1. LATAR BELAKANG
Latar belakang terjadinya peristiwa Rengasdengklok tidak dapat dilepaskan dari sejarah
kemerdekaan Indonesia. Peristiwa ini terikat dengan proklamasi yang dibacakan pada tanggal 17
Agustus 1945 yang menjadi pernyataan resmi bangsa Indonesia bahwa dirinya sudah merdeka
dan mandiri dari Penjajahan bangsa lain.
Golongan tua berpendapat bahwa kemerdekaan Indonesia harus dilakukan berdasarkan rapat
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sedangkan golongan muda berpendapat
kemerdekaan Indonesia harus segera diproklamirkan sesegera mungkin setelah Jepang
menyerah terhadap sekutu waktu itu. Inilah yang menjadi latar belakang terjadinya peristiwa
Rengasdengklok
2. TUJUAN
- Untuk mendesak Soekarno dan Hatta supaya segera menyampaikan Proklamasi
Kemerdekaan kepada seluruh rakyat Indonesia. Hal tersebut harus segera dilakukan karena
saat itu selagi terjadi kekosongan kekuasaan akibat menyerahnya pihak Jepang kepada
Sekutu.
- Untuk menjauhkan dua tokoh besar bangsa Indonesia yakni Soekarno dan Hatta dari
pengaruh pihak Jepang.
- Menjadikan Proklamasi sebagai bukti perjuangan bangsa Indonesia setelah dijajah dalam
waktu lama, sehingga harus segera dirumuskan lalu diproklamasikan kepada seluruh bangsa
Indonesia. Supaya Indonesia tidak jatuh ke pihak Sekutu karena adanya kekosongan
kekuasaan tersebut.
3. KTONOLOGIS PERISRIWA
a. Jepang Menyerah Tanpa Syarat Kepada Pihak Sekutu Pada akhir tahun 1943, kedudukan
Jepang dalam perang Asia Pasifik mulai terdesak. Beberapa kali tentara Jepang harus kalah
dari tentara Sekutu. Hingga akhirnya, tentara Amerika Serikat berhasil melakukan
pengeboman dua kota di Jepang yakni di Hiroshima (pada 6 Agustus 1945) dan Nagasaki (9
Agustus 1945) yang terletak di Jepang.
Akibat dari peristiwa pengeboman tersebut, kondisi politik dan ekonomi di Jepang tentu saja
melumpuh seketika. Hal tersebut akhirnya memaksa pihak Jepang menyerah tanpa syarat
kepada pihak Sekutu pada 14 Agustus 1945.
Dengan adanya Jepang menyerah tanpa syarat tersebut juga berpengaruh pada bangsa
Indonesia berupa kekosongan kekuasaan (Indonesia sebelumnya dikuasai oleh pihak Jepang).
Para pemuda bangsa Indonesia atau biasa kerap disebut sebagai golongan muda terdiri atas
Wikana, Sukarni, Sayuti Melik, Yusuf Kunto, Iwa Kusuma, Chaerul Saleh, dan Singgih.
Setelah mendengar berita tersebut, mereka langsung menemui Bung Karno dan Bung Hatta
di Jalan Pegangsaan Timur No.56. Di sana, para golongan muda menunjuk Sutan Syahrir
sebagai perwakilan golongan muda dengan meminta supaya Bung Karno dan Bung Hatta
segera melakukan proklamasi kemerdekaan.
Namun, Bung Karno tidak menyetujui ide tersebut. Beliau berpikir bahwa proklamasi
Indonesia perlu dibicarakan terlebih dahulu dalam rapat PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia).
Para golongan muda yang tengah terbakar gelora kepahlawanan akhirnya berdiskusi dengan
beberapa anggotanya. Diskusi tersebut menghasilkan keputusan berupa perlu dilakukannya
pengasingan terhadap Bung Karno dan Bung Hatta ke luar kota supaya mereka terhindar dari
segala pengaruh pihak Jepang.
Pada 16 Agustus 1945 pukul 04.30 dini hari, para golongan muda bersama salah satu anggota
PETA berhasil menculik Bung Karno dan Bung Hatta ke wilayah Rengasdengklok. Tidak hanya
dua tokoh besar tersebut, tetapi golongan muda juga membawa istri Bung Karno, Fatmawati
dan putranya, Guntur, sekalian.
Di Rengasdengklok, Bung Karno dan Bung Hatta dijaga oleh Komandan Kompi PETA yakni
Cudanco Subeno. Di sana, para golongan muda berusaha meyakinkan Bung Karno untuk
segera memproklamasikan kemerdekaan karena mumpung sedang ada kekosongan
kekuasaan tersebut. Para golongan muda juga telah bersiap atas apapun risikonya termasuk
untuk melawan pihak Jepang.
Sementara itu, di Jakarta terjadi pula diskusi antara golongan muda dan golong tua. Dalam
golongan tua terdapat beberapa tokoh besar antara lain Ahmad Subardjo dengan beberapa
anggota BPUPKI dan PPKI.
Dalam perundingan antara golongan muda dan golongan tua tersebut diperolehlah
kesepakatan bahwa proklamasi kemerdekaan akan dan harus dilaksanakan di Jakarta.
Akhirnya setelah proses perundingan antara tokoh-tokoh besar dan hebat tersebut, Bung
Karno dan Bung Hatta bersedia untuk menyatakan kemerdekaan begitu kembali ke Jakarta.
Maka setelah perundingan memperoleh hasil yang diinginkan, Yusuf Kunto dari golongan
muda mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Kemudian, mereka bersama-sama
menjemput Bung Karno dan Bung Hatta untuk kembali ke Jakarta.
Pada malam hari di tanggal 16 Agustus 1945, penyusunan naskah proklamasi dilakukan.
Musyawarah tersebut dilakukan di rumah Laksamana Maeda, seorang kepala perwakilan
Angkatan Laut Jepang, yang terletak di Jalan Imam Bonjol No.1 Jakarta.
Grameds, kamu pasti bingung kenapa Laksamana Maeda, seorang kepala Angkatan Laut
Jepang mengizinkan rumahnya untuk dijadikan markas dalam penyusunan teks proklamasi
tersebut?
Karena Laksamana Maeda kebetulan dekat dengan para Pemuda Indonesia dan bersahabat
dengan Ahmad Soebardjo. Selain itu, Laksamana Maeda sangat bersimpati dengan
perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaannya.
Pemilihan rumah Laksamana Maeda merupakan ide yang cukup cemerlang karena rumah
tersebut dijamin akan keamanannya karena Laksamana Maeda memiliki jabatan tinggi
sehingga sangat dihormati oleh para Angkatan Darat Jepang di sekitarnya. Kini, rumah
tersebut telah dijadikan sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Malam itu juga, segera dilaksanakanlah musyawarah antara golongan muda dan golongan
tua dalam rangka menyusun naskah proklamasi. Penyusunan naskah proklamasi tersebut
berjalan lancar dengan kalimat pertama dalam naskah tersebut adalah hasil dari gagasan
Bung Karno dan Ahmad Soebardjo dan kalimat terakhir adalah gagasan dari Bung Hatta.
Setelah konsep naskah proklamasi tersebut selesai dengan ditulis oleh Bung Karno, segera
dibacakan di hadapan hadirin yang ada. Bung Karno dan Bung Hatta mengusulkan bahwa
naskah tersebut harus ditandatangani oleh segenap hadirin. Namun, Sukarni memberikan
usulan berupa yang menandatangani naskah tersebut sebaiknya adalah Bung Karno dan Bung
Hatta saja, atas nama bangsa Indonesia.
Usul dari Sukarni tersebut disetujui oleh para hadirin kemudian naskah proklamasi tersebut
diketik oleh Sayuti Melik menggunakan mesin ketik miliknya.
Lokasi perumusan naskah teks proklamasi tersebut dilakukan di rumah seorang laksamana
angkatan laut Jepang, bernama Tadashi Maeda atau yang kemudian lebih dikenal sebagai
Laksamana Maeda. Pada saat perumusan naskah teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, kata
Bondan, Jepang sudah tidak lagi dalam posisi berkuasa di Indonesia. Sebab, setelah bom atom
dijatuhkan sekutu di Hiroshima pada 6 Agustus 1945 dan di Nagasaki pada 9 Agustus 1945,
Kaisar Hirohito kemudian menyatakan tunduk pada sekutu, khususnya kepada Amerika pada 11
Agustus 1945.
Saat proses penyusunan naskah teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilakukan, Soekarno
sempat menanyakan kepada para tokoh, adakah di antara mereka yang mengingat isi Piagam
Jakarta. Namun, tak ada yang mengingat isi naskah Piagam Jakarta tersebut. Selanjutnya
Soekarno, Mohammad Hatta dan Ahmad Soebardjo bersama-sama merumuskan teks
proklamasi. Akhirnya, setelah rampung dirumuskan, naskah teks Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia ditulis tangan oleh Soekarno, yang dinilai para tokoh memiliki tulisan yang paling
bagus. Sedangkan bahasa dalam naskah teks tersebut disusun oleh Hatta. Soekarno menilai gaya
bahasa Bung Hatta yang terbaik, kendati ia juga lupa akan isi Piagam Jakarta.
Setidaknya ada tujuh tokoh yang hadir saat pembacaan proklamasi, yaitu Soekarno, Mohammad
Hatta, Suwiryo, Muwardi, Latief Hendraningrat, Suhud, dan SK Trimurti.
Soekarno
Soekarno adalah tokoh yang membuat dan membacakan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia pada
17 Agustus 1945. Sebelum upacara dimulai, Soekarno membukanya dengan memberikan pidato singkat
kepada masyarakat yang hadir. Kemudian, pada pukul 10.00, barulah Soekarno membacakan teks
proklamasi kemerdekaan Indonesia.
-Mohammad Hatta
Mohammad Hatta adalah satu dari tiga tokoh yang merumuskan teks proklamasi kemerdekaan
Indonesia. Tidak hanya itu, ia juga hadir pada 17 Agustus 1945 sebagai pendamping Soekarno dalam
acara pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia. I
. Suwiryo
bertugas untuk memastikan acara hari itu dapat berjalan dengan aman dan lancar. Muwardi Dalam
acara pembacaan teks proklamasi, Muwardi dipercaya menjadi pemimpin Barisan Pelopor untuk seluruh
Jawa. Muwardi bertugas untuk memastikan para pemimpin serta lokasi pembacaan teks proklamasi
dalam keadaan aman dan jauh dari kericuhan. Sebelum proklamasi, tokoh yang pernah bergabung
dalam ketentaraan Jepang dan PETA ini ikut mendesak Soekarno-Hatta untuk segera memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Pasca-pembacaan teks proklamasi, Latief diberi baki yang berisikan Bendera
Merah Putih yang sudah dijahit oleh istri dari Soekarno, Fatmawati.
- Latief Hendraningra
t pun menjadi pengibar bendera pertama kali setelah pembacaan teks proklamasi. Baca juga: Di Mana
Bendera Merah Putih Pertama Kali Dikibarkan? Suhud Suhud adalah sahabat karib dari Latief yang ikut
mengibarkan bendera Merah Putih. Sebelum proklamasi, Suhud juga memiliki peran yang cukup
penting. Pada 14 Agustus 1945, ia bersama beberapa anggota Barisan Pelopor ditugaskan untuk
menjaga keluarga Soekarno dari marabahaya. Namun, pada 16 Agustus 1945, Suhud luput dengan
diculiknya Soekarno ke Rengasdengklok oleh para golongan muda
-SK Trimurti
SK Trimurti adalah istri dari Sayuti Melik, sang juru ketik naskah proklamasi. SK Trimurti ternyata juga
ikut berperan dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia. Trimurti secara tidak langsung menjadi
pengibar Bendera Merah Putih. Usai Soekarno membacakan naskah proklamasi, Trimurti memberi usul
agar pengerekan bendera dilakukan oleh para prajurit. Akhirnya, Latief dan Suhud lah yang ditugaskan
untuk mengibarkan bendera Merah Putih. Peristiwa ini pun terbawa sampai sekarang, Paskibra di
sekolah kebanyakan dua laki-laki akan bertugas sebagai pengerek dan pembentang bendera, sementara
satu perempuan bertugas membawa bendera dan memegang tali bendera.