Anda di halaman 1dari 47

ANOTASI

SEJARAH KEBANGKITAN NEGARA- NEGARA ASIA

Diajukan untuk memenuhi Salahsatu Tugas Mata Kuliah Sejarah Kebangkitan


Negara- Negara Asia yang diampu oleh Drs. Ayi Budi Santosa, M.Si.
dan Wildan Insan Fauzi, S.Pd., M.Pd.

oleh:

Yuli Yulianti NIM 1703730

DEPARTEMEN PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2020
Jurnal 1
Nugraha, Athanasius . (2011). Manuver Politik China dalam Konflik Laut China
Selatan. Humaniora, 16 (3), hlm. 211-222

Jurnal ini menjelaskan tentang motivasi manuver politik China dibalik tindakan-
tindakan agresifitas yang dilakukan China di Laut China Selatan. Nugraha
menganalisi bahwa China mempunyai kepentingan utama di Laut China Selatan yaitu
urusan ekonomi. Selain itu, terdapat kepentingan lain seperti proyeksi kekuatan
militer dan penggentar nuklir. Usaha ini tidak disambut baik oleh negara- negara
tetangganya yang selain merasa kedaulatannya juga dilanggar. Meskipun telah
ditandantangi Declaration of Coduct of Parties in the South China Sea (DOC).
Namun China melakukan berbagai tindakan yang mengancam perdamaian dan
pembangunan aktif di daerah tersebut. Menurut Nugraha satu pemicunya DOC sedang
dalam proses Code of Conduct yang mengikat secara hukum. China sepertinya tidak
bermaksud untuk melakukan kodifikasi tersebut lantaran apabila menandatangani
Code of Conduct akan mengikat mereka dan kehilangan kebebasan untuk
melancarkan aktivitas-aktivitasnya di Laut China Selatan. Inilah salahsatu manuver
politik yang dilakukan China dalam upaya melegitimasi kekausaanya di Laut China
Selatan
Akan tetapi, usaha yang dilakukan China masih menemui beberapa keterbatasan
terutama karena adanya kekuatan ASEAN dan hukum- hukum internasional. Menurut
Nugraha untuk mengakali keterbatasan tersebut China mengandalkan prinsip
negosiasi bilateral yang digunakannya untuk menumbangkan negara-negara lawan
secara satu demi satu untuk melemahkan kekuatan penyeimbang yang ada.
Jurnal ini menganalisis manuver politik China dalam konflik Laut China Selatan
berdasarkan teori Defensive Realism, bahwa suatu kawasan akan stabil apabila
kekautan besar (China) diimbangi oleh kekuatan besar koalisi (ASEAN), yang tidak
mungkin menumbangkan satu persatu negara koalisi, sehingga hanya bisa melakukan
negosiasi secara bilateral. Maka jurnal ini menjadi lebih tajam dengan pisau analisi
berdasarkan teori pertahanan.
Jurnal 2
Suherman, Eman. (2004). Dinamika Masyarakat Jepang dari Masa Edo Hingga
Pasca Perang Dunia II. Humaniora, 16 (2) hlm. 201-210

Jurnal ini menjelaskan tentang dinamika masyarakat Jepang dari masa Edo
hingga pasca Perang Dunia II, terutama menyoroti kaum petani yang mendapat
perlakuan yang tidak adil dari penguasa negara. Padahal kaum petani menjadi tulang
punggung para penguasa dan kelas sosial lainnya. Menurut Suherman pada Masa Edo
masyarakat Jepang terbagi menjadi empat kelas, yaitu; kelsas militer (bushi), kelas
petani (noomin), kelas tukang atau pekerja (shokkoo), dan kelas pedagang (shoonin).
Berbeda halnya pada masa Meiji kelas- kelas sosial tersebut dihilangkan, meski
pada praktikkan masih nampak jelas masih adanya perbedaan antar kelas dalam
kehidupan sehari- hari. Menurut Suherman, pasca Perang Dunia II, dengan
bangkitnya Jepang dengan industrinya, hingga Jepang kini menempatkan diri sebagai
salahsatu negara maju, tidak lepas dari karakteristik masyarakatnya yang sudah ada
sejak pemerintahan Tokugawa Bakufu pada Zaman Edo abad ke 17, lebih
dimatangkan lagi di Restorasi Meiji. Namun, dari beberapa kelas sosial di
pemerintahan Tokugawa hingga berakhirnya Perang Dunia II, Suherman menjelaskan
bahwa kaum petani merupakan kelas yang paling menderita, dengan pajak yang
mencekik, dan perlakuan yang tidak adil. Padahal kaum ini memeran peranan penting
sebagai tulang punggung para penguasa pemerintah.
Jurnal berhasil menguraikan dinamika masyarakat Jepang dari masa Edo hingga
pasca Perang Dunia II dengan pisau analisi teori sosiologi dan sejarah sosial. Tentang
bagaimana peran kaum petani menjadi salahsatu bagian penting sebagai tulang
punggung menuju Jepang kini.
Jurnal 3
Ummayatun, Siti. (2017). Masyarakat Muslim di Korea Selatan: Studi Tentang
Korea Muslim Federation (KMF) Tahun 1967-2015 M. Jurnal UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 11 (2), hlm. 136-156

Jurnal ini menjelaskan tentang dinamika masyarakat muslim di Korea selatan


yang digerakan oleh Korea Muslim Federation (KMF). Menurut Ummyatun dalam
mengorganisasi pertumbuhan islam di Korea, Korea Muslim Federation (KMF)
melakukan beberapa upaya, diantaranya; melakukan kaderisasi dengan mengirim
beberapa pemuda muslim Korea ke negara- negara muslim untuk mempelajari islam
dan melakukan sejumlah riset. Meski merupakan kaum minoritas dan menemui
berbagai tantangan, menurut Ummayatun, muslim Korea terus mempertahankan
identitas islamnya dan berdakwah.
Dakwah modern yang dilakukan secara intens dan pelan melalui pendidikan,
budaya, internet, media massa, publikasi buku- buku Islam dapat diterima warga
setempat serta diperbolehkan pemerintahnya. Masyarakat minoritas Muslim di Korea
memiliki posisi terhormat dan strategis bagi Pemerintah Korea. Pada faktanya
minoritas Islam tidak hanya berpengaruh di bidang agama dan budaya, namun juga
berpengaruh di bidang politik dan ekonomi masyarakat Korea yang mayoritas non-
Muslim.
Menurut Ummayatun, kehadiran minoritas Muslim sangat membantu urusan
diplomasi politik pemerintah Korea dengan negara-negara Muslim penghasil minyak
dan gas yang sangat dibutuhkan untuk bahan utama mesin industri perusahaan-
perushaan Korea. Kehadiran minoritas Islam juga membantu perbaikan ekonomi
warga Korea, baik dari kalangan Muslim maupun non-Muslim. Mereka
mengembangkan ekonomi Islam melalui bisnis bertaraf internasional, diantaranya
bisnis pariwisata tour Muslim ke Korea, bisnis restoran Halal, serta industri makanan
dan kosmetik Halal Korea. Jurnal ini berhasil menguraikan dinamika masyarakat
muslik Korea dari pendekatan sejarah yang menjelaskan sejarah berdirinya
Komunitas Muslim Korea dan track recordnya hingga kini.
Jurnal 4
Ramadhan, Mino. (2016). Kebijakan Turki Terhadap Suriah dalam Memerangi
Kelompok Terorisme ISIS (Islamic State Iraq and Syria) Tahun 2014. Journal
FISIP, 3 (2), hlm. 1-8

Jurnal ini menjelaskan tentang kebijakan Turki melawan kelompok terorisme


ISIS, penyerangan ISIS di Kobani, yang mana kota ini terletak di perbatasan antara
Turki dan Suriah. Kota Kobani merupakan kota tempat para pengungsi perang
saudara Suriah mencari perlindungan. Salahsatu yang mendiaminya adalah Suku
Kurdi. Keberadaan suku Kurdi ini menjadi bagian darikonflik etnis diTimur Tengah
yang tergolong berlangsung cukup lama.
Hal ini membuat Turki harus membuat kebijakan pengembangan melawan
Suriah. Menurut Ramadhan, bahwa Turki menerapkan sejumlah kebijakan terkait
masalah tersebut, dintaranya; pemerintah Turki melarang warganya ikut berperang
bersama milisi Kurdi yang mempertahankan wilayah Kobani dari serbuan ISIS,
Pemerintah Turki juga tidak memberikan bantuan militer kepada Suriah. Para militer
Turki hanya diperbolehkan bersiaga di daerah perbatasan anatar Turki dan Suriah.
Selain itu menurut Ramadhan Turki juga tidak memberikan izin kepada Amerika
yang akan memberikan bantuan ke Suriah lewat bandara Turki. Hal ini dilakukan agar
sikap Turki untuk tidak membantu ataupun melawn Suriah sebagai kebijakan luar
negeri Turki dapat terlaksana. Jika Turki membuka izin akses bantuan melalui
bandara Turki dikhawatirkan Turki dianggap memberikan angin segar kepada etnis
Kurdi di Suriah. Jurnal ini disusun dengan persfektif realis, konsep dan teori
keamanan nasional. Sehingga pembahasan yang dipaparka semakin komprehensif.
Jurnal 5
Rijal, Najamuddin K. (2016). Eksistensi dan Perkembangan ISIS: Dari Irak
Hingga Indonesia. Humaniora, 16(4), hlm. 201-210

Jurnal ini menjelaskan tentang perkembangan Islamic State of Iraq and Syria
(ISIS) dari gerakan lokal di Iraq menjadi gerakan transnasional hingga menyebar ke
Indonesia. Menurut Rijal, Indonesia sebagai negara dengan mayoritas muslim
menjadi sasaran organisasi yang mencita- citakan revivalisme islam di seluruh dunia.
Setelah melakukan revolusi di negaranya, Suriah ISIS mulai menyebarkan
ideologinya ke berbagai negara. Kelompok ini menyebarkan propagandanya melalui
media sosial yang kemudian menarik banyak simpati dari berbagai negara. Faktor lain
yang mendorong penyebaran kelompok ini di Indonesia diantaranya; adanya
pandangan teologis, yang berhubungan dengan ramalan akan bangkitnya kehilafahan
islam. Kedua, ISIS menyerukan sektarisme melawan Syiah, ketiga adanya perasaan
senasibdan simpati umat islam terhadap masyarakat Suriah.
Menurut Rijal dalam perkembangannya ISIS telah memiliki jaringan di Indonesia
yang bernama Jamaah Ansarul Daulat (JAD). Pemerintah Indonesia merespon
penyebaran ideologi kelompok ini dengan represif karena dirasa mengancam
kemanan dan stabilitas nasional. Pemerintah juga melakukan sejumlah kebijakan
diantaranya; pencegahan WNI ke Suriah, pemantauan ketat WNI di Suriah, dan
pemantauan gerakan terorisme di Indonesia.
Pemerintah Jokowi juga menerapkan kebijakan pendekatan keagamaan dan
budaya dalam upaya membatasi penyebaran ideologi ISIS di Indonesia. Jurnal ini
memakai banyak sumber yang berkaitan dengan topik. Jurnal ini juga melihat
bagaimana sikap yang ditempuh setiap presiden yang memiliki perbedaan cara dan
tujuan dalam upaya mencegah penyebaran ideologi kelompok ISIS di Indonesia,
sehingga pembahasan semakin komprehensif dan menarik.
Jurnal 6
Mulyana, Yan., Akim., Deasy. (2016). Power Negara Islam Iraq dan Suriah
(Islamic State of Iraq and Suriah, ISIS). Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi, 4(1),
hlm. 19-36

Jurnal ini menjelaskan tentang menelaah muncul dan berkembangnya (Islamic


State of Iraq and Suriah) ISIS serta bentuk dan kapabilitas power yang dimiliki.
Jurnal ini membagi pembahasannya menjadi sepuluh bagian, yaitu; teori
transnasionalisme dan power, profil ISIS, sistem rekrutmen ISIS, sistem kaderisasi
ISIS, pola pelatihan anggota ISIS, hard power ISIS, kapabilitas militer ISIS, kapasitas
ekonomi ISIS, soft power ISIS, respon terhadap ISIS.
Menurut Mulyana, dkk Keberadaan ISIS dilatarbelakangi oleh beberapa kondisi,
seperti invasi AS di Irak yang menggulingkan rezim Saddam, terjadinya Arab Spring
di kawasan Timur Tengah, konflik antara sunni-syiah yang berkepanjangan, dan
kondisi sosial ekonomi di Irak dan Suriah yang buruk akibat perang saudara.
Perkembangan ISIS sangat cepat didukung dengan kapabilitas hard power dan soft
power yang mereka miliki.
Kemudian, hard power yang dimiliki meliputi Kepemilikan sumber minyak yang
kaya, persenjataan yang banyak, dan kemampuan teknologi yang baik. ISIS juga
didukung oleh sumber daya manusia dari berbagai negara di dunia. ISIS juga
didukung pendanaan yang baik. Dari segi soft power, ISIS memiliki dua kekuatan
utama yaitu doktrin ideologi yang kuat dan mengakar. Selain itu, ISIS juga memiliki
kemampuan dalam proganda melalui berbagai media sosial dan media online. Jurnal
ini dikaji dengan menggunakan teori transnasionalisme dan power, sehingga dapat
menjadi pisau analisis dalam mengkaji topik terkait berkembangnya ISIS dan
pengaruhnya di dunia.
Jurnal 7
Wijaya,. Sumardi., Sumarjono. (2017). Konflik Perebutan Kekuasaan antara
Nasionalis dan Komunis di Republik Tiongkok Tahun 1912-1949. Jurnal Artikel
Ilmiah Mahasiswa, 1(1) hlm. 1-13

Jurnal ini berisi konflik antara dua kubu revolusioner Tiongkok yaitu nasionalis
yaitu golongan yang berada di Partai Koumintang dan golongan Komunis. Menurut
Wijaya, konflik ini dipicu oleh dua faktor , yaitu intern dan ektern. Faktor internal
pemicu konflik ini adalah n, pasca wafatnya Sun Yat Sen tahun 1925, kondisi
pemerintahan tidak stabil. Posisi Presiden digantikan oleh Chiang Kai Shek yang
membuat kebijakan memperkuat posisi kaum nasionalis di Partai Nasionalis
(Kuomintang). Kebijakannya yaitu mengeluarkan kaum komunis dari Partai
Kuomintang pada tahun 1927 yang mengakhiri kolaborasi antara kaum nasionalis dan
kaum komunis selama empat tahun, hal ini disebabkan kebijakan pembatasan
kekuasaan di dalam pemerintahan nasionalis.
Sementara faktor eksternal karena terdapat intervensi komintern yang berusaha
menyusupkan pengaruh komunisme di Republik Tiongkok dengan jalan melalui
pengendalian Partai Kungchantang, bertujuan untuk membuat kaum komunis
berkuasa di Tiongkok. Selain itu, konflik di Republik Tiongkok merupakan
persaingan antara kaum nasionalis yang berusaha memegang teguh 3 prinsip rakyat
(San Min Chu I) dan kaum komunis berusaha menerapkan Marxisme-Leninisme dan
doktrin komunis.
Menurut Wijaya konflik ini konflik berdampak signifikan pada; (1) kemenangan
kaum komunis di Tiongkok dan mendeklarasikan Republik Rakyat Tiongkok pada
tanggal 1 Oktober 1949, dan (2) kekalahan kaum nasionalis dibawah Chiang Kai
Shek, pasukan nasionalis melarikan diri menuju Pulau Formosa (Taiwan) yang
menyeberang Selat Formosa sejauh 100 km, kaum nasionalis mendirikan negara
bernama Republik Taiwan. Dampak yang ditimbulkan selain itu ialah pasca
kemenangan komunis di Tiongkok, perkembangan komunisme di Asia menyebar luas
di negara-negara Asia Timur dan Asia Tenggara bahkan penerapan teori domino
komunis di Tiongkok menyebabkan perang hegemoni ideologi antara Uni Soviet dan
Amerika Serikat di dunia, Tiongkok merupakan kunci dari Uni Soviet yang sebagian
besar penduduk dunia terdapat di Tiongkok
Buku 8
Taniputra, Ivan. 2009. History of China. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Buku ini menjelaskan tentang China dari letak geografis nya hingga bahasa
yang digunakan serta sejarah awal dinasti-dinasti di China. Buku terdiri dari 18 bab.
Pejelasannya pun cukup rinci dan mendalam. Disusun dimulai dari sejarah, masa
kejayaan, hingga masa keruntuhan.
Dimulai dari kondisi geografis China dimana dataran tinggi di bagian barat
daya China ada pegunungan tinggi yakni Himalaya yang membentang dari Hindukush
hingga kepulauan Indocina.Bangsa Zhou merupakan bawahan dari Dinasti Shang.
Dinasti Chou berhasil menaklukan Dinasti Shang. Pemimpinnya yaitu Wu Wang
terkenal dengan sifat nya yang adil, bijaksana dan membuat kebijakan yang
mengedepankan kesejahteraan dan kemakmuran. Pada masa Dinasti Zhou dikenal
sebagai masa 1000 filsafat, karena pada masa ini lahirnya berbagai macam filsafat.
Seperti filsafat konfusianisme, daoisme Aliran Legalisme, Mozi, dan Sunzi.
Pada masa Dinasti Qin rakyat mengalami kesengsaraan akibat kekejaman
pemerintah. Sehingga, timbulnya berbagai macam pemberontakan dari para petani.
Akibatnya, Dinasti Qin runtuh dan berdiri Dinasti Han yang dipimpin oleh Liu Bang,
seorang pemimpin dari kalangan petani. Dinasti Han mengalami keruntuhan setelah
mengalami beberapa proses, yang pertama karena masalah intrik istana yang berlarut-
larut. Ada pula pemebrontakan dari suku barbar Qiang, lalu Kudeta Cao Bei. Pada
dinasti ini terdapat 3 kerajaan, yaitu kerajaan Wei, Shu, dan Wu. Dinasti Wei
didirikan oleh oleh Cao Bei yang berhasil menggulingkan kaisar Han Xiandi. .
Pada Zaman Tiga Negara berkembang teknik pembuaatan gerobak. Persatuan
China dapat dipulihkan pada masa Dinasti Sui. Selanjutnya yaitu Dinasti Jin, setelah
dinasti Jin runtuh, terjadi kekacauan dan banyak negara kecil berdiri. Akhirnya negara
kecil-kecil tersebut berhasil disatukan oleh kerajaan Wei utara. Lalu adanya dinasti
Sui yang menjadi penguasa tunggal seluruh China. Lalu selanjutnya Dinasti Tang
yang didirikan oleh Li Yuan. Runtuhnya Dinasti Tang terjadi karena krisis Tianbao,
pemberontakan An Lushan, gerakan separatisme Fanzhen, bangkitnya kembali
kekuasaan di tangan kaum Keberi dan perselisihan dalam istana dan pemberontakan
petani. Pada masa Dinasti ini mulai adanya Islam masuk ke Cina yang dibawa oleh
pedagang Arab.Lalu adanya zaman 5 dinasti dan 10 kerajaan di mana Cina kembali
terpecah belah dan nantinya kembali bersatu dengan adanya dinasti song. Kemudian,
Dinasti Ming dan Dinasti Qing yang disana terdapat Perang candu yang sangat
terkenal. Kemudian, berdiri Cina Baru dim mana berdirinya Republik Cina.

Buku 9
Benedict, Ruth. 1982. Pedang Samurai dan Bunga Rampai. Jakarta: Sinar
Harapan

Buku memuat segala bentuk unsur budaya Jepang yang tidak dikenal. Buku ini
pun membuat setiap orang yang menyukai serial-serial Jepang menjadi paham akan
dengan asal-usul dari setiap tokohnya. Bahasa sederhana dan mudah dipahami.
Menurut Benedict, bangsa Jepang ialah bangsa asing yang pernah berperang
dengan Amerika Serikat. Jepang telah mengalami kesulita-kesulitan yang sangat
besar, selama 75 tahun sejak ia membuka diri terhadap dunia luar. Pedang dan bunga
seruni adalah gambaran dari Jepang. Bangsa jepang telah mengalami kadar yang
ekstrem, bersifat sekaligus agresif atau bahkan tidak agresif, militeristis dan estetis,
kasar dan sopan, kaku dan mudah menyesuaikan diri, penurut dan tidak suka disetir,
setia tetapi pengkhianat, pemberani dan pengecut, konservatif dan terbuka oleh hal-
hal baru.
Dalam semua tradisi budaya terdapat kebiasaan tentang cara berperang dan
beberapa di antaranya dimiliki bersama oleh beberapa bangsa Barat, tanpa
memandang perbedaan-perbedaan spesifiknya. Keyakinan bangsa Jepang akan hirarki
telah mendasar di dalam seluruh gagasannya tentang hubungan antar manusia dan
tentang hubungan manusia dengan negara; dan hanya dengan melukiskan beberapa
lembaga nasionalnya, seperti keluarga, negara, kehidupan beragama dan ekonomi. Di
Jepang, kebenaran bergantung pada pengakuan akan tempat seseorang di dalam
jaringan besar dari kesalingberutangan tersebut yang mencakup baik nenek moyang
maupun orang orang sezaman.
Disiplin diri dalam suatu kebudayaan selalu mempunyai kemungkinan
dianggap tidak relevan oleh pengamat- pengamat dari negara lain. Garis hidup di
Jepang dirancang dalam cara yang berlawanan dengan di Amerika Serikat. Garis itu
adalah sebuah garis leng- kung U besar yang dangkal, dengan kebebasan maksimum
dan penikmatan-penikmatan yang diizinkan baik bagi bayi maupun orang berusia
lanjut.
Buku 10
Tokyo International Society for Education Information. 1989. Jepang Dewasa
Ini. Yogyakarta: Ombak

Buku ini merupakan salahsatu buku yang sangat menarik yang bercerita
mengenai rekam jejak perjalanan sejarah bangsa Jepang secara kronologis dan
menyeluruh, hingga perkembangan kemajuan dalam berbagai bidang yang dilakukan
Jepang saat ini. Sehingga sangat cocok dibaca untuk orang awam yang ingin
mengetahui perjalanan sejarah bangsa Jepang dengan lebih mudah dipahami. Namun
buku ini merupakan buku terjemahan dari buku aslinya yang berbahasa Inggris,
sehingga perlu waktu untuk memahaminya secara lengkap. Disajikan menggunakan
bahasa yang sederhana, buku yang dikeluarkan pemerintah Jepang ini memberikan
penjelasan lengkap dan detail dari berbagai sumber/ literatur yang memadai. Dari sisi
luar, cover dari buku ini dikemas dengan latar belakang putih sederhana namun
menarik karena terdapat gambar- gambar yang merepresentasikan negara Jepang.
Jepang adalah negara kepulauan Jepang terletak di lepas pantai timur benua Asia,
membentang seperti busur yang ramping sepanjang 3.800 km. Kepulauan ini terdiri
dari empat pulau utama yaitu Honshu, Hokkaido, Kyushu, dan Shikoku. Iklim di
Jepang adalah sedang. Hampir semua bagian daerah Jepang mengenal empat musim
yang berbeda. Topografi Jepang sangat rumit. Kepulauan Jepang pertama kali dihuni
lebih dari 10.000 tahun yang lalu, . Orang purba yang menghuni Jepang di zaman
Paleolitis atau zaman batu lama, hidup terutama dari berburu dan memungut.
Pemerintahan kekaisaran yang pulih selama waktu yang singkat dilanjutkan
dengan pemerintahan baru militer yang didirikan oleh keluarga Ashikaga di
Muromachi di Kyoto. Selama periode ini, disiplin Bushido yang keras tampak dalam
kegiatan estetika dan agama, serta menanamkan kekhasan secara lestari pada kesenian
Jepang, yang ciri khasnya masih tampak berupa cita rasa klasik yang terkekang dan
sederhana.
Menjelang abad keenam belas, Jepang terpecah belah oleh perang saudara
dimana penguasa-penguasa daerah bertempur memperebutkan supremasi. Akhirnya
ketertiban dipulihkan kembali oleh jendral besar Toyotomi Hideyosi pada tahun 1590.
Pada tahun 1592 dan 1597 Hideyosi melakukan dua kali invansi ke korea, yang
kedua-duanya akhirnya gagal. Usahanya dalam mendamaikan dan mempersatukan
Jepang dikukuhkan oleh Tokugawa Ieyasu, pendiri keshogunan Tokugawa.Setelah
menetapkan diri sebagai penguasa efektif dari seluruh Jepang pada tahu 1603 Ieyasu
mendirikan keshogunan Edo yang sekarang dikenal sebagai Tokyo. Sebagai suatu
wahana untuk melestarikan keterpaduan struktur sosial dari politik yang didirikan
Leyasu, keshogunan Tokugawa mengambil langkah yang drastis , yaitu benar-benar
menutup pintu Jepang dari dunia luar pada tahun 1639.
Sekitar permulaan abad kesembilan belas Jepang semakin ditekan untuk
membuka pantainya bagi dunia luar. Di dalam negeri struktur sosial dan politik yang
kacau ciptaan Ieyasu mulai merasakan tekanan yang disebabkan oleh kemajauan
zaman. Selama sepuluh tahun Jepang mengalami kekacauan besar yang menyebabkan
keshogunan Tokugawa runtuh dan kemudian kedaulatan dikembalikan sepenuhnya
kepada kaisar dalam Restorasi Meiji pada tahun 1868.
Masa Meiji (1868-1912) merupakan salah satu periode yang paling istimewa
dalam sejarah bangsa-bangsa. Dibawah pimpinannya Jepang beranjak maju sehingga
hanya dalam beberapa dasawarsa bisa mencapai kemodernan. Pada tahun pertama
pemerintahannnya, kaisar Meiji memindahkan ibukota kekaisaran dari Kyoto ke Edo.
Edo diberi nama baru, Tokyo yang berarti ibukota timur. Jepang terlibat dalam
perang Cina-Jepang pada tahun 1894 sampai 1895 yang membawakan kemenangan
bagi Jepang. Salah satu hasil perang ini adalah perolehan Taiwan oleh Jepang. Setelah
Kaisar Meiji wafat , maka kemudian di gantikan oleh Kaisar Taisho, dan kemudian
digantikan oleh Kaisar Hirohito, dan mulailah masa Showa.
Perkembangan sistem politik setelah massa pemerintahan Kaisar Meiji yaitu
dalam undang-undang dasar Jepang, rakyat Jepang berjanji akan menjunjung tinggi
perdamaian dan tatanan demokrasi. Undang-undang tersebut berbeda dengan undang-
undang dasar Meiji tahun 1889. Beberapa ketentuan pokoknya adalah bahwa Kaisar
merupakan lambang Negara dan lambang kesatuan rakyat. Kedaulatan berada di
tangan rakyat. Selain itu Jepang menolak perang sebagai hak kedaulatan. Jepang juga
menolak ancaman atau penggunaan kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan
perselisihan dengan bangsa-bangsa lain. Selain itu Diet nasional adalah badan
kekuasaan negara yang tertinggi dan satu-satunya lembaga di Jepang yang membuat
undang-undang. Diet nasional terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat dan House of
Councillors (Majelis Tinggi).
Hubungan luar negeri Jepang dipengaruhi dengan sikap dasar Jepang yang
selalu menyumbang kepada perdamaian dan kemakmuran dunia dan sekaligus
mempertahankan keamanan dan kesejahteraan negaranya sendiri dengan cara yang
sesuai dengan kedudukannya sebagai anggota dunia bebas dan sebagai negara di
kawasan Asia-Pasifik. Perekonomian Jepang merupakan suatu himpunan makmur
dari industri, perdagangan, keuangan, pertanian, dan unsur-unsur lainnya dari struktur
ekonomi modern. Ekonomi bangsa Jepang berada dalam tahap industrialisasi yang
maju, dilayani oleh arus informasi yang padat dan jaringan angkutan yang telah
berkembang luas.
Selama beberapa tahun setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II,
ekonomi jepang hampir seluruhnya lumpuh akibat kerusakan perang. Kekurangan
pangan yang parah, inflasi yang tak terbendung, dan pasar gelap dimana-mana.
Kemudian rakyat jepang mulai membangun kembali ekonominya yang dihancurkan
oleh perang, mula-mula dengan bantuan rehabilitasi dari Amerika Serikat. Keadaan
ekonomi Jepang saat ini, Jepang sedang berusaha memperbaiki kesenjangan
eksternnya secepat mungkin melalui proses penyesuaian struktural berkelanjutan
menuju perekonomian yang lebih diatur oleh pemerintah dalam negeri dari pada oleh
ekspornya. Mengenai perkembangan teknologi di Jepang, Saat ini Jepang sedang
mengusahakan banyak proyek pengembangan teknologi yang berskala besar.
Pertumbuhan penduduk di Jepang pada akhir bulan maret tahun 1987, jumlah
penduduk Jepang 121,4 juta, menurut kementrian dalam negeri. Dalam hal ini Jepang
berada di peringkat ke tujuh setelah RRC, India, Uni Soviet, Amerika, Indonesia dan
Brasilia. Seperti negara-negara industri lainnya, pertumbuhan penduduk Jepang mulai
menurun pada tahun-tahun belakangan ini, padahal terus menerus tercatat penurunan
dalam angka kematian.
Gaya hidup orang Jepang mulai berubah karena peralatan rumah tangga
modern secara luas, perluasan industi-industri makanan instan dan beku, dan
tersedianya pakaian siap pakai dan kebutuhan sehari-hari yang lain. Selama masa
feodal yang panjang sebelum Restorasi Meiji pada tahun 1868 berkembang berbagi
lembaga pendidikan untuk memenuhi kebutuhan golongan-golongan sosial yang
berbeda, kemudian pada tahun 1872 di Jepang diperkenalkan sisitem penmdidikan
nasional modern. Setelah perang dunia ke II, periode ini di perpanjang sekali lagi
menjadi sembilan tahun yang berlaku hingga sekarang meliputi sekolah dasar dan
sekolah menengah pertama.
Di Jepang kebebasan beragama di jamin bagi semua orang berdasarkan
undang-undang. Agama asli Jepang adalah Shinto yang berakar pada kepercayaan
animis orang Jepang kuno. Shinto berkembang menjadi agama masyarakat dengan
tempat pemujaan setempat untuk dewa-dewa rumah tangga dan dewa-dewa pelindung
setempat. Agama lain yang juga berkembang di Jepang adalah agama Budha, Kristen,
dan Islam

Buku 11
Eckert, CJ., dkk. 1990. Korea Old and New: A History. Korea: Ilchokak for
Korea Institute, Harvard University

Buku ini sangat cocok bagi siapa pun yang ingin mempelajari sejarah Korea lebih
dalam. Bahasa yang digunakan sudah cukup dan mudah dipahamimeskipun berbahasa
Inggris. Isinya sangat menarik, mencakup ketika awal mula kemunculan bangsa
Korea. Buku ini dapat dijadikan sumber utama bagi pembelajaran.
Dalam buku berjudul Korea Old and New: A History, Eckert dkk. menuliskan
sejarah Korea dengan detail sejak awal mula kemunculan peradaban di Semenanjung
Korea sampai dengan tahun 1990. Buku yang secara keseluruhan memiliki 20 bab ini
ditulis dengan apik dan terstruktur. Bab pertama digambarkan mengenai awal mula
peradaban Korea. Seperti halnya peradaban-peradaban lain di dunia, peradaban di
Korea pun dimulai pada zaman Paleolithik. Pada zaman ini peralatan penunjang
kehidupan masih sederhana, yakni terbuat dari batu. Namun terkait hal ini, para ahli
masih melakukan penelitian lebih lanjut. Pada tahun 1933, terdapat sebuah berita
mengenai penemuan sebuah fosil mamalia, yakni Mamut di daerah Tonggwanjin
sekitar Semenanjung Korea.
Peradaban di Korea juga menyentuh pada zaman Perunggu yang tersebar di
daerah semenanjung, salah satunya yaitu daerah Sungai Sungari dan Sungai Liao.
Sampai akhirnya Dinasti Han di Cina meruntuhkan Kerajaan Choson. Dampak dari
hal tersebut adalah Korea banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Cina dan terjadinya
masa Kerajaan Konfederasi. Pada saat itu Kerajaan Konfederasi terdiri atas Kerajaan
Puyo, Koguryo, dan Dinasti Chin. Puyo dan Koguryo sendiri sama-sama
menggunakan gelar rajanya yang diadaptasi dari kebudayaan Cina. Keadaan sosial
dan ekonomi masyarakatnya lebih menekankan pada ekonomi agrikultur, seperti
pertanian. Biasanya petani-petani tersebut dikepalai oleh seorang elit bangsawan yang
tinggal di daerah luar pedesaan.
Selanjutnya Korea dipimpin oleh tiga kerajaan besar, yakni Koguryo, Paekche,
dan Silla. Ketiga kerajaan ini mengadopsi sistem pemerintahan seperti di Cina.
Namun ketiganya ini pun saling bersaing dan menyerang satu sama lain. Hal lain yang
mereka adopsi adalah sistem kepercayaannya, yakni Buddha dan Konfusianisme.
Serta tulisan dan bahasa Cina. dalam masa Tiga Kerajaan ini, sistem politik dan sosial
di Korea dipimpin oleh kalangan aristokratik. Namun pada akhirnya Korea
dipersatukan kembali oleh Kerajaan Silla. Pada masa unifikasi Kerajaan Silla,
munculan sebuah kerajaan baru bernama Parhae, pada masa ini pula hubungan antara
Korea dan Cina membaik akibat dari politik diplomasinya dengan Dinasti Tang.
Dalam peradaban Korea pun dikenal pula istilah kaum Gentry yang nantinya akan
berperan sebagai kalangan yang memiliki ilmu pengetahuan dan membantu bidang
pemerintahan. Sejarah peradaban Korea terus berlanjut sampai pada masa modern ini.
Dalam sejarahnya, Korea pun pernah ada dalam masa pendudukan Jepang, yakni pada
tahun 1910-1919. Namun hal ini yang menjadikan rakyat Korea bersatu karena
adanya rasa nasionalisme. Masa pendudukan Jepang ini disebut sebagai The Dark
Age.

Buku 12
Agung, Leo. 2012. Sejarah Asia Timur 1. Yogyakarta: Ombak

Buku sejarah Asia Timur ini memiliki dua seri, buku Sejarah Asia Timur satu
membahas tentang geografi China, pengaruh keadaan alam terhadap sejarahnya dan
lain-lain. Bahasa yang digunakan dalam buku ini mudah dipahami. Buku ini memiliki
ketebalan buku yang tidak terlalu tebal hingga bisa embuat orang tertarik untuk
membaca nya. Penyampaian materi dituliskan secara singkat namun isinya sangat
mudah untuk dimengerti.
Berdasarkan mayoritas penduduk, secara garis besar daratan Cina yang luas
dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yakni Cina dalam dan Cina luar. Cina dalam
dimaksudkan untuk daerah yang sejak zaman kuno penduduknya mayoritas yang
bersuku etnis Cina. Sedangkan Cina luar dimaksudkan untuk penduduk yang orang-
orang etnis Cina yang minoritas. Kemudian ada pengaruh keadaan alam terhadap
perkembangan sejarah Cina. Kita tahu bahwa Cina merupakan wilayah dengan
daratan yang sangat luas dengan macam kebergaman karakteristik. Dari letak nya
yang sangat luas akan daratan sehingga membuat orang-orang Cina dalam merasa
kalau peradaban mereka sudah sangat luas, akan tetapi pada kenyataan nya mereka
terisolir dari luar, baru setelah mereka mendapatkan beberpa serangan dari pihak luar
terutama dari negara-negara imperlais, baru mereka menyadari akan keterbelakangan
peradaban mereka itu.
Cina dimasa kuno diperintahkan oleh berbagai dinastio secara bergiliran, dimulai
dari Dinasi Chou sampai dengan Dinasti Manchu.
Selama Perang Dunia I, Jepang lebih leluasa untuk menduduki negara negara
Asia, karena negara negara eropa lainya lebih memusatkan perhatiannya ke tempat
berlangsung nya peperangan yakni di eropa, sedangkan negara-negara di Asia dan
lainya kurang diperhatikan. Ada maksud Jepang datang ke Cina yakni Jepang ingin
menguasai Cina. Jepang adalah sebuah negara kepulauan yang meyerupai bentuk
garis melengkung yang terbentang dari timur laut ke barat di lautan bagian timur
benua Asia. Bangsa Jepang sekarang adalah bangsa campuran dari bangsa Mongol,
Manchu, Cina, dan Melayu. Menurut teori umum mereka masuk ke Jepang dari arah
selatan yakni melalui Formosa dan Ryukyu.

Kebudayaan yang tertua di Jepang berpusat di Yamato. Pada masa ini tingkat
kebudayaan Jepang masih sederhana, kota-kota lain belum muncul, rumah-rumah
dibangun secara komunal.
Setelah apa yang telah dilalui oleh negara Jepang yakni restorasi meiji, membuat
negara tersebut mengalami peningkatan, dan kemajuan dan berada di puncak
keunggulan nya. Dunia mengakui bahwa Jepang telah menjelma menjadi negara yang
kuat dan modern yang kedudukan nya sejajar dengan negara-negara besar di barat.
Jepang yang baru telah mencapai perkembangan dalam segala bidang, seperti dalam
bidang indrusti, perdagangan, pendidikan, dan angkatan perang. Setelah menjadi
negara yang kuat, Jepang mulai melibatkan diri dalam dunia internasional dan
membuat konflik dengan negara-negara asia lain nya seperti Korea dan Cina, ini
mengawali eksistensi diri bagi Jepang dan memulai nya menjadi negara imperialis.

Buku 13
Agung, Leo. 2012. Sejarah Asia Timur 2. Yogyakarta: Ombak

Buku ini merupakan seri kedua dari Sejarah Asia Timur, buku ini memuat tentang
keadaan China modern. Cover buku dikemas cukup menarik bahasa yang digunakan
juga mudah di pahami, sehingga pembaca dapat dengan mudah menangkap isi materi
yang disampaikan.
Sun Yat Sen setelah berhasil memimpin Revolusi Cina 1911, selanjutnya
bermaksud ingin mepersatukan seluruh Cina dibawah satu pemerintahan pusat yang
demokratis. Untuk merealisasikan cita-cita nya itu , pada 1923 Sun Yat Sen
mengadakan reorganisasi partai nya (Partai Nasional/ Kuomintang) dengan
berdasarkan pada San Min Chu I (tiga asas kerakyatan) yaitu sosialisme, demokrasi,
dan nasionalisme. Sebagai patrner dalam reorganisasi adalah Rusia. Atas bantuan
Rusia maka pada tahun 1924 didirikan akademi militer Whampoa dengan kepala
akademi Chiang Klai Shek. Cita cita persatuan seluruh Cina dibawah satu
pemerintahan pusat yang demokratis belum terwujud, Sun Yat Sen sudah meninggal.
Dan diteruskan oleh Chiang Kai Shek sebagai penerus untuk merealisasikan cita-cita
SunYat Sen. Pada awal kekuasaan nya Chiang Khai Sek telah berhasil membentuk
angaktan perang Cina yang kuat, dengan bala bantuan tokoh-tokoh militer dari Rusia
itu. Chiang Khai Sek hendak menjalankan sungguh-sungguh wasiat Sun Yat Sen.
Akibat dari perjanjian Cina dengan Rusia, karena Cina membutuhkan bantuan
negara tersebut untuk merampungkan revolusi, yaitu salah satu nya adanya Partai
Komunism yang pada saat itu merupakan paham negara Rusia sendiri. Memang pada
awal nya ada persatuan yang erat antara Parati Nasionalis dengan Partai Komunis,
keduanya ingin bekerjasama untuk merampungkan revolusi. Sasaran utama untuk
merealisasikan cita-cita revolusi, Chiang Khai Sek harus berhadapan dengan warlord-
warlord yang ada di Cina Utara. Warlord-warlord inilah yang perlu di musnahkan
oleh Chiang Khai Sek, karena mereka masih keras kepala tidak ingin bersatu dibawah
pemerintahan yang demokratis. Akan tetapi setelah berhasil penghancuran warlord
yang ada di utara itu, muncul lah benih-benih ketidaksepemahaman antara Partai
Nasionalis dengan Partai Komunis mengenai siapa yang akan menduduki wilayah
yang telah dikuasai. Disini partai Komunis yang dipimpin salah satu nya oleh Mao
Zedong meminta agar wilayah yang telah ditaklukan diberikan ke Partai Komunis,
akan tetapi permintaan itu ditolak oleh Chiang Khai Sek. Maka dari sini lah mulai
susah nya kedua partai yang berbeda paham tersebut bersitegang dan bahkan
melakukan peperangan yang berkelanjutan.
Setelah berkahir nya kekuasaan Mao Zedong dan dingantikan oleh Deng
Xiaoping. Modernisasi ekonomi yang dicanangkan oleh Deng Xioping merupakan
upaya untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat Cina, karean Mao Zedong
meninggalkan berbagai permasalahan bagi masyarakat Cina, salah satu nya berupa
kemunduran ekonomi yang disebabkan diutamakan pertimbangan partai politik dari
pada pertimbangan ekonomi. RRc dibawah kepemimpinan Deng Xiaoping telah
membuka era baru yang cukup cerah dalam membangun negara nya. Langkah
pertama yang dilakukan oleh Deng Xiaoping yakni memeprsiapkan kerangka
kekuasaan untuk menjalankan modernisasi ekonomi yang dilaksanakan antara 1976-
1980. Selama kurun waktu itu berbagai landasan politik yang kuat guna melaksanakan
modernisasi ekonomi.
Masa Perang Dunia I memberikan dorongan istimewa kepada perkembangan
indrusti dan perdagangan Jepang. Kaum Kapitalis bertambah besar pengaruh nya
dibidang politik, ditambah lagi dengan kemenangan-kemengan negara barat seperti
Perancis, Inggris, dan Amerika Serikat juga mempunyai pengaruh besar terhadap
pemikiran politik Jepang. Kemenangan itu menimbulkan kesan bahwa demokrasi
melahirkan negara-negara kuat, dan karena iotu demokrasi lebih unggul dari otokrasi,
setelah Perang Dunia 1 usai orang-orang Jepang antusias kepada demokrasi, dimana
Dewan Perwakilan Rakyat memegang peranan penting dalam pemerintahan negara.
Setelah Perang Dunia II berakhir, tidaklah berarti situasi dunia menjadi aman,
permasalahan yang muncul pasca perang dunia II adalah lahirnya pertentangan antara
Blok Barat dibawah komando Amerika Serikat dan Blok Timur dibawah komando
Uni Soviet yang lebih dikenal dengan nama perang dingin. Negara-negara yang
menjadi korban dari perang dingin tersebut adalah Vietnam yang terpecah menjadi
vietnam barat dan timur, Jerman terbagi menjadi Jerman Barat dengan Jerman timur,
dan Korea terbagi menjadi Korea Barat dan Korea Timur.
Hongkong pada awal nya merupakan bagian wilayah dar Cina, namun pada 1842
menjadi koloni Inggris dan bertambah luas hingga 1898. Hongkong terlertak di pantai
tenggara Cina yang merupakan daerah berbukit dan tiodak rata dengan lereng
pegununggan nya melandai sampai ke tepi pantai, 59% berupa rumput dan ilalang, 12
% hutan kayu, 9% kolam ikan dan pertanian, 16 % hasil dari penegringan laut.
Hongkong terletak berada digaris balik utara dengan musim dingin dan musim kering
yang panas, basah dan kadang-kadang disertai angin topan.
Buku 14
Tim Layanan Informasi dan Kebudayaan Korea Kementerian Budaya,
Olahraga dan Pariwisata. 2010. Korea Dulu dan Sekarang. Korea: Layanan
Informasi dan Kebudayaan Korea Kementerian Budaya, Olahraga dan
Pariwisata
Buku ini sangat menarik untuk dibaca karena berisi mengenai rekam perjalanan
negara Korea dari masa prasejarah hingga modern dibungkus dengan sangat menarik.
Diperkaya dengan ilustrasi dan gambar didalamnya membuat pembaca dapat melihat
rekam jejak perjalanan sejarah dan budaya Korea secara lebih nyata. Bahasa yang
dipakaipun sederhana sehingga mudah dipahami pembaca, namun tetap memaparkan
data yang jelas dan lengkap. Dari sisi luar, cover buku ini dikemas dengan latar
belakang putih dengan tulisan judul yang jelas yakni “Korea Dulu dan Sekarang”,
membuat pembaca dapat mudah memahami bahwa isi yang diulas mengenai kondisi
Korea dari dulu hingga sekarang desain buku ini sangat sederhana dan unik.
Semenanjung Korea telah dihuni manusia sekitar 40.000 sampai dengan 50.000
tahun yang lalu. Ketika pertanian menjadi aktivitas utama, desa-desa terbentuk dan
muncullah pemimpin yang mempunyai kekuasaan tertinggi. Hukum menjadi penting
untuk memerintah masyarakat. Dari segi arsitektur, Korea memiliki rumah tradisional
yang disebut Hanok, rumah tradisional Korea hampir tidak berubah dari jaman Tiga
Kerajaan sampai dengan Dinasti Joseon (1392-1910). Terdapat Ondol, sistem
pemanas Korea bawah lantai, pertama kali digunakan di wilayah bagian utara. Hanok
dibangun tanpa menggunakan paku dan hanya disusun dengan sambungan balok
kayu.
Korea memiliki pakaian tradisional yang disebut Hanbok, yang telah diwariskan
dengan bentuk yang sama untuk laki-laki dan perempuan selama ratusan tahun
dengan sedikit perubahan. Dari segi makanan orang Korea adalah makanan yang
mengandung banyak gizi dan banyak makanan yang setengah difermentasikan.
Namun, nasi masih merupakan makanan pokok bagi kebanyakan orang Korea,
Hidangan tradisional Korea terasa tidak lengkap tanpa kimchi, yaitu campuran dari
berbagai asinan sayur seperti sawi putih, lobak, daun bawang dan timun.
Di Korea terdapat berbagai macam festival yang rutin dilaksanakan. Bahkan sebelum
masa Tiga Kerajaan, festival ucapan syukur hasil panen dirayakan secara resmi pada
beberapa kerajaan kecil. Festival-festival ini termasuk yeonggo (gendang pemanggil
dewa) dari Buyeo, Dongmaeng (pemujaan penatua pendiri) dari Goguryeo, dan
Mucheon (Tarian Surga) dari Dongye. Biasanya, festival dilaksanakan pada bulan ke
sepuluh, berdasarkan kalender bulan (lunar calendar), sesudah selesainya panen.
Dalam sejarah, orang Korea hidup di bawah pengaruh Shamanisme, Buddhisme,
Taoisme atau Konfusianisme, dan di jaman modern, kepercayaan Kristen telah
menembus negara ini dengan kuat, membawa satu faktor penting lain yang mungkin
mengubah dunia rohani orang Korea. Budaya Korea yang kini sedang tren adalah
budaya Hallyu, “Gelombang Korea” mengacu pada meningkatnya minat publik pada
kesenian pop dan budaya tradisional Korea di Asia, Eropa, Timur Tengah dan Benua
Amerika. Dari segi ekonomi, selama empat dekade terakhir, pertumbuhan ekonomi
Korea yang mengesankan telah menjadi bagian dari apa yang dijuluki sebagai
“Keajaiban Asia Timur.”

Buku 15
Wiriaatmaja, Rochiati., Dasuki A., Wildan, D. 2004. Sejarah dan Peradaban
Cina. Bandung: Humaniora Utama Press (HUP)

Buku ini menceritakan alur jejak perjalanan bangsa China dalam membangun
perdabannya. Judul yang dipilih adalah Sejarah dan Peradaban China, dimana ini
memudahkan pembaca mengetahui bahwa isi yang akan dibahas adalah mengenai
sejarah perjalanan bangsa China. Dilihat dari sisi luar, cover buku ini dikemas dalam
dua warna yakni cream dan merah menarik pembaca dan enak dipandang mata. Buku
ini mengulas dengan rinci dan jelas mengenai sejarah perjalanan bangsa China
menggunakan pendekatan sosio- religius dan filosofis- historis yang kental.
Sekitar 500 SM, menurut Jan Romein, terjadi zaman pancaroba atau zaman
perkisaran. Disebut demikian karena zaman ini ditunjukkan oleh lahirnya beberapa
agama yang terjadi secara berturut-turut dalam tempo beberapaabad. Di India, lahir
dan terjadi penyebaran ajaran Budha dengan tokoh utamanya Sidharta Budha
Gautama. Di Cina, lahir dan terjadi peletakan “batu pertama” ajaran filsafat
Konfusianisme.

Dinasti Shang dan Chou


Dinasti Shang didirikan oleh Chen T’ang, salah seorang raja muda dari daerah
Shang. Ia memberontak terhadap kekuasaan kerajaan dinasti Hsia terakhir dengan
rajanya bernama Chieh. Chen T’ang kemudian menaiki takhta kerajaan, dan mulailah
Dinasti Shang (menurut perhitungan ahli tarikh kuno Cina peristiwa itu terjadi pada
1766 SM) berkuasa di wilayah itu. Chen T’ang diganti oleh Thai Chia, cucunya yang
didampingi perdana menteri yang bijaksana bernama I’Yin. Akhir dari Dinasti Shang
sekitar 1122 SM, dengan raja terakhirnya adalah Chou Hsia atau Chou Hsien
merupakan orang yang dianggap memiliki kekuatan yang luar biasa. Akan tetapi dia
terpengaruh oleh selirnya yang cantik jelita bernama Tachi, yang membuat raja
menjadi bertindak sangat kejam terhadap rakyatnya. Setelah mengalahkan Dinasti
Shang, kemudian Wu Wang mendirikan Dinasti Chou.
Selain itu Wen Wang, ayah dari Wu Wang juga dianggap sebagai pendiri dinasti.
Sehingga mereka mendapatkan kedudukan terhormat dan sangat dalam sejarah
peradaban Cina. Pada zaman Dinasti Chou terjadi proses sinifikasi (proses
menjadikan seluruh penduduk adalah Cina). Namun proses ini tidak untuk suku-suku
nomad yang bermukim di daerah padang rumput sebelah utara dan barat laut Dinasti
Chou.
Dinasti Chou merupakan dinasti yang paling lama memerintah dan berkuasa
dalam sejarah dan peradaban Cina. Dengan raja yang berjumlah 35 ini sangat berarti
bagi sejarah sosial dalam kebudayaan Cina. Karena pada zaman ini formatisasi
masyarakat dan peradaban dengan ciri khasnya mulai terjadi. Pada zaman dinasti ini
juga terjadi sinkretisme agama yaitu pemujaan pada nenek moyang menjadi sesuatu
sangat penting. Dalam dinasti Chou dibagi kedalam dua bagian besar yaitu Chou
Barat (1027-771 SM) dan Chou Timur (771-256 SM).
Kerajaan atau Dinasti Han merupkan warisan dari zaman Dinasti Ch'in.
Perbedaannya, dinasti ini diberi dasar ideologi baru yang diambil dari konsep filsafat
Confucianisme Oleh Dinasti Han, filsafat Confucianisme disintesiskan dengan
warisan kebudayaan dari Dinasti Chou dan Dinasti Ch'in Kaisar pertama terkenal
dengan sebutan Han Kau Tzu(206-195 SM). Sebenarnya, Kan Tzu adalah nama
sebuah kuil (Miau Hau, temple name). Nama asli dari kaisar pendiri Dinasti Han
adalah Liu Pang.
Dinasti Han Timur mulai mengalami kemunduran. Di dalam pemerintahan
kaisar-kaisar yang masih bocah yang didampingi oleh para walinya, kelompok-
kelompok pemberontak terus bermunculan. Mereka terus berupaya menggoyang
kekaisaran yang sedang berkuasa dengan menyebarkan intrik-intrik ke dalam
lingkungan istana yang dibantu oleh orang-orang Kasim. Krisis agraria yang mulai
meletus pada akhir abad dua dan permulaan abad tiga semakin menghangat. Keadaan
ini telah menyebabkan munculnya pemberontakan yang digerakkan oleh para petani.
Salah seorang perwira dari suku Wei berhasil memadamkan pemberontakan tersebut
yang kemudian merebut kekuasaan dan menaiki tahta singgasana kekaisaran pada
220.
Zaman Perpecahan I (220-589) Setelah masa pemerintahan Dinasti Han berakhir,
dinasti yang pertama kali menggantikan kedudukannya adalah Dinasti Wei(220-265),
Dinasti Sui (589-618), Dinasti T'ang(618-906), Zaman lima dinasti Zaman
perpecahan II 907-960, Bangsa Mongolia dan Dinasti Yuan(1260-1368)
Zaman Dinasti Ming diindikasikan oleh perkembangan masyarakat yang memulai
pembentukan golongan atau klasifikasi masyarakat. Masa itu, kaum Gentry tetap
dianggap sebagai kelas yang memerintah (elit penguasa). Bahkan, mereka menjadi
segolongan orang yang menempati kelas menengah borjuis. Kemudian, Dinasti
Manchu (1644-1912) bangsa Manchu merupakan ahli waris yang sah dari Dinasti
Chin dan Dinasti Yuan. Sejalan dengan naiknya bangsa Mancu ke tar kekuasaan,
semakin maju pula peradabannya.
Namun, seiring dengan munculnya kolonialisme dan imperialisme modern yang
dilancarkan bangsa Barat ketika menyerbu Cina yang dipelopori oleh Inggris yang
kemudian diikuti oleh bangsa lainnya, ketetapan itu terhapus dengan sendirinya.
Bahkan, bangsa Jepang pun mengikuti semangat imperialis-kolonialis bangsa Barat
untuk menduduki dan menanamkan pengaruhnya di Cina. Kira-kira pada 1900,
persiapan untuk melancarkan Revolusi Besar Cina kedua mulai dilakukan. Revolusi
ini diwali oleh munculnya berbagai krisis agraria, sosialisasi pemmodern Barat,
penumbuhan semangat nasionalisme modern Cina dan keharusan menghadapi
imperialisme-kolonialisme Barat, serta gerakan nasionalitas (nasionalisme) dari dalam
negeri Cina sendiri yang semakin menghebat. Seluruh fenomena tersebut menjadi
penggerak bagi gerakan penghancuran Dinasti Manchu yang dihancurkan oleh
Revolusi Cina pada 10 Oktober 1911. Pada 1 Januari 1912, resmillah Cina menjadi
negara Republik Cina (Republik Rakyat Cina, Chung Hua Min Kuo; Negeri Chung
Hua; Tionghoa).

Buku 16
Menzies, Gavin. 2008. 1434: Saat Armada Besar China Berlayar Ke Italia dan
Mengorbankan Renaisans. Bandung: Pustaka Alvabet

Buku ini bercerita bahwa China memercikkan bunga api yang mengobarkan
Renaisans di Eropa. Sejak itu, bangsa Eropa merengkuh berbagai pemikiran
intelektual, penemuan, dan ciptaan bangsa China, yang semua itu membentuk dasar
peradaban Barat saat ini.
Disebutkan dalam buku ini bahwa pada abad ke- 15 Florensia dan Venesia
merupakan pusat perdagangan dunia, menarik para pedagang dari segala penjuru
dunia. empat armada Tiongkok, yang diorganisir oleh Zheng He, sida-sida agung
laksamana, mengelilingi dunia. Pada 1434, ia mengklaim, armada Cina lainnya,
dengan duta besar resmi Kaisar di atas kapal, mendarat di Tuscany. Diterima di
Florence oleh Paus Eugenius IV, delegasi meninggalkan harta karun berupa buku,
risalah, dan tabel tentang astronomi, seni, arsitektur, anatomi, teknik, mekanik, musik,
filsafat, politik dan peperangan. Menzies berpegang pada bukti penelitian seorang ahli
genetika Dr. A.C. Lovric, bahwa pelaut Cina mengunjungi pantai Dalmatian di 1434,
Lovric mengutip legenda yang menunjukkan bahwa "timur kuning bermata miring"
mendarat Laut Adriatik sekitar tahun 1522, dan penelitian menyatakan bahwa di Hvar
dan pulau-pulau lain,penduduk memiliki genotipe Asia Timur, nama keluarga non-
Slavik dan non-Eropa.
Peninggalan harta karun yang sangat besar yaitu berupa ilmu pengetahuan ini
menyebar ke seluruh penjuru Eropa, sehingga memicu penemuan dan penciptaan
masa Renaisans yang legendaris, tak terkecuali karya para genius seperti Leonardo da
Vinci, Copernicus, Galileo, dan yang lain.Buku “1434” adalah kedua yang ditulis oleh
Gavin Menzies adalah kelanjutan dari buku Menzies sebelumnya yaitu “1421”,
keduanya merupakan buku best seller, namun kontroversial, dimana Menzies
beranggapan bahwa kedatangan Laksamana Ceng Ho memicu berkobarnya
rennaisance di Eropa. Dalam buku ini, Menzies berpegang pada bukti penelitian
seorang ahli genetika Dr. A.C. Lovric, bahwa pelaut Cina mengunjungi pantai
Dalmatian di 1434, Lovric mengutip legenda yang menunjukkan bahwa "timur
kuning bermata miring" mendarat Laut Adriatik sekitar tahun 1522, dan penelitian
menyatakan bahwa di Hvar dan pulau-pulau lain,penduduk memiliki genotipe Asia
Timur, nama keluarga non-Slavik dan non-Eropa. Namun, buku ini merupakan buku
terjemahan dari buku aslinya yang berbahasa Inggris, sehingga perlu waktu untuk
memahaminya secara lengkap.
Buku ini sangat dpiengaruhi oleh karakter penulisnya yaitu Gavin Menzies
yang perlu adanya pengkajian ulang, karena sejarah yang ditulis cenderung
eropasentris. Ia beranggapan bahwa "Gagasan bahwa orang-orang Eropa memimpikan
segala sesuatu dalam Renaissance hanya untuk membuat sejarah lebih romantis," kata
Menzies.Sehingga menurutnya perlu adanya pengkajian ulang mengenai penulisan
sejarah yang terlampau eropasentris. Dari bagian luar, desain cover, buku ini dikemas
dengan latar merah, yakni sangat kental dengan nuansa China dan enak dipandang
mata. Kertas yang digunakan pun halus dan nyaman untuk mata.

Jurnal 17
Kartini, Indriana. (2015). Kebijakan Jalur Sutra Baru Cina dan Implikasinya
bagi Amerika Serikat. Jurnal Kajian Wilayah, 6(2), hlm. 131-147

Jurnal ini menjelaskan tentang Kebijakan Jalur Sutra negara “The Middle Power”
yaitu Cina dan pengaruhnya bagi hegemoni Amerika Serikat di dunia. Jalur Sutra
Baru Cina yang mencakup dua aspek, yakni daratan (new Silk Road Economic Belt)
dan lautan (21st Century Maritime Silk Road) merupakan perpaduan kekuatan
geopolitik dan geoekonomi untuk menghubungkan wilayah Eurasia dengan Cina
sebagai pusatnya. Kebijakan ini menurut Kartini diprediksi dapat mengancam tatanan
internasional yang didominasi Amerika Serikat.
Sikap agresif Cina dalam konflik Laut Cina Selatan dan Laut Cina Timur,
menurut Kartini menimbulkan kekhawatiran masyarakat internasional akan kehadiran
Cina sebagai ancaman di Asia Pasifik. Jurnal ini juga menganalisis faktor-faktor
internal dan eksternal yang mendorong pemerintah Cina mengeluarkan kebijakan
tersebut. Sebagai sebuah kebijakan luar negeri,
Jalur Sutra Baru Cina dipengaruhi oleh faktor domestik dan internasional. Faktor-
faktor domestik seperti pembangunan ekonomi (domestik dan regional) dan stabilitas
politik, keamanan energi, pasar ekspor dan diversifikasi transportasi, turut mendorong
Beijing untuk segera mengimplementasikan kebijakan Jalur Sutra Baru Cina. Selain
itu, faktor internasional, yakni kebijakan “pivot to Asia” yang dilancarkan
pemerintahan Obama untuk membendung (contain) kekuatan Cina di Asia juga
berpengaruh signifikan dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri Cina. Sebagai
respons atas kebijakan Washington tersebut, kebijakan Jalur Sutra Baru akhirnya
diluncurkan oleh Cina sebagai langkah untuk mengimbangi kekuatan AS di Asia
Pasifik.
Menurut Kartini, implikasi dari kebijakan Jalur Sutra Baru Cina terhadap AS
terlihat melalui respons para pejabat Washington yang memandang kebijakan tersebut
sebagai ancaman sekaligus peluang. Bagi mereka yang memandang sebagai sebuah
ancaman, manuver-manuver dilakukan Washington untuk membendung Cina dengan
melobi beberapa negara, termasuk Australia dan Korea Selatan untuk membatalkan
dan menolak kerja sama dengan Cina. Bagi mereka yang memandang sebagai
peluang, memberikan tanggapan positif dengan memandang bahwa Washington dapat
meraih keuntungan ekonomi dari kebijakan Jalur Sutra Baru Cina. Mengingat
implementasi Jalur Sutra Baru Cina melibatkan banyak negara-negara di kawasan
Eurasia, tentunya hal ini merupakan pekerjaan rumah yang besar dan berisiko bagi
Beijing untuk merealisasikan “The China Dream” tersebut. Apabila kebijakan “One
Belt, One Road” ini berhasil diimplementasikan, bukan mustahil Cina akan mampu
menjadi kekuatan dunia, seperti halnya Inggris dan Amerika Serikat sebelumnya.
Jurnal ini menggunakan analisis konsep geoekonomi dan geopolitik serta teori
Hegemonic Stability Theory. Teori ini menjelaskan bahwa sistem internasional akan
lebih stabil tatkala suatu negara-bangsa menjadi kekuatan dunia yang dominan atau
sebagai hegemon sehingga semakin membuat jurnal yang ini semakin komprehensif
untuk melihat fenomena kebangkitan Cina di dunia.

Jurnal 18
Sahide, Ahmad.(2013). Konflik Syi’ah- Sunni Pasca The Arab Spring. Kawistara.
3 (3), hlm. 227-334

Jurnal ini menjelaskan tentang konflik Syi’ah- Sunni yaitu konflik politik, terkait
siapa yang akan meneruskan kepemimpinan pasca wafatnya nabi. Bahkan konflik ini
turut mewarnai prahara politik di Timur Tengah, terutama dunia Arab, sejak
bergulirnya The Arap Spring awal tahun 2011 lalu.The Arab Spring tidak hanya
memomulerkan demokrasi dalam wacana politik Timur Tengah, tetapi juga sentimen
Syi’ah-Sunni turut memanaskan suhu politik di Timur Tengah.
Menurut Sahide, The Arab Spring menjadi momentum bagi kedua aliran dalam
Islam tersebut untuk memperkuat pengaruhnya dalam politik di kawasan tersebut
dengan upaya untuk menyingkirkan yang lainnya. Hal itu terjadi di Bahrain, Mesir,
dan Suriah yang masih bergejolak hingga hari ini. Konflik Syi’ah-Sunni yang
mengiringi The Arab Spring tidak hanya mempunyai implikasi di kawasan Timur
Tengah, tetapi juga memiliki implikasi di Indonesia yang mulai meresahkan sebagian
kelompok masyarakat.
Jurnal ini mengulas perbedaan Syi’ah-Sunni, akar konflik Syi’ah-Sunni, bentuk-
bentuk konflik, dan juga pengaruhnya di Indonesia pascaThe Arab Spring. Apa yang
terjadi di Timur Tengah hari ini adalah konflik politik yang kemudian merosot kepada
konflik agama yang dampaknya terasa sampai ke Indonesia. Dalam membaca konflik
Syi’ah Sunni di Timur Tengah pasca-The Arab Spring, penulis melihatnya dengan
menggunakan pendekatan sejarah. Pada jurnal ini, penulis mengulas sejarah konflik
Syi’ah Sunni yang itu mempunyai akar sejarah yang cukup panjang. Sehingga jurnal
ini sangat komprehensif dalam uraiannya.

Jurnal 19
Sunarti, Linda. (2014). Politik Luar Negeri Malaysia terhadap Indonesia, 1957-
1976: Dari Konfrontasi Menuju Kerjasama. Susurgalur: Jurnal Kajian Sejarah
& Pendidikan Sejarah, 2 (1), hlm. 65-80

Jurnal ini menjelaskan perkembangan politik luar negeri Malaysia memiliki


hubungan yang erat dengan dinamika hubungan antara Malaysia dengan negara-
negara tetangga, khususnya dengan Indonesia. Jurnal ini membahas dua yaitu politik
luar negeri Malaysia tahun 1957-1976, hubungan Malaysia dan Indonesia tahun 1957-
1976. Menurut Sunarti, Hubungan Indonesia dan Malaysia memiliki ciri yang unik,
sebagai tetangga terdekat dan memiliki banyak persamaan dalam berbagai aspek
seperti warisan sejarah, agama, bahasa, dan kebudayaan. Hubungan kedua negara
tersebut pada suatu masa terlihat sangat erat dan memiliki kesamaan visi, tetapi dalam
beberapa hal terkadang muncul perselisihan yang tajam, bahkan dalam periode
tertentu, kedua negara ini terlibat perseteruan yang hampir terlibat dalam perang
terbuka (1963-1966).
Menurut Sunarti, dalam melihat dinamika hubungan kedua negara, faktor
kepentingan nasional dan figur pemimpin merupakan hal yang paling utama. Jika
kepentingan nasional kedua negara memiliki kesamaan, maka hubungan kedua negara
terjalin dengan baik. Hal ini terlihat pada masa Orde Baru (1966-1998) di Indonesia;
sedangkan ll jika kepentingan nasional kedua negara tersebut berbeda, maka
hubungan kedua negara mengalami ketegangan, sebagaimana terlihat pada masa Orde
Lama (1959-1966). Jurnal ini ditulis dengan pendekatan dan teori sejarah. Sehingga
semakin menambah komprehensif bahasan mengebai Politik Luar Negeri Malaysia
terhadap Indonesia, 1957-1976.

Jurnal 20
Fauzi, Nabil A. (2014). Politik Luar Negeri Indonesia dan Malaysia Terhdap
China di Era Perang Dingin. Jurnal Insignia, 1 (1), hlm. 11-28

Jurnal ini menjelaskan mengenai bagaimana Indonesia dan Malaysia mengambil


pilihan-pilihan politik luar negeri terhadap China sejak keduanya meraih
kemerdekaan dan kedaulatan sebagai sebuah negara sampai berakhirnya era Perang
Dingin. tentang Jurnal ini membagi bahasannya pada lima bagian, yaitu; konsep
realisme neo klasik dalam politik luar negeri, China dan latar belakang politik perang
dingin, hubungan diplomatik dengan China, politik luar negeri di era politik
konfrontasi, China sebagai ancaman bagi Indonesia, pemulihan hubungan diplomatik
Indonesia dengan China, Malaysia dan China dalam konflik Laut Cina Selatan, dan
kerjasama ekonomi. Jurnal ini melihat politik luar negeri Mlaysia dan Indonesia
dikarenakan politik dukungan China kepada Partai Komunis Malaya (PKM) di
Malaysia dan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia serta permasalahan terkait
eksistensi etnis China Perantauan (China Overseas) di kedua Negara.
Jurnal ini semakin komprehensif dengan pisau analisis konsep realisme neo-
klasik dalam politik luar negeri. Berdasarkan pembahasan dalam kajian ini, struktur
internasional bukanlah faktor dominan yang mempengaruhi pilihan politik luar negeri
Indonesia dan Malaysia terhadap China. Menurut Fauzi, struktur internasional
memang menjadi salah satu faktor yang memberikan tekanan kepada negara untuk
merespon. Namun demikian, pilihan respon yang diambil oleh negara tersebut,
sepenuhnya tergantung pada faktor domestik yang menerjemahkan tekanan tersebut.
Perbedaan dalam penerjemahan inilah yang melahirkan pilihan politik luar negeri
Indonesia dan Malaysia terhadap China. Hal ini disebabkan karena pergantian rezim
dan perubahan persepsi pemimpin dan elite di Indonesia- Malaysia.
Seperti di Indonesia adanya perubahan rezim Orde Lama ke Orde Baru merubah
poros Jakarta- Beijing menjadi China sebagai ancaman nasional. Di Malaysia
pergantian Tun Abdul Rahman- Tun Abdul Razak- Mahatir merubah China sebagai
ancaman nasional lalu merubah hubungan diplomatik dan hubungan erat ekonomi.

Jurnal 21
Hidayat, Muhammad N. (2013). Dispora Uyghur dan Hak Sipil di Xinjiang Cina.
Jurnal Interdependence. 1 (3), hlm. 165-179

Jurnal ini menjelaskan tentang upaya diaspora Etnis Uyghur dalam


memperjuangkan nasibnya di China. Jurnal ini membagi pembahasan menjadi tifga
bagian, yaitu; kebijakan pemerintah China terhadap Etnis Uyghur di Xinjiang,
diaspora dan perjuangan Etnis Uyghur, dan etnonasionalisme Diaspora Uyghur.
Upaya Etnis Uyghur bisa tergambar dari apa yang dilakukan World Uyghur Congres
(WUC). WUC berperan sebagai advokat dan dan berkoordinasi dengan negara-
negara yang mereka kunjungi, organisasi dan media internasional.
Menurut Hidayat, propaganda yang dilakukan WUC berupa counter-act dari
propaganda pemerintah Cina sebelumnya. Namun belum ada tindakan nyata dari
dunia internasional untuk mengambil kebijakan terhadap pelanggaran hak sipil rakyat
Uyghur di XinjiangWalaupun sekilas tampak bahwa perjuangan WUC ini tidak
membuahkan hasil apapun dikarenakan statu quo masih dipertahankan di Xinjiang,
namun jika dianalisis lebih lanjut, maka akan terlihat bahwa WUC telah membuka
jalan bagi tercapainya tujuan yang mereka inginkan. Mereka berhasil dalam langkah
yang paling awal dalam perjuangan mereka, yakni mengenalkan isu Uyghur
kepadadunia internasional. Mereka telah mengangkat isu Uyghur ke dunia
internasional, meningkatkan awareness diantara para politisi dan masyarakat di
negara-negara tersebut mengenai isu Uyghur.
Jurnal ini menggambarkan secara menyelurih dan komprehensif bagaimana
perjuangan etnis Uyghur dan upaya World Uyghur Congres (WUC) untuk membawa
isu penindasan etnis Uygur di Xianjiang, Cina ke dunia.

Jurnal 22
Ruslin, Ismah T. (2013). Memetakan Konflik di Timur Tengah (Tinjauan
Geografi Politik). Jurnal Politik Profetik, 1 (1), hlm.1-23
Jurnal ini menjelaskan tentang bagaimana geografi-politik memetakan konflik di
Timur Tengah seperti Perang Irak- Kuwait dan Perang Irak-Iran. Jurnal ini
pembahasannya dibagi menjadi beberapa permasalahan utama, yaitu; masalah
perbatasan (boundary dispute), masalah air, dan masalah minyak.
Menurut Ruslin, Timur-Tengah adalah kawasan yang tidak pernah lepas dari
masalah politik baik skala domestik, regional maupun internasional, lebih tepatnya
selalu penuh dan lahir kejutan politik. Ironisnya kondisi geografis yang potensial
kenyataannya tidak berbanding lurus dengan kenyamanan politik di kawasan ini mulai
sejak dulu. Bahkan tarik menarik kepentingan antar kekuatan dunia di Timur-Tengah
terus berlangsung untuk menancapkan hegemoninya hingga saat ini.
Kekuatan geografis yang seyogyanya dapat dijadikan sebagai kekuatan politik
regional Kenyataanya justru menyandera kawasan ini, arti penting dan kondisi
geografis yang strategis justru menjadi pemicu munculnya berbagai masalah besar
yang secara otomatis berdampak langsung bagi eksistensi negara-negara kawasan dan
cukup mempengaruhi sulitnya negara-negara kawasan ini, khususnya negara-negara
Arab mewujudkan integrasi.
Jurnal ini menggunakan pendekatan geografi politik dan sejarah sebagai piasu
analisis untuk memetakan konflik yang hingga saat ini terjadi dengan Timur Tengah.
Jurnal ini juga memberikan saran dan solusi agar negara pembangunan suatu bangsa
tidak hanya terbatas pada letak strategis dan kondisi sumber daya alam yang potensial
akan tetapi juga dibarengi oleh penguatan karakter bangsa, agar tidak mudah
dimanfaatkan oleh kekuatan negara lain.

Jurnal 23
Jaya, Ngurah G., Priadarsini, Ni., Nugraha, A. (2018). Kepentingan Republik
Rakyat Tiongkok Menerapkan Belt and Road Initiative (BRI) di Malaysia.
Humaniora, 17 (1), hlm. 201-210
Jurnal ini menjelaskan ketertarikan China dan hubungannya dengan Belt and
Road Initiative (BRI) dan implementasintya di Malaysia. Jurnal ini dibagi dalam tiga
pembahasan yaitu permasalahan energi China dan pelaksanaan Belt and Road
Initiative (BRI), Malaysia sebagai negara startegis dalam jalur Belt and Road
Initiative (BRI) dan dilema Selat Malaka, dan kepentingan nasional China terkait Belt
and Road Initiative (BRI) di Malaysia.
Menurut Jaya, Keberadaan inisiatif BRI akan menimbulkan dampak terhadap
Tiongkok baik dari sisi kepentingan ekonomi maupun politik. Bila dikaitkan dengan
kepentingan nasional dari segi ekonomi, maka Inisiatif BRI digambarkan sebagai
upaya Tiongkok memproyeksikan kekuatan ekonominya dengan cara membangun
proyek – proyek infrastruktur di Malaysia yang merupakan salah satu negara jalur
BRI serta memfasilitasi pendanaan proyek infrastruktur tersebut. Pembangunan
infrastruktur yang memadai dapat meningkatkan komoditas ekspor impor bagi
Tiongkok.
Kemudian, adanya agenda Tiongkok untuk mempertahankan kepentingannya di
Laut Cina Selatan seperti mempertahankan sembilan garis batas teritorialnya (nine-
dash line), mempertahankan kepulauan Spartly dan Paracel. Adapun Tiongkok
mempunyai kepentingan terhadap sumber keamanan energi melalui inisiatif BRI yang
membawa hal ini pada strategi Tiongkok. Strategi besar Tiongkok (grand strategy)
adalah untuk menjadi kekuatan dominan di Asia. Agar mampu menjadi kekuatan
dominan, maka Tiongkok perlu memanfaatkan inisiatif BRI sebagai strategi untuk
menguatkan dominasinya di Laut Tiongkok Selatan, mengamankan jalur impor
minyak Tiongkok di Selat Malaka, serta menginvestasikan sejumlah proyek
infrastruktur di Malaysia untuk membuat Malaysia semakin condong ke Tiongkok
dalam sisi hubungan diplomatik.
Jurnal

Jurnal 24
Taufiq, Firmanda. (2018). Masa Depan Hubungan Turki dan Amerika Serikat.
Jurnal ICMES, 2 (3), hlm. 179-195
Artikel ini berusaha menjelaskan masa depan hubungan Turki dan Amerika
Serikat. Jurnal ini membagi pembahasannya menjadi bagian, yaitu; landasan teori:
kepentingan nasional, pasang surut hubungan Turki dan Amerika Serikat: Konflik
antar kepentingan, peran Erdogan dalam penetuan kepentingan nasional Turki, dan
masa depan hubungan Turki dan Amerika Serikat. Menurut Taufiq, sepanjang sejarah
modern, hubungan Turki dan Amerika Serikat menampakkan kondisi yang fluktuatif.
Berbagai rintangan dan permasalahan antar kedua negara menjadi penyebab
terjadinya pasang surut itu.
Jurnal ini dianalisi menggunakan teori kepentingan nasional. Dalam teori
kepentingan nasional secara umum dikemukakan bahwa dalam merumuskan
kebijakan luar negeri, negara akan berbasis pada pencapaian kepentingan-kepentingan
yang menguntungkan baginya. Faktor elit dan opini publik juga membawa pengaruh
pada kebijakan luar negeri yang diambil sebuah negara.
Menurut Taufiq, Kepentingan utama AS di Timur Tengah antara lain
mengamankan suplai minyak, melawan negara-negara yang dianggap ancaman oleh
AS (misalnya, Iran), dan melawan terorisme. Untuk itu, AS membutuhkan partner di
kawasan dan Turki memiliki posisi penting ini. Sebaliknya, Turki juga memiliki
kepentingan ekonomi yang sangat besar terhadap AS. Sesuai dengan teori national
interest, kepentingan nasional yang sedemikian besar diperkirakan akan membuat
kedua negara berupaya menjaga hubungan baik meskipun harus melalui tantangan
dan proses yang tidak mudah.
Jurnal ini dianalisis menggunakn pendekatan politik dan melihat track record
hubungan Turki dan Amerika Serikat sehingga dapat membuat gambaran masa depan
hubungan Turki dan Amerika Serikat.

Jurnal 25
Rizqiyanto, Saomi. (2015). Kesepakatan Genewa sebagai Bentuk Pragmatisme
Politik Luar Negeri Amerika Serikat di Timur Tengah. Salam: Jurnal Sosial dan
Budaya Syar’i, 2 (1 )hlm. 111-126

Jurnal ini menjelaskan tentang politik praktis luar negeri Amerika Serikat
terhadap masalah nuklir Iran. Menurut Rizqiyanto, Amerika Serikat sangat
berkepentingan dengan Iran karena negeri itu memiliki pengaruh geopolitik,
ekonomi dan militer yang besar di kawasan timur tengah. Kemampuan Iran
akan senjata nuklir menggandakan kemampuan tersebut, menutup pengaruh
Amerika Serikat dan mengancam eksistensi Israel. Kesepakatan Geneva adalah
bentuk pragmatis Amerika Serikat dalam mencapai tujuan politik luar
negerinya.
Jurnal ini membagi pembahasannya menjadi lima bagian, yaitu; pragmatisme
dalam politik luar negeri, demokrasi liberal, nuklir Iran, Kesepakatan Genewa, dan
pragmatisme politik luar negeri Amerika Serikat. Kesepakatan Genewa adalah
kesepakatan antara Amerika, Inggris, Perancis, Russia, Jerman, dan China. Inti dari
kesepakatan itu adalah Iran harus bersedia mengurangi aktivitas nuklir dan embeargo
ekonomi ke Iran kembali dibuka.
Jurnal ini dianalisis mengunakan pendekatan falsafah pragmatisme politik luar
negeri Amerika Serikat terutama jikalau dikaitkan dengan situasi terkini di Timur
Tengah sehingga semakin menambah komprehensif dan menyeluruh peristiwa yang
dijelaskan. Jurnal ini juga mengunakan pustaka acuan yang memadai dari mulai
kajian buku, jurnal, majalah, dan koran harian sehingga topik yang dibahas sangat
meluas.

Jurnal 26
Arpah, Siti. (2017). Perang Teluk dan Intervensi Amerika Serikat. Al-
Munawwarah. Jurnal Pendidikan Islam, 9 (2), hlm. 59-71

Jurnal ini menjelaskan tentang Perang Irak dan Iranyang dikenal dengan Perang
Teluk I yang terjadi tahun 1980-1988. Perang ini dipicu oleh pencabutan Perjanjian
Aljier oleh Saddam Husein. Perjanjian ini mengatur demarkasi antara Iran dan Irak di
wilayah Shatt al-Arab. Saddam Hussein merasa terpaksa menerima perjanjian saat itu.
Jurnal ini membagi bahasannya menjadi bagian, yaitu penyebab peperangan,
kronologi peperangan, intervensi Amerika Serikat, dan akhir perang.
Pada akhir perperangan ini, menurut Arpah, Iran mapun Irak salah satunya tidak
dapat dikatakan sebagai pemenang perang. Iran menderita kerugian dalam negeri
yang sangat banyak dalam perang ini, sedangkan Irak memiliki hutang luar negeri
yang sebagian didapatkan dari Saudi Arabia dan Kuwait. Selain kerugian materi
dalam sebuah peperangan,hilangnya nyawa para tentara dan masyarakat sipil adalah
bagian besar dari kerugian akibat peperangan.
Jurnal ini menggunakan pendekatan sejarah dan politik dalam mengkaji Perang
Teluk I dan intervensi Amerika Serikat. Kecendrungan politik luar negeri Amerika
adalah membela siapapun yang membawa keuntungan bagi pihaknya, seperti
tergambar dalam sikap politik yang mendukung Iran pada masa Reza Pahlevi
kemudian memusuhi di bawah Khomaeni lalu mendukung Irak untuk menyerang Iran,
kemudian dari mendukung Irak lalu menyerang Irak dan memihak Kuwait pada
Perang Teluk II. Kehadiran Amerika di Timur Tengah yang telah membuat keamanan
dan kestabilan politik tidak berjalan dengan baik. Jurnal ini juga mengunakan
berbagai sumber pustaka yang meluas, terutama buku- buku relevan terkait topik.
Sehingga jurnal ini dianalisa dan dijelaskan secara meluas dan komprehensif.

Jurnal 27
Yasmine, Shafira E. (2015). Arab Spring: Islam dalam Gerakan Sosial dan
Demokrasi Timur Tengah. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, 28
(2) ,hlm. 106-113

Jurnal ini menjelaskan tentang berusaha menjelaskan peranan agama dalam


protes di Arab yang diturunkan melalui gerakan sosial. Meninjau latar permasalahan
yang telah dipaparkan, jurnal ini berusaha menjawab pertanyaan mengenai bagaimana
nilai-nilai Islam disertakan dalam organisasi gerakan sosial di Timur Tengah? Sejauh
apa Islam menjadi salah satu proses yang membentuk solidaritas gerakan sosial dalam
revolusi Arab. Serta bagaimana gerakan-gerakan ini menjawab keraguan kelompok
Barat atas kompabilitas Islam dengan demokrasi.
Jurnal ini membagi pembahasannya kedalam beberapa bagian, yaitu; kajian
teoritik mengenai agama dan perilaku politik, islamisme dan gerakan sosial. Hasil
pembahasannya dibagi menjadi tiga pembahasan, yaitu; Arab Spring: agama dan
revolusi, menyandingkan islam dengan demokrasi, prospek demokrasi yang dobawa
oleh Arab Spring.
Menurut Yasmin, bahwa Arab Spring bukanlah gerakan Islam. Pemicu revolusi
bukan karena urusan keagamaan, demonstran yang bergabung tidaklah seratus persen
kaum muslim, dan isu yang dituntut tidak berkaitan dengan kehidupan beragama
masyarakat, namun Islam baik nilai atau praktik ibadahnya, tidak dapat dipisahkan
dalam pengorganisasian massa selama revolusi terjadi. Hadirnya Islam dalam
menggambarkan ekspresi politik dan sosial menunjukkan bahwa Islamisme
merupakan cara yang tidak terpisahkan bagi gerakan masyarakat sipil global dalam
Arab Spring untuk mencapai tujuan politik mereka.
Arab Spring juga menjadi sebuah fenomena yang ‘secara paksa’ membawa
demokrasi ke dunia Arab yang selama berdekade sebelumnya pada umumnya
menerapkan sistem autokrasi. Revolusi juga menunjukkan bahwa Islam mampu
bertransformasi dalam arena politik modern dan menunjukkan pemisahan antara
Islam sebagai kepercayaan dan Islam sebagai keagamaan. Ketika dimaknai sebagai
kepercayaan, maka Islam bersifat teologis dan statis, namun keagamaannya
menunjukkan dinamika ketika disandingkan dengan demokrasi, yang selama ini kerap
diantitesiskan terhadap Islam. Kedepan, jalan yang ditempuh negara-negara yang
mengalami revolusi tidak akan mudah. Diperlukan waktu yang panjang dan biaya
yang besar untuk mengembalikan stabilitas yang lama dalam sistem yang baru,
namun perlu dicatat bahwa tanpa gerakan masyarakat untuk mengawali revolusi,
demokrasi muda dalam level ini mungkin tidak akan pernah dicapai. Masa depan
demokrasi dan perananannya untuk menciptakan perubahan memang tidak akan
pernah menjadi suatu barang pasti. Apa yang terjadi selanjutnya memerlukan
pengkajian lebih lanjut, namun menjadi pertanyaan besar yang menarik untu dijawab
dan melengkapi studi tentang masyarakat sipil global.

Jurnal 28
Kusumastuti, Dita A. (2017). Alasan Rusia Melibatkan Diri dalam Konflik
Bersenjata Suriah Tahun 2011-2015. Journal of International Relations, 3 (4),
hlm. 143-150

Jurnal ini menjelaskan tentang motif mengapa Rusia melibatkan diri dalam
konflik bersenjata Suriah. Jurnal ini menggunakan pendekatan konsep geopolitik di
Timur Tengah dan pengaruh ekspansi Amerika Serikat di Suriah. Jurnal ini membagi
pembahasannya menjadi beberapa bagian, yaitu: kepentingan Rusia di Suriah,
keterlibatan Amerika Serikat di Suriah, dan implikasi “Vedushschie Mirovye
Derzhavy” dalam kebijakan luar negeri Rusia.
Menurut Kusumastuti, keterlibatan Rusia dalam konflik bersenjata yang terjadi di
Suriah merupakan suatu bentuk dari upaya geopolitik Rusia untuk membendung
ekspansi pengaruh Amerika Serikat dan upaya buck-passing Rusia sebagai great
power terhadap Suriah. Sifat Rusia sebagai great power yang akan selalu bersifat
offensive dengan kapabilitasnya untuk selalu meningkatkan power ketika struktur
internasional yang bersifat anarki tidak dapat menjamin survival-nya.
Penting bagi Rusia untuk membantu menyelamatkan rezim Bashar Al Assad.
Sejalan dengan pendekatan state-centric, dengan mengembalikan kedaulatan Suriah,
maka Suriah dapat menyelesaikan konflik internalnya sendiri sebab negara
merupakan unit tertinggi dalam tatanan internasional. Kemudian, hubungan
perdagangan antara Rusia dan Suriah dan adanya pangkalan laut Rusia di Suriah yang
telah dijelaskan di bab sebelumnya, merupakan bentuk-bentuk kepentingan Rusia
yang berkaitan erat dengan keamanannya dalam segi ekonomi dan militer.

Dengan kedatangan Amerika Serikat dan sekutunya di Suriah yang menyatakan


kontra terhadap rezim Bashar Al Assad, menempatkan Rusia dalam kondisi
ketidakpastian terhadap survival-nya dan mengancam kepentingan Rusia di Suriah.
Sikap Rusia yang cenderung melakukan dangerous movement tersebut merupakan
refleksi dari sifat negara yang self-help dalam struktur internasional yang anarki.
Sebagai great power, tindakan Rusia merupakan bentuk tanggung jawabnya terhadap
Suriah dimana Suriah merupakan geopolitical strategic partner Rusia di wilayah
Timur Tengah. Menyelamatkan kedaulatan Suriah berarti menyelamatkan
kepentingan Rusia di Suriah dan pengaruhnya di Timur Tengah. Suriah merupakan
jembatan penghubung Rusia dengan Timur Tengah sekaligus pembendung pengaruh
Amerika Serikat di regional tersebut. Selain itu, asumsi Rusia sebagai negara
veduschie mirovye derzhavy membentuk karakter Rusia yang bersifat offensive dalam
kebijakan luar negerinya di Suriah dengan melakukan tindakan yang dianggap
Amerika Serikat sebagai dangerous movement. Namun hal ini dianggap sebagai
tindakan yang tepat bagi great power untuk merespon great power yang lain ketika
keberadaannya telah mengancam kepentingannya di negara lain yang berimplikasi
pada keamanan nasionalnya.
Meskipun teori offensive realism mengakui bahwa menjadi hegemon bukan hal
yang mudah, namun pengaruh geopolitik merupakan langkah awal yang esensial
sebelum mencapai hegemoni. Oleh karena itu, tindakan Rusia dalam konflik di Suriah
dapat dikatakan sebagai upaya untuk mencapai tujuan offensive, untuk
mempertahankan dan memperkuat pengaruhnya di Suriah sebagai upaya untuk
menjadi penguasa tunggal di wilayah Timur Tengah. Jadi, keterlibatan Rusia dalam
konflik bersenjata di Suriah adalah bentuk kebijakan luar negeri untuk menguji
power-nya sebagai respon dari keterlibatan Amerika Serikat sebelumnya dan
mencegah kemungkinan ekspansi pengaruh Amerika Serikat melalui transisi politik
untuk Pemerintah Suriah. Sebab, transisi politik Suriah diasumsikan sebagai ancaman
oleh Rusia karena ada kemungkinan hilangnya pengaruh Rusia di Suriah digantikan
oleh pengaruh Amerika Serikat. Kehilangan Suriah berarti kehilangan akses untuk
memperluas pengaruh geopolitiknya di Timur Tengah dimana hal tersebutmerupakan
kunci utama utama untuk menjadi penguasa tunggal di Timur Tengah.

Jurnal 29
Dewi, Nyoman T. (2014). Strategi Represif Cina dalam Menghadapi Pengaruh
Gelombang Arab Spring Tahun 2011 terhadap Perkembangan Isu
Demokratisasi di Cina. Jurnal Analisis Hubungan Internasional. 3 (1), hlm. 47-
489

Jurnal ini menjelaskan tentang penyebab pemerintah China menggunakan strategi


represif dalam menangani merebaknya tuntutan isu demokratisasi politik di China
akibat adanya gaung revolusi yang dibawa oleh gelombang Arab Spring di negara-
negara Timur Tengah semenjak tahun 2011.
Jurnal ini menggunakan pendekatan pembangunan ekonomi, integrasi nasional,
dan status quo dalam meneliti penelian ini. Melalui analisis mendalam tersimpulkan
alasan utama yang digunakan oleh pemerintah China menggunakan strategi represif
dalam menangani permasalahan demokratisasi politik yang terkena pengaruh dari
Arab Spring. Pertama, China ingin mempertahankan stabilitas politik dan ekonomi
negara dan bertahan di tengah arus demokratisasi yang melanda dunia internasional.
Kedua, demi mempertahankan kondisi kemapanan kekuasaan pemerintahan mereka
yang komunis seperti sedia kala. Dan yang terakhir, China ingin mencegah terjadinya
disintegrasi di sebagian wilayah China yang juga ikut menuntut terbukanya demokrasi
semenjak Arab Spring.
Penulis membagi pembahasan jurnal ini dalam tiga bagian, yaitu: ketahanan
stabilitas politik dan ekonomi China, pencegahan isu disintegrasi, dan kemapanan
kekuasaan pemerintah Komunis. Jurnal ini menggunakan analisis pendekatan sejarah
dan politik sebagai pisau analisisnya sehingga semakin menambah kritis- analitis serta
komrehensif topik terkait.

Jurnal 30
Qomara, Grienda. (2015). Kebangkitan Tiongkok dan Relevansinya terhadap
Indonesia. Jurnal Hubungan Internasional, 8 (2), hlm. 31-44

Jurnal ini menjelaskan tentang mengelaborasi strategi yang mendorong


kebangkitan ekonomi Tiongkok. Terdapat beberapa hal yang menjadi pendorongnya
seperti kebijakan sovereign wealth fund, penguasaan negara dalam perusahaan-
perusahaan di sektor strategis, dan peningkatan kekuatan militer. Meskipun begitu,
kebangkitan Tiongkok bukan tanpa hambatan. Beberapa permasalahan seperti energi,
lingkungan, sengketa territorial, dan kesenjangan ekonomi. Terakhir, penulis berusaha
untuk mengelaborasi relevansi strategi pendorong kebangkitan dan beberapa
permasalahan terhadap kemungkinan kebangkitan Indonesia sebagai kekuatan
ekonomi baru dunia.
Dalam menguraikan kebangkitan Tiongkok dan relevansinya terhadap Indonesia,
penulis menguraikannya menjadi bahasan, yaitu; perkembangan ekonomi Tiongkok,
perusahaan milik negara, sovereign wealth sebagai kebijakan luar negeri, kebutuhan
energi dan strategi geopolitik, militer dan ketakutan imperialisme Tiongkok,
demografi dan penyimpangan sosial, permasalahan lingkungan, dan relevansi
terhadap Indonesia. Jurnal ini menggunakan pendekatan historis dan ekonomi dalam
menelaah topik terkait, kebangkitan Tiongkok dan hubungannya dengan Indonesia
menjadi semakin kritis analitis serta komrehensif.

Jurnal 31
Rusdan, Ismail S. 2017. Minoritas Muslim di China: Perkembangan, Sejarah,
dan Pendidikan. Ijtimaiyya: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam. Vol. 10 (2),
hlm. 143-174

Jurnal ini menjelaskan tentang perkembangan islam di China dari sejarah


masuknya islam di China hingga perkembangan islam dibawah penguasa China dari
masa dinasti hingga komunis di China. Jurnal ini juga menguraikan persentuhan islam
dengan sosial budaya China. Jurnal ini mmebagi bahasanya dalam bagian, yaitu teori
penyebaran Islam di China, tahapan masuknya islam di China, periodesasi
perkembangan islam di China sejak masa Dinasti Tang hingga sekarang, kehidupan
sosial umat islam di China, dan perkembangan pendidikan islam di China.
Jurnal ini menggunakan pendekatan historis dalam melakukan analisis
perkembangan Islam di China. Terdapat dua teori masuknya islam ke China, pertama,
pada abad ke 18 melalui jalur perdagangan dan kedua pada abad ke 7 berdasarkan
catatan Dinasti Tang, bahwa khalifah Utsman bin Affan pernah mengirim utusannya
ke China. Corak penyebaran Islam yang seperti ini berpengaruh terhadap karakteristik
umat Islam di China yang lebih mudah menerima dan beradaptasi dengan budaya
setempat (fleksibel).
Menurut Rusdan, pada perkembangan selanjutnya, umat Islam mengalami
tekanan pada masa kekaisaran Dinasti Manchu dan ketika China dikuasai komunis.
Sementara itu untuk kulturbudaya dan sosial, umat Islam di China berusaha untuk
mengintegrasikan antara kebudayaan pribumi dengan tuntutan kehidupan beragama
yang sesuai dengan syariat Islam. Mereka sangat menjaga norma-norma agama Islam
seperti tidak minum arak, makan daging babi dan menikah dengan orang no-muslim.
Meski demikian, mereka sangat menjunjung tinggi budaya pribumi.
Tercatat, hanya Muslim dari Uyghur dan Khazak yang memiliki cara berpkaian
yang berbeda dengan penduduk asli pribumi. Sementara itu dalam bidang pendidikan,
umat Islam di China mampu mengembangkan pendidikan hingga mampu mendirikan
perguruan tinggi. Imbas dari langkah progresif itu adalah banyak para cendekiawan
muslim China yang lahirkan dari lembaga-lembaga tersebut, serta memberikan
kontribusinya bagi negeri China. Jurnal ini menjelaskan secara jelas dan menyeluruh
bagaimana perkembangan dan dinimika kehidupan muslim di China yang mengalami
pasang surut.

Jurnal 32
Nufus, Hayati. (2014). Impian Tiongkok: Nasionalisme Tiongkok Melintas Batas
dalam Pembangunan Tiongkok. Jurnal Penelitian Politik. 11 (2), hlm. 43-54
Jurnal ini menjelaskan tentang kebangkitan Tiongkok melalui slogan
Nasionalisme Tiongkok Melintas Batas dalam Pembangunan Tiongkok. Selain itu,
menurut Nufus, gagasan ini juga memiliki tujuan untuk memperkuat legitimasi Xi
Jinping dan Partai Komunis Tiongkok di dalam politik dalam negerinya. Salah satu
program yang dilakukan oleh Tiongkok untuk mewujudkan cita-citanya adalah
dengan membangun kembali Jalur Sutra melalui gagasan Satu Sabuk, Satu Jalur. Bila
dikaitkan dengan pembangunan Satu Sabuk, Satu Jalur, kebangkitan Tiongkok juga
merupakan upaya untuk melegitimasi posisi Tiongkok sebagai negara besar di kancah
politik internasional.
Kaitannya dengan nasionalisme yaitu Xi menggunakan perasaan nasionalisme
dan cinta tanah air rakyat Tiongkok untuk mendapatkan kembali kepercayaan mereka
terhadap PKT sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan Tiongkok.
Dengan adanya harapan yang dibawa oleh Impian Tiongkok, Xi mencoba meredam
gejolak yang ada di dalam negerinya. Dalam konteks politik internasional, upaya
pembangunan Satu Sabuk, Satu Jalur merupakan manifestasi paling nyata dari
gagasan kebangkitan Tiongkok. Upaya pembangunan tersebut bisa dilihat sebagai
upaya Tiongkok untuk melegitimasi langkahnya dalam menguasai perekonomian
dunia. Pembangunan Satu Sabuk, Satu Jalur menjadi alat ekonomi yang digunakan
oleh Tiongkok untuk memanfaatkan sebesar-besarnya potensi yang ada di kawasan di
sekitarnya. Selain itu. Satu Sabuk, Satu Jalur dalam konteks Impian Tiongkok juga
digunakan sebagai alat politik luar negeri Tiongkok untuk menjalin hubungan di
tingkat internasional.
Jurnal ini membagi pembahasannya menjadi tiga bagian, yaitu; makna Zhongguo
Meng (Impian Tiongkok) bagi Xi Jinping dan Partai Komunis Tiongkok, kebangkitan
nasional Tiongkok: dari Sun Yatsen hingga Xi Jinping, diplomasi Tiongkok dalam
pembangunan satu sabuk, satu jalur. Jurnal ini menggunakan pendekatan politik dan
sejarah dalam menganalisis topik terkait.

Jurnal 33
Harianto, Fajar, Sumardi, Sugiyanto. 2018. Chinese Cultural Revolution In 1966-
1976. Jurnal Historica. 2 (1), hlm. 26-36
Jurnal ini menjelaskan tentang Revolusi Kebudayaan Cina pada tahun 1966-1976.
Menurut penulis, bahwa faktor-faktor yang mendorong terjadinya Revolusi
Kebudayaan adalah yang pertama, pada tahun 1957 terjadi peristiwa penyingkiran
kaum-kaum intelektual oleh Mao, para kaum intelektual dianggap sebagai tangan
kanan dari kapitalisme yang akan menguasai wilayah Cina kembali; kedua,
penekanan terhadap pembangunan dan pembaharuan industri-industri maju serta
mengesampingkan pembaharuan di bidang pertanian yang memiliki konsentrasi
massa terbanyak di wilayah Cina dalam pelaksanaan kebijakan lompatan Jauh ke
depan; ketiga, memulai mengkritik keras partai dan memfitnah para pemimpin partai
yang tidak loyal terhadap mao dan kebijakan lompatan jauh kedepan melalui
pembentukan Komite Pusat VIII (1959).
Menurut penulis, Revolusi Kebudayaan adalah alat yang dipergunakan Mao
untuk menutupi kegagalannya pada kebijakan lompatan jauh kedepan yang berakhir
kekecewaan rakyat terhadap Mao. Kegagalan Revolusi kebudayaan menambah
kesengsaraan terhadap rakyat Cina karena melumpuhkan perekonomian di Cina dan
semakin kacaunya bidang politik di Cina. Penggunaan metode didalam kajian ini
adalah metode kajian sejarah. Hal yang menarik untuk dibahas dalam penelitian ini
adalah peristiwa kegagalan pelaksanaan kebijakan Lompat Jauh ke Depan yang
dicanangkan Mao Tse Tung pada awal 1958. Reaksi atas kegagalan lompatan Jauh
kedepan membuat Mao mundur dari jabatannya sebagai Presiden Cina. Liu Shaoqi
ditunjuk sebagai pengganti Mao pada saat Konggres Rakyat Nasional pada tahun
1959.

Jurnal 34
Ghofur, Abdul. (2016). Dinamika Muslim Moro di Filipina Selatan dan Gerakan
Spratis Abu Sayyaf. Jurnal Sosial Budaya.13 (2), hlm.175-188

Jurnal ini menjelaskan tentang dinamika kehidupan Muslim Moro di Filipina


Selatan dan gerakan sparatis yang dilakukan oleh Abu Sayyaf. Dalam pembahasannya
jurnal ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu; potret muslim Moro di Filipina,
perjuangan Muslim Moro, pergerakan Abu Sayyaf (Bapak Pedang). Muslim di
Filipina telah ada sejak abad ke 14 dan sejak abad ke 15 M berdiri kekuasaan Sultan
Sulu dan Mindanao. Namun tahun 1521 M Kolonial Spanyol menjajah Filipina baik
di Utara dan Selatan hingga tahun 1898.
Menurut Ghofur, pada masa jajahan Amerika umat Islam nasib yang amat
memprihatinkan sehingga jatuhlah Kesultanan Sulu. Sejak Filipina merdeka tahun
1946, nasib muslum Moro di Selatan Filipina belum juga berubah, karena kuatnya
tekanan pemerintah Filipina terhadap minoritas. Sehingga muncul berbagai gerakan,
salah satunya gerakan sparatis ekstrimis yang dilakukan Abu Sayyaf.
Jurnal ini menggunakan pendekatan sejarah sebagai pisau analisisnya untuk
mengetahui bagaimana awal masuknya Islam di Filipina dari masa Kesultanan Sulu,
masa kolonialisme Spanyol, masa dibawah kekuasaan Amerika. Selain itu, jurnal ini
dikaji menggunakan pendekatan agama dalam upaya menganalisis gerakan eskstrimis
separatis Abu Sayyaf sehingga analisi dan temuan yang dihasilkan kritis dan
komprehensif.

Jurnal 35
Syahraeni, A. (2010). Islam di Filipina. Jurnal Adabiyah, 10 (2), hlm.192-195

Jurnal ini menjelaskan tentang dinamika kehidupan muslim di Filipina. Jurnal ini
membagi pembahasannya menjadi bagian, yaitu; sejarah masuk dan perkembangan
Islam di Filipina, kebijakan pemerintah, kelompok- kelompok perjuangan Moro.
Jurnal ini menggunakan pendekatan historis dan sosial dalam menganalisis topik
terkait.
Menurut Syahraeni perjuangan bangsa Moro untuk mempertahankan dirinya dari
penjajah sejak bangsa Spanyol hadir, Amerika Serikat, dan pemerintah Filipina tidak
pernah berhenti sebelum cita- cita yang diharapkan terwujud merdeka, setiap penjajah
yang datang selalu menerapkan ide- ide untuk meminoritaskan bangsa Moro sebagai
umat Islam, setiap pergantian pergantian pucuk pimpina tertinggi Filipina, juga
berganti cara dan cara penye;esaian bangsa Moro, di dalam bangsa Moro sendiri
terjadi perpecahan sehingga melahirkan cara perjuangan sendiri- sendiri sehingga
cita- cita bangsa Moro sulit tercipta.
Kelompok perjuangan muslim Moro diantaranya; Moro National Liberalism
Front (MNLF), Moro Islamic Liberation Front (MILF), Abu Sayyaf Group (ASG).
Selain itu terdapat sejumlah hubungan antara kelompok perjuangan muslim Filipina
yaitu Moro Islamic Liberation Front (MILF) dengan Jamaah Islamiyah.Jurnal ini
mengunakan kajian pustaka berupa buku- buku. Jurnal, surat kabar yang berkaitan
dengan topik. Sehingga semakin memperdalam kajian mengenai dinamika kehidupan
Muslim Moro di Filipina yang hingga kini belum mendapatkan kebebasan dan hak di
Filipina
Jurnal 36
S. Saifullah. 2008. Umat Islam di Filipina: Sejarah, Perjuangan dan Rekonsiliasi.
Islamica. 3 (1), hlm.54-75

Jurnal ini menjelaskan tentang perjuangan politik orang- orang di Filipina Selatan
untuk merdeka. Jurnal ini membagi pembahasannya menjadi empat bahasan, yaitu;
kesultanan dan silsilah Sulu: awal masuknya Islam ke Filipina, Kesultanan dan
silsilah Sulu: awal masuknya Islam ke Filipina, penyelesaian dan masa depan umat
Islam Filipina, berbagai kebijakan Pemerintah Filipina untuk menciptakan
perdamaian dan rekonsiliasi, berbagai program dan aktifitas yang dilakukan untuk
memperkokoh perdamaian and rekonsiliasi.
Tampaknya ada dua kekuatan yang saling berbeda pendapat dalam mengatasi
kemelut danKonflik di Filipina, yakni Pihak Pemerintah disatu pihak dan Warga
Muslim dipihaklainnya. Didalam kalangan Muslim sendiri juga terdapat dua faksi dan
pendekatan:1). Pihak yang Diidentifikasi sebagai kelompok radikal/garis keras yang
untuk mengatasi penderitaan Umat Islam dengan berjuang memisahkan diri dari
Filipina,2). Pihak yang diidentifikasi sebagai kelompok moderat yang merupakan
mayoritas penduduk Muslim, yang berjuang membela Nasib umat Islam dengan cara -
cara yang legal, konstitusional dan dalam kerangka kesatuan Filipina. Pemerintah
mengambil kebijakan konsili (dialog, himbauan perdamaian) sekaligus Kebijakan
pembangunan wilayah (mengembangkan fasilitas dan perataan pembangunan ke
daerah -daerah yang rawan konflik), dan kadang- kadang juga kekerasan.
Jurnal ini menggunakan pendekatan historis dalam upaya melihat dinamika
perkembangan kelompok Abu Sayyaf yang melakukan berbagai gerakan sparatis-
ekstrimis di Filipina.
Jurnal 37
Chaidar, Al., dkk. Masyarakat Mindanao, Abu Sayyaf dan Masalah Keamanan
Kawasan. Jurnal Cakrawala. 3 (2), hlm. 1-44

Jurnal ini menjelaskan tentang gerakan radikal Abu Sayyaf di Filipina. Kelompok
Abu Sayyaf adalah sebuah kelompok separatis yang terdiri dari milisi Islam yang
berbasis di sekitar kepulauan selatan Filipina. Dalam menyusun jurnal ini, penulis
membaginya dalam tiga bahasan, yaitu; kondisi sosial ekonomi masyarakat
perbatasan di sekitar Laut Sulu Filipina Selatan, isu otonomi dan masalahnya, dan
Bangsa Moro basic law sebagai hukum dasar. Dalam jurnal ini, Kajian Antropologi
dan Kebudayaan penulis mendayagunakan untuk menyumbangkan potensinya dalam
memperkuat menelaah masalah internasional terkait Mindanao, Moro, Abu Sayyaf
dan masalah keamanan kawasan Asia Tenggara .

Menurut Chaidar, dkk, untuk mencapai cita-citanya yakni mendirikan sebuah


negara Islam di Filipina Selatan. Kelompok Abu Sayyaf melakukan perlawanan
dengan cara kekerasan. Walaupun gerakan Kelompok Abu sayyaf terbilang kecil,
tetapi kelompok ini telah berhasil menguncang kestabilan negara Filipina dengan
melakukan pengeboman-pengeboman di daerah-daerah Filipina. Eksistensi dari
kelompok Abu Sayyaf ini didukung oleh bantuan dari luar Filipina.
Kelompok ini termotivasi dikarenakan adanya ketidakadilan struktural yang
terjadi terhadap bangasa muslim Moro. Jurnal ini secara menyeluruh dan kritis
berhasil memberikan pengetahuan yang luas mengenai dinamika perkembangan
kelompok Abu Sayyaf sebagai kelompok sparatis di Filipina dengan kajian kiteratur
dari berbagai buku dan jurnal.
Jurnal 38
Dania, Stephani. 2016. Kekalahan Amerika sebagai Negara Superpower pada
Saat Perang Vietnam (1954-1975). Humaniora, 3 (2), hlm. 1-12

Jurnal ini menjelakan kekalahan Amerika Serikat sebagai negara adidaya pada saat
Perang Vietnam tahun 1954-175. Jurnal ini membagi pembahasannya menjadi enam
bagian, yaitu; awal terjadinya perang di Vietnam, berakhirnya Perang Vietnam,
kontribusi Amerika Serikat dalam Perang Vietnam, teori politik luar negeri dalam
hubungan internasional, pendekatan politik luar negeri dalam hubungan internasional,
proses pembuatan keputusan dalam hubungan internasional.
Jurnal ini menguraikan topik dengan teori politik luar negeri merupakan pola
perilaku yang diwujudkan oleh suatu negara sewaktu memperjuangkan kepentingan
nasionalnya dalam hubungannya dengan negara lain. Interaksi antar negara itu dapat
berlangsung dalam sistem internasional, di mana ternyata negara tetap masih
merupakan aktor utama dalam hubungan internasional tadi. Maka dengan demikian
hubungan internasional merupakan forum interaksi dari berbagai kepentingan-
kepentingan nasional. Sehingga menghasilkan analitis- kritis terkait topik yang
diuraikan.
Menurut Dania, kekalahan Amerika Serikat di Perang Vietnam (1954- 1975)
adalah sebagai berikut : Para pembuat kebijakan dibawah kepemimpinan Harry S.
Truman tidak mempelajari akan sejarah dari Vietnam, Tentara Amerika mengalami
masa yang sulit, karena tidak mengenal medan perang, keuunggulan Pasukan Vietnam
adalah dapat memanfaatkan kecanggihan teknologi AS dengan cara menarik pasukan
AS ke arah hutan. Kesalahan yang juga dilakukan oleh AS, mereka tidak menyiapkan
pasukan untuk menghadapi pemberontakan Vietnam Utara dalam kurun waktu 8
tahun.
Jurnal 39
Kurnia, Ada., Kumalasari, Dyah. 2018. Operasi Militer Amerika Serikat dalam
Perang Vietnam: Operasi Rolling Thunder 1965-1968. Jurnal Pendidikan
Sejarah, 5 (5), hlm. 468-478

Jurnal ini menjelaskan tentang operasi militer Amerika Serikat dalam Perang
Vietnam. Operasi ini diberi nama Operation Rolling Thunder 1965-1968. Jurnal ini
membagi pembahasannya menjadi tiga bagian, yaitu; latar belakang keterlibatan
Amerika Serika dalam Perang Vietnam, pelaksanaan Operasi Rolling Thunder, dan
akhir serta dampak dari pelaksaan Operasi Rolling Thunder.
Menurut Kurnia, Amerika Serikat terlibat secara aktif dalam Perang Vietnam
setelah diterbitkannya Resolusi Teluk Tonkin pada 1964 sebagai respon terhadap
serangan Vietnam Utara terhadap kapal perusak Angkatan Laut Amerika Serikat.
Resolusi tersebut menjadi pembenaran bagi Amerika Serikat untuk menyerang
Vietnam Utara; Operasi Rolling Thunder dilancarkan pada tahun 1965 hingga 1968,
mengerahkan komponen gabungan Angkatan Udara, Angkatan Laut Amerika Serikat
serta Angkatan Udara Vietnam Selatan.
Akan tetapi, menurut Kurnia, Operasi Rolling Thunder tidak berjalan dengan efektif
karena terjadi perselisihan dalam Pemerintahan Presiden Johnson, Operasi Rolling
Thunder gagal mencapai tujuannya untuk menghancurkan semangat juang Vietnam
Utara dan memaksa negara tersebut untuk berunding. Akibatnya, dukungan
masyarakat Amerika Serikat terhadap Perang Vietnam terus menurun, diikuti dengan
tumbuhnya gerakan anti-perang. Dalam menyusun jurnal ini penulis menggunakan
metodologi sejarah sebagai acuan untuk menjelaskan dan menganalisis topik.
Sehingga pembahasan yang dideskripsikan nampak komrehensif dan kritis.
Jurnal 40
Sudira, I Nyoman. 2018. Konflik Laut China Selatan dan Politik Luar Negeri
Indonesia ke Amerika dan Eropa. Jurnal Hubungan Internasional, 2 (3), hlm. 1-
19

Jurnal ini menjelaskan tentang dinamika konflik Laut China Selatan yang melibatkan
beberapa negara di Asia Tenggara. Akan tetapi konflik inipun tidak hanya berdampak
ke negara Asia Tenggara yaitu China dan Amerika. Dalam penulisan paper ”Konflik
Laut Cina Selatan dan Politik Luar Negeri Indonesia ke Amerika dan Eropa” ini
pembahasan akan di fokuskan pada empat bagian. Diawali dengan pembahasan
mengenai Amerika Serikat (AS) dan Konflik Laut Cina Selatan, kemudian diikuti
pembahasan mengenai Uni Eropa dan Konflik Laut Cina Selatan. Pada bagian akhir
akan disajikan dua bahasan yang berkaitan dengan Indonesia yakni: 'Indonesia dan
Konflik Laut Cina Selatan'; serta sekaligus sebagai penutup, 'Politik Luar Negeri RI
terhadap Amerika dan Eropa Terkait Isu Laut Cina Selatan'.
Jurnal ini menggunakan pendekatan politik dan hubungan internasional sehingga
analisis yang dihasilkan kritis dan komprehensif.Menurut Sudira, politik luar negeri
indonesia ke Amerika Serikat dan Uni Eropa dalam konteks Laut Cina Selatan kalau
diistilahkan maka Indonesia harus selalu bermain cantik dalam artian mampu
merangkul keduanya dan memanfaatkan kontribusinya bagi penanganan konflik di
Laut Cina Selatan. kalau hal tersebut bisa dilakukan, maka politik luar negeri akan
semakin menunjukan apa yang oleh Marx Webber dan Michael Smith, disebut Politik
luar negeri yang baik, karena dapat merespon perubahanperubahan yang terjadi dalam
situasi global. Kemudian keberhasilan politik luar negeri Indonesia ke Amerika
Serikat dan Uni Eropa dalam konteks Laut China Selatan akan menjadi bukti nyata
dari transformasi baik dalam bidang lokasi aktivitas, fokus kegiatan, dan instrumen.

Anda mungkin juga menyukai