Anda di halaman 1dari 53

KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI KOMUNITAS PEMULUNG

DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SUKAWINATAN


KELURAHAN SUKAJAYA KOTA PALEMBANG
PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Oleh :
PINGKY PRAYOGA GUNAWAN
NPM 03.17.056

PROGRAM STUDI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL


SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
(STISIPOL) CANDRADIMUKA
PALEMBANG
2021
ii
KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirrohim, Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah

SWT yang telah menolong hamba-Nya dengan memberikan kesehatan maka

hamba dapat menyelesaikan proposal skripsi ini dengan penuh kemudahan. Tanpa

pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan

baik. waktu, pikiran dan tenaga yang tidak terukur diberikan-Nya sehingga skripsi

ini dapat diselesaikan.

Terselesainya proposal skripsi ini bukan semata-mata karena usaha penulis

sendiri, melainkan berkat dukungan yang penulis peroleh dari berbagai pihak.

Oleh karena itulah, dalam kesempatan ini penulis ucapkan terimakasih dan rasa

hormat yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dr. Hj. Lishapsari Prihartini, M. Si, Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik (STISIPOL) Candradimuka Palembang.

2. Dr. Lisdiana, M.Si, Wakil Ketua I Bidang Akademik.

3. Ibu Indah Pusnita, S.Sos., M.Si Ketua Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial

Stisipol Candradimuka Palembang.

4. Bapak Drs. H. Bangun P. Lubis, M.Si , sebagai dosen pembimbing

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah

menyumbangkan ilmunya kepada penulis.

6. Kepada kedua orang tuaku tercinta, ayahanda dan ibunda atas jasa,

pengorbanan dukungan baik moril maupun materi serta doa yang tiada

iii
hentinya sejak penulis masih dalam kandungan hingga studi di jenjang

Universitas.

7. Teman-teman seperjuangan serta semua keluargaku yang telah memberi

bantuan moril dan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal

skripsi ini.

Penulis sepenuhnya sadar dalam penulisan penelitian ini masih jauh dari

kesempurnaan dan menjadi bahan pembelajaran bagi penulis untuk lebih giat dan

teliti dalam proses penulisan penelitian ini. Saran dan kritik membangun sangat

penulis harapkan untuk kelancaran dan kesempurnaan dari penulisan penelitian

ini.Akhir kata, mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan

dalam penyusunan penelitian ini. Besar harapan penulis penelitian ini dapat

bermanfaat bagi pembaca.Aamiin.Wassalamu Alaikum Wr.Wb.

Palembang, Agustus 2021


Penulis,

Pingky Prayoga Gunawan

iv
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN COVER ....................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1


1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2. Identifikasi Masalah................................................................................... 8
1.3. Rumusan Masalah ..................................................................................... 8
1.4. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 9
1.5. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 11


2.1. Landasan Teori .......................................................................................... 11
2.1.1. Konsep Sosial Ekonomi................................................................... 11
2.1.2. Pengertian Sosial Ekonomi .............................................................. 14
2.1.3. Faktor-faktor yang menentukan Sosial Ekonomi ............................ 15
2.1.4. Konsep Kondisi Sosial Ekonomi ..................................................... 21
2.2. Pengertian Pemulung ................................................................................. 23
2.3. Penelitian Terdahulu .................................................................................. 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 29


3.1. Jenis Penelitian .......................................................................................... 29
3.2. Lokasi Penelitian ....................................................................................... 30
3.3. Definisi Konsep ......................................................................................... 30
3.4. Fokus Penelitian......................................................................................... 33
3.5. Key Informan/Informan ............................................................................. 33

v
3.6. Jenis dan Sumber Data............................................................................... 34
3.7. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 35
3.8. Teknik Analisa Data .................................................................................. 37
3.9. Jadwal Penelitian ....................................................................................... 39
3.10. Sistematika Penulisan Skripsi .................................................................... 44

DAFTAR PUSTAKA

vi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu .......................................................................... 27
Tabel 3.1 Fokus Penelitian ................................................................................. 33
Tabel 3.2 Informan Penelitian............................................................................ 34
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian ............................................................................... 39

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran ....................................................................... 26

viii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu ciri Indonesia sebagai negara Indonesia berkembang adalah adanya

proporsi penduduk perkotaan yang jumlahnya semakin besar. Palembang adalah

kota terbesar kedua di Pulau Sumatera setelah Medan. Di kota Palembang

proposisi penduduknya mengalami kenaikan yang signifikan dibandingkan

dengan daerah-daerah lain disekitarnya. Menurut data statistik dari BPS Kota

Palembang, Pada tahun 2019 penduduk kota Palembang berjumlah 1.843.000

jiwa, sebelumnya ditahun 2002 jumlah penduduk kota Palembang berjumlah

1.451.776 jiwa dengan rata-rata tingkat pertumbuhannya sebesar 2,4 persen.

Namun demikian tingkat pertumbuhan penduduk kota Palembang masih cukup

tinggi terutama jika dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk nasional

sebesar 1,5 persen pertahun dan di tingkat provinsi Sumatera Selatan 2,36 persen

pertahun (Sumatera Selatan dalam Angka, BPS 2019).

Besarnya proposisi penduduk ini tidak lepas dari hubungannya dengan

arus perpindahan penduduk menuju daerah perkotaan atau lebih dikenal lagi

dengan nama urbanisasi. Dalam proses pembangunan nasional, urbanisasi ini

merupakan demografi yang mengikuti perkembangan ekonomi suatu negara.

Semakin meningkatnya perkembangan ekonomi suatu negara maka akan semakin

banyak penduduk yang tinggal diperkotaan. Selain itu, kota juga sebagai pusat

segala aktifitas, ternyata telah mengundang penduduk dari desa atau daerah

1
2

sekitarnya untuk datang ke kota yang akhirnya mengakibatkan jumlah penduduk.

yang tinggal di perkantoran semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Meningkatnya proporsi penduduk di perkantoran akibat arus urbanisasi atau

perpindahan penduduk ini, menurut Tadjuddin Noer Effendi (1993: 104), diduga

berkaitan erat dengan kebijaksanaan yang memusatkan kegiatan industri di kota-

kota besar sehingga tak heran bila kota menjadi perhatian para urban migran.

Adanya pemusatan-pemusatan modal dan industri di kota, tentunya dapat

menawarkan harapan atau kesempatan hidup yang lebih baik (memadai) dari pada

di pedesaan. Daya tarik dari kota sebagai pusat pembaharuan, pusat pembangunan

ekonomi, pusat mode, pusat pendidikan, dan tempat hiburan menyebabkan kota

sebagai pusat pertumbuhan menjadi magnet terjadinya urbanisasi

(Tjiptoheriyanto, 1997: 35). Akibatnya perbedaan antara daerah perkotaan dan

daerah pedesaan semakin melebar. Hal inilah yang menyebabkan proses

urbanisasi yang ditempuh merupakan respon para urban terhadap harapan

penghasilan yang akan diperoleh di kota dan kemungkinan untuk meperoleh

pekerjaan.

Sementara itu, lapangan kerja yang ditawarkan di kota sudah tinggi dan

telah terspesialisasi didasarkan pada tingkat pendidikan dan keahlian sesuai

dengan kemajuan ekonomi dan teknologi yang ada. Namun, di satu sisi hal ini

tidak diimbangi dengan kemampuan yang dimiliki para urban. Tingkat pendidikan

yang dimiliki mereka pada umumnya relatif rendah dan adanya keterbatasan

keahlian menyebabkan mereka sulit untuk masuk ke dalam sektor formal. Adanya

para urban tersebut ada yang mendapatkan pekerjaan yang tidak memadai di kota.
3

Dalam kondisi yang demikian inilah sektor informal mampu untuk

menampungnya.

Tadjuddin Noer Effendi (2003: 82) mengatakan bahwa para pelaku kerja

sektor informal ini pada umumnya mengerjakan pekerjaan apa saja asal bisa untuk

mempertahankan hidup karena menganggur berarti mati kelaparan. Di antaranya

ada yang bekerja dengan mengumpulkan barang bekas, mengemis dan pekerjaan

lainnya. Salah satu yang menarik untuk diperhatikan diantara pelaku kerja sektor

informal ini adalah adanya komunitas pemulung. Menurut Soemardjan para

pemulung digolongkan sebagai masyarakat miskin kota. Pada dasarnya para

pemulung ini dimiskinkan dalam segala aspek kehidupannya, yaitu tidak hanya

dimiskinkan secara ekonomi tetapi juga secara sosial. Secara ekonomi hal ini

disebabkan jenis pekerjaan mereka yang rendah dengan penghasilan yang relatif

kecil dan penuh ketidakpastian sehingga kesulitan dalam upaya pemenuhan

kebutuhan pokoknya.

Sedangkan secara sosial disebabkan diskriminsi masyarakat terhadap

keberadaan mereka yang dilihat dari hadirnya tulisan-tulisan peringatan di

kampung-kampung seperti “pemulung dilarang masuk” atau “daerah bebas

pemulung” mengisyaratkan usaha-usaha preventif masyarakat kota dalam

menanggulangi kestabilan dan keamanan masing-masing wilayah (Twikromo,

2017: 139-140).

Berdasarkan fenomena tersebut dapat dipahami bahwa para pemulung

sebagai bagian dari sektor informal dipandang sebagai bagian yang dinamikanya
4

pada kaum marjinal serta dipandang negatif. Akibatnya hubungan yang terjadi

antara sektor informal dan masyarakat kurang harmonis. Sehingga pelaku sektor

informal dan masyarakat kurang harmonis. Sehingga pelaku sektor informal ini

terkadang tidak mendapatkan tempat yang layak pada sebuah struktur masyarakat.

Pemulung yang oleh Parsudi Suparlan (2013: 183) disebut pengumpul

barang-barang bekas digolongkan sebagai orang gelandangan. Karena menurutnya

salah satu jenis pekerjaan yang dilakukan oleh orang gelandangan adalah sebagai

pengumpul barang-barang bekas. Padahal bila dilihat dari segi pekerjaa, para

pemulung seharusnya tidak dikategorisasikan sebagai gelandangan karena mereka

sebenarnya mempunyai suatu pekerjaan yaitu mengumpulkan barang-barang

bekas. Hal ini didasari alasan bahwa mereka hidup dijalanan dan tidak

mempunyai tempat tinggal yang tetap (Twikromo, 2017: 82).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Susanto (2000: 1), keberadaan

pemulung, umumnya banyak berada didekat atau terkonsentrasi banyak berada

didekat atau terkonsentrasi di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah,

sedangkan tempat tinggal mereka membentuk komunitas tersendiri di sekitar

TPA. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Twikromo bahwa para

pemulung sebagian besar tersebar di sudut-sudut kota, di pinggir-pinggir kota

besar dan tempat tinggal mereka tidak jauh komunitas tersendiri di sekitar TPA.

Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Twikromo bahwa para pemulung

sebagian besar tersebar di sudut-sudut kota, di pinggir-pinggir kota besar dan

tempat tinggal mereka tidak jauh dari TPA yang kemudian ada yang mendirikan

gubuk-gubuk ataupun perkampungan. Pemulung melakukan berbagai kegiatan


5

seperti mengambil, mencari, mengumpulkan, dan menyeleksi sampah baik secara

perorangan maupun kelompok. Menjadi pemulung tidak memandang usia karena

memulung bisa dilakukan oleh siapa saja baik itu dari anak-anak maupun orang

dewasa dan mereka menjadi pemulung karena untuk memenuhi kebutuhan hidup

sehingga mereka harus tetap bekerja (Waluyo, 1991:2). Berdasarkan hasil

wawancara dengan Bapak Somad Musa selaku Ketua Rt. 68 Sukawinatan Kota

Palembang untuk jumlah pemulung berkisaran 80-100 orang. Pola kerja pemulung

di TPA Sukawinatan tersebut dari jam 08.00- 17.00 sore hingga mereka ada yang

bekerja dari jam 19.00 sampai 06.00 pagi. Beberapa pemulung tersebut biasanya

ada yang pendatang dari berbagai daerah seperti Kenten, Sukabangun, Musi II,

Perumnas dan lain sebagainya, akan tetapi rata-rata pemulung yang bekerja di

TPA Sukawinatan mayoritasnya berasal dari Kecamatan Sukarami Kelurahan

Sukajaya Kota Palembang.

Pemulung sebagai komunitas yang marjinal dan tergolong dalam sektor

informal ini bercirikan padat karya dengan penciptaan lapangan kerja sehingga

mampu menciptakan kemandirian untuk memacu kehidupannya. Meski pemulung

digolongkan ke dalam komunitas gelandangan, mereka memiliki etos kerja yang

tinggi, Dalam faktor pendidikan dijadikan sebagai alasan bahwa seseorang

memilih pekerjaan seperti mencari, mengambil, mengumpulkan, dan menyeleksi

barang-barang bekas yang kemudian mereka kumpulkan dan akan mereka jual

untuk memenuhi kebutuhan mereka. Tingkat pendidikan dengan status rendah

yang dimiliki seseorang menyebabkan mereka menjadi pemulung di Tempat

Pembuangan Akhir (TPA) dalam memenuhi kebutuhan mereka. Dalam hal


6

berinteraksi, masyarakat berpendapat bahwa pemulung adalah orang yang berada

dalam kelas sosial paling rendah. Berdasarkan hasil observasi awal yang peneliti

lakukan bahwa Pemulung di Kecamatan Sukarami Kelurahan Sukajaya Kota

Palembang, sudah dianggap biasa oleh masyarakat setempat, bahkan sudah

menjadi kebiasaan ketika mereka sedang beraktifitas pada tempat mereka bekerja

dalam memenuhi kebutuhan mereka. Hal ini sama dengan pendapat Salim yang

mengatakan bahwa pekerjaan pemulung dipandang sebagai pekerjaan yang

kurang elit selalu terabaikan dan tergolong sebagai kelas sosial yang paling

rendah (Wiyatna, 2015:283).

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sukawinatan ini sudah beroperasi sejak

tahun 1994. Adanya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Sukawinatan

Kecamatan Sukarami, Kelurahan Sukajaya, Kota Palembang menyebabkan

sebagian masyarakat menjadikan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sebagai

tempat mencukupi kebutuhan hidup mereka. Sampah yang masuk 500 sampai ±

600 ton perhari dan juga bekerjasama dengan Kementerian ESDM untuk

pemanfaatan sampah kota menjadi energi listrik dengan kapasitas 500 KW

(Wahyudi, 2017:84). Adapun diantara golongan masyarakat yang memanfaatkan

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sebagai tempat mencukupi kebutuhan hidup

adalah menjadi pemulung. Keberadaan pemulung di Tempat Pembuangan Akhir

(TPA) Sukawinatan setiap tahunnya mengalami peningkatan karena tidak

mendapatkan pekerjaan sehingga mereka berprofesi sebagai pemulung. Alasan

tersebut menyebabkan mereka mencari dan mengumpulkan barang-barang bekas.

Biasanya pemulung identik dipandang sebagai pekerjaan rendahan, maka disisi


7

lain juga bisa untuk mengurangi angka pengangguran sebab pemulung disini

hanya bekerja di ruang lingkup sektor informal, dan di kawasan TPA Sukawinatan

saja dan juga memberikan kebebasan pada angkatan kerja tanpa harus ada

persyaratan apapun, sehingga mereka bisa langsung sesuai dengan jenis apa yang

diminatinya. Bahwa dalam kehidupan aktivitasnya sehari-hari, pemulung itu

terdapat kerjasama, dimana bentuk kerjasamanya ini merupakan tolong-menolong

antar sesama pemulung dalam memenuhi kebutuhan hidup seperti kebutuhan

pokok mereka, dan juga memberikan kesepakatan harga jual barang, kemudian

selain ada bentuk kerjasama ada juga akomodasi, dimana bentuk akomodasinya

ini merupakan fasilitas pada alat memulung dan transportasi yang digunakan serta

informasi barang-barang bekas yang baik antar sesama pemulung, tetapi selain

ada bentuk kerjasama dan akomodasi yang terjadi terdapat juga persaingan,

dimana bentuk persaingannya ini adalah dalam proses pemulungan sampah, dan

dalam hal waktu jam kerja pembagian pemulungan sampah, serta nilai jual barang

yang berbeda dengan mengumpulkan jenis barang yang sama antar sesama

pemulung.

Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa keberadaan pemulung

terabaikan dan tidak dianggap dari masyarakat lainnya yang tidak berprofesi

sebagai pemulung. Banyak masyarakat tidak ingin bergaul bahkan tidak ingin

tahu tentang pemulung, hal ini karena pemulung memiliki penampilan yang

kumuh dan bau. Dalam hal ini ketika alasan seseorang menjadikan mereka

pemulung, karena penampilan tersebut telah menjadi salah satu ciri bagi

pemulung di TPA Sukawinatan.


8

Berdasarkan fenomena tersebut, maka fenomena di TPA Sukawinatan ini

menarik untuk diteliti agar dapat mengetahui banyak informasi terkait faktor-

faktor dan kehidupan sosial ekonomi, kehidupan tolong-menolong, di TPA

Sukawinatan. Dari uraian latar belakang diatas, maka penulis memilih judul yaitu

“Kehidupan Sosial Ekonomi Komunitas Pemulung di Tempat Pembuangan Akhir

(TPA) sampah Sukawinatan Kecamatan Sukarame Kota Palembang.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat di identifikasikan beberapa

permasalahan sebagai berikut :

1. Banyaknya kaum marginal yang tidak terserap lapangan kerja, memaksa

mereka bekerja di sektor non informal diantaranya menjadi pemulung

2. Jumlah pemulung yang semakin banyak di TPA Sukawinatan menyebakan

adanya persaingan maupun kompetisi dalam pekerjaan mereka.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi permasalahan diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahnya yaitu:

Bagaimana kehidupan sosial ekonomi komunitas pemulung di TPA

Sukawinatan, Kelurahan Sukajaya Kota Palembang?


9

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan

Kehidupan sosial ekonomi komunitas pemulung di TPA Sukawinatan Kelurahan

Sukajaya Kota Palembang.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis.

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah uraian yang

bersifat teoritis pada kajian ilmu bidang kesejahteraan sosial.

b. Manfaat Praktis

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi pemerintah tingkat

provinsi, kabupaten dan kotamadya, Lembaga Swadaya Masyarakat

(LSM) khususnya LSM yang bergerak dibidang lingkungan hidup seperti

WALHI dkk, agar dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi pihak

pemerintah tersebut terkait kehidupan sosial pemulung, serta diharapkan

dapat menjadi masukan dalam evaluasi kebijakan pemerintah untuk lebih

memperhatikan kebiasaan-kebiasaan dari pemulung di TPA Sukawinatan

Kota Palembang.

2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan menjadi referensi bagi pihak yang

terkait dengan masalah para pemulung dalam rangka memperbaiki standar

kesejahteraan hidup pemulung, serta untuk merumuskan kebijakan-

kebijakan pemerintah untuk memperhatikan kegiatan yang berkaitan

dengan kehidupan sosial pemulung di TPA Sukawinatan Kota Palembang.


10

Ataupun mahasiswa yang ingin memahami, menganalisis dan melakukan

penelitian yang sejenis terkait mengenai kehidupan sosial pemulung.


11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Konsep Sosial Ekonomi

A. Pengertian sosial

Kata sosial berasal dari kata “socious” yang artinya kawan, teman. Manusia

lahir dengan kapasitas yang ia miliki kemudian memulai hidup saling berkawan dan

saling membina kesetiakawanan. Karena manusia hidup bersama didalam kelompok

atau hidup berkelompok dan satu sama lain saling membutuhkan maka manusia

sering disebut sebagai makhluk sosial (Sumarnonugroho, 1982:3).Kata sosial adalah

segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat(Suharso,2005).

Konsep sosiologi manusia sering disebut dengan makhluk sosial yang artinya

manusia tidak dapat hidup wajar tanpa adanya bantuan dari oranglain, sehingga arti

sosial sering diartikan sebagai hal yang berkenaan dengan masyarakat (Waluya, 2007:

85-86). Pengertian sosial dalam KBBI (2001) menunjuk pada sifat-sifat

kemasyarakatan (seperti suka menolong, menderma dan sebagainya). Sedangkan

pada departemen sosial menunjuk pada suatu acuan yang digunakan dalam

berinteraksi antar individu dalam konteks masyarakat maupun komunitas. Sebagai

acuan berarti sosial bersifat abstrak yang berisi simbol-simbol berkaitan dengan

11
12

pemahaman terhadap lingkungan dan berfungsi untuk mengatur tindakan-tindakan

yang dimunculkanoleh individu-individu sebagai anggota masyarakat. Sehingga

demikian, sosial haruslah mencakup lebih dari seorang individu berarti terhadaphak

dan kewajiban dari masing-masing individu yang saling berfungsi satu dengan

lainnya. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa diharapkan berbuat baik

terhadap sesamanya. Hal ini berdasarkan pandangan bahwa manusia suci itu bagi

manusia yang lain.

Rasa kebersamaan manusia sebagai anggota persekutuan kehidupan

membawa kepada suatu pandangan akan solidaritas sosial dimana ia semestinya

merasa ikut menderita bila pihak lain yang ada dilingkungannya mengalami

penderitaan. Dalam keberadaan dengan lingkungan sekitarnya, terdapat relasi timbal

balik yang amat erat. Pada relasi timbal balik ini menentukan dan ditentukan hakekat

kemanusiaannya. Jadi dapat dikatakan bahwa pribadi manusia hanya dapat

berkembang apabila ia berada dalam kelompok sosial. Didalam kelompok sosial

manusia mengalami proses yang disebut sosialisasi. Koentjaraningrat (dalam

Sumarnonugroho, 1982:2) menyebutkan pengertian sosialisasi sebagai “...seluruh

proses, bila seorang individu itu dari masa kanak-kanak sampai dewasa, berkembang,

berhubungan, mengenal dan menyesuaikan diri dengan individu individu yang hidup

dalam masyarakat sekitarnya”.


13

B. Pengertian Ekonomi

Istilah Ekonomi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu

“Oikos”yang artinya rumah tangga dan “Nomos” artinya mengatur. Jadi secara

harafiah, ekonomi berarti cara mengatur rumah tangga. Ini adalah pengertian yang

paling sederhana. Namun seiring dengan perkembangan dan perubahan masyarakat,

maka pengertian ekonomi juga sudah lebih luas. Ekonomi juga seringdiartikan

sebagai cara manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Sedangkan

menurut KBBI (2001), kata ekonomi berarti ilmu yang mengenai asasasas produksi,

distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (seperti hal keuangan,

perindustrian dan perdagangan). Gilarso (2004:15) mengatakan bahwa ilmu ekonomi

berhubungan dengan usaha manusia untuk mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan-

kebutuhan hidupnya dengan sumber daya yang terbatas. P.A. Samuelson (dalam

Gilarso, 2004) menyebutkan ilmu ekonomi adalah studi tentang perilaku orang dan

masyarakat dalam memilih beberapa alternatif penggunaan dalam rangka

memproduksi berbagai komoditi untuk kemudian menyalurkannya (baik saat ini

maupun dimasa depan) kepada berbagai individu dan kelompok yang ada dalam suatu

masyarakat. M. Manulang (dalam Sari dkk, 2007) menyebutkan bahwa ekonomi

merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dalam usahanya untuk mencapai

kemakmuran (kemakmuran suatu keadaan dimana manusia dapat memenuhi

kebutuhannya, baik barang-barang maupun jasa).


14

Dengan berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ekonomi adalah

usaha manusia dalam mengatur rumah tangganya untuk memenuhi kebutuhan hidup

dengan menggunakan maupun memanfaatkan ketersediaan sumber daya yang ada.

2.1.2. Pengertian Sosial Ekonomi

Sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompok

masyarakat yang ditemtukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendidikan serta

pendapatan (Astrawan, 2014). Dalam pembahasannya, sosial dan ekonomi

seringmenjadi objek pembahasan yang berbeda. Menurut Santrock (2007:282), status

sosial ekonomi sebagai pengelompokan orang-orang berdasarkan kesamaan

karakteristik pekerjaan dan pendidikan ekonomi. Status sosial menunjukkan

ketidaksetaraan tertentu. Koentjaraningrat (1981) menyebutkan bahwa kondisi sosial

ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan

menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur sosial masyarakat.

Pemberian posisi ini disertai dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus

dipenuhi oleh si pembawa status. Sosial ekonomi berhubungan dengan keadaan-

keadaan dimana manusia itu hidup, kemungkinan-kemungkinan perkembangan

materi dan batas-batasnya yang tidak bisa diikuti manusia. Penduduk dan kepadatan

penduduk, konsumsi dan produksi pangan, perumahan, sandang, kesehatan dan

penyakit, sumber-sumber kekuatan dan pada tingkat dasarnya faktor-faktor ini

berkembang tidak menentu dan sangat drastis mempengaruhi kondisi-kondisi dimana

manusia itu harus hidup (Ahmad, 1992).


15

2.1.3. Faktor-Faktor Yang Menentukan Sosial Ekonomi

Penelitian yang dilakukan oleh Poniman, S.Sos (2015) dalam menentukan

sosial ekonomi seseorang mencakup beberapa faktor diantaranya tingkat pendidikan,

jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, kondisi lingkungan tempat tinggal, pemilikan

kekayaan, dan partisipasi dalam aktivitas kelompok dari komunitasnya.Sedangkan

menurut Wirutomo (2012) faktor yang dapat menentukan tinggi rendahnya keadaan

sosial ekonomi seseorang dalam masyarakat yaitu :

a. Tingkat Pendidikan

b. Jenis Pekerjaan

c. Tingkat Pendapatan

d. Keadaan Rumah Tangga

e. Tempat Tinggal

f. Kepemilikan Kekayaan

g. Jabatan dalam Organisasi

h. Aktivitas ekonomi

Dalam hal ini, uraiannya dibatasi hanya 4 faktor yang menentukan yaitu tingkat

pendidikan, pendapatan, dan kepemilikan kekayaan, dan tempat tinggal.


16

1. Tingkat Pendidikan

Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 pasal 1, pendidikan diupayakan untuk

mewujudkan individu agar dapat mengembangkan potensi dirinya dengan bekal

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara. Pendidikan adalah aktifitas dan usaha untuk meningkatkan kepribadian

dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani (fikiran, cipta, rasa,

dan hati nurani) serta jasmani (panca indera dan keterampilan-keterampilan).

UU RI No. 20 Tahun 2003 pasal 3 juga menjelaskan pendidikan bertujuan

untuk “Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia

seutuhnya, yaitu manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan

berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani

dan rohani, kepribadian yang mantap dan bertanggung jawab kemasyarakatan dan

kebangsaan”. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan diselenggarakan melalui

jalur pendidikan sekolah (pendidikan formal) dan jalur pendidikan luar sekolah

(pendidikan non formal). Jalur pendidikan sekolah (pendidikan formal) terdapat

jenjang pendidikan sekolah, jenjang pendidikan sekolah pada dasarnya terdiri dari

pendidikan prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan

tinggi.

Dalam penelitian ini tingkat pendidikan orang tua dilihat dari jenjang

pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh orang tua anak. Selain itu, pendidikan
17

informal yang pernah diikuti berupa kursus dan lain-lain. Karena tingkat pendidikan

sangat berpengaruh terhadap jenis pekerjaan dan pendapatan serta status sosial

ekonomi yang akan diperoleh. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang didapat maka

semakin tinggi juga status sosial ekonomi yang disandang. Berdasarkan tingkat

pendidikan, UU no. 20 tahun 2003 menggolongkan dalam tida bagian yaitu rendah,

menengah dan tinggi: a. Pendidikan rendah yaitu pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan

Madrasah Ibtidaiyah (MI) Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah

(MTs), atau bentuk lain yang sederajat. b. Pendidikan Menengah merupakan

pendidikan lanjutan dari pendidikan dasar. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah

Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan

(SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat. c.

Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang

mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis dan doktor yang

diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi,

politeknik, sekolah tinggi, institut atau universitas.

2. Pendapatan

Pendapatan adalah jumlah semua hasil suatu pekerjaan yang yang diterima

oleh kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya yang diwujudkan dalam

bentuk uang dan barang. Menurut Sumardi dalam Yerikho (dalam Poniman,2015)

mengemukakan bahwa pendapatan yang diterima oleh penduduk akan dipengaruhi


18

oleh tingkat pendidikan yang ditempuh. Dengan pendidikan yang tinggi mereka akan

dapat memperoleh kesempatan yang lebih luas untuk mendapatkan pekerjaan yang

lebih baik disertai pendapatan yang lebih besar. Sedangkan bagi penduduk yang

berpendidikan rendah akan menadapat pekerjaan dengan pendapatan yang kecil.

Menurut Gustiyana (2003), pendapatan dapat dibedakan menjadi dua yaitu

pendapatan usaha tani dan pendapatan rumah tangga.

Pendapatan merupakan pengurangan dari penerimaan dengan biaya total.

Pendapatan rumah tangga yaitu pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usaha tani

ditambah dengan pendapatan yang berasal dari kegiatan diluar usaha tani. Pendapatan

usaha tani adalah selisih antara pendapatan kotor (output) dan biaya produksi (input)

yang dihitung dalam per bulan, per tahun, per musim tanam. Pendapatan luar usaha

tani adalah pendapatan yang diperoleh sebagai akibat melakukan kegiatan diluar

usaha tani seperti berdagang, mengojek, dan lain-lain.Siagian (2012:69-72),

Pendapatan sosial ekonomi orang tua dapat merumuskan indikator kemiskinan yang

representatif. Keyakinan tersebut muncul karena pendapatan merupakan variabel

yang secara langsung mempengaruhi apakah seseorang atau sekelompok orang akan

mampu atau tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya agar dapak hidup secara

layak sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat

Berdasarkan dari pendapatan keluarga, BPS (2012) membagi kedalam tiga golongan

yaitu tinggi, menengah dan rendah :


19

a. Golongan Rendah,

Golongan masyarakat berpenghasilan rendah yaitu masyarakat yang menerima

pendapatan lebih rendah dari keperluan untuk memenuhi tingkat hidup yang minimal

seperti sandang, pangan dan tempat tinggal yang berpenghasilan kurang dari Rp.

1.500.000 per bulan.

b. Golongan Menengah,

Golongan masyarakat berpenghasilan sedang yaitu masyarakat yang dapat memenuhi

kebutuhan hidup dan mampu menikmati jenjang pendidikan namun belum memiliki

kesempatan dalam menabung maupun berinvestasi yang berpenghasilan antara Rp.

1.500.000 sampai Rp. 2.500.000 per bulan.

c. Golongan Tinggi,

Golongan masyarakat berpenghasilan tinggi yaitu masyarakat yang dapat memenuhi

kebutuhan hidup baik kebutuhan jangaka pendek maupun jangka panjang tanpa ada

rasa khawatir. Menjadikan pendidikan bukan sebagai acuan kehidupan, menjadikan

budaya dalam keluarga untuk menjaga martabat, yaitu yang berpenghasilan diatas Rp.

2.500.000.

3. Pemilikan Kekayaan

Pemilikan kekayaan atau fasilitas adalah kepemilikan barang berharga yang

memiliki nilai tinggi dalam suatu rumah tangga seperti halnya uang, perhiasan,
20

barang-barang yang bernilai jual tinggi serta kepemilikan lahan sebagai investasi

kekayaan dan kendaraan pribadi.

Berdasarkan pemilikan kekayaan. Status sosial ekonomi dapat dibedakan menjadi

(Adi, 2004):

a. Golongan rendah, memiliki harta dan simpanan uang senilai kurang dari Rp.

5.000.000

b. Golongan menengah, memiliki harta dan simpanan uang senilai Rp. 5.000.000 s/d

Rp. 15.000.000

c. Golongan tinggi, memiliki harta dan simpanan uang senilai lebih dari Rp.

15.000.000

4. Tempat tinggal

Secara umum, rumah dapat diartikan sebagai tempat untuk berlindung atau

bernaung dari pengaruh keadaan alam sekitarnya (hujan, matahari,dll). Serta

merupakan tempat beristirahat setelah bertugas untuk memenuhi kebutuhan sehari-

hari. Namun, pengertian rumah juga dapat ditinjau lebih jauh secara fisik dan

psikologis.

a. Status rumah yang ditempati, rumah dinas, menyewa, menumpang pada saudara

atau ikut oranglain umumnya merupakan keluarga dengan sosial ekonomi rendah.
21

b. Kondisi fisik bangunan, dapat berupa permanen, kayu dan bambu. Keluarga yang

keadaan sosial ekonominya tinggi pada umumnya menempati rumah permanen,

sedangkan keluarga yang keadaan sosial ekonominya menengah kebawah

menggunakan semi permanen atau tidak permanen.

c. Besarnya rumah yang ditempati, semakin luas rumah yang ditempati, pada

umumnya semakin tinggi tingkat sosial ekonominya.

Melalui ukuran tingkat sosial ekonomi, seorang individu dapat ditentukan

tingkat kemiskinannya, faktor-faktor penyebab kemiskinan dan indikatornya serta

perencanaan program pengentasannya. Semakin rendah tingkat sosial ekonomi

seseorang, maka semakin besar pula tingkat kemungkinan seseorang tersebut

dikatakan “miskin”. Faktor lainnya yaitu pembangunan di setiap daerah, program-

program pemerintah daerah setempat untuk masyarakat dan implementasi program

pemerintah tersebut. Menurut Wirutomo(2012), dari awal kemerdekaan sampai era

reformasi kesenjangan antar provinsi masih terlihat dalam hal-hal yang diukur dari

tingkat harapan hidup, tingkat pendidikan, pembangunan serta pendapatan. Dalam hal

pembangunan sosial ekonomi yang tidak merata menyebabkan tingkat kemiskinan

yang masih tinggi khususnya di Indonesia.

2.1.4. Konsep Kondisi Sosial Ekonomi

Kondisi sosial ekonomi menurut M. Sastropradja (2000) adalah keadaan atau

kedudukan seseorang dalam masyarakat sekelilingnya. Manaso Malo (2001) juga


22

memberikan batasan tentang kondisi sosial ekonomi yaitu, Merupakan suatu

kedudukan yang diatur secara sosial dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu

dalam sosial masyarakat.

Kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang yang

diatur sosial dan merupakan seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur sosial

masyarakat, pemberian posisi ini disertai pula dengan posisi tertentu dalam struktur

sosial masyarakat, pemberian posisi ini disertai pula dengan seperangkat hak dan

kewajiban yang harus dipenuhi oleh pembawa status (Dewi, 2009). Sosial ekonomi

adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompok masyarakat yang ditentukan

oleh jenis aktivitas ekonomi, pendidikan serta pendapatan (Wayan, 2014). Soerjono

Soekanto (2009: 208) menyatakan bahwa, Ukuran atau kriteria yang biasa dipakai

untuk menggolong-golongkan anggota-anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan

sosial adalah sebagai berikut:

(1). Ukuran kekayaan, Barangsiapa yang memiliki kekayaan paling banyak termasuk

dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut, misalnya, dapat dilihat pada bentuk rumah

yang bersangkutan, mobil pribadinya, cara-caranya mempergunakan pakaian serta

bahan, pekerjaan orang tua, penghasilan dan seterusnya,

(2) Ukuran kekuasaan, Barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai

wewenang terbesar, menempati lapisan atasan,


23

(3). Ukuran kehormatan, Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran-

ukuran kekayaan dan/atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati,

mendapat tempat teratas. Ukuran semacam ini, banyak dijumpai pada masyarakat-

masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka yang

pernah berjasa. Misalnya aktivitas sosial di lingkungan masyarakat,

(4). Ukuran ilmu pengetahuan, Ilmu pengetahuan sebagai ukuran dipakai oleh

masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Melly G Tan dalam Hendratmoko

2012 (Novita Sulistyorini, 2014), bahwa kedudukan sosial ekonomi mencakup 3

(tiga) faktor yaitu pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan. Pendapat diatas didukung

oleh MaMahbud UI Hag dari Bank Dunia bersama dengan James Grant dari Overseas

Development Council mengatakan bahwa kehidupan sosial ekonomi dititik beratkan

pada pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan, dan air yang sehat serta didukung

oleh pekerjaan yang layak. Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa

status sosial ekonomi adalah kemampuan seseorang untuk mampu menempatkan diri

dalam lingkungannya, sehingga dapat menentukan sikap berdasarkan atas apa yang

dimilikinya dan kemampuan mengenai keberhasilan menjalankan usaha dan berhasil

mencukupinya (Novita Sulistyorini,2014).

2.2. Pengertian Pemulung

Pemulung adalah orang yang mempunyai pekerjaan utama sebagai pengumpul

barang-barang bekas untuk mendukung kehidupannya sehari-hari yang tidak


24

mempunyai kewajiban formal dan tidak terdaftar di unit administrasi pemerintahan

(Twikromo 1999:09). Menurut Mudyono (2007:135) pemulung adalah orang yang

mengumpulkan dan memproses sampah di jalan-jalan, sungaisungai, bak-bak sampah

dan lokasi pembuangan akhir sebagai komoditas pasar. Masyarakat merupakan

sekelompok manusia yang hidup bersama dalam kurun waktu tertentu. Kehidupan

masyarakat membutuhkan orang lain sehingga menimbulkan suatu hal yang disebut

interaksi sosial. Kelompok sosial terjadi karena adanya interaksi dan persamaan ciri

dalam kelompok tersebut. Setiap manusia menginginkan kehidupan yang sejahtera

karena dengan kehidupan yang sejahtera dapat menghindari manusia dari penyakit

sosial seperti kemiskinan,tuna wisma serta menghindari manusia dari keinginan untuk

berbuat kejahatan seperti pencurian, perampokkan, yang bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya. Pencapaian kehidupan yang sejahtera tersebut setiap manusia

akan berusaha dengan bekerja keras agar dapat menambah perekonomian keluarga,

walaupun hanya bekerja sebagai pengumpul barang-barang bekas dan mengais

barang bekas dari tumpukan-tumpukan sampah serta berkeliling ke rumah-rumah

warga tetap dilakukan demi memenuhi perekonomian keluarganya. Pekerjaan

mengumpulkan barang-barang bekas dan mengais sampah lebih sering disebut

dengan istilah pemulung. Berdasarkan teori di dalam masyarakat,salah satunya adalah

teori Gemein Schalf Of Place (Paguyuban berdasarkan tempat tinggal), di mana

kelompok sosial terbentuk ketika masing-masing individu di dalamnya memiliki rasa

persamaan karena berada di satu tempat tinggal yang sama. Berdasarkan teori

Gemeinschaft terdiri suatu kelompok masyarakat terutama masyarakat miskin


25

terbentuk atas pekerjaan dan tingkat sosial yang sama. Seperti yang terjadi pada

kelompok pemulung. Pada umumnya dapat dikatakan pemulung adalah orang yang

bekerja memungut barang-barang bekas atau sampah-sampah tertentu yang dapat di

daur ulang (Tasiana : 2009, diakses tanggal 17 Januari 2018 pukul 11.50 WIB).

Keberadaan pemulung tentu menimbulkan berbagai asumsi tentang pemulung itu

sendiri,masyarakat cenderung apatis dengan kehadiran pemulung. Banyak diantara

warga masyarakat beranggapan bahwa pemulung adalah kelompok pekerja yang

kurang mengerti dan tidak menanamkan budi pekerti dalam dirinya. Masyarakat

beranggapan bahwa pemulung itu panjang tangan, pemulung sangat kumuh, dan

sebagainya. Padahal kalau dicermati, pemulung merupakan komponen masyarakat

yang mempunyai peranan besar dalam masalah penyelamatan lingkungan, karena

mereka sangat membantu masyarakat yang memiliki sampah-sampah rumah tangga

dan memilah sampah-sampah itu untuk dapat kembali di daur ulang.


26

Gambar 2.1

Bagan Kerangka Pemikiran

Kehidupan Sosial Ekonomi Komunitas Pemulung


di TPA Sampah Sukawinatan Kelurahan Sukajaya
Kota Palembang.

UU Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan


Sampah

Kondisi sosial ekonomi menurut M. Sastropradja


(2000) adalah keadaan atau kedudukan seseorang
dalam masyarakat sekelilingnya.

Manaso Malo (2001) juga memberikan batasan


tentang kondisi sosial ekonomi yaitu, Merupakan
suatu kedudukan yang diatur secara sosial dan
menempatkan seseorang pada posisi tertentu dalam
sosial masyarakat.

a. Tingkat Pendapatan

b. Pemenuhan Kebutuhan Pangan

d. Aktivitas Ekonomi

e. Kondisi Sosial

Referensi bagi pihak yang terkait dengan masalah para


pemulung dalam rangka memperbaiki standar kesejahteraan
hidup pemulung, serta untuk merumuskan kebijakan-
kebijakan pemerintah untuk memperhatikan kegiatan yang
berkaitan dengan kehidupan sosial pemulung di TPA
Sukawinatan Kota Palembang.
27

2.3. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1.

Penelitian Terdahulu

No. Judul Penelitian Nama Peneliti Hasil Penelitian Metode

/ Tahun Penelitian

1. Studi Karakteristik Abdilah, 2019 Dari hasil penelitian ini Deskriptif -


Kehidupan Sosial disimpulkan bahwa Kualitatif
dan Ekonomi orang-orang yang
Pemulung di TPA bekerja sebagai
(Tempat pemulung di TPA
Pembuangan Akhir) memiliki interaksi sosial
Kelurahan Taman yang baik meskipun dari
Gapa Kecamatan sudut pandang ekonomi
Manggala Kota pendapatan yang mereka
Makasar miliki dari
mengumpulkan sampah
2. Kehidupan Sosial Priskila Dalam pengelolaan Deskriptif –
Pemulung di TPA Nainggolan, sampah, peran pemulung Kualitatif
Sukawinatan 2016 disini mengumpulkan
Palembang sampah-sampah yang dapat
di daur ulang atau
dimanfaatkan kembali
guna untuk memenuhi
kebutuhan bagi pemulung.
Pendidikan yang rendah,
menjadikan pemulung
sebagai alternatif
pekerjaan yang saat ini
ditekuni
3. Kehidupan Sosial Asran Devi Terdapatnya standar Deskriptif –
Ekonomi Pemulung Faradila, 2018 hidup yang kurang layak Kualitatif
Perempuan Di dan penghasilan yang
Tempat tidak menentu bagi para
Pembuangan pemulung di TPSS
Sampah Sementara Kelurahan
(TPSS) Kelurahan Tanamondindi
Tanamodindi
Kecamatan
28

Mantikulore.
4. Kehidupan Sosial Lenny S. Hasil penelitian ini Deskriptif –
Ekonomi dan Siahaan, 2018 menunjukkan, adanya Kualitatif
Perilaku Pemulung profesi sebagai
di Starban pemulung disebabkan
Lingkungan XI kemiskinan sehingga
Kecamatan Medan mempengaruhi
Polonia pendapatan, pekerjaan,
pendidikan, dan
kesehatan. Perilaku
pemulung juga dilihat
dari aktivitas yang dapat
diamati dan yang tidak
dapat diamati seperti :
gaya hidup, interaksi
sosial dan etos kerja
serta perasaan malu atau
gengsi melakukan
pekerjaan sebagai
pemulung.
29

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian menggunakan deskriptif kualitatif dengan metode

analitis. Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2010:4) mengemukakan bahwa

penelitian kualitatif adalah “prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku

yang dapat diamati”. Penelitian kualitatif bertumpu pada latar belakang

alamiah secara holistik, memposisikan manusia sebagai alat penelitian,

melakukan analisis data secara induktif, lebih mementingkan proses dari pada

hasil penelitian yang dilakukan disepakati oleh peneliti dan subjek penelitian .

Metode deskriptif dipilih karena penelitian yang dilakukan adalah

berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung dan berkenaan

dengan kondisi masa sekarang. Metode deskriptif adalah sebagai berikut:

Metode deskrptif adalah satu metode dalam meneliti status kelompok

manusia, suatu subjek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau pun kelas

peristiwa pada masa sekarang.

Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi, gambaran

atau lukisan secara sistematis serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Sugiyono (2005:15) menjelaskan tentang pengertian penelitian kualitatif

29
30

sebagai berikut: Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang

berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi

obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti

adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan

secara purposive dan snowball, teknik penggabungan dengan trianggulasi

(gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian

kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

Metode ini cocok dalam penelitian ini karena penelitian ini berusaha

mencari gambaran satu kelompok manusia untuk mencapai tujuan kelompok

tersebut, sehingga fenomena kelompok tersebut dapat terungkap secara jelas

dan akurat.

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian berada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah

Sukawinatan Kelurahan Sukajaya Kota Palembang.

3.3. Definisi Konsep

Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya

menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan dikaji. Konsep juga

dapat diartikan sejumlah pengertian, objek, kondisi, situasi dan lain-lain yang

sejenis. Ada dua jenis konsep ,yaitu : a) Konsep-konsep yang secara eksplisit
31

menunjukkan hubungannya dengan realitas sosial. b) Konsep-konsep yang

menunjukkan hubungannya secara implisit dengan realitas sosial. Defenisi

Konsep bertujuan untuk merumuskan sejumlah pengertian yang digunakan serta

mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta

menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian

(Siagian, 2011 : 137).

1. Pemulung adalah orang yang memungut barang-barang bekas

atau sampah tertentu untuk proses daur ulang. Pekerjaan pemulung sering

dianggap memiliki konotasi negatif. Ada dua jenis pemulung: pemulung

lepas, yang bekerja sebagai swausaha, dan pemulung yang tergantung

pada seorang bandar yang meminjamkan uang ke mereka dan memotong

uang pinjaman tersebut saat membeli barang dari pemulung. Pemulung

berbandar hanya boleh menjual barangnya ke bandar. Tidak jarang

bandar memberi pemondokan kepada pemulung, biasanya di atas tanah

yang didiami bandar, atau di mana terletak tempat penampungan

barangnya. Pemulung merupakan mata rantai pertama dari industri daur

ulang.

2. Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari

beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki

ketertarikan dan habitat yang sama. Dalam komunitas manusia, individu-

individu di dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya,


32

preferensi, kebutuhan, risiko, kegemaran dan sejumlah kondisi lain yang

serupa. Komunitas berasal dari bahasa Latin communitas yang berarti

"kesamaan", kemudian dapat diturunkan dari communis yang berarti

"sama, publik, dibagi oleh semua atau banyak".

3. Sosial Ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam

kelompok masyarakat yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi,

pendidikan serta pendapatan. Dalam

pembahasannya sosial dan ekonomi sering menjadi objek pembahasan

yang berbeda. Dalam konsep sosiologi manusia sering disebut dengan

makhluk sosial yang artinya manusia tidak dapat hidup wajar tanpa

adanya bantuan dari orang lain, sehingga arti sosial sering diartikan

sebagai hal yang berkanaan dengan masyarakat. Ekonomi barasal dari

bahasa Yunani yaitu oikos yang berarti keluarga atau rumah tangga

dan nomos yang berarti peraturan.

Kehidupan Sosial Ekonomi yaitu terpenuhinya kebutuhan seperti

kebutuhan pendapatan, pendidikan, dan pekerjaan. Pendapatan :

Pendapatan pemenuhan kebutuhan pokok dan sekunder, jaminan sosial,

tunjangan lain dari pemerintah, masyarakat atau bantuan keuangan

keluarga, konsumsi, tabungan keluarga. Pendidikan : Pendidikan

memainkan peranan dalam pendapatan, pengembangan pendidikan anak-

anak. Pekerjaan : Status pekerjaan menjadi indikator untuk posisi sosial

yang baik.
33

3.4. Fokus Penelitian

Fokus penelitian dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 3.1.

Fokus Penelitian

No. Variabel Dimensi Indikator

1. Kehidupan Sosial - Waktu jam kerja - Tingkat Penghasilan


Ekonomi Komunitas Pendapatan
Pemulung di Tempat
Pembuangan Akhir - Kondisi Tempat - Layak/Tidak Layak Huni
(TPA) Sukawinatan Tinggal
Kelurahan Sukajaya
Kota Palembang - Tingkat - Terpenuhi/Tidak Terpenuhi
pemenuhan
kebutuhan
pokok (makan)

-
2. Interaksi Dalam Kehidupan Sosial Dalam Jabatan Dalam Organisasi
Komunitas Pemulung Komunitas

3.5. Key Informan/Informan

Jenis sumber data berupa manusia yang dalam penelitian kualitatif

dikenal sebagai informan. Peneliti didalam memilih narasumber harus bisa

memahami posisi dan beragam peran dengan kemungkinan akses informasi

yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan penelitian yang dilakukan.

Informan yang dimaksud dalam kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut:
34

Tabel 3.2.

Informan Penelitian

No. Informan Penelitian Jumlah

1. Ketua RT 1 Orang

2. Pemulung 4 Orang

3. Warga Masyarakat 2 Orang

.Jumlah 7 Orang

3.6. Jenis dan Sumber Data

Jenis penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif dengan metode

analitis. sumber data yang diguanakan dalam penelitian ini adalah data primer

dan sekunder. Sumber data yang dimaksud dengan sumber data dalam

penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh. Dalam penelitian ini

penulis menggunakan dua sumber data yaitu :

a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari

lapangan. Sumber data primer dapat berupa opini yang diambil dari kelompok

maupun individu. Untuk mendapatkan data primer ini penulis melakukan

wawancara kepada pihak Ketua RT Kelurahan Sukajaya Kecamatan

Sukarame Palembang.
35

b. Data Sekunder Data Sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak

langsung melalui arsip, majalah ilmiah, peraturan perundang-undangan,

makalah, dokumen-dokumen dari pihak terkait, dan buku-buku yang berkaitan

dengan masalah penelitian mengenai Kehidupan Sosial Ekonomi Komunitas

Pemulung di TPA Sampah Sukawinatan Kecamatan Sukarame Kelurahan

Sukajaya Kota Palembang.

3.7. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama

dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan

data. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai

sumber dan berbagai cara. Bila dilihat dari setting-nya data dapat

dikumpulkan pada setting alamiah (natural setting). Bila dilihat dari sumber

datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan

sumber sekunder.

Selanjutnya bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data,

maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi

(pengamatan), interview (wawancara), dokumentasi dan gabungan

keempatnya Sugiyono (2015:137).


36

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada

natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik

pengumpulan data menggunakan triangulasi/gabungan. Triangulasi diartikan

sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari

berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Peneliti

menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk

mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan observasi

partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang

sama secara serempak.

Adapun teknik pengumpulan data yang direncanakan untuk digunakan di

lapangan adalah sebagai berikut :

1. Wawancara

Tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung.Merupakan

suatu bentuk komunikasi atau percakapan untuk memperoleh informasi.

Peneliti akan secara langsung melakukan wawancara dengan Informan, yaitu

orang yang dianggap paham dan mengetahui masalah yang akan diteliti

dengan menggunakan daftar pertanyaan mendalam. Informan terpilih


37

2. Observasi Langsung
Pengamatan yang dilakukan oleh peneliti secara langsung di

lapangan yang digunakan dalam rangka mengumpulkan data dalam suatu

penelitian.Observasi ini menbantu peneliti dalam menganalisa keadaan

yang sebenarnya.

3. Dokumentasi / Studi Pustaka

Teknik ini merupakan cara pengumpulan data dan dokumen yang

berhubungan dengan masalah yang telah diteliti. Teknik ini digunakan

untuk menunjang data primer atau data utama yang diperoleh langsung dari

informan.Teknik ini membantu peneliti dalam menelusuri pembahasan

melalui tulisan-tulisan yang pernah ada tentang peranan pemerintah daerah

dalam meningkatkan pendapatan UMKM.

3.8. Teknik Analisa Data

Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai macam

sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-

macam (triangulasi), dan dilakukan secara terus menerus sampai datanya

penuh. Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis

berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola hubungan

tertentu atau menjadi hipotesis. Analisis data dalam penelitian kualitatif


38

dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah

selesai di lapangan. Dalam hal ini Nasution (1988) dalam (Sugiyono,

2015:245) menyatakan “Analisis telah mulai sejak merumuskan dan

menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan dan berlangsung terus

sampai penulisan hasil penelitian. Namun dalam penelitian kualitatif, analisis

data lebih difokuskan selama proses dilapangan bersamaan dengan

pengumpulan data.”

Analisis data data merupakan suatu langkah penting dalam penelitian,

karena dapat memberikan makna terhadap data yang dikumpulkan oleh

peneliti. Data yang diperoleh dan dikumpulkan dari responden melalui hasil

observasi, wawancara, studi literatur dan dokumentasi dilapangan untuk

selanjutnya dideskripsikan dalam bentuk laporan. Analisis data dalam

penelitian ini dilakukan melalui tiga kegiatan yang terjadi secara bersamaan

yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi

Miles dan Huberman (1992) dalam Sugiyono (2015:246).

Analisis data kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan

menerus. Masalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan

merupakan rangkaian kegiatan analisis yang saling susul menyusul. Tiga

jenis kegiatan utama analisis data merupakan proses siklus dan interaktif.

Peneliti harus siap bergerak diantara empat “sumbu” kumparan itu selama

pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak-balik diantara kegiatan


39

reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan untuk lebih memperjelas alur

kegiatan analisis data penelitian tersebut.

3.9. Jadwal Penelitian

Jadwal Penelitian dilakukan selama 5 bulan kalender sesuai dengan tabel

dibawah ini:

Tabel 3.3.
Jadwal Penelitian

Bulan Agustus September Oktober Nopember Desember

2021 2021 2021 2021 2021

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Minggu

Pembuatan x x

Proposal x X x X

Konsultasi

Proposal

Ujian X

Proposal

Penelitian X x x X X x

Konsultasi x x x x X

Skripsi

Ujian X

Skripsi
40

3.10. Sistematika Penulisan Skripsi

a. Bab I Pendahuluan

Bagian ini berisi uraian mengenai : 1) Latar belakang masalah, 2) Identifikasi

masalah, 3) Rumusan masalah, 4) Tujuan penelitian, 5) Manfaat penelitian.

b. Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini berisi penjelasan tentang landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan

yang diangkat dalam penelitian ini. Selain itu, bab ini juga berisi tentang tinjauan

pustaka yang merupakan hasil kajian yang berisikan bukti-bukti dari hasil-hasil

penelitian terdahulu atau orang lain.

c. Bab III Metodologi Penelitian

Menjelaskan tentang pemilihan metode/jenis penelitian yang digunakan, penetapan

lokasi penelitian yang diambil, definisi konsep, fokus penelitian, informan, jenis dan

sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, jadwal penelitian dan

sistematika penulisan skripsi.


41
42
43
44
45

Anda mungkin juga menyukai