Anda di halaman 1dari 32

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Alhamdulillahhirabbilalamin, puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena tak lepas
dari rahmat dan hidayahNya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Perspektif
Analisis Keruangan dan Analisis Interaksi Keruangan
Penulis menyadari bahwa laporan ini tersusun dengan peran serta dari berbagai pihak.
Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Arwi Yudi Koswara, ST; Vely Kukinul Siswanto, ST, MT, MSc. sebagai
dosen mata kuliah, arahan dan bimbingan beliau sangat membantu dalam
penyusunan laporan ini.
2. Kedua orang tua dan keluarga yang telah mendukung selama masa studi di Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
3. Rekan-rekan di Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota yang selalu memberikan
dorongan dan motivasi selama proses penyusunan makalah ini.
4. Penulis yang karyanya sangat bermanfaat sebagai referensi penyusunan makalah,
serta semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu dalam
muqadimmah singkat ini.
Seperti pepatah, tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan makalah ini. Jika
ditemukan kekurangan di dalam substansi makalah ini, penulis memohon maaf yang sebesar
- besarnya. Untuk itu, kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan, Akhir kata, semoga karya tulis ini bermanfaat bagi pembaca.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Surabaya, 24 April 2016

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
1.2 Tujuan .................................................................................................................................... 1
1.3 Sistematika Penulisan ......................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 3
2.1 Konsep Interaksi Keruangan .............................................................................................. 3
2.2 Konsep Hierarki Kota........................................................................................................... 7
2.3 Teori - teori Keruangan ...................................................................................................... 9
2.4 Teori Keruangan Model Gravitasi .................................................................................... 12
BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISA.............................................................................. 20
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................ 27
4.1 Kesimpulan ......................................................................................................................... 27
4.2 Lesson Learned .................................................................................................................. 27
4.3 Rekomendasi ...................................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 28

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Regional Complementarity ..............................................................................................4

Gambar 2 Interventing Opportunity .................................................................................................5


Gambar 3 Tingkatan Zona Interaksi ..................................................................................................5
Gambar 4 Indeks Konektivitas Dua Wilayah .................................................................................11
Gambar 5 Peta Kabupaten Aceh Besar ...........................................................................................16
Gambar 6 Peta Analisis Gravitasi Kabupaten Aceh Besar, Kota Banda Aceh, Kabupaten Pidie,
dan Kota Sabang ..................................................................................................................................18
Gambar 7 Lokasi Kota Sabang .......................................................................................................19
Gambar 8 Peta kondisi eksisting permukiman di Kecamatan Tandes. .......................................22
Gambar 9 Jarak antar permukiman Kecamatan Tandes ...............................................................24

ii
Gambar 10 Rencana Penempatan Puskesmas............................................................................26

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Zona Interaksi ..........................................................................................................................6
Tabel 2 Susunan Orde Kota Kabupaten ...........................................................................................7
Tabel 3 Batas Wilayah Kabupaten Aceh Besar .............................................................................16
Tabel 4 sebaran fasilitas puskesmas yang ada di Kota Surabaya..............................................21

iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kota merupakan ruang tempat berinteraksi antara penduduk, kegiatan dan sirkulasi
ekonomi. Kota menjadi sangat penting mengingat kegiatan yang berjalan diatasnya, baik
industr, perekonomian, perdagangan dan jasa dan lain sebagainya. Pusat kota menjadi
salah satu dari lokasi yang memiliki perputaran ekonomi dan kegiatan paling sibuk dari
sekian banyak sudut kota. Oleh karena itu pusat kota menjadi salah satu aspek yang
sangat berpengaruh pada daerah sekitarnya.
Pusat kota mempunyai fungsi melayani daerah yang mempunyai hirarki di bawahnya.
Hubungan antara hirarki tertinggi dengan hirarki di bawahnya akan memperlihatkan
adanya interaksi keruangan. Interaksi keruangan dapat berupa akses dari daerah dengan
hirarki di bawahnya dalam hal mengakses sarana dan prasarana dari pusat kota. Interaksi
keruangan bisa pula terjadi dalam aspek ekonomi dimana masyarakat pada daerah
pedesaan dapat menjual hasil buminya di kota dan hasil produksi barang dan jasa dari
pusat kota dapat ditawarkan pada masyarakat desa. Bahkan dalam aspek sosial dimana
tenaga kerja industri kota biasanya berasal dari masayarakat desa yang berniat mencari
penghidupan yang layak di pusat kota.
Interaksi keruangan dapat memberikan dampak positif dan dampak negarif dalam
mendukung perkembangan wilayah. Hal ini dikarenakan wilayah tidak dapat berdiri
sendiri, saling berinteraksi dan memberikan timbal balik satu sama lain. Makalah ini
membahas prinsip keruangan dan analisis keruangan yang didalamnya terdapat
penjelasan interaksi keruangan, hierarki kota beserta teori terori keruangan yang
mendukung prinsip dan analsis keruangan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan makalah ini adalah :
1. Menjelaskan prinsip keruangan dalam perencanaan wilayah kota
2. Menjelaskan teori - teori keruagan kota dalam fenomena lokasi dan keruangan yang
terbentuk dalam wilayah dan kota.
3. mengkaji aspek lokasional komponen kegiatan wilayah dan kota dalam
perencanaan wilayah dan kota
1.3 Sistematika Penulisan
Dalam penulisan laporan ini terdiri dari empat bab yang digunakan untuk
mempermudah pembaca dalam memahami isi dari laporan secara keselutuhan. Adapun
sistematika penulisan untuk pembahasan/penyusunan pada laporan ini sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN. Pada BAB I merupakan bab awal laporan yang berisi tentang
latar belakang, tujuan dan sistematika penulisan makalah.

1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada BAB II berisi mengenai konsep dasar teori dan
referensi yang digunakan dalam penyusunan makalah
BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISA. Pada bab III menjelaskan mengenai contoh
studi kasus yang berkaitan dengan penerapan konsep teori
BAB IV PENUTUP. Pada BAB IV yaitu merupakan bab akhir yang berisi tentang
kesimpulan dari keseluruhan pembahasan serta lesson learned yang diperoleh beserta
rekomendasi.

2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Interaksi Keruangan


Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tentang tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi
atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial, serta
hubungannya dengan pengaruhnya terhadap keberadaan berbagai macam usaha/kegiatan lain
baik ekonomi maupun sosial (Tarigan, 2006:77). Teori lokasi bertujuan untuk memperhitungkan
pola lokasi kegiatan-kegiatan ekonomi yang di dalamnya termasuk kegiatan industri.
Analisis keruangan
Analisis keruangan adalah suatu analisis lokasi yang berpusat pada tiga unsur yaitu jarak,
kaitan, dan gerakan. Tujuan dari analisis keruangan adalah sebagai berikut:
Mengukur apakah kondisi yang ada sesuai sesuai dengan struktur keruangan
Menganalisa interaksi antar unit keruangan yaitu hubungan antara ekonomi dan interaksi
keruangan
Aksesibilitas antara pusat dan perhentian suatu wilayah, dan hambatan interaksi, hal ini
didasarkan oleh adanya tempat-tempat (kota) yang menjadi pusat kegiatan bagi tempat
tempat lain, serta adanya hierarki di antara tempat- tempat tersebut (Rahmat Kusnadi,
2010).
Interaksi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Interaksi merupakan hal saling melakukan aksi,
berhubungan, atau saling mempengaruh. Sedangkan menurut Bintaro,1991, Interaksi
merupakan proses sosial, ekonomi dan budaya ataupun proses politik yang secara cepat atau
lambat dapat menimbulkan suatu realita atau kenyataan.
Interaksi Keruangan
Interaksi keruangan merupakan hubungan antar dua kota yanhg dapat menunjukkan
keterkaitan keduannya dalm hal sosial, ekonomi maupun akses terhadap fasilitas umum.
Selain itu, Interaksi keruangan dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua
wilayah yang menimbulkan aktivitas baru yang disebut zona interaksi.
Prinsip Interaksi Keruangan
Terdapat 2 prinsip interaksi keruangan, yaitu terdiri dari:
a. Adanya hubungan timbal balik antara dua daerah atau lebih
b. Terdapat pergerakan manusia (mobilitas), gagasan dan informasi komunikasi, serta
materi atau benda yang dinamakan transportasi.
Faktor Pendukung terjadinya Interaksi Keruangan

3
1. Regional Complementarity
Merupakan adanya wilayah-wilayah yang saling melengkapi, artinya terdapat kebutuhan
timbal balik antar wilayah sebagai akibat adanya perbedaan potensi yang dimiliki oleh
setiap wilayah.
Berikut gambaran yang dapat menjelaskan mengenai regional complementarity :

Gambar 1 Regional Complementarity


Sumber :Analisis Penulis , 2016

Dari gambar tersebut dijelaskan bahwa terdapat tiga wilayah yaitu Wilayah A, Wilayah B
dan Wilayah C yang masing-masing menyediakan barang berbeda sesuai dengan potensi
yang dimiliki setiap wilayah. Guna untuk melengkapi kebutuhan barang yang tidak
tersedia disetiap wilayah, maka ketiga wilayah tersebut saling berinteraksi dan mensuplay
barang ke wilayah lainnya. Sehingga kebutuhan barang dapat terpenuhi dengan adanya
interaksi dan timbal balik antar ketiga wilayah tersebut.
2. Interventing Opportunity
Merupakan kedua wilayah memiliki kesempatan melakukan hubungan timbal balik serta
tidak ada pihak ketiga yang membatasi kesempatan itu. Dengan adanya campur tangan
pihak ketiga (wilayah ketiga), maka dapat menjadi penghambat atau melemahkan
interaksi antar dua wilayah.
Berikut gambaran yang dapat menjelaskan mengenai interventing opportunity :

4
Gambar 2 Interventing Opportunity
Sumber : Analisis Penulis , 2016

Dari gambar tersebut dijelaskan bahwa awal mulanya terdapat dua wilayah yaitu
wilayah A dan wilayah B. Kedua wilayah tersebut menyediakan barang yang berbeda.
Untuk melengkapi kebutuhan barang dimasing-masing wilayah, keduanya memiliki
kesempatan yang besar untuk saling berinteraksi. Karena kedua wilayah tersebut akan
saling bergantung untuk melengkapi barang yang tidak tersedia di wilayahnya masing-
masing. Kemudian dengan munculnya pihak ketiga yaitu wilayah C, maka interaksi antara
kedua wilayah A dan wilayah B menjadi terhambat atau melemah. Sebab, wilayah C
menyediakan barang-barang yang terdapat diwilayah A dan B. yang menyebabkan
sebagian wilayah A atau wilayah B datang ke wilayah C untuk melengkapi kebutuhannya
dan terjadi interaksi.
3. Spatial Transferability
Merupakan artinya kemudahan transfer atau pemindahan dalam ruang baik manusia,
informasi ataupun barang sangat bergantung dengan faktor jarak, biaya transportasi dan
kelancaran prasarana transportasi. Jadi semakin mudah transferbilitas, maka akan
semakin besar arus komoditas.
Zona Interaksi
Menurut Bintarto (1983), dalam interaksi keruangan atau wilayah, tingkatan zona interaksi
antara lain :

Gambar 3 Tingkatan Zona Interaksi

Sumber : Analisis Penulis , 2016

5
Dengan keterangan:
1. City : Kota
2. Suburban : Subdaerah perkotaan
3. Suburban Fringe : Jalur tepi subdaerah perkotaan
4. Urban Fringe : Jalur tepi daerah perkotaan paling luar
5. Rural Urban Fringe : Jalur batas desa kota
6. Rural : Pedesaan
Berikut adalah tabel zona interaksi yang bertujuan untuk menentukan pengalokasian
lokasi masing-masing zona yang meliputi permukiman, fasilitas umum, perdagangan dan
jasa serta industri. Dari masing-masing zona tersebut manakah yang dapat didekatkan dan
saling berinteraksi.
Tabel 1 Zona Interaksi

Sumber : Analisis Penulis , 2016

Dari tabel diatas menjelaskan bahwa antara zona permukiman dengan permukiman dapat
didekatkan karena dapat saling berinteraksi dengan ditandai menggunakan tanda centang
(v). Semua zona dengan tanda (v) penempatannya dapat didekatkan antar zona lain. Namun
terdapat satu hal penempatan lokasi yang tidak dapat didekatkan dalam tabel tersebut yaitu
antara zona permukiman dengan industri yang ditandai dengan tanda (x). Disebabkan
karena jika kedua zona tersebut didekatkan makan akan menimbulkan dampak negatif
terhadap permukimannya dengan adanya pencemaran dari limbah industri.

6
2.2 Konsep Hierarki Kota
Hierarki kota merupakan tata jenjang yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar
komponen pembentuk struktur pemanfaatan ruang. Penentuan fungsi kota pada prinsipnya
didasarkan [ada komponen pembentuk yang dominan mempengaruhi aktivitas sosial ekonomi
perkotaan, sedangkan hierarki koata adalah hubungan antar kegiatan yang berpengaruh
terhadap pola pemanfaatan ruang dalam skala wilayah dikenal dengan sistem kota atau orde
kota berdasarkan skala pelayanannya.
Tujuan konsep hierarki kota adalah:
Membantu menentukan fasilitas apa yang harus ada atau perlu (fasilitas publik) dibangun.
Penentuan fasilitas menyangkut jenis, kapasitas dan kualitas pelayanan
Mengarahkan lokasi fasilitas public agar lebih tepat dan lebih efisien
Membentuk struktur ruang bersama dengan sistem transportasi yang menghubungkan pusat
dan hinterlandnya
Terdapat tiga metode untuk menganalisis konsep hierarki kota :
a. Metode Christaller
Perbandingan jumlah penduduk antara kota orde lebih tinggi dengan kota orde setingkat
lebih rendah setidaknya tiga kali lipat. Misal pada sebuah kabupaten, penentu kota di
dasarkan atas data BPS tentang penduduk perkotaan dan penduduk persedaan, data
disajikan perkelurahan/desa. Untuk menentukan penduduk suatu kota harus digabung
penduduk beberapa kelurahan yang bertetangga yg memang terlihat menyatu sebagai
kota dilapangan. Penduduk perkotaan dari suatu kelurahan yang terpisah jauh dari
penduduk perkotaan lainnya diperlakukan sebagai kota yang berdiri sendiri.
CONTOH SOAL
Di sebuah kabupaten dimisalkan terdapat 32 buah kota, kota terbesar adalah ibukota
kabupaten itu sendiri dengan pendudk 135.000 jiwa, kota kecil berpenduduk 5.000 jiwa.
Kota dibawah penduduk 5.000 jiwa dikategorikan sebagai kota nonorde. Berdasarkan
data diatas maka susunan orde kota di kabupaten tersebut :
Kota Orde Jumlah Penduduk (jiwa)
I 135.000
II 45.000
III 15.000
IV 5.000
Tabel 2 Susunan Orde Kota Kabupaten

7
b. Metode Rank Size Rule
Adalah formula untuk mengamati hierarki kota-kota, yang bertujuan mengetahui hubunga
antara kedudukan (rank) suatu kota dengan jumlah penduduknya, bukan hubungan antar
kota.
1
Pn =

Dimana :
Pn : Jumlah Penduduk pada kota dengan ranking ke-n
P1 : Jumlah Penduduk pada kota terbesar
n : ranking kota
CONTOH SOAL
Dengan rumus sederhana bisa dengan mudah diketahui penduduk kota nomor berapa
yang diinginkan.
Pn = P1. Rn
Pn : jumlah penduduk kota yang dihitung
P1 : jumlah penduduk kota terbesar (no.1)
Rn : Rank kota yang akan dicari
Mencari kota no. 3 di Jatim dengan penduduk kota no.1 jumlahnya 1.800.000
Maka penduduk kota no. 3 adalah
P3 = P1.3
= 1.800.000 x 1/3 = 600.000
c. Metode Zipf
Rumus berikut ini di buat oleh Auerbach dan Singer tetapi dipopulerkan oleh Zipf
(Glasson, 1974) sehingga lebih dikenal dengan metode Zipf.
1
Pn =

Dimana :
Pn : Jumlah Penduduk pada kota dengan ranking ke-n
P1 : Jumlah Penduduk pada kota terbesar
n : orde (ranking) kota tersebut
q : Sebuah pangkat
CONTOH SOAL
Mencari q , sat diketahui Penduduk Ode ke 4 , ketika Orde pertama adalah 1382 dan
orde pertama adalah 25474. Maka nilai q?

8
1
Pn = kita tetapkan orde kota terkecil adalah orde IV

25474
1382 =
4
25474
4q =
4
4q = 18.43
4 logq = log 18.43
4 logq = 1.2655
logq = 0.3164
q = 2.072

2.3 Teori - teori Keruangan


Beberapa teori yang berhubungan dengan keruangan yaitu teori titik henti (The Breaking
Point Theory), teori grafik (Graph Theory), teori keruangan Furness dan NNA (Nearest Neighbor
Analysis). Berikut ini adalah pembahasan mengenai teori-teori keruangan tersebut
a. Teori Tititk Henti (the Breaking Point Theory)
Teori Titik Henti (Breaking Point Theory) merupakan hasil modifikasi dari Model Gravitasi
Reilly. Teori ini memberikan gambaran tentang perkiraan posisi garis batas yang memisahkan
wilayah-wilayah perdagangan dari dua kota atau wilayah yang berbeda jumlah dan komposisi
penduduknya. Teori Titik Henti juga dapat digunakan dalam memperkirakan penempatan
lokasi industri atau pusat pelayanan masyarakat. Penempatan dilakukan di antara dua
wilayah yang berbeda jumlah penduduknya agar terjangkau oleh penduduk setiap wilayah.
Inti dari teori ini adalah bahwa jarak titik henti atau titik pisah dari pusat perdagangan yang
lebih kecil ukurannya adalah berbanding lurus dengan jarak antara ke dua pusat perdagangan
itu, dan berbanding terbalik dengan satu ditambah akar kuadrat jumlah penduduk kota atau
wilayah yang penduduknya lebih besar, dibagi dengan jumlah penduduk kota atau wilayah
yang lebih sedikit penduduknya.
Kegunaan dari teori titik henti adalah untuk :
1. Menentukan lokasi suatu unit usaha ekonomi (pasar, SPBU, shopping center)
2. Menentukan lokasi sarana kesehatan (rumah sakit, klinik)
3. Menentukan lokasi sarana pendidikn (sekolah, kampus, pusdiklat)
Rumus Breaking Point Theory

9

DAB =

1 +

Dimana :
DAB : Lokasi titik henti yang diukur dari kota/wilayah yang penduduknya lebih kecil
(dalam hal ini kota A)
dAB : Jarak antara kota A dengan kota B
PA : Jumlah penduduk A yang lebih besar
PB : Jumlah penduduk B yang lebih kecil
CONTOH SOAL :
Kota A memiliki jumlah penduudk 20.000 jiwa sedangkan kota B 30.000 jiwa. Jarak antara
kedua kota tersebut adalah 100 km. Dari data tersebut hitung jarak lokasi titik henti antara
kota A dan kota B!
Penyelesaian :
dAB
DAB =
P
1 + PA
B
100
DAB =
30.000
1 + 20.000

100
=
1 + 1,225
DAB = 44,9 km
Jadi, lokasi titik henti antara kota A dan kota B adalah 44,9 km diukur dari kota A (jumlah
penduduknya lebih sedikit)

b. Graph Theory
Analisis grafik dilakukan untuk menganalisis sebaran garis, jaringan sungai dan jaringan
jalan misalnya jaringan jalan sebagai prasarana penghubung lokasi sebagai salah satu
indikator kemajuan wilayah. Jika kerapatan jaringan jalan menunjukkan panjang jalan dalam

10
suatu wilayah, maka dengan analisa grafik dapat menunjukkan tingkat keterkaitan antar lokasi
di suatu tempat.
Untuk menganalisis potensi kekuatan interaksi antarwilayah ditinjau dari struktur jaringan
jalan sebagai prasarana transportasi, K.J. Kansky mengembangkan Teori Grafik dengan
membandingkan jumlah kota atau daerah yang memiliki banyak rute jalan sebagai sarana
penghubung kota-kota tersebut. Menurut Kansky, kekuatan interaksi ditentukan dengan
Indeks Konektivitas. Semakin tinggi nilai indeks, semakin banyak jaringan jalan yang
menghubungkan kota-kota atau wilayah yang sedang dikaji. Hal ini tentunya berpengaruh
terhadap potensi pergerakan manusia, barang, dan jasa karena prasarana jalan sangat
memperlancar tingkat mobilitas antarwilayah. Untuk menghitung indeks konektivitas ini
digunakan rumus sebagai berikut.
Kegunaan dari teori ini adalah:
1. Untuk meningkatkan hubungan suatu wilayah dengan wilayah lainnya
2. Untuk meperlancar arus pergerakan manusia, barang dan jasa sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Rumus Graph Theory

=

Dimana :
: Indeks konektivitas
e : Jumlah jaringan jalan
v : Jumlah kota
CONTOH SOAL:
Bandingkan indeks konektivitas dua wilayah berikut ini

Gambar 4 Indeks Konektivitas Dua Wilayah

11
Penyelesaian :
Wilayah A : e = 9, v = 6
Wilayah B : e = 10, v = 7
9
Wilayah A = = = 1,5
6
10
Wilayah B = = = 1,4
7
Jadi, dilihat dari konektivitasnya, potensi interaksi antarkota di wilayah A lebih tinggi jika
dibandingkan wilayah B. Hal tersebut terjadi dengan catatan kondisi alam, sosial serta
kualitas prasarana jalan antara kedua wilayah relative sama.
c. Teori interaksi keruangan oleh Furness (1955)
Pada periode ini mulai dikenal satu tabel yang dinamakan Matriks Asal Tujuan atau
Origin Destination Matrix. Karena suatu wilayah asal dan kemana tujuan dari
interaksi yang terjadi sangat berpengaruh pada interaksi keruangan. Jadi dalam matriks
tersebut berisikan mengenai asal dan tujuan yang akan dicapai oleh masyarakat, dari
tabel tersebut dapat diketahui seberapa besar tingkat interaksi keruangan antar individu.
d. Nearest Neighbor Analysis
Membahas mengenai persebaran titik yang sering digunakan dalam geografi, tetapi
sulit dalam menjelaskan bagaimana pola persebarannya. Sehingga digunakanlah analisa
tetangga terdekat (nearest neighbor analysis/NNA). NNA dapat diperoleh indeks yang
dapat dihubungkan dengan tempat lain. Dimana kegunaan dari indeks tersebut adalah
untuk melihat pola persebaran objek (fisik atau no fisik) dalam ruang dan merencanakan
letak pusat pelayanan.
Asumsi dari analisis ini yaitu daerah yang di analisa memiliki tingkat aksesbilitas yang
seragam dan tidak ada hambatan. Jika ada hambatan, tidak dilihat dari titik terdekat objek
yang diteliti memiliki kekuatan yang sama. Jarak terdekat ditentukan oleh peniliti dan
jumah titik yang dianalisa memenuhi persyaratan sampel besar (minimum 30).

2.4 Teori Keruangan Model Gravitasi


Pengertian Model Gravitasi
Model Gravitasi adalah permodelan yang dapat digunakan dalam melakukan analisis
terhadap pola interaksi atau keterkaitan antar daerah atau antar bagian wilayah dengan wilayah
lainnya. Model gravitasi merupakan model yang paling banyak digunakan untuk melihat
besarnyadaya tarik suatu potensi yang berada pada suatu lokasi. Model ini sering digunakan
untuk melihat kaitan potensi suatu lokasi dan besarnya wilayah pengaruh dari potensi tersebut.

12
Sejarah
Teori Gravitasi kali pertama diperkenalkan dalam disiplin ilmu Fisika oleh Sir Issac Newton
(1687). Inti dari teori ini adalah bahwa dua buah benda yang memiliki massa tertentu akan
memiliki gaya tarik menarik antara keduanya yang dikenal sebagai gaya gravitasi. Kekuatan gaya
tarik menarik ini akan berbanding lurus dengan hasil kali kedua massa benda tersebut dan
berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara kedua benda tersebut. Secara matematis, model
gravitasi Newton ini dapat diformulasikan sebagai berikut.
.
= .
(. )2

Keterangan :
G = kekuatan gravitasi antara dua benda (cm/det2)
g = tetapan gravitasi Newton, besarnya 6,167 x 10-8 cm3/gram.det2
mA = massa benda A (gram)
mB = massa benda B (gram)
dA.B = jarak antara benda A dan B
Model gravitasi Newton ini kemudian diterapkan oleh W.J. Reilly (1929), seorang ahli geografi
untuk mengukur kekuatan interaksi keruangan antara dua wilayah atau lebih. Berdasarkan hasil
penelitiannya, Reilly berpendapat bahwa kekuatan interaksi antara dua wilayah yang berbeda
dapat diukur dengan memerhatikan faktor jumlah penduduk dan jarak antara kedua wilayah
tersebut. Untuk mengukur kekuatan interaksi antar wilayah digunakan formulasi sebagai berikut.
.
. = .
(. )2
Keterangan :
IA.B = kekuatan interaksi antara wilayah A dan B
k = angka konstanta empiris, nilainya 1
PA = jumlah penduduk wilayah A
PB = jumlah penduduk wilayah B
dA.B = jarak wilayah A dan wilayah B

Berdasarkan perbandingan potensi interaksi antar wilayah dengan memanfaatkan formula


yang dikemukakan Reilly ini dapat diterapkan jika kondisi wilayah-wilayah yang dibandingkan
memenuhi persyaratan tertentu yaitu sebagai berikut :

13
a) Kesamaan dalam hal sosial-ekonomi dan sosial-budaya antar wilayah.
b) Kesamaan topografi antar wilayah.
c) Kesamaan sarana dan prasarana yang menghubungkan antar wilayah.
Dengan persyaratan diatas maka dapat mengukur kekuatan interaksi antara wilayah yang
satu dengan yang lain atau wilayah yang mau dibandingkan dengan wilayah pembanding.
Keberadaan rumus WJ. Reilly dapat juga digunakan untuk mencari potensi interaksi dari kedua
wilayah atau lebih. Disamping itu, terdapat karakteristik dan fungsi lain dari teori model Gravitasi
(Gravity) itu sendiri, antara lain sebagai berikut :
Setiap lokasi mempunyai daya tarik tertentu tergantung pada potensi yang terdapat pada
suatu lokasi.
Adanya daya tarik mendorong berbagai kegiatan lain untuk berlokasi di dekat kegiatan
yang telah ada terlebih dahulu.
Model gravitasi digunakan untuk melihat kaitan potensi suatu lokasi dan besarnya wilayah
pengaruh dari potensi tersebut.
Daya tarik suatu lokasi (kota atau wilayah) dapat diukur dari jumlah penduduk, lapangan
kerja, total pendapatan, fasilitas pelayanan publik, dan lain-lain.
CONTOH SOAL PERHITUNGAN RUMUS WJ. REILLY
Terdapat tiga wilayah seperti ilustrasi gambar berikut.

Diketahui:
Jumlah penduduk wilayah A = 1000 jiwa, B = 2000, dan C = 3000 jiwa
Jarak antara A-B = 10 km dan B-C = 50 km
Ditanyakan :
1. Manakah dari ketiga wilayah tersebut yang lebih kuat interaksinya?
2. Apakah antara wilayah A dan B atau antara B dan C ?
Jawaban :
1. Perhitungan kekuatan iteraksi antara wilayah A dan B sebagai berikut:
.
. = .
(. )2
14
maka,
1000 . 2000
. = 1. = 20000
(10)2
2. Perhitungan kekuatan iteraksi antara wilayah B dan C sebagai berikut:
.
. = .
(. )2
maka,
2000 . 3000
. = 1. = 2400
(50)2
Berdasarkan perhitungan tersebut, potensi penduduk untuk mengadakan interaksi terjadi
lebih kuat antara wilayah A dan B jika dibandingkan antara wilayah B dan C. Salah satu faktor
yang mempengaruhi adalah jarak antar wilayah yang satu dengan lainnya. Namun, dapat terjadi
hal yang sebaliknya jika kondisi prasarana transportasi yang menghubungkan wilayah B dan C
jauh lebih baik jika dibandingkan antara A dan B, maka potensi interaksi antara B dan C akan
jauh lebih besar.
Kemudian Model Gravitasi telah banyak diterapkan dalam berbagai hal untuk mengukur
potensi atau kekuatan tarik-menarik antar wilayah yang satu dengan yang lainnya dengan
mempertimbangkan hubungan sebagai berikut :
Masalah interaksi
Masalah perpindahan penduduk
Masalah potensi penduduk
Masalah pemilihan lokasi
Model Gravitasi juga dapat digunakan untuk merencanakan prasarana perhubungan untuk
tempat-tempat dengan interaksi yang rendah dan digunakan untuk merencanakan pusat-pusat
pelayanan.
CONTOH IMPLIKASI MODEL GRAVITASI DI INDONESIA
Kabupaten Aceh Besar secara administratif berada di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Ibukota Kabupaten Aceh Besar adalah Kota Jantho, namun sebelum adanya pemekaran pada
tahun 1970 ibukota kabupaten ini adalah Kota Banda Aceh. Kabupaten Aceh Besar memiliki luas
sebesar 2.969 . Secara geografis, kabupaten ini berada pada 31,2 - 459,007 LU (Lintang Utara)
dan 5543,6 - 5950,13 BT (Bujur Timur). Adapun batas-batas wilayah dari Kabupaten Aceh
Besar antara lain sebagai berikut :

15
Batas Wilayah
Utara Selat Malaka, Kota Banda Aceh dan Kota Sabang
Timur Kabupaten Pidie
Selatan Kabupaten Aceh Jaya
Barat Samudera Hindia
Tabel 3 Batas Wilayah Kabupaten Aceh Besar

Sumber : Jurnal Acuan

Kabupaten Aceh Besar dipilih sebagai lokasi studi kasus dari impilkasi model gravitasi yaitu
untuk mengetahui dan melihat kesesuaian perekonomian Kabupaten Aceh Besar dengan kriteria
kawasan andalan yang telah ditetapkan dengan menggunakan teori model Gravitasi yaitu dengan
melihat interaksi antara Kabupaten Aceh Besar dengan kota/ kabupaten sekitarnya. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Lampiran IX yang kemudian dijabarkan Draft
Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh (RTRWA), Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu
dari tiga Wilayah Pengembangan Kawasan Andalan Banda Aceh Raya. Sekedar diketahui,
Kabupaten Aceh Besar memiliki laju pertumbuhan PDRB yang paling tinggi dibanding kabupaten/
kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan sektor dominan yaitu sektor pertanian serta
merupakan pintu gerbang utama keluar masuk ke ibukota provinsi. Secara garis besar, sarana
transportasi.

Gambar 5 Peta Kabupaten Aceh Besar

Sumber : http://www.google.com/imagepetaAceh

16
Dalam melakukan analisis interaksi keruangan serta implikasi dengan dan dari teori model
Gravitasi yang ada di Kabupaten Aceh Besar, dibutuhkan beberapa faktor-faktor pendukung dari
lokasi studi yang diambil. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain :
1. Objek Pembanding
Untuk mengetahui interaksi keruangan ke dan dari Kabupaten Aceh Besar, dibutuhkan objek
pembanding yaitu kabupaten/ kota yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh
Besar, yaitu Kota Banda Aceh, Kabupaten Pidie, Kota Sabang, dan Kabupaten Aceh Jaya.
2. Jarak
Dalam perhitungan, untuk mengetahui interaksi keruangan dengan kabupaten/ kota
sekitarnya butuh diketahui terlebih dahulu jarak Kabupaten Aceh Besar terhadap keempat
kabupaten/ kota pembanding yang berbatasan.
3. Status Perekonomian dan Kelengkapan Fasilitas
Kabupaten Aceh Besar memiliki sektor unggulan yaitu sektor pertanian dan terbukti memiliki
laju pertumbuhan PDRB tertinggi dibanding kabupaten/ kota lain di Provinsi NAD, sehingga
dinobatkan sebagai satu dari tiga Wilayah Pengembangan Kawasan Andalan Banda Aceh
Raya. Sebagai gerbang utama menuju ibukota provinsi, Kabupaten Aceh Besar memiliki
sarana dan fasilitas transportasi yang memadai.
Dalam melihat interaksi keruangan terutama perekonomian antara Kabupaten Aceh Besar
dengan wilayah sekitarnya akan digunakan teori model Gravitasi. Perhitungan dilakukan dengan
menggunakan citra satelit google earth, yaitu dengan mengasumsikan jarak jalan yang
menghubungkan Kabupaten Aceh Besar yang disamaratakan dan mengesampingkan hambatan
untuk mempermudah penghitungan. Jarak Kota Aceh Besar dengan kota Banda Aceh yang
berbatasan di sebelah utara adalah 33 km, sedangkan dengan kota Sabang yang juga
berbatasan di sebelah utara berjarak 80,5 km.

17
Gambar 6 Peta Analisis Gravitasi Kabupaten Aceh Besar, Kota Banda
Aceh, Kabupaten Pidie, dan Kota Sabang
Sumber : Jurnal Acuan

Dari kedua kota tersebut, interaksi yang paling besar adalah dengan Kota Banda Aceh.
Hal ini dikarenakan adanya kedekatan jarak dengan Kabupaten Aceh Besar dan adanya mobilitas
sumber-sumber ekonomi seperti arus tenaga kerja kedua daer baik dari dan ke Kabupaten Aceh
Besar. Interaksi ini telah mengalami peningkatan dari selang tahun 2006 hingga tahun 2010.
Sedangkan kecilnya interaksi kota Sabang dengan Kabupaten Aceh Besar dipicu karena
kedua kabupaten/ kota tersebut dipisahkan oleh Samudera Hindia serta mobilitas barang, jasa,
dan manusia terjadi secara langsung karena transportasi laut kota Sabang baik dari dan ke
Kabupaten Aceh Besar terdapat di Pelabuhan Ulee Lheu, Kabupaten Aceh Besar.

18
Gambar 7 Lokasi Kota Sabang
Sumber : http://www.google.com/imagepetaAceh

Kabupaten lain yang berbatasan dengan Kabupaten Aceh Besar di sebelah timur yaitu
Kabupaten Pidie juga turut mempunyai interaksi gravitasi yang besar yang ditandai dengan
adanya keeratan hubungan arus lalu lintas barang, jasa, dan mobilitas penduduk antar kedua
daerah. Hal ini dikarenakan pemasaran produk Kabupaten Pidie menuju Kota Banda Aceh dan
keluar provinsi akan lebih singkat apabila melewati Kabupaten Banda Aceh terlebih dahulu
karena transportasi laut yang menghubungkan Kabupaten Aceh Besar dengan Kabupaten Pidie
melalui ruas jalan Krueng Raya hingga batas Kabupaten Pidie relatif lebih singkat dan cepat
(panjang ruas jalan sebesar 35,09 km).
Kemudian, Kabupaten Aceh Jaya yang berbatasan di sebelah selatan menjadi kabupaten/
kota yang paling kecil interaksi gravitasinya dengan kabupaten/ kota lain. Jauhnya jarak tempuh
dan keadaan topografi antara Kabupaten Aceh Jaya dan Kabupaten Aceh Besar yang melewati
perbukitan dan berliku membuat mobilitas barang, jasa, dan manusia menjadi terhalang. Selain
itu, rencana pemerintah dalam mewujudkan pembangunan jalan nasional antara kota Calang
(ibukota Kabupaten Aceh jaya) dan kota Jantho (ibukota Kabupaten Aceh Besar) mengalami
kendala akibat adanya kawasan lindung diantara kedua jalur jalan tersebut.
Setelah dilakukan analisis, dapat diketahui bahwa interaksi gravitasi terkuat yaitu antara
Kabupaten Aceh Besar dengan Kota Banda Aceh, diikuti Kabupaten Pidie, Kota Sabang, dan
Kabupaten Aceh Jaya. Hal ini dikarenakan interaksi yang terjadi dominan dipengaruhi oleh jarak
Kabupaten Aceh Besar terhadap keempat kabupaten/ kota disekitarnya.
KELEMAHAN TEORI
Formulasi model ini kurang sempurna karena jarak tidak sepenuhnya
merepresentasikan kesulitan untuk melakukan interaksi.
KONDISI MASA KINI
Potensi suatu wilayah, faktorfisiografis, sosial, politik, ekonomi, serta teknologi yang
dimiliki suatu kota, juga mempengaruhi daya tarik antar kota.

19
BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISA

Studi Kasus : Evaluasi Ketersediaan Puskesmas di Lingkup Surabaya


Ketersediaan fasilitas kesehatan di Surabaya yang akan diidentifikasi adalah ketersediaan
puskesmas ,mengingat berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2014 tentang
Pusat Kesehatan Masyarakat Pasal 9 yang mengatakan bahwa puskesmas harus didirikan pada
setiap kecamatan atau satu kecamatan minimalmemiliki satu puskesmas. Untuk melakukan
evaluasi terhadap ketersediaan puskesmas serta perencanaan penempatan puskesmas,
diperlukan data sebaran fasilitas kesehatan di 31 kecamatan yang ada di Surabaya.
Berikut adalah data sebaran fasilitas puskesmas yang ada di Kota Surabaya adalah sebagai
berikut.
Kecamatan Rumah Puskesmas Puskesmas Keterangan
Sakit Pembantu
Asemrowo - 1 1 Sudah
Benowo 2 1 2 Sudah
Bubutan - 1 1 Sudah
Bulak - 1 4 Sudah
Dukuh Pakis 2 1 2 Sudah
Gayungan 2 1 2 Sudah
Genteng 3 2 2 Sudah
Gubeng 2 1 1 Sudah
Gunung Anyar - 1 1 Sudah
Jambangan 1 1 3 Sudah
Karang Pilang - 1 2 Sudah
Kenjeran - 2 2 Sudah
Krembangan 1 3 2 Sudah
Lakarsantri 1 3 - Sudah
Mulyorejo 2 1 3 Sudah
Pabean 4 1 2 Sudah
Cantikan
Pakal 1 1 4 Sudah
Rungkut - 2 4 Sudah
Sambikerep 1 2 - Sudah

20
Sawahan - 2 2 Sudah
Semampir 1 3 2 Sudah
Simokerto 2 2 5 Sudah
Sukolilo 6 3 3 Sudah
Sukomanunggal 1 2 3 Sudah
Tambaksari 1 3 1 Sudah
Tandes - - - Belum
Tegalsari 3 2 1 Sudah
Tenggilis 1 1 1 Sudah
Mejoyo
Wiyung 3 2 1 Sudah
Wonocolo 2 3 2 Sudah
Wonokromo 6 3 2 Sudah
Jumlah 48 53 61
Tabel 4 sebaran fasilitas puskesmas yang ada di Kota Surabaya

Sumber : Kecamatan Dalam Angka 2011

Dari data yang telah dipaparkan diatas terdapat satu kecamatan yang belum memenuhi
fasilitas kesehatan yang seharusnya ada di kecamatan tersebut, yakni Kecamatan Tandes. Maka
dari itu, untuk menentukan lokasi puskesmas yang baru , digunakan Teori Breaking Point untuk
mengidentifikasi lokasi yang cocok untuk puskesmas pada kecamatan Tandes.

21
Gambar 8 Peta kondisi eksisting permukiman di Kecamatan Tandes.
Sumber : Hasil Analisa

Sebelum melakukan perhitungan dengan menggunakan teori Breaking Point, dibutuhkan


perhitungan awal untuk mengetahui jumlah penduduk yang ada di kedua wilayah permukiman.
Adapun data awal yang dibutuhkan yaitu jumlah penduduk Kecamatan Tandes, luas Kecamatan
Tandes, serta luas masing-masing area permukiman. Berdasarkan data Kecamatan Tandes
dalam Angka 2014, jumlah penduduk di Kecamatan Tandes pada tahun 2013 adalah sebesar
94.182 jiwa. Dengan menggunakan perhitungan melalui ArcGIS, didapat bahwa luas Kecamatan
Tandes adalah sebesar 11,33 km2 serta masing-masing luas wilayah permukiman yaitu sebesar
3,94 km2 untuk wilayah A dan 0,85 km2 untuk wilayah B. Setelah didapat data awal, maka dapat
dilakukan perhitungan awal untuk mencari jumlah penduduk di masing masing wilayah
permukiman.
Jumlah Penduduk di wilayah permukiman A

=

94182
=
3,94 11,33
= 32.752 jiwa

22
Jumlah penduduk wilayah B

=

94182
=
0,85 11,33
= 7.006 Jiwa
Dari perhitungan di atas, didapatkan bahwa jumlah penduduk di wilayah permukiman A adalah
sebesar 32.752 jiwa dan jumlah penduduk di wilayah permukiman B adalah sebesar 7.066 jiwa.
Setelah data awal yang dibutuhkan lengkap (jumlah penduduk wilayah permukiman A dan B),
maka dapat dilakukan proses analisa lanjutan.

RENCANA LOKASI

Dalam proses lanjutan ini, proses evaluasi akan dilanjutkan menjadi proses perencanaan
penempatan puskesmas di antara kedua wilayah permukiman di Kecamatan Tandes. Hasil
perencananaan nantinya didapat dengan menggunakan perhitungan melalui teori Breaking Point,
yaitu dengan melihat titik henti atau titik pertemuan yang diukur dari wilayah permukiman yang
jumlah penduduknya paling kecil.
Oleh karena itu dibutuhkan data mengenai jarak antar kedua wilayah permukiman, yang
didapat dengan menghitung jarak antara pusat wilayah permukiman A ke pusat wilayah
permukiman B. Untuk penentuan pusat kedua wilayah permukiman, dicari Centroid dengan
pencarian sumbu X dan Y yang tepat di masing-masing wilayah dengan menggunakan ArcGIS.
Setelah itu, berdasarkan perhitungan ArcGIS, didapatkan bahwa jarak antara kedua wilayah
permukiman A dan B adalah sebesar 3.690,56 meter. Jarak ini didapat dengan menelusuri jalan
utama yang menghubungkan kedua pusat wilayah permukiman. Adapun kenampakan jarak antar
kedua wilayah adalah seperti berikut.

23
Gambar 9 Jarak antar permukiman Kecamatan Tandes

Sumber : Hasil Analisa

Lalu, setelah dua aspek dari teori Breaking Point yaitu jumlah penduduk dan jarak antar
wilayah telah didapatkan, maka dapat dilakukan perhitungan dengan menggunakan teori
Breaking Point untuk mengetahui rencana penempatan puskesmas di Kecamatan Tandes.
Perhitungannya adalah sebagai berikut.

24
Dari perhitungan dengan menggunakan teori Breaking Point, didapatkan bahwa lokasi
titik henti antara wilayah permukiman A dan B adalah sebesar 1.171,60 meter yang diukur dari
wilayah permukiman B, sehingga dapat disimpulkan bahwa perencanaan penempatan
puskesmas akan ditempatkan 1.171,60 meter dari wilayah permukiman B mengingat jumlah
penduduk di wilayah permukiman B lebih kecil dibandingkan wilayah permukiman A. Hal ini
dilakukan untuk menarik penduduk ke wilayah permukiman atau menyeimbangkan antara jumlah
penduduk di wilayah permukiman B dengan jumlah penduduk di wilayah permukiman A. Adapun
rencana penempatan puskesmas di Kecamatan Tandes adalah sebagai berikut.

25
Gambar 10 Rencana Penempatan Puskesmas

Sumber : Hasil Anal

26
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dituturkan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
a. Dalam kebijakan pengembangan suatu kota diperlukan kajian peranan dan fungsi wilayah
perkotaan yang terkait, serta fungsi dan kedudukan kota tersebut dalam hierarki kekotaannya
termasuk juga didalamnya mengenai fungsi pelayanan public.
b. Ada beberapa teori yang mendukung untuk penetuan fasilitas umu, diantaranya adalah
Breakingpoit theory, Teori gravitasi dan lain sebagainya
c. Untuk menentukan lokasi fasilitas unum jgua diperlukan konsep hierarki kota sebagai
pertimbangan lokasi fasilitas umum.

4.2 Lesson Learned


Dari pembelajaran di atas dapat diambil sebuah pelajaran bahwa dengan menggunakan teori
breaking pointkita dapat menentukan lokasi yang optimal dari sebuah fasilitas, dalam konteks
pembahasan ini yaitu penentuan fasilitas kesehatan pada Kecamatan Tandes. Lokasi yang
optimal ini memiliki makna bahwa penempatan fasilitas tersebut akan digunakan sesuai
dengan kapasitasnya. Perlu diingat bahwa memakai teori ini tidak berpaku pada garis lurus
antara dua titik akan tetapi mengikuti pola jalan yang ada, karena dalam penentuan suatu
fasilitas, faktor aksesibilitaslah yang paling diutamakan.

4.3 Rekomendasi
Sebaiknya untuk memnetukan lokasi fasilitas umum, dapat menggunakan teori - teori yang
telah dipaparkan diatas . Penentuan lokasi ini mendukung funsi kota dan jangkauan fasilitas
yang merata. Penting bagi pemerintah dan swasta untuk emperhatikan penentuan lokasi
fasilitas umum agar tidak terjadi ketimpangan antar wilayah

27
DAFTAR PUSTAKA

Eko Budi S, dkk. 2012. Diktat Analisis Lokasi dan Keruangan Perencanaan Wilayah dan Kota
FTSP ITS. Surabaya
Academia.edu. Diakses pada 18 April 2016 pukul 17.02
(https://its.academia.edu/RidhoRasyanda_ReviewTeoriKeruanganModelGravitasi)
Googlemaps. Diakses pada tanggal 17 April 2016 pukul 09.07
(http://www.googlemaps.com/PetaAdministrasiKabupatenAcehBesar)
Website perpustakaan. Diakses pada tanggal 17 April 2016 pukul 20.00
(http://perpustakaancyber.blogspot.co.id/2013/01/perencanaan-dan-pembangunan-
wilayah-dan-kota.html)

28

Anda mungkin juga menyukai