Anda di halaman 1dari 8

REFLEKSI DIRI

Kasih Tanpa Mengenal Perbedaan


Monica Hutasoit 16/393393/FA/10861

Tuhan menciptakan segala sesuatu tidak ada yang persis serupa, bahkan tidak luput
manusia pun dijadikanNya demikian. Berapa ratus juta jiwa masyarakat Indonesia yang
memiliki perbedaan satu sama lain. Perbedaan suku, ras, dan agama tentunya menjadi
sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Indonesia terdiri dari 34 Provinsi
dengan kisaran 400-an suku. Ras terdiri atas atas 4 macam ada Ras Melayu Mongoloid,
Ras Wedoid, Ras Negroid, dan Ras Papua Melanesoid. Agama di Indonesia yang telah
diakui adalah 6 agama yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu,
dimana agama mayoritas adalah Islam. Namun, Indonesia tetap negara beragama bukan
negara agama dimana setiap orang berhak memeluk agama apapun yang sudah menjadi
hak warga negara.
Perbedaan yang begitu mencolok tidak seharusnya menjadi alasan kita untuk
memecahkan negara ini, Indonesia tentu dibangun oleh seluruh warganya. Dahulu
perjuangan untuk mendapatkan kemerdekaan begitu sulit, setiap orang Indonesia
mempertaruhkan nyawanya untuk mendapatkan kemerdekaan Indonesia. Semua
golongan tanpa pandang bulu baik berbeda secara suku, ras, maupun agama menjadi satu
demi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Sumpah Pemuda pun menjadi saksi
bahwa masyarakat Indonesia dengan latar belakang yang berbeda mampu berjuang
bersama.
Hal yang menjadi menarik pemikiran saya sekarang adalah bagaimana bisa sekarang
kondisi Indonesia begitu memanas hanya dengan mengungkit masalah perbedaan di
zaman kemerdekaan ini? Begitu miris ketika melihat aksi-aksi yang mencoba
memprovokasikan untuk mendominasikan negara Indonesia menjadi hak kepunyaan satu
golongan dimana dahulunya tidak terpandang demikian. Lalu, bagaimana juga tindakan
saya sebagai umat Kristiani yang dimana masih termasuk umat minoritas di negara ini
bertindak atau menyikapi tentang hal perbedaan ini? Menjadi sebuah renungan bagi saya
pada masa-masa ini.
Saya terlahir di suatu keluarga yang satu suku dan agama yang sama, Suku Batak
yang beragama Kristen, keluarga saya tinggal dipemukiman yang didominasi suku
berbeda yang beragama Islam, namun hal tersebut bukanlah menjadi masalah sebab kami
semua hidup saling menghargai dan menjalin silahturahmi satu sama lain dengan baik.
Saya sejak SD sampai dengan saat ini kuliah di Perguruan Tinggi Negeri terbaik di
Indonesia, yang tentunya saja jika mendengar kata sekolah negeri pasti akan terdiri dari
berbagai macam golongan yang bermacam-macam adanya. Saya memiliki teman suku
Minang, Bugis, Jawa, ras Tionghoa pun juga ada, agama saya dan mereka pun tentunya
berbeda. Perbedaan bukan menjadi penghalang bagi kami untuk menjalankan hubungan
pertemanan, toleransi yang begitu erat terasa contoh sederhana ketika saya mengingatkan
mereka untuk sholat bagi yang muslim, menghargai mereka berpuasa, datang berkunjung
ketika lebaran tiba dan hal yang sama mereka lakukan kepada saya dimana mengingatkan
untuk beribadah pada hari minggu, memaklumi ketika ada tugas kelompok tidak bisa
hadir karena ada acara kerohanian, datang berkunjung ketika natal bahkan ketika saya
tidak pergi ke gereja mereka menegur keras. Itu merupakan pengalaman yang saya
rasakan mengenai hidup ditengah perbedaan, tentu ada beberapa penghalang juga dari
mereka yang intoleran terhadap perbedaan.
Ketika mendapatkan tugas untuk mengajak setiap orang meyakinkan bahwa apapun
perbedaannya kita tetap satu Indonesia, saya berpikir ini adalah hal yang baik mengingat
sekarang mulai terasa isu-isu perpecahan, sebagai seorang mahasiswi yang berkuliah dan
menemukan banyaknya perbedaan adalah sangat penting kita bertindak sebagaimana
orang berpendidikan. Tuhan mengajarkan kepada kita tentang mengasihi, bukan hanya
sesama tetapi juga yang berbeda (Lukas 6:27-36) dan apabila kita merenungi kitab 1
Korintus 12:12-31 disana kita akan memahami betapa Allah menginginkan kita
mengharga setiap anggota tanpa adanya menjadikan suatu perbedaan sebuah masalah
besar supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota
yang berbeda itu saling memperhatikan.
Respon daripada setiap orang yang saya temui untuk menyetujui hal Kita Indonesia
membuat semakin tersadar bahwa dari hal kecil oleh orang-orang yang seperti ini
menjadikan semangat baru untuk menjalankan hidup mengasihi tanpa mengenal
perbedaan, bahkan Alkitab pun menuliskan perintah Tuhan ini, sejak dahulu perbedaan
itu ada dimana diperkiran perbedaan bangsa muncul pada saat beberapa manusia bersatu
melawan Allah dan ingin membangun Menara Babel sebagai bentuk penyembahan yang
melawan Allah namun digagalkan tentunya oleh Allah dengan membuat mereka
bercakap-cakap dengan bahasa berbeda yang tidak mereka pahami satu sama lain,
akhirnya mereka pergi dan menjalankan kehidupan masing-masing dari kota itu. Apa
yang dapat direnungkan tentunya Allah ingin kita hidup dengan perbedaan agar tidak
terjadi gerakan yang satu untuk melawan Ia melainkan dengan perbedaan itu kita bisa
hidup saling menghargai dengan satu perantara yang sama melalui Bahasa Alkitab, berisi
Firman Allah yang suci dan benar adanya.
Allah tidak menginginkan kita membela Ia dengan cara manusia karena Ia tidak perlu
dibela, Ia menginginkan kita menunjukkan gambaran Kristus didalam hidup kita yang
menjadi saksi bagi Dia, membawa damai sejahtera yang memulihkan bangsa ini. Kristus
menyatakan kasihNya dengan mati di kayu salib demi menebus semua manusia yang
berbeda suku bangsa dan kepercayaan, lantas sekarang kita juga harus melakukan hal
yang sama dalam diri kita, dimana harus menyatakan kasih terhadap bukan hanya sesama
tetapi semua orang yang ada di dunia ini terutama Indonesia. Tuhan memilih saya sebagai
anakNya yang ditempatkan di Indonesia bahkan itulah rencanaNya jauh sebelum saya
dibentuk dikandungan ibu, begitu juga masyakarat Indonesia lainnya. Tuhan Allah
mempercayakan kita anak-anakNya yang merupakan garam dan terang dunia untuk
menjalankan setiap kehidupan ini secara keseluruhan, baik secara berbangsa dan
bernegara untuk membangun bangsa Indonesia serta memulihkan NKRI dengan damai
sukacita daripada Allah, caranya ialah dengan menyatakan kasihNya melalui tindakan
nyata untuk saling mengasihi dan menghargai perbedaan secara suku, ras, dan agama.
Amin. Tuhan memberkati.
Kesan Terhadap 20 Orang
1. Juson (Farmasi 2016)
Ethnis Tionghoa menganut agama Buddha merupakan perbedaan yang terjadi antara
saya dan dia, namun hal yang dapat dipelajari adalah kami tidak mencela satu sama
lain bahkan melakukan pertemanan yang baik, karena menurut dia perbedaan bukanlah
penghalang untuk menjalin pertemanan mengingat bahwa kami adalah satu
kewarganegaraan yaitu Indonesia, ada baiknya untuk membangun Indonesia dengan
persatuan daripada perpecahan sesuai dengan ajaran Buddha untuk membawa damai,
katanya.

2. Fide Krisdiarti (Farmasi 2016)


Suku Jawa menganut agama Kristen, dengan cara berbicara dan bersikap antara kami
berdua tentu harusnya menjadi permasalahan namun kami tidak menjadikan itu suatu
masalah karena menurut dia malah perbedaan itu menjadi indah sebab Allah
menciptakan manusia satu sama lain itu berbeda menunjukkan bahwa Allah itu kreatif
dan melihat bahwa manusia itu tetap saling mengasihi. Perbedaan kami bukan
penghalang, menjadi generasi bangsa Indonesia yang beragam itu suatu keuntungan
agar bisa membangun NKRI dengan cara yang bermacam pula tanpa mengenal
perpecahan.

3. Vania (Farmasi 2016)


Orang Bali yang menganut agama Hindu, orang yang ramah dan menanggapi
perbedaan menjadi keragaman budaya Indonesia yang harus dihargai tanpa melakukan
hal-hal buruk terhadap perbedaan.

4. Elisabeth Vonny (Farmasi 2015)


Suku jawa yang menganut agama Kristen, mbak ini menanggapi perbedaan suku, ras
ataupun agama menjadi alasan untuk perpecahan namun berkata bahwa ini yang Tuhan
ajarkan untuk saling mengasihi dan turut serta dalam memulihkan bangsa Indonesia
dengan rasa persatuan.
5. Umi (Farmasi 2015)
Perbedaan agama yang ada diantara kami dengan mbak yang beragama Islam tentu
bukan penghalang untuk menjalin silahturahmi, tidak ada rasa canggung atau tidak
suka dalam berkomunikasi dan setuju dengan pernyataan bahwa kita adalah sama
yaitu satu Indonesia.

6. Afifa (Farmasi 2015)


Berbeda agama, yaitu Islam dan bersuku Jawa juga merupakan perbedaan yang
sangat kentara, namun ketika saya mendatangi dan mengatakan bahwa kita adalah
satu Indonesia yang tak seharusnya terpecahkan oleh karena perbedaan dan dia setuju
bahwa memang haruslah demikian untuk menjaga kesajehteraan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.

7. Fia (Farmasi 2015)


Kesan saya adalah sama ketika seperti menemui mbak Afifa, sependapat bahwasanya
apapun perbedaannya yang terpenting adalah kita sama-sama Bangsa Indonesia yang
memiliki persamaan nasib ketika melawan dan berjuang untuk Indonesia dan
harusnya kita menghargai jasa pahlawan yang sudah berjuang untuk ini semua
dengan hidup rukun berdampingan.

8. Fajar (Farmasi 2015)


Mas Fajar adalah orang Kupang yang menganut agama Kristen, mengenalnya di
KMKK (Keluarga Mahasiswa Kristen Katolik) Farmasi dengan perbincangan
sebuah perbedaan yang menghangat di Indonesia kali belakangan ini dia berpendapat
bahwa kita tidak boleh terprovokasi oleh oknum-oknum tertentu yang ingin
menjatuhkan dan menghancurkan kedamaian yang adalah, mulailah dengan
menghargai dan sikap toleransi umat beragama agar diperoleh ketenangan yang
membawa sukacita bagi NKRI.

9. Andrea (Farmasi 2014)


Suku Padang dan beragama Katolik, memiliki pandangan bahwa biarpun kita tinggal
di Indonesia dengan beragam jenis golongan namun mari kita tunjukkan bahwa
menjaga toleransi sebagaimana kita telah menjadi satu warga negara yaitu Warga
Negara Indonesia yang sah. Perbedaan merupakan hal yang sia-sia apabila dijadikan
alasan untuk tidak melakukan pekerjaan dalam membangun bangsa Indonesia.

10. Ratih (Kimia 2016)


Orang Jakarta dengan agama Islam sama sekali tidak membuat kami saling
membenci, mengenal dia di asrama yang sama saya berpikir dia orang yang baik mau
membantu dan berbagi makanan juga, tidak ada rasa curiga atau segan untuk
berteman dengan saya. Ia mengatakan bahwa jika manusia berbeda satu sama lain
bukan berarti kita harus menjauhi hal yang berbeda itu, tetapi mencoba mendekati
dan melengkapi bukankah itu lebih baik, terutama didalam membangun NKRI, ya
kita sama di dalam persatuan yaitu Bangsa Indonesia.

11. Yuniarti (Sastra Perancis 2016)


Suku batak beragama Kristen mengenalnya memang tidak ada perbedaan mencolok
namun saya dengannya berbeda perbagian marga yang ada perbedaan kebiasaan
dalam adat Batak, kehidupan yang berbeda membuat kami saling mengasihi dan
menolong satu sama lain. Pandangannya sama yaitu bangsa Indonesia nasibnya
berada di tangan kita, lantas haruskah kita menjadi generasi yang gagal dalam
memegang persatuan hanya karena perbedaan.

12. Dzila (Farmasi 2015)


Suku Jawa Tengah beragama Islam, ketika diajak untuk berfoto dengan
menyampaikan tujuannya untuk menyatakan bahwa mau apapun sukunya,
agamanya, kita adalah satu yaitu Indonesia, dia meresponi dengan baik dan berkata
setuju apalagi kita mahasiswa UGM harus menjadi contoh teladan toleransi di dalam
banyaknya mahasiswa dari Sabang hingga Merauke yang berada di UGM mewakili
setiap kebudayaan yang luar biasa yang dimiliki Indonesia.

13. Megaria (Farmasi 2015)


Orang Purwokerto yang beragama Kristen, mengenalnya dengan perbedaan bahasa
dan bersikap tentu bukan menghalangi saya untuk mengasihinya, dia setuju bahwa
Indonesia adalah negara dominasi Islam namun bukan penghalang bagi golongan
lain untuk dapat hidup dan berjuang di Indonesia dengan tujuan yang sama itu
membangun kesahjeteraan bersama.

14. Cindy (Farmasi 2015)


Ethnis Tionghoa beragama Buddha namun tinggal dari kecil di Medan membuat dia
berbeda dengan yang lain, namun ia bercerita bahwa orang-orang yang ia temui di
UGM memiliki toleransi yang luarbiasa walau awalnya ada beberapa yang intoleran.
Dia orang yang enak untuk diajak berbicara tanpa membedakan saya yang jelas
berbeda sekali dengannya, dia tidak segan untuk menanyakan kebudayaan Batak dan
dia berpendapat memuji dan menghargai kebudayaan orang lain merupakan upaya
awal sebagai bentuk toleransi dan menjaga persatuan masyarakat Indonesia.

15. Dinar (Farmasi 2014)


Perempuan asal Cilacap yang menganut agama Katolik, merupakan kakak tingkat
yang baik kepada semua orang, pandai bergaul dengan orang-orang yang berbeda
golongan dan ketika saya mengajak berkomunikasi serta menyampaikan tujuan dia
sangat open sekali. Bersikap demikian merupakan upayanya dalam menghargai
setiap ciptaan Allah yang harus dilaksanakan selalu agar ini dapat menjadi berkat
dimana tidak tercipta perbedaan yang menghancurkan ketentraman negara kita,
Indonesia.

16. Ikartini (Farmasi 2015)


Ethnis Tionghoa yang memeluk agama Kristen, berbicara dan berdiskusi dengannya
sangat mengesankan karena perbedaan yang mencolok bukan halangan ketika kami
berdiskusi, bercerita panjang mengenai ethnisnya yang masih suka ditolak beberapa
golongan namun tidak membuat ia membalas perlakuan yang diterimanya, karena ia
mengingat kasih yang Tuhan ajarkan untuk mengasihi sesama. Dia mendukung
upaya mempertahankan NKRI dengan bersatu bersama kita Indonesia.

17. Ince (Farmasi 2016)


Berasal dari NTT dengan agama Islam, berbeda budaya dan keyakinan tidak
membuat dia menolak berteman dengan saya ataupun orang lain yang berbeda
dengannya, dia lebih menyukai perbedaan yang menyatukan bangsa tanpa ada
pendapat-pendapat lain yang malah merusak kenyamanan kehidupan berbangsa dan
bernegara, baginya hidup bersama dengan saling menjalin hubungan lebih terasa
menguntungkan daripada pusing menyikapi dengan hal buruk.

18. Morrin (FKG 2016)


Suku Jawa beragama Islam, namun ia sangat baik selama saya mengenalnya di
asrama, tidak segan membantu teman yang lain tanpa memandang bahwa kita
berbeda, menyetujui pendapat bahwa dengan kita saling menghargai satu sama lain
itu sudah pasti kehidupan bersama lebih indah tanpa adanya provokasi yang
memecah belah kesatuan NKRI.

19. Deti (Pertanian 2016)


Orang Bengkulu yang menganut agama Islam menyikapi permasalahan di Indonesia
tentang perbedaan bukan hal yang baik untuk dilanjutkan, ada baiknya kita
menghargai dan hidup berdampingan dalam hidup bermasyarakat di Indonesia agar
tidak menghasilkan negara yang terus-menerus merosot kedamaian dan
kenyamanannya.

20. Ivan (Farmasi 2015)


Ethnis Tionghoa, beragama Kristen namun sangat kental dalam berbahasa Jawa,
mengenal dia sebagai kakak tingkat yang bercerita bahwa di Indonesia dibutuhkan
gerakan yang lebih lagi dalam upaya meningkatkan toleransi umat dan kebudayaan
beragam di Indonesia. Dia mengatakan bahwa persamaan kita adalah tumbuh,
berkembang dan hidup di tanah Indonesia, bangsa Indonesia yang harusnya tetap
menjaga kesatuan nusantara dengan upaya saling mengasihi dan menghargai satu
sama lain.

Anda mungkin juga menyukai