan nama akun (@nurrizhaac, @patricia_arnata, @meradly,

@_maulidyara, @gitaanggunnn, @dinianggrainisp, @4lsa,

@meitameme, @les.lesli, @lifiae_), hal ini dilakukan atas dasar

pertimbangan peneliti terkait dengan efektivitas pengambilan data

lapangan dan telah memiliki kriteria yang dimaksudkan sesuai

dengan yang dituliskan peneliti.

1.7.6 Sumber Data Penelitian

Menurut (Moleong, 2010), sumber data utama dalam penelitian

kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data

tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Kata-kata dan tindakan

orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber

data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau

melalui perekaman video/audio tape. Pencatatan sumber data utama

28
melalui wawancara dan pengamatan merupakan hasil usaha

gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan bertanya.

Walaupun dikatakan sebelumnya bahwa sumber diluar kata dan

tindakan merupakan sumber kedua, jelas hal itu tidak bisa

diabaikan. Dilihat dari segi sumber data, bahan tambahan yang

berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan

majalah ilmiah.

Sumber data yang diperoleh penulis dalam penelitian

“Pengungkapan Diri (Self Disclosure) Remaja Perempuan sebagai

Aktualisasi Diri dalam Relasi Gender pada Media Sosial TikTok di

Kota Malang” di Kawasan ini bersumber dari data primer dan

sekunder:

 Data primer berasal dari data-data yang diperoleh dari

sumber utama (Data lapangan pada aktivitas wawancara

dan observasi akun media sosial TikTok). Arsip yang

didapat dalam penelitian ini berupa data-data aktivitas

pengguna TikTok, serta beberapa dokumentasi (video/foto)

di dalam media sosial TikTok.

 Data sekunder berasal dari data-data yang diperoleh dari

literatur yang berhubungan dengan tulisan ini. Arsip data

penelitian ini diperoleh melalui kajian literatur junal dan

buku sebagai bahan tinjauan untuk memperkuat dan

melengkapi dari data yang lainnya.

29
1.7.7 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif ini peneliti menggunakan beberapa

metode pengumpulan data. Adapun metode pengumpulan data yang

dipergunakan adalah sebagai berikut (Moleong, 2010) :

1. Observasi, yaitu kegiatan melihat dan meneliti secara

langsung melalui panca indera mata sebagai alat bantu

utamanya. Metode observasi adalah metode

pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun

data penelitian, data-data penelitian ini dapat diamati

oleh peneliti. Dalam arti bahwa data tersebut dihimpun

melalui pengamatan peneliti melalui penggunaan panca

indera.18 Pengamatan dapat diklasifikasikan atas

pengamatan melalui cara berperan serta dan yang tidak

berperan serta. Teknik pengamatan tanpa berperan serta

adalah bahwa pengamat hanya melakukan satu fungsi

saja yaitu mengadakan pengamatan, sedangkan

pengamatan berperan serta adalah dimana pengamat

melakukan dua peran sekaligus, yaitu sebagai pengamat

dan sekaligus menjadi anggota resmi dari kelompok

yang diamatinya tersebut.19

a Observasi terus terang atau samar, yaitu dalam

hal ini, peneliti melakukan pengumpulan data

menyatakan terus terang kepada subjek

18
Moeloeng, Lexy, J. “Metode Penelitian Kualitatif”. (Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002), 161
19 Ibid, h. 126-127

30
penelitian sebagai sumber data, bahwa dia

sebagai peneliti sedang melakukan penelitian.

Jadi, mereka sebagai subjek yang diteliti

mengetahui sejak awal sampai akhir tentang

aktivitas peneliti.

b Observasi tak terstruktur, yaitu observasi yang

tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa

yang akan diobservasi. Hal ini dilakukan karena

peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang

akan diamati.

Observasi ini dilakukan di dalam akun media sosial

TikTok serta penguatan observasi dilakukan melalui

kajian aktivitas pengguna tik-tok selama menggunakan

aplikasi tersebut. Metode ini penting untuk

mendapatkan pemahaman lebih akurat tentang hal yang

diteliti, serta memungkinkan peneliti untuk bersikap

terbuka.

2. Wawancara, adalah percakapan dengan maksud tertentu

yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan kepada yang

diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban

atas pertanyaan tersebut.20 Ada beberapa macam

20 Ibid, h. 135

31
wawancara yang dibagi metodenya menurut (Moleong,

2010), yaitu :

 Wawancara tak terstruktur atau bebas (Non

Structure Interview), yaitu wawancara yang bebas

dengan arah pembicaraan tergantung peneliti,

tidak termbimbing kesesuaian pokok tema.

 Wawancara terstruktur (Structure Interview),

yaitu wawancara dimana hal-hal yang akan

dibicarakan telah ditentukan terlebih dahulu.

Peneliti merencanakan dengan teliti variabel yang

akan diteliti dan merumuskannya. Wawancara ini

sering dikaitkan dengan wawancara baku yang

susunan pertanyaannya sudah ditetapkan

sebelumnya.

 Wawancara bebas terpimpin, yaitu wawancara

yang dimulai dengan bentuk tidak terstruktur

untuk menimbulkan suasana bebas dan akrab,

kemudian diikuti wawancara terstruktur sehingga

pembicaraan dapat tetap terarah pada sasaran

yang diteliti.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik

wawancara bebas terpimpin, dengan

mempertimbangkan agar dalam perolehan data dan

proses wawancara tersebut terjadi komunikasi bebas

32
terarah serta terkesan lebih fleksibel. Dengan demikian

diharapkan peneliti mendapatkan informasi yang luas

dan akurat. Dalam proses wawancara peneliti

menggunakan bahasa keseharian agar lebih “luwes” dan

memiliki pendekatan yang lebih personal bagi

responden penelitian.

3. Dokumentasi

Dokumentasi, yaitu peneliti menyelidiki benda-benda

tertulis seperti buku-buku, situasi, foto-foto, atau tulisan

lainnya yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini.

Metode dokumentasi adalah salah satu metode

pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi

penelitian sosial.

1.7.8 Metode Validitas dan Keabsahan Data

Keabsahan data adalah kegiatan yang dilakukan agar hasil

penelitian dapat dipertanggungjawabkan dari segala sisi. Keabsahan

data dalam penelitian ini menggunakan teknik keabsahan data Uji

Validitas Internal (credibility), teknik ini dilaksanakan untuk

memenuhi nilai kebenaran dari data dan informasi yang

dikumpulkan. Artinya, hasil penelitian harus dapat dipercaya oleh

semua pembaca secara kritis dan dari responden sebagai informan.

Kriteria ini berfungsi melakukan Inquiry yakni proses untuk

memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan

observasi dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau

33
memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah

dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis.

Menurut (Sutopo, 2006), triangulasi merupakan cara yang

paling umum digunakan bagi peningkatan validitas data dalam

penelitian kualitatif. Dalam kaitannya dengan hal ini, maka peneliti

menggunakan model triangulasi data atau sumber sebagai metode

meningkatkan validitas yang disesuaikan dengan kajian penelitian.

Berikut penjelasan triangulasi data atau sumber, yaitu :

a. Triangulasi data/sumber (data triangulation),

Menggali kebenaran informasi tertentu melalui berbagai

metode dan sumber perolehan data. Misalnya selain melalui

wawancara dan observasi peneliti juga terlibat observasi,

dokumen tertulis, arsip, dokumen sejarah, catatan resmi,

catatan pribadi, dan gambar. Menurut (Moleong, 2010) hal

tersebut dapat ditempuh dengan menggunakan prinsip :

 Membandingkan data hasil pengamatan dengan data

hasil wawancara.

 Membandingkan apa yang dikatakan orang dengan

didepan umum dengan yang dilakukan secara pribadi.

 Membandingkan pada yang dikatakan orang tentang

situasi penelitian dengan apa yang dikatakan

sepanjang waktu.

 Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang

dengan berbagai pendapat dan pandangan orang

34
seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan

menengah atau tinggi, orang berada dan orang

pemerintahan.

 Membandingkan hasil wawancara dengan isu suatu

dokumen yang berkaitan.21

1.7.9 Metode Analisa Data

Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah

menggunakan metode analisis isi (content analysis). Metode

analisis isi merupakan suatu metode pendekatan dalam penelitian

dengan memperoleh keterangan dari isi atau konten yang

disampaikan secara mendalam oleh subyek penelitian. Metode

analisis isi dapat digunakan pada lingkup atau ranah komunikasi,

baik surat kabar, berita radio, media massa ataupun media sosial.

Menurut (Bungin, 2008) menyatakan bahwa analisis isi merupakan

teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat

ditiru (replicable) dan sahih data dengan memperhatikan

konteksnya22. Selain itu, menurut (Frankel, 2008) mengatakan

analisis isi sebagai “....a technique that enables researchers to study

human behaviour in an indirect way, though an analysis of their

communications”23. Analisis isi secara umum sangat berhubungan

dengan aspek komunikasi atau isi komunikasi, logika dasar dalam

komunikasi bahwa setiap komunikasi selalu berisi peran dalam

21
Ibid, h. 178
22
Bungin, Burhan. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal. 155-156
23
Frankel, J.P. & Wallen N. E. 2008. How To Design and Evaluated Research in Education. New York:
McGraw-Hill Companies, Inc, h. 472

35
sinyal komunikasinya, baik berupa pernyataan verbal maupun non-

verbal (Rakhmat, 1999)24.

Berelson memperkuat definisi analisis isi dengan menyatakan

“content analysis ia a research technique for the objective,

systematic, and quantitative description of the manifest content of

communications” (Berelson, 1952)25. Penekanan pernyataan

Berelson adalah menjadikan analisis isi sebagai teknik penelitian

yang obyektif, sistematis dan deskriptif kuantitatif dari apa yang

tampak di dalam komunikasi. Hal yang perlu diluruskan di dalam

metode analisis isi adalah mengapa metode ini disebut kuantitatif,

karena dalam menganalisis isi diperlukan data kuantitatif misalnya

untuk menghitung kata atau pengelompokan bidang dan

perhitungan lainnya26. Sehingga walaupun analisis isi pada awalnya

berkembang dengan metode kuantitatif. Namun, pada

perkembangannya analisis isi juga diterapkan dalam pendekatan

kualitatif. Menurut (Krispendoff, 1993), menyatakan terdapat 4

(empat) jenis analisis isi dengan pendekatan kualitatif, yaitu27 :

a. Analisis wacana (discourse analysis), yang secara

sederhana merupakan analisis isi yang mencoba

memberikan pemaknaan lebih dari sekedar kata atau frase

24
Rakhmat, Jalaludin. 1999. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Rosdakarya, hal. 87
25
Berelson. B. 1952. Content Analysis In Communication Research. New York: Free Press, h. 22
26
Ibid, h. 89
27 Klaus Krispendoff. 1993. Analisis Isi Pengantar dan Teori Metodologi. Jakarta: Rajawali Press, hal. 15 dalam

Imam Subrayogo. 2001. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: Remaja Rosda Karya, hal. 71.

36
atau kumpulan kata yang dituliskan pengarang atau penulis

dalam sebuah tulisan atau konten di media.

b. Analisis retorika (rhetorical analysis), yang merupakan

analisis yang berfokus pada bagaimana suatu pesan itu

disampaikan serta dampak (langsung ataupun jangka

panjang) yang dirasakan oleh para penerima pesan atau

audience.

c. Analisis etnografi (ethnographic content analysis), analisis

yang dimunculkan oleh (Altheid, 1987). Walaupun terkesan

sangat kualitatif-antropologis, pendekatan ini tidak

menghindari cara yang bersifat kuantitatif, namun

mendukung perhitungan data dari analisis isi dengan suatu

bentuk tulisan.

d. Analisis percakapan (conversation analysis), merupakan

analisis isi yang dikerjakan dengan merekam suatu

percakapan dengan setting dan tujuan yang biasa atau

umum. Selanjutnya hasil rekaman itu akan dianalisa lebih

mendalam menjadi konstruksi kolaboratif.

Sehingga secara garis besar meskipun analisis isi terdiri atas

pendekatan dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif. Namun,

(Krispendoff, 1993) menyarankan untuk tidak mendikotomikan

diantara keduanya. Menurutnya dengan memisahkan kedua

pendekatan adalah sebuah kesalahan. Secara ekplisit dan obyektif

penelitian mampu menunjukkan adanya identitas dari suatu

37
pendekatan kualitatif dan kuantitatif, yang mana dengan adanya

proses pengkodingan dan perhitungan yang secara umum

merupakan pendekatan kuantitatif, maka perlu juga menganalisa

konteks dari pada yang sudah diperhitungkan sebelumnya yang

merupakan tradisi dari pendekatan kualitatif. Dengan begitu analisis

isi adalah jenis penelitian yang dapat menggunakan pendekatan mix-

method.

Maka, analisis isi merupakan teknik untuk menganalisa makna

dari komunikasi yang dilakukan oleh manusia. Komunikasi

dipandang berisikan simbol-simbol yang harus dimaknai kontennya

(lisan atau tulisan). Adapun tahapan penelitian menggunakan

metode analisis isi menurut (Frankel, 2008) sebagai berikut :

Unitizing Recording/Coding Reducing Abductively Naratting


Peng-unitan Perekaman/Coding Pengurangan/ Inferring Penarasian/
Penyederhanaan Data Pengambilan jawaban dari
Kesimpulan penelitian

Bagan 3.1 Metode analisis isi menurut Fraenkel & Wallen


Penelitian dengan metode analisis isi digunakan untuk

memperoleh keterangan dari komunikasi yang disampaikan dalam

bentuk lambang yang terdokumentasi atau dapat didokumentasikan.

Metode ini dapat dipakai untuk menganalisa semua bentuk

komunikasi, seperti pada surat kabar, buku, film, media sosial dan

sebagainya. Dengan menggunakan metode ini maka nantinya akan

diperoleh suatu pemahaman peran komunikasi yang disampaikan

38
oleh media massa atau media sosial yang bersumber secara obyektif,

sistematis dan relevan (Sujono, 2005)28.

Adapun 3 (tiga) pendekatan dalam pengguaan metode analisis

isi yaitu pertama, analisis isi deskriptif merupakan analisis untuk

menggambarkan secara detail pesan, konten atau suatu teks tertentu

secara detail dari segi aspek yang mempengaruhi sampai pada

karakteristik suatu pesan (konten) yang disebarkan (upload). Kedua,

pendekatan analisis isi eksplanatif yang merupakan metode dalam

pengujian hipotesis tertentu. Ketiga, analisis isi menggunakan

pendekatan prediktif yaitu adalah usaha untuk memprediksi hasil

seperti tertangkap dalam analisis isi lain (Krisyantono, 2007)29.

Sehingga di dalam aspek metode analisa data yang digunakan

pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis isi

(konten) melalui pendekatan deskriptif yaitu dengan

menggambarkan realitas atau keadaan dilapangan secara nyata

(real) dengan penyajian hasil yang bersifat mendalam serta hasil

temuan mampu dianalisa dan dirumuskan secara eksplisit dengan

media yang digunakan adalah media sosial yang terfokus pada

aplikasi TikTok.

1.7.10 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian merupakan serangkaian kegiatan yang

dilakukan dalam suatu penelitian dari awal sampai akhir yang

28
Sujono dan H. Abdurrahman. 2005. Metode Penelitian (Suatu Pemikiran dan Penerapan). Jakarta: PT. Rineka
Cipta, hal. 16
29 Kriyantono, Rachmat. 2007. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal.

177

39
diwujudkan dalam bentuk laporan, menurut Moeloeng, terdapat

beberapa kegiatan yang dilakukan untuk melakukan prosedur

penelitian, sebagai berikut :

1) Menyusun rangkaian penelitian

Peneliti melakukan kegiatan membuat suatu pendapat atau

usulan penelitian atau proposal. Rancangan penelitian yang

dibuat masih sederhana dan tidak menuntut kemungkinan

adanya perubahan terlebih pada bagian metodologinya.

2) Memilih lapangan penelitian

Setelah melakukan studi pendahuluan serta observasi

sementara dengan beberapa partisipan atau subyek yang

berkenaan dengan tema serta fenomena yang telah

ditemukan, peneliti menentukan tempat yang akan

dijadikan sektor utama dalam pelaksanaan penelitian.

3) Menjajaki dan menilai keadaan lapangan

Peneliti berusaha mengenal segara unsur dan aspek

lingkungan sosial dan fisik yang ada. Peneliti harus

menampilkan diri dengan baik dan menciptakan hubungan

pribadi yang akrab, sehingga subyek penelitian dapat

dikenal dan dipercayai.

4) Memilih dan memanfaatkan informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk

memberikan informasi dalam waktu relatif singkat terhadap

peneliti, informan juga dapat dijadikan teman bertukar

40
pikiran serta membandingkan suatu kejadian yang dialami

subyek lain terkait dengan insiden atau trauma pada suatu

kondisi tertentu.

5) Menyiapkan perlengkapan penelitian

Selain perlengkapan fisik juga terdapat perlengkapan dalam

pelaksanaan penelitian yaitu berupa surat izin, surat

pengantar, proposal, alat tulis, kertas, tape recorder dan

lain-lain yang mendukung pelaksanaan kegiatan.30

30
Ibid, h. 127-133

41
42

Anda mungkin juga menyukai