Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa penculikan yang dilakukan oleh sejumlah pemuda
antara lain Soekarni, Wikana, Aidit dan Chaerul Saleh dari perkumpulan "Menteng 31"
terhadap Soekarno dan Hatta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 03.00. WIB,
Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian didesak agar
mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,sampai dengan terjadinya kesepakatan
antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Achmad Subardjo dengan golongan
muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan terutama setelah Jepang mengalami kekalahan
dalam Perang Pasifik.
Menghadapi desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah pendirian. Sementara itu di
Jakarta, Chairul dan kawan-kawan telah menyusun rencana untuk merebut kekuasaan. Tetapi apa
yang telah direncanakan tidak berhasil dijalankan karena tidak semua anggota PETA mendukung
rencana tersebut.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan Bung Karno dan Bung
Hatta pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 di lapangan IKADA(yang sekarang telah menjadi lapangan
Monas) atau di rumah Bung Karno di Jl.Pegangsaan Timur 56. Dipilih rumah Bung Karno karena di
lapangan IKADA sudah tersebar bahwa ada sebuah acara yang akan diselenggarakan, sehingga
tentara-tentara jepang sudah berjaga-jaga, untuk menghindari kericuhan, antara penonton-penonton
saat terjadi pembacaan teks proklamasi, dipilihlah rumah Soekarno di jalan Pegangsaan Timur
No.56. Teks Proklamasi disusun di Rengasdengklok, di rumah seorang Tionghoa, Djiaw Kie
Siong. Bendera Merah Putih sudah dikibarkan para pejuang di Rengasdengklok pada Kamis
tanggal 16 Agustus, sebagai persiapan untuk proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Karena tidak mendapat berita dari Jakarta, maka Jusuf Kunto dikirim untuk berunding dengan
pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di Jakarta, Kunto hanya
menemui Wikana dan Mr. Achmad Soebardjo, kemudian Kunto dan Achmad Soebardjo ke
Rangasdengklok untuk menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawati dan Guntur. Achmad Soebardjo
mengundang Bung Karno dan Hatta berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan
Pegangsaan Timur 56. Pada tanggal 16 tengah malam rombongan tersebut sampai di Jakarta.
Keesokan harinya, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 pernyataan proklamasi dikumandangkan
dengan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh Sayuti Melik menggunakan
mesin ketik yang "dipinjam" (tepatnya sebetulnya diambil) dari kantor Kepala Perwakilan Angkatan
Laut Jerman, Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.[1]
Latar belakang
Pada waktu itu Soekarno dan Moh. Hatta, tokoh-tokoh menginginkan agar proklamasi dilakukan
melalui PPKI, sementara golongan pemuda menginginkan agar proklamasi dilakukan secepatnya
tanpa melalui PPKI yang dianggap sebagai badan buatan Jepang. Selain itu, hal tersebut dilakukan
agar Soekarno dan Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Para golongan pemuda khawatir
apabila kemerdekaan yang sebenarnya merupakan hasil dari perjuangan bangsa Indonesia,
menjadi seolah-olah merupakan pemberian dari Jepang.
Sebelumnya golongan pemuda telah mengadakan suatu perundingan di salah satu lembaga
bakteriologi di Pegangsaan Timur Jakarta, pada tanggal 15 Agustus. Dalam pertemuan ini
diputuskan agar pelaksanaan kemerdekaan dilepaskan segala ikatan dan hubungan dengan janji
kemerdekaan dari Jepang. Hasil keputusan disampaikan kepada Ir. Soekarno pada malam harinya
tetapi ditolak oleh Soekarno karena merasa bertanggung jawab sebagai ketua PPKI.
ASWAB NANDA PRATAMA Kompas.com - 16/08/2018, 14:35 WIB Bung Hatta (berdiri) ketika
menjelaskan lagi pendapatnya tentang saat-saat menjelang Proklamasi Kemerdekaan di rumah
bekas penculiknya, Singgih (baju batik hitam) Jumat siang kemarin. Tampak dari kiri kekanan: GPH
Djatikusumo, D. Matullesy SH, Singgih, Mayjen (Purn) Sungkono, Bung Hatta, dan bekas tamtama
PETA Hamdhani, yang membantu Singgih dalam penculikan Soekarno Hatta ke Rengasdengklok.
(Kompas/JB Suratno) KOMPAS.com - Pengeboman Kota Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika
Serikat membuat posisi Jepang terpojok. Pada 14 Agustus 1945, Jepang mengirimkan surat ke
kedutaannya di Swiss dan Swedia menyatakan menyerah pada Sekutu. Kekalahan Jepang dari
Sekutu ini membuat golongan muda Indonesia mendorong Soekarno dan Hatta untuk
mempersiapkan kemerdekaan RI. Upaya itu dilakukan dengan menculik kedua tokoh itu dan
membawanya ke Rengasdengklok, Kawarang. Tujuannya, mendesak agar segera
memproklamasikan kemerdekaan. "Penculikan" Soekarno-Hatta Pada 10 Agustus 1945, Sutan
Syahrir mendengar berita kekalahan Jepang dari sekutu dari pemberitaan sebuah radio luar negeri.
Saat itu, Syahrir membangun jaringan gerakan bawah tanah yang tak mau bekerja sama dengan
Jepang. Yang terlibat dalam gerakan ini adalah kader-kader PNI baru yang tetap meneruskan
pergerakan serta kader muda yaitu mahasiswa. Setelah mendengar berita tersebut, Syahrir
menghubungi rekan seperjuangannya untuk meneruskan berita tersebut kepada golongan pemuda
yang pro terhadap kemerdekaan untuk segera bertindak. Pada 15 agustus 1945, golongan muda
melakukan rapat di Ruang Laboratorium Mikrologi di Pegangsaan Timur membicarakan
pelaksanaan proklamasi tanpa menunggu pihak Jepang. Para pemuda ini beranggapan, Jepang
hanya menjaga situasi dan kondisi Indonesia karena mereka telah menyerah kepada Sekutu.
Keputusan dari pertemuan di Pegangsaan yaitu mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan paling lambat 16 Agustus 1945. Setelah selesai bermusyawarah,
golongan muda yang diwakili oleh Darwis dan Wikana menghadap Soekarno dan Hatta dan
menyampaikan isi keputusan tersebut. Namun, keduanya menolak desakan itu. Soekarno dan Hatta
mengatakan, memproklamirkan kemerdekaan tak bisa dilakukan secara gegabah. Harus menunggu
Panitia Persiapan Kemerdekan Indonesia (PPKI) yang telah terbentuk. Mengingat tak ada titik temu,
golongan pemuda mengadakan rapat lanjutan pada hari itu juga di Asrama Baperpi (Kebun
Binatang Cikini). Hasilnya, golongan pemuda sepakat untuk menjauhkan Soekarno dan Hatta agar
tak mendapat pengaruh Jepang. Pada 16 Agustus 1945 pukul 03.00 WIB, golongan muda yang
terdiri dari Soekarni, Wikana, Aidit, Chaerul Saleh, dan lainnya melakukan misinya untuk membawa
Soekarno-Hatta ke luar kota agar tak mendapat pengaruh Jepang. Sudanco Singgih terpilih menjadi
pimpinan penculikan tersebut. Akhirnya, Rengasdengklok, Karawang menjadi tujuan utama
golongan muda bersama Soekarno-Hatta. Akhirnya Soekarno dan Hatta singgah di sebuah rumah
milik Djiauw Kie Siong, seorang petani keturunan Tionghoa. Dipilihnya rumah Djiaw karena tertutup
rimbunan pohon dan tak mencolok. Rumah millik Djiauw Kee Siong di Kampung Bojong,
Rengasdengklok-Jawa Barat, menjadi tempat bersejarah karena sempat menampung Bung Karno
dan Bung Hatta pada tanggal 16 Agustus 1945, setelah kedua pimpinan negara itu diculik beberapa
pemuda pejuang.(Kompas/IMAN NUR ROSYADI) Selama sehari penuh Soekarno-Hatta berada di
Rengasdengklok. Golongan muda kembali menyampaikan desakan yang sama, proklamasi
kemerdekaan Indonesia. Setelah yakin desakan itu dipenuhi, Achmad Soebardjo kemudian
menjemput Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok dan memberikan jaminan proklamasi akan
dilakukan selambat-lambatnya pada 17 Agustus 1945. Dengan adanya jaminan itu, Soekarno-Hatta
kembali ke kota Jakarta. Setelah kembali ke Jakarta, mereka melakukan perumusan teks
proklamasi kemerdekaan di rumah Laksamana Maeda. Awalnya, proklamasi kemerdekaan akan
dibacakan Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 di Lapangan IKADA (kini lapangan Monas) atau
di rumah Soekarno di Jl Pegangsaan Timur 56. Akhirnya, proklamasi kemerdekaan dilaksanakan di
rumah Soekarno, karena Lapangan Ikada masih diduduki tentara Jepang. Teks proklamasi
Kemerdekaan Indonesia yang dibacakan Soekarno diketik oleh Sayuti Melik.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hari Ini dalam Sejarah: Soekarno dan Hatta
Dibawa ke Rengasdengklok", https://nasional.kompas.com/read/2018/08/16/14354581/hari-ini-
dalam-sejarah-soekarno-dan-hatta-dibawa-ke-rengasdengklok.
Penulis : Aswab Nanda Pratama
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary
Sejarah Perumusan Teks Proklamasi Indonesia
Perumusan teks Proklamasi menjadi awal bangsa Indonesia memasuki pintu kemerdekaan. Teks
Proklamasi tersebut dirumuskan oleh para tokoh bangsa dengan satu tujuan, yaitu untuk mempercepat
kemerdekaan Indonesia. Apa yang sering kita baca setiap 17 Agustus merupakan hasil rumusan
Proklamasi di masa itu. Rumusan yang hanya terdiri beberapa baris itu menjadi pertanda bahwa bangsa
Indonesia telah merdeka. Pada kesempatan kali ini, kami akan menceritakan kembali seputar sejarah
permusan teks proklamasi Indonesia. Kronologis, proses, dan tokoh-tokoh yang terlibat dalam
perumusan teks Proklamasi tersebut akan kami ceritakan di sini secara lengkap, selamat membaca.
Setelah peristiwa Rengasdengklok, rombongan Ir. Soekarno segera kembali ke Jakarta sekitar pukul
23.00 WIB pada 16 Agustus 1945. Semula tempat yang dituju adalah Hotel des Indes (Duta Indonesia).
Namun, tidak jadi karena pihak hotel tidak mengizinkan kegiatan apa pun selepas pukul 22.30 WIB. Di
hotel yang terletak di Jalan Gajah Mada ini, pada pagi sebelumnya juga telah direncanakan pertemuan
anggota PPKI, tetapi pihak Jepang melarangnya. Dalam keadaan demikian, Achmad Soebardjo
membawa rombongan menuju rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1. Setelah tiba di Jl.
Imam Bonjol No. 1, Soekarno dan Moh. Hatta lalu diantarkan Laksamana Maeda menemui Gunseikan
(Kepala Pemerintahan Militer Jepang) Mayor Jenderal Hoichi Yamamoto. Akan tetapi, Gunseikan
menolak menerima Soekarno - Hatta pada tengah malam. Dengan ditemani oleh Maeda, Shigetada
Nishijima, Tomegoro Yoshizumi, dan Miyoshi sebagai penterjemah, mereka pergi menemui Somubuco
(Direktur/ Kepala Departemen Umum Pemerintah Militer Jepang) Mayor Jenderal Otoshi Nishimura.
Tujuannya untuk menjajaki sikapnya terhadap pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Pada pertemuan tersebut tidak dicapai kata sepakat antara Soekarno - Hatta di satu pihak dengan
Nishimura di lain pihak. Soekarno - Hatta bertekad untuk melangsungkan rapat PPKI pada pagi hari
tanggal 16 Agustus 1945 Rapat PPKI itu tidak jadi diadakan karena mereka dibawa ke Rengasdengklok.
Mereka menekankan kepada Nishimura bahwa Jenderal Besar Terauchi telah menyerahkan
pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia kepada PPKI. Di lain pihak, Nishimura menegaskan
garis kebijaksanaan Panglima Tentara ke-XVI di Jawa, bahwa dengan menyerahnya Jepang kepada
Sekutu berlaku ketentuan bahwa tentara Jepang tidak diperbolehkan lagi mengubah status quo.
Berdasarkan garis kebijaksanaan itu, Nishimura melarang Soekarno - Hatta untuk mengadakan rapat
PPKI dalam rangkan pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan. Sampailah
Soekarno - Hatta pada kesimpulan bahwa tidak ada gunanya lagi membicarakan soal kemerdekaan
Indonesia dengan pihak Jepang. Mereka hanya berharap pihak Jepang supaya tidak menghalang-
halangi pelaksanaan Proklamasi oleh rakyat Indonesia sendiri.
Setelah pertemuan itu, Soekarno dan Hatta kembali ke rumah Maeda. Di rumah Maeda telah hadir, para
anggota PPKI, para pemimpin pemuda, para pemimpin pergerakan dan beberapa anggota Chuo Sangi In
yang ada di Jakarta. Setelah berbicara sebentar dengan Soekarno, Moh. Hatta, dan Achmad Soebardjo,
maka kemudian Laksamana Maeda minta diri untuk beristirahat dan mempersilahkan para pemimpin
Indonesia berunding di rumahnya. Para tokoh nasionalis berkumpul di rumah Maeda untuk merumuskan
teks proklamasi. Kemudian di ruang makan Maeda dirumuskan naskah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia. Ketika peristiwa bersejarah itu berlangsung Maeda tidak hadir, tetapi Miyoshi sebagai orang
kepercayaan Nishimura bersama Sukarni, Sudiro, dan B. M. Diah menyaksikan Soekarno, Hatta, dan
Achmad Soebardjo membahas perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Soekarno pertama kali menuliskan kata pernyataan Proklamasi sebagai judul pada pukul 03.00 WIB.
Achmad Soebardjo menyampaikan kalimat “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan
kemerdekaan Indonesia”. Moh. Hatta menambahkan kalimat: “Hal-hal yang mengenai pemindahan
kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempoh yang sesingkat-
singkatnya”. Soekarno menuliskan: Jakarta, 17 – 8 – 05 Wakil-wakil bangsa Indonesia sebagai penutup.
Pada pukul 04.00 WIB dini hari Soekarno meminta persetujuan dan tanda tangan kepada semua yang
hadir sebagai wakil-wakil bangsa Indonesia. Para pemuda menolak dengan alasan sebagian yang hadir
banyak yang menjadi kolaborator Jepang. Sukarno mengusulkan agar teks proklamasi cukup
ditandatangani dua orang tokoh, yakni Soekarno dan Moh. Hatta, atas nama bangsa Indonesia. Usul
Sukarni diterima. Dengan beberapa perubahan yang telah disetujui, maka konsep itu kemudian
diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik. Perubahan dalam naskah Proklamasi terdiri dari:
Pertemuan dini hari itu menghasilkan naskah Proklamasi. Agar seluruh rakyat Indonesia mengetahuinya,
naskah itu harus disebarluaskan. Timbullah persoalan tentang cara penyebaran naskah tersebut ke
seluruh Indonesia. Sukarni mengusulkan agar naskah tersebut dibacakan di Lapangan Ikada, yang telah
dipersiapkan bagi berkumpulnya masyarakat Jakarta untuk mendengar pembacaan naskah Proklamasi.
Namun, Soekarno tidak setuju karena lapangan Ikada merupakan tempat umum yang dapat memancing
bentrokan antara rakyat dengan militer Jepang. Ia sendiri mengusulkan agar Proklamasi dilakukan di
rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Usul tersebut disetujui dan naskah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia dibacakannya bersama Hatta di tempat itu pada hari Jumat tanggal 17 Agustus
1945 pukul 10.00 WIB.
Sekian uraian tentang Sejarah Perumusan Teks Proklamasi Indonesia, semoga bermanfaat.
Teks Proklamasi atau Teks naskah Proklamasi Klad ialah asl tulisan dari tangan Ir. Soekarno
sebagai pencatat, dan ialah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh Drs. Mohammad Hatta dan
Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.
Walaupun sudah ada yang merumuskan proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia terdiri dari
Tomogero Yoshizumi, Tadashi Maeda, Achmad Soebarjo, S Nishijimi, S. Miyoshi, Muhammad
Hata dan Soekarno.
Kemudian para pemuda yang berada di luar meminta pembacaan proklamasi agar dibacakan
dengan keras, akan tetapi Jepang tidak mengizinkan, beberapa kata yang dituntut ialah
“penyerahan”, “dikasihkan”, diserahkan”, atau “merebut”, Akhirnya yang dipilih ialah
“pemindahan kekuasaan”, setelah dirumuskan dan dibacakan di rumah orang Jepang.
DAFTAR ISI
Pembacaan Teks Proklamasi
Pelaksanaan Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan
Makna Teks Proklamasi
Teks Proklamasi Otentik
Teks Proklamasi Diketik Oleh
Makna Teks Proklasmasi Dari Aspek Hukum
Related posts:
Pembacaan teks proklamasi kemerdekaan dilaksanakan tepat nya pada tanggal 17 Agustus 1945
(hari Jum’at) di jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta (yang sekarang menjadi jalan
Proklamasi), pembacaan teks proklamasi dilakukan oleh Ir. Soekarno, berikut Teks pidato
proklamasi kemerdekaan yang dibacakan oleh Ir. Soekarno:
Saudara-saudara sekalian!
Saya telah meminta Anda untuk hadir di sini untuk menyaksikan peristiwa dalam sejarah kami
yang paling penting.
Selama beberapa dekade kita, Rakyat Indonesia, telah berjuang untuk kebebasan negara kita-
bahkan selama ratusan tahun!
Ada gelombang dalam tindakan kita untuk memenangkan kemerdekaan yang naik, dan ada yang
jatuh, namun semangat kami masih ditetapkan dalam arah cita-cita kami.
Juga selama zaman Jepang usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak pernah
berhenti. Pada zaman Jepang itu hanya muncul bahwa kita membungkuk pada mereka. Tetapi
pada dasarnya, kita masih terus membangun kekuatan kita sendiri, kita masih percaya pada
kekuatan kita sendiri.
Kini telah hadir saat ketika benar-benar kita mengambil nasib tindakan kita dan nasib negara kita
ke tangan kita sendiri. Hanya suatu bangsa cukup berani untuk mengambil nasib ke dalam
tangannya sendiri akan dapat berdiri dalam kekuatan.
Oleh karena semalam kami telah musyawarah dengan tokoh-tokoh Indonesia dari seluruh
Indonesia. Bahwa pengumpulan deliberatif dengan suara bulat berpendapat bahwa sekarang telah
datang waktu untuk mendeklarasikan kemerdekaan.
Saudara-saudara:
Bersama ini kami menyatakan solidaritas penentuan itu. Dengarkan Proklamasi kami :
PROKLAMASI
KAMI BANGSA INDONESIA DENGAN INI MENYATAKAN KEMERDEKAAN
INDONESIA. HAL-HAL YANG MENGENAI PEMINDAHAN KEKUASAAN DAN
LAIN-LAIN DISELENGGARAKAN DENGAN CARA SAKSAMA DAN DALAM
TEMPO YANG SESINGKAT-SINGKATNYA.
SOEKARNO-HATTA.
Keadaan semakin memanas dan memuncak setelah terbunuhnya Jenderal A.W.S. Mallaby,
pasukan Sekutu mengeluarkan ultimatum yang memerintahkan kaum pejuang menyerah.
Hal ini tidak diindahkan oleh para pejuang, sehingga meletuslah pertempuran yang sengit
antara pasukan Sekutu melawan pasukan pejuang (pemuda), perang ini kemudian terkenal
dengan Perang 10 November. Perang ini menyebabkan gugurnya banyak pejuang
Indonesia. Untuk mengenang peristiwa tersebut, maka setiap tanggal 10 November,
diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Di Yogyakarta
Perebutan kekuasaan dilakukan serentak pada tanggal 6 Oktober 1945. Terjadi pemogokan
besar-besaran yang dilakukan oleh para pegawai instansi-instansi dan perusahaan milik
Jepang sejak pagi. Mereka menuntut agar pemerintah Jepang menyerahkan semua kantor
yang dikuasai mereka kepada pemerintah RI. Massa bergerak ke Kotabaru dan bergabung
dengan pemuda pejuang. Serangan ke Kotabaru ini mengakibatkan 21 orang gugur dari
Indonesia dan 9 orang tewas dari Jepang. Tapi kemudian markas Kotabaru ini berhasil
diduduki, dan Yogyakarta berada di bawah kekuasaan Republik Indonesia. Baca
juga Dukungan Kesultanan Yogyakarta Untuk Indonesia Merdeka.
Medan Area
Pasukan Sekutu di bawah pimpinan Jenderal T.E.D. Kelly tiba di Sumatera Utara pada tanggal
9 Oktober 1945. Kedatangan Sekutu ini bersama NICA. Kecongkakan Pasukan NICA
(Belanda) di atas takaran ini memicu kemarahan Pemuda Medan, sehingga mulai muncullah
bentrokan. Bentrokan pertama pada tanggal 13 Oktober 1945 di sebutah hotel di jalan Bali
dipicu oleh tindakan seorang penghuni hotel yang merampas dan menginjak lencana merah
putih yang dipakai oleh seorang Indonesia. Bentrokan ini menelan korban luka sebanyak 96
orang, yang sebagian besarnya NICA. Permusuhan antara Sekutu yang diboncengi NICA
semakin meluas, mereka memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Baundaries Medan
Area di berbagai sudut kota. Tulisan-tulisan inilah yang kemudian memunculkan istilah yang
terkenal dengan Medan Area.
Perang lima hari di semarang ini juga disulut oleh kemarahan rakyat atas penembakan
sewenang-wenang terntara Jepang terhadap dr. Karyadi salah seorang dokter yang akan
memeriksa sumber air minum warga Semarang yang diracun oleh Jepang. Pertempuran
lima hari ini baru berhenti setelah pimpinan TKR berunding dengan pasukan Jepang. Usaha
perdamaian antara dua kubu ini semakin cepat setelah pasukan Sekutu tiba di Indonesia
pada tanggal 20 Oktober 1945. Selanjutnya, Sekutu menawan dan melucuti senjata tentara
Jepang.
Di Sulawesi Selatan
Di Sulawesi Selatan, Raja Bone (Arumpone) La Mappanjuki, yang masih tetap ingat akan
pertempuran-pertempuran melawan Belanda pada awal abad XX menyatakan dukungannya
terhadap negara kesatuan dan pemerintahan Republik Indonesia. Mayoritas raja-raja suku
Makasar dan Bugis mengikuti jejak Raja Bone mengakui kekuasaan Dr. Sam Ratulangie
yang ditunjuk pemerintah sebagai gubernur republik Indonesia di Sulawesi
Pada tanggal 28 Oktober 1945 para pemuda yang tergabung dalam Barisan Berani
Mati bergerak untuk melakukan pendudukan gedung yang dianggap penting seperti radio,
tangsi militer, dan pos polisi. Gerakan ini bertujuan untuk menegakkan dan membela
proklamasi kemerdekaan Indonesia. Gerakan ini terus menjalar ke daerah Gorontalo dan
Minahasa.
Bandung Lautan Api
Peristiwa Bandung Lautan Api mungkin pertempuran yang paling banyak ditahu oleh seluruh
rakyat Indonesia, tentu saja di samping pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.
Adapun penyebab pertempuran ini bermula dari ultimatum yang dikeluarkan Sekutu pada
tanggal 23 Maret 1946 terhadap TRI (Tentara Republik Indonesia) di Bandung.
Ultimatun tersebut berupa perintah bagi TRI supaya segera mengosongkan Kota Bandung
dan mundur sejauh 11 km. Tentu saja ultimatum tersebut tidak diindahkan oleh TRI
sehingga berakibat pada terjadinya pertempuran. Setelah TRI merasa terdesak, Panglima
Divisi III TRI memerintahkan untuk mengosongkan Kota Bandung, tetapi sebelumnya harus
membakar semua fasilitas penting, termasuk rumah warga dan tentara sendiri. Semua
gedung dan rumah pun kemudian dibakar oleh TRI dan rakyat. Peristiwa ini kemudian
terkenal dengan Bandung Lautan Api.
Rakyat pun menolak himbauan Sekutu dan melakukan perlawnan. Pada tanggal 31 Oktober 1945.
Terjadi baku tembak yang mengakibatkan Brigjen Mallaby tewas di Bank Internio (Jembatan Merah).
Dan penggantinya Mayjen Mansergh, mengeluarkan ultimatum: Bahwa siapa yang membunuh
Mallaby harus menyerahkan diri selambat-lambatnya tanggal 10 November 1945 pukul 06.00 pagi.
Jika tidak menyerahkan diri, maka pasukan Sekutu akan menyerang Kota Surabaya.
Karena ultimatum tersebut tidak diindahkan oleh rakyat Surabaya, maka pasuka Sekutu Kota
Surabaya. Dibawah pimpinan Bung Tomo, Sungkono dan Gubernur Suryo, rakyat melakukan
perlawanan. Ribuan rakyat meninggal dalam pertempuran itu. Oleh karena itu, tiap tanggal 10
November diperingati sebagai Hari Pahlawan.
TKR yang dipimpin Arudji Kartawinata melakukan serangan terhadap kedudukan AFNEI. Keadaan
itu berlanjut sampai memasuki tahun 1946. Untuk kedua kalinya pada taggal 23 Maret 1945, AFNEI
mengeluarkan ultimatum agar TRI meninggalkan Kota Bandung. Bersamaan dengan itu sehari
sebelumnya, pemerintah RI dari Jakarta mengeluarkan perintah yang sama. Akhirnya TRI Bandung
patuh terhadap pemerintah meskipun dengan berat hati. Sambil mengundurkan diri, TRI
membumihanguskan Kota Bandung bagian selatan. Dalam pertempuran di Bandung, M. Thoha
gugur.
6. Puputan Margarana
Latar belakang pertempuran ini adalah akibat dari ketidakpuasan akan hasil Perjanjian Linggarjati.
Perlawanan rakyat Bali ini dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai. Pada tanggal 18 November 1946
tentara Ngurah Rai atau pasukan Ciung Wanara menyerang Tabanan. Belanda membalas serangan
tersebut dengan menyerang Bali dan Lombok. Kekuatan yang tidak seimbang menyebabkan I Gusti
Ngurah Rai melaksanakan perang puputan atau perang sampai mati. Perang besar-besaran ini
terjadi di Margarana. Dan pada tanggal 29 November 1946 I Gusti Ngurah Rai gugur.
Perjuangan Diplomasi Kemerdekaan
Indonesia
Diplomasi artinya perundingan/perjanjian yang dibuat untuk disepakati. Nah, diplomasi ini
merupakan salah satu bentuk perjuangan meraih kemerdekaan Indonesia. Para pejuang diplomasi
Indonesia berunding dengan Belanda untuk membuat perjanjian yang akan dilaksanakan.
2.RI dan Belanda bersama-sama membentuk Negara Indonesia Serikat dengan nama Republik
Indonesia Serikat (RIS) dan Indonesia merupakan salah satu negara bagiannya.
3.Negara Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda yang diketuai oleh
ratu Belanda.
Hasil perundingan ini disebut sebagai Perjanjian Linggrajati yang ditandatangani di Istana Rijswijk
(merdeka) pada tanggal 25 Maret 1947. Sebenarnya, hasil perundingan ini merugikan Indonesia.
Bagaimana tidak,wilayah Indonesia semakin dipersempit dan Belanda pun tidak menjalankan dengan
baik perjanjian ini. Karena Belanda selalu melakukan penyerangan besar-besaran ke wilayah
Indonesia yang disebut sebagai Agresi Militer Belanda I
B.Perjanjian Renville
Perjanjian Renville berlangsung di kapal angkatan laut Amerika Serikat USS Renville. Untuk
mengawasi pelaksanaan gencatan senjata dan sengketa Indonesia dengan Belanda. PBB (perserikatan
bangsa-bangsa) membentuk Komite Tiga Negara (KTN) yang anggotanya dipilih Indonesia dan
Belanda.
Anggota KTN adalah Australia yang dipilih Indonesia, Belgia yang dipilih Belanda dan Amerika Serikat
yang dipilih Australia dan Belgia sebagai penengah. Dalam perjanjian ini Indonesia diwakili Amir
Syarifuddin dan Belanda diwakili R.Abdulkadir Wijoyoatmojo dan sepertinya si R.Abdul Kadir M. ini
orang Indonesia yang memihak Belanda kawan.
1.Belanda hanya mengakui Wilayah RI atas Jateng,Jogjakarta, Jatim, sebagian kecil Jabar dan
Sumatera.
2.Tentara Republik Indonesia (TRI) ditarik mundur dari daerah kedudukan Belanda.
Akibat dari perjanjian Renville sebenarnya semakin merugikan Indonesia karena wilahnya semakin
sempit. Setelah perjanjian ini tejadi peristiwa penting antara lain pemberontakan PKI di Madiun dan
pemindahan ibukota RI ke Jogjakarta karena Jakarta diduduki Belanda.
Bahkan pada tanggal 18 Desember 1948 Belanda mengumumkan bahwa tidak terikat lagi dengan
perjanjian Renville lalu melakukan serangan besar-besaran ke wilayah RI yang disebut sebagai Agresi
Militer Belanda II
C.Perundingan Roem-Royen
Hebatnya perjuangan rakyat dan tekanan Internasional memaksa Belanda menerima perintah PBB
agar menghentikan agresinya dan kembali ke meja perundingan. Untuk mengawasi jalannya
perundingan, PBB membentuk UNCI (United Nations Comission for Indonesia)
Perundingan ini berjalan berlarut-larut hingga akhirnya ditandatangani pada 7 Mei 1949. Delegasi
Indonesia dipimpin Mr. Moh. Roem dan Belanda dipimpin dr. Van Royen sebagai penengah adalah
UNCI.
KMB merupakan tindak lanjut dari Perundingan Roem-Royen . KMB bertempat di Deen Hag,Belanda
pada tanggal 23 Agustus-2 November 1949.
Delegasi Indonesia dipimpin Moh.Hatta, delegasi BFO (Bijeenkomst Voor Federal Overleg) atau Badan
Musyawarah negara-negara Federal dipimpin Sultan Hamid II, delegasi Belanda dipimpin Mr. Van
Maarseveen,sedangkan UNCI dipimpin oleh Chritchley.
1.Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Belanda menyerahkan kedaulatan pada RIS
pada akhir Desember 1949.
1.Bung Karno
Bung Karno merupakan pejuang diplomasi sekaligus presiden Indonesia pertama. Ia lahir di Surabaya
pada tanggal 6 Juni 1901. ditangkap,dipenjara, dan diasingkan merupakan hal biasa baginya. Bung
Karno merupakan ahli diplomasi.Menurutnya,diplomasi adalah cara terbaik melawan musuhnya.
2.Drs. Moh.Hatta
Lahir 12 Agustus 1902 di Bukit Tinggi,Sumatera Barat. Bersama Bung Karno ia ditangkap,dipenjara,
dan diasingkan. Keberhasilan Bung Hatta dalam diplomasi antara lain:
Beliau wafat pada tanggal 14 Maret 1980 dan dimakamkan di Pemakaman Umum Tanah Kusir
Jakarta.
Lahir 13 April 1912 di Jogjakarta. Ia menyatakan Daerah Jogjakarta bersifat kerajaan sebagai bagian
NKRI dan Daerah Istimewa. Keberhasilannya dalam diplomasi antara lain:
a.Bersama Letkol Suharto mengatur dan menyiapkan serangan umum 1 Maret 1949 dan berhasil
menguasai kembali Jogjakarta.
b.Pada tanggal 27 Desember 1949 menandatangani naskah pengakuan kedaulatan Indonesia dan
Belanda di Jakarta.
Nah kawan,sekian posting saya, semoga bermanfaat dan salam sejahtera buatmu. Jika ada
pertanyaan,kritikan, dll. Silahkan berkomentar.
Daftar Suku Daerah di 34 Provinsi
Indonesia
Bagi yang belum tahu, berikut ini ada daftar suku daerah alias suku bangsa di 34
provinsi di Indonesia. Simak daftar suku daerah di 34 provinsi di Indonesia ini ya.
Jika ada referensi tambahan, bisa ditambahkan.