Anda di halaman 1dari 6

Cerita Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia

Pembentukan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia)

10 hari sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia berlangsung, dibentuk panitia persiapan


kemerdekaan bernama PPKI. Pembentukan diumumkan pada tanggal 7 Agustus 1945,
pengumuman tersebut membuat badan sebelumnya yaitu BPUPKI dibubarkan. Kepada anggota
PPKI, Gunseikan Mayor Jenderal Yamamoto mengucapkan terima kasih serta menegaskan kepada
mereka bahwa para anggota yang duduk dalam PPKI tidak dipilih oleh para pejabat di lingkungan
Tentara Keenambelas saja, tetapi ditunjuk oleh Jenderal Besar Terauchi sendiri.

Berkaitan dengan pengangkatan pemimpin, Jenderal Besar Terauchi memanggil tiga tokoh
pergerakan nasional yang terdiri dari Ir. Soekarno, Drs. Moh Hatta dan dr. Radjiman
Wediodiningrat. Pada tanggal 9 Agustus 1945 mereka berangkat menuju markas besar Terauchi
di Dalat (Vietnam Selatan). Pada pertemuan tersebut tepatnya pada tanggal 12 Agustus 1945
Terauchi menyampaikan kepada ketiga pemimpin tersebut yaitu pemerintah Jepang telah
memutuskan memberi kemerdekaan terhadap Indonesia.

Untuk merealisasikan kemerdekaan Indonesia, kemudian dibentuk PPKI dengan segera setelah
segala persiapan selesai. Saat proses persiapan, luas wilayah Indonesia terdiri dari semua bekas
daerah Hindia Belanda pada masa penjajahan Belanda. Selanjutnya dipilih sebanyak 21 anggota
pada badan PPKI. Anggota tidak hanya dari wilayah Jawa saja, melainkan dari beberapa pulau di
Indonesia. Anggota tersebut meliputi : tiga wakil dari pulau Sumatera, dua dari Sulawesi, 12 dari
Jawa, 1 dari Kalimantan, 1 dari Maluku, 1 dari Sunda kecil dan 1 dari penduduk golongan Cina.

Setelah anggota PPKI terbentuk, kemudian Ir. Soekarno ditunjuk menjadi ketua PPKI dan
Mohammad Hatta sebagai wakil serta Mr. Ahmad Subardjo sebagai penasehat. Hal menarik dari
pemilihan anggota adalah penambahan anggota tanpa diketahui oleh pihak Jepang. Beberapa tokoh
yang bergabung meliputu : Wiranantakusumah, Ki Hajar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo,
Sayuti Melik, Iwa Kusumasumantri dan Ahmad Subardjo.

Saat Ir. Soekarno, Drs. Moh Hatta dan dr. Radjiman Wediodiningrat kembali ke Jakarta tepatnya
pada tanggal 14, peristiwa mengerikan dan bersejarah di Jepang pun terjadi. Kota Hiroshima dan
Nagasaki di luluh lantahkah oleh pasukan Sekutu melalui bom Atom. Ditambah serangan yang
dilakukan oleh Uni Soviet terhadap Jepang atas aksi balas dendam akibat peristiwa di Mancuria.
setelah melakukan penyerbuan ke Mancuria.

Para tokoh-tokoh penting di Indonesia menduga bahwa kekalahan Jepang akan terjadi dalam
waktu singkat, sehingga Proklamasi Kemerdekaan harus segera dilaksanakan. Dalam hal ini Drs.
Moh Hatta berpendapat bahwa "soal kemerdekaan Indonesia datangnya dari pemerintah Jepang
atau dari hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri tidak lah menjadi soal, karena Jepang toh sudah
kalah. Kini kita menghadapi serikat yang berusaha akan mengembalikan kekuasaan Belanda di
Indonesia.

Tokoh golongan tua berpendapat bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia harus dilakukan cara
bertahap dan terorganisir. Langkah yang dilakukan oleh Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta yaitu
membicarakan masalah pelaksanaan proklamasi pada rapat PPKI, agar proses rapat tidak
menyimpang dari ketentuan Jepang, rapat pun dilakukan pada keesokan harinya.

Perbedaan Pendapat Antara Golongan Muda Dan Golongan Tua


Langkah golongan tua terkait dengan proses proklamasi kemerdekaan Indonesia kemudian tidak
disetujui oleh anggota golongan muda, para pemuda menganggap PPKI merupakan badan buatan
Jepang. Sebaliknya mereka (golongan muda) mengharapkan proklamasi kemerdekaan dapat
dilaksanakan dengan jerih payah sendiri tanpa bantuan dari pemerintah Jepang.

Sutan Sjahrir termasuk tokoh pertama yang mendesak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia harus
dilakukan tanpa menunggu janji Jepang. Ia berpendapat bahwa janji-janji Jepang sebagai tipu
muslihat belaka. Pendapat tersebut dilontarkan berdasarkan dasar telah mendengar radio tentang
berita kekalahan Jepang pasca bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.

Desakan Sutan Sjahrir dilakukan langsung pada tanggal 15 Agustus 1945 dalam suatu pertemuan
dengan Drs. Moh Hatta dan Ir. Soekarno begitu kembali dari kota Dalat. Tokoh golongan tua
tersebut masih tetap ingin mengecek kebenaran berita tersebut dan tidak ingin tergesa-gesa dalam
pengambilan keputusan kemerdekaan Indonesia. Sebagai ketua, Ir. Soekarno merasa bertanggung
jawab terhadap badan yang sudah terbentuk dan ingin membicarakannya terlebih dahulu dalam
rapat PPKI.

Apa yang dilakukan golongan terkait dengan masalah tersebut?

Langkah yang dilakukan golongan muda adalah terlebih dahulu mengadakan rapat pada tanggal
15 Agustus di ruang Fakultas Kesehatan UI (lokasi sekarang). Pertemuan berlangsung pada jam
20.00 dengan keputusan rapat yaitu "golongan pemuda menegaskan bahwa kemerdekaan
Indonesia merupakan hak rakyat Indonesia dan tidak dapat bergantung kepada orang atau negara
lain. Semua janji Jepang harus segera diabaikan. Golongan muda akan melakukan perundingan
dengan Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta agar supaya para pemuda diikutsertakan mengenai
perumusan Proklamasi".

Hasil rapat kemudian disampaikan oleh Darwis dan Wikana pada jam 22.00 WIB di rumah Ir.
Soekarno, tepatnya di Jalan Pegangsaan Timur (sekarang jalan Proklamasi) no. 56, Jakarta.
Tuntutan yang disampaikan adalah proklamasi kemerdekaan Indonesia harus segera dilakukan
tanpa bantuan dari Jepang.

Pernyataan Darwis dan Wikana kemudian menegangkan suasana karena mereka juga
menyatakan akan terjadi pertempuran darah apabila keinginan para pemuda terkait dengan
proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak digubris oleh golongan tua. Mendengar ancaman itu, Ir.
Soekarno menjadi marah dan melontarkan kata-kata yang berbunyi kurang lebih sebagai berikut
"Inilah leherku, saudara boleh membunuh saya sekarang juga. Saya tanyakan kepada anggota
PPKI terlebih dahulu karena sebagai ketua saya tidak bisa melepas tanggungjawab".

Ketegangan disaksikan langsung oleh tokoh-tokoh nasional angkatan tua lain seperti Drs. Moh.
Hatta, Dr. Buntara dll. Nampaknya perdebatan pendapat antara golongan tua dan muda memuncak,
dimana para pemuda tetap mendesak agar besoknya tanggal 16 Agustus 1945 itu juga Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia harus dilaksanakan, sedangkan pemimpin golongan tua masih tetap
menekankan agar diadakan rapat terlebih dahulu melalui Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI).

Peristiwa Rengasdengklok
Adanya perdebatan paham itu telah mendorong golongan pemuda untuk membawa Ir. Soekarno
dan Drs. Moh Hatta ke luar kota. Tindakan tersebut berdasarkan keputusan rapat terakhir golongan
muda pada pukul 00.30 waktu jawa jaman Jepang (pukul 24.00 WIB) di Cikini Jakarta pada
tanggal 16 Agusutus. Bersama Chaerul Saleh mereka telah bersepakat untuk melaksanakan
keputusan rapat pada saat itu, yaitu antara lain "menyingkirkan Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta
agar segera di jauhkan keluar kota. Hal ini dilakukan agar menjauhkan mereka dari pengaruh
Jepang.

Untuk menghindari kecurigaan dan tindakan Jepang, kemudian Shudanco Singgih ditunjuk untuk
melaksanakan tugas tersebut. Rencana berjalan lancar karena diperolehnya dukungan berupa
perlengkapan Pasukan Peta dari Cudanco Kasman Singodimedjo yang bertugas di Bandung. Pada
jam 04.00 Ir Soekarno dan Mohammad Hatta berhasil dibawa oleh kelompok muda menuju
Rengasdengklok yang merupakan kota kawedanan di sebelah timur Jakarta.

Rengasdengklok dipilih sebagai tempat pengamanan Hatta dan Soekarno karena perhitungan
militer, antara anggota Peta Daidan Purwakarta dan Daidan Jakarta terdapat hubungan yang baik
dan erat setelah melakukan latihan bersama. Faktor lain dipilihnya Rengasdengklok adalah karena
posisi/letaknya lumayan terpencil yakni 15 km ke dalam dari Kedunggede pada Jl. raya Jakarta-
Cirebon.

Dari hal ini pencegahan dan deteksi dapat dengan mudah dilaksanakan kepada setiap pasukan
Jepang yang akan datang ke lokasi ini baik dari arah Ibu Kota Jakarta, atau pun dari arah Bandung
Jabar atau dari arah Jateng. Karena pasti mereka melewati Kedunggede terlebih dahulu dimana
pasukan tentara Peta telah bersiap-siap untuk menahannya.

Seharian penuh Ir Soekarno dan Moh Hatta diasingkan di Rengasdengklok, pengasingan ini
dimaksudkan untuk membujuk dan menekan agar mereka segera melakukan tindakan terkait
dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia tanpa bantuan dari Jepang. Tetapi hal itu tidak
membuat kedua tokoh ini berubah pendirian, tokoh golongan tua ini mempunyai wibawa yang
begitu besar dan menyebabkan tekanan yang dilakukan terkesan enggan untuk dilakukan.

Namun, pada pembicaraan yang berlangsung antara Soekarno dan Shodanco Singgih (golongan
muda), ia menganggap Soekarno menyatakan kesediaan untuk mengadakan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia itu segera setelah kembali ke Jakarta. Berdasarkan anggapan itu Singgih
pada hari itu juga pergi ke Jakarta. Ia menyampaikan apa yang Soekarno sampaikan kepadanya
terkait rencana Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Kemudian, terjadi sebuah kesepakatan antara Golongan Muda dan golongan Muda masing-masing
diwakili oleh Ahmad Soebardjo (G.Tua) dan Wikana (G. Muda) tercapai kata sepakat bahwa
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia harus dilakukan di Jakarta, dimana Laksamana
Maeda menyediakan rumahnya sebagai tempat dilangsungkan perumusan teks proklamasi. Dari
kesepakatan ini kemudian Jusuf Kunto wakil Golongan Muda mengantarkan Ahmad Soebardjo
ke tempat pengasingan di rengasdengklok pada hari itu juga untuk menjemput Ir Soekarno dan
Moh Hatta.

Ahmad Soebardjo tiba di Rengasdengklok pada pukul 18.00 waktu Jawa jaman Jepang (pukul
17.30 WIB). Di Rengasdengklok oleh Ahmad Subardjo diberi jaminan dengan taruhan nyawa
yaitu pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia akan segera dilakukan pada tanggal 17
Agustus yakni keesokan hari-nya. Pelaksanaan paling lambat dilakukan pada pukul 12 siang. Atas
jaminan Ahmad Soebardjo, Subeno (komandan kompi PETA) bersedia melepaskan Moh Hatta
dan Ir Soekarno untuk kembali ke Jakarta saat itu juga.

Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan RI


Setelah sampai di kota Jakarta tepat jam 23.00 WIB, Ir Soekarno dan Hatta langsung menuju
Laksamana Maeda yaitu di Jl. Imam Bonjol Nomor 1 (sekarang Perpustakaan Nasional), setelah
Sukarno dan Hatta singgah di rumah masing-masing terlebih dahulu. Penyusunan naskah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilakukan di rumah ini. Sebelumnya, Soekarno dan Hatta
telah menemui Somubunco, Mayor Jenderal Nishimura agar supaya mengetahui sikapnya terkait
dengan Proklamasi yang akan dilakukan Indonesia. Yang menemani mereka adalah Laksamana
Maeda bersama Tomegoro Yoshizumi serta Miyosi sebagai penerjemah.

Pertemuan ini menemui jalan buntu, antara Sukarno dan Hatta dengan Jendral Nishimura. Pihak
Ir Soekarno ingin melaksanakan rapat mengenai masalah Proklamasi Kemerdekaan pada PPKI,
karena rapat yang direncanakan sebelumnya pada tanggal 16 batal terlaksana. Pihak Indonesia
menegaskan kepada Nishimura bahwa pelaksanaan Kemerdekaan Indonesia telah diserahkan
PPKI yang ditunjuk langsung oleh Jenderal Besar Terauchi.

Sementara itu, Nishimura menyatakan bahwa keputusan harus melalui persetujuan Tentara/militer
ke 16 di Jawa. Yakni dengan menyerahnya pemerintah Jepang kepada Serikat kemudian status
daerah jajahannya menjadi "status quo". Sejak tengah hari sebelumnya tentara Jepang semata-mata
merupakan sudah merupakan alat Serikat dan harus tunduk terhadap pemerintah Serikat.

Berdasarkan ketentuan kebijakan, Nishimura tetap melarang Ir Soekarno dan Moh Hatta
mengadakan rapat pada Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengenai persiapan
proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Maka kemudian Soekarno dan Hatta menyimpulkan pihak
Jepang tidak mendukung mengenai kemerdekaan Indonesia dan tidak akan membicarakannya lagi
dengan pemerintah Jepang. Akan tetapi mereka berharap pemerintah Jepang tidak menghalangi
proses Proklamasi yang dilakukan atas inisiatif rakyat Indonesia

Setelah melakukan pertemuan dengan Nishimura, Ir Soekarno dan Moh Hatta kemudian kembali
kerumah Laksamana Maeda. Rumah Laksamana Jepang itu dianggap tempat yang aman dari
tindakan pemerintah militer yang di Jawa dipegang oleh Angkatan Darat. Kedudukan Maeda
sebagai Kepala Kantor Penghubung Angkatan Laut di daerah kekuasaan Angkatan Darat
memungkinkan berhubungan dengan Mr. Ahmad Subardjo dan sejumlah pemuda Indonesia yang
bekerja pada kantornya. Berdasarkan hubungan baik itu rumah Maeda dijadikan tempat pertemuan
antara berbagai golongan Pergerakan Nasional baik golongan tua dan golongan pemuda.
Di ruang makan, dirumuskanlah naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Laksamana Maeda
selaku tuan rumah tidak ikut berpartisipasi, beliau kemudian pergi ke tempat tidurnya pada
lantai kedua tatkala peristiwa bersejarah dilangsungkan. Tiga tokoh pemuda yakni Sukarni, Mbah
Diro dan Mr. Subardjo membahas tentang perumusan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Sedangkan tokoh lain dari golongan tua dan muda menunggu di depan tepatnya di serambi rumah.

Ir. Soekarno lah yang menulis konsep Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di secarik kertas,
sedangkan Mr Subardjo dan Mohammad Hatta menyumbangkan pemikiran yang disampaikan
dengan lisan. Sebagai hasil pembicaraan mereka bertiga diperoleh lah rumusan tulisan tangan Ir.
Soekarno yang berbunyi sebagai berikut :

Proklamasi

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.


Hal-2 jang mengenai pemindahan kekuasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama
dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17 - 8 - '05
Wakil-2 bangsa Indonesia

Kalimat pertama adalah saran dari Mister Subardjo yang di kutip dari rumusan "Dokuritsu Junbi
Kosakai". Kemudian kalimat paling akhir merupakan hasil pemikiran Mohammad Hatta. Beliau
beranggapan bahwa kalimat pertama hanya "pernyataan dari sebuah kemauan" bangsa Indonesia
untuk menentukan nasib bangsannya sendiri. Dari hal ini, ia berpendapat perlunya ditambahkan
pernyataan terkait peralihan kekuasaan pemerintahan. Maka dihasilkan lah rumusan kalimat
terakhir dari naskah Proklamasi tersebut.

Setelah selesai melakukan perumusan masalah tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia di


ruang makan, kelompok ini kemudian pergi ke serambi rumah untuk menemui para tokoh
golongan tua maupun muda yang hadir dan sedang menunggu. Waktu saat itu menunjukkan pukul
pukul 04.00 Soekarno membuka pertemuan saat menjelang subuh ini dengan membacakan hasil
rumusan masalah proklamasi yang masih berupa konsep. Soekarno kemudian menyuruh semua
yang hadir untuk menandatangani konsep proklamasi tersebut atas nama wakil bangsa
Indonesia. Saran dari Ir Soekarno diperkuat oleh pendapat dari Mohammad Hatta yaitu mencontoh
Amerika dengan Declaration of Independence.

Usulan dari kedua tokoh itu ditentang oleh Golongan Muda hal ini disebabkan Golongan Tua ikut
menandatangani naskah tersebut. Golongan Muda menganggap Golongan Tua hanya sebagai
"Budak-budak pemerintah Jepang'. Kemudian tokoh dari golongan muda yakni sukarni
menyarankan agar supaya naskah Proklamasi ditandatangani oleh 2 orang saja yaitu Ir Soekarno
dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia. Bukankah mereka berdua yang pada masa
itu di mana-mana dikenal sebagai pemimpin utama bangsa Indonesia? Dengan disetujuinya usulan
Sukarni itu oleh hadirin, maka Ir Soekarno meminta kepada Sayuti Melik untuk mengetik bersih
naskah itu berdasarkan naskah tulisan tangan Soekarno, disertai dengan perubahan yang sudah
disetujui bersama.

Sayuti Melik segera mengetik naskah bersih daripada rumusan Proklamasi. Ada tiga perubahan
yang terdapat pada naskah bersih itu, yakni kata "tempoh" diganti menjadi "tempo" sedangkan
"wakil-wakil bangsa Indonesia" pada bagian akhir diganti "Atas nama Bangsa Indonesia".
Demikian pula terjadi perubahan pada cara menulis tanggal, yaitu "Djakarta, 17-8-05" menjadi
"Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen '05". Dengan perubahan tersebut maka naskah proklamasi yang
telah diketik kemudian segera ditandatangani oelh Ir Soekarno dan Moh Hatta di rumah itu juga.
Naskah Proklamasi setelah mengalami perubahan :

Proklamasi

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekan Indonesia.


Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoesaan d.l.l. diselenggarakan dengan tjara seksama
dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnya.

Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen '05


Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno/Hatta

(tandatangan Soekarno)
(tandatangan Hatta)

Demikian pertemuan yang menghasilkan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu


berlangsung pada tanggal 17 Agustus 1945 dini hari. Timbul lah persoalan bagaimana caranya
naskah tersebut disebar luaskan ke seluruh wilayah Indonesia. Kemudian Sukarni melaporkan
bahwa Lapangan Ikada sudah disiapkan sebagai tempat berkumpulnya masyarakat Indonesia yang
berada di Jakarta untuk mendengar teks Proklamasi dibacakan Ir Soekarno.

Tetapi kemudian Ir Soekarno menganggap bahwa lapangan ini merupakan lapangan umum yang
dapat menimbulkan masalah dengan pihak militer Jepang. Karena itu ia mengusulkan supaya
upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan di rumahnya yakni di Jl. pegangsaan
Timur Nomor 56. Usulan yang diberikan Ir Soekarno akhinya dapat disetujui bersama dan
pembacaan naskah Proklamasi berlangsung di tempat itu pada hari Jum'at tanggal 17 Agustus
1945 tepat pukul 10.30 waktu Jawa jaman Jepang (pukul 10.00 WIB) di tengah-tengah bulan
Puasa.

Anda mungkin juga menyukai