Pada 27 November 1945, Kolonel MacDonald selaku panglima perang Sekutu sekali lagi
menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat, Mr. Datuk Djamin, agar rakyat
dan tentara segera mengosongkan wilayah Bandung Utara.
Peringatan yang berlaku sampai tanggal 29 November 1945 pukul 12.00 harus
dipenuhi. Jika tidak, maka Sekutu akan bertindak keras.
Ultimatum kedua itu pun tidak digubris sama sekali. Beberapa pertempuran terjadi di
Bandung Utara. Pos-pos Sekutu di Bandung menjadi sasaran penyerbuan.
Tanggal 17 Maret 1946, Panglima Tertinggi AFNEI di Jakarta, Letnan Jenderal Montagu
Stopford, memperingatkan kepada Soetan Sjahrir selaku Perdana Menteri RI agar
militer Indonesia segera meninggalkan Bandung Selatan sampai radius 11 kilometer
dari pusat kota. Hanya pemerintah sipil, polisi, dan penduduk sipil yang diperbolehkan
tinggal.
Rakyat mulai diungsikan. Sebagian besar bergerak dari selatan rel kereta api ke arah
selatan sejauh 11 kilometer. Gelombang pengungsian semakin membesar setelah
matahari tenggelam.
Pembumihangusan Bandung pun dimulai. Warga yang hendak meninggalkan rumah
membakarnya terlebih dahulu. Pasukan TRI punya rencana yang lebih besar lagi. TRI
merencanakan pembakaran total pada 24 Maret 1945 pukul 24.00, namun rencana ini
tidak berjalan mulus karena pada pukul 20.00 dinamit pertama telah meledak di
Gedung Indische Restaurant.
Lantaran tidak sesuai rencana, pasukan TRI melanjutkan aksinya dengan meledakkan
gedung-gedung dan membakar rumah-rumah warga di Bandung Utara. Malam itu,
Bandung terbakar dan peristiwa itu kemudian dikenal dengan sebutan Bandung Lautan
Api.
PERISTIWA RENGASDENGKLOK
Menghadapi desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berganti pendirian.
Sementara itu di Jakarta, Chairul dan kawan-kawan sudah menyusun rencana sebagai
merebut kekuasaan. Tetapi apa yang sudah direncanakan tidak sukses dijalankan
karena tidak semua babak PETA mendukung rencana tersebut.
Karena tidak mendapat berita dari Jakarta, maka Jusuf Kunto dikirim sebagai berunding
dengan pemuda-pemuda yang telah tersedia di Jakarta. Namun sesampainya di Jakarta,
Kunto hanya menemui Wikana dan Mr. Achmad Soebardjo, kemudian Kunto dan
Achmad Soebardjo ke Rangasdengklok sebagai menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawati
dan Guntur.
Achmad Soebardjo mengundang Bung Karno dan Hatta berangkat ke Jakarta sebagai
membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56. Pada tanggal 16 tengah malam
rombongan tersebut sampai di Jakarta.
Pada waktu itu Soekarno dan Moh. Hatta, tokoh-tokoh menginginkan supaya
proklamasi diterapkan melewati PPKI, sementara golongan pemuda menginginkan
supaya proklamasi diterapkan secepatnya tanpa melewati PPKI yang diasumsikan
sebagai badan hasil pekerjaan Jepang. Selain itu, hal tersebut diterapkan supaya
Soekarno dan Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Para golongan pemuda
khawatir apabila kemerdekaan yang sebenarnya merupakan hasil dari perjuangan
bangsa Indonesia, menjadi seolah-olah merupakan pemberian dari Jepang.
Kemerdekaan Indonesia telah diraih lebih dari 76 tahun yang lalu, tepatnya pada 17
Agustus 1945. Kemerdekaan tersebut tidak diraih secara tiba-tiba.Bukan karena Jepang
yang sebelumnya pernah menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia. Namun,
kemerdekaan ini diraih setelah melalui beberapa peristiwa sejarah.
Urutan peristiwa : Dimulai dengan pembentukan BPUPKI pada Maret 1945 untuk
merumuskan dasar negara, yaitu Pancasila. Setelah itu, pada 7 Agustus 1945, BPUPKI
diubah menjadi PPKI dan Panitia 9 untuk persiapan kemerdekaan Indonesia. Proses
perumusan teks proklamasi dimulai pada malam hari tanggal 16 Agustus, setelah Ir.
Soekarno dan M.Hatta pulang dari Rengasdengklok.
Perumusan teks tersebut bertempat di kediaman Laksamada Maeda saat dini hari. Teks
dibuat dan dirundingkan bersama, serta ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan M. Hatta,
atas nama bangsa Indonesia.Lalu, teks Proklamasi diketik oleh Sayuti Melik. Keesokan
harinya, teks Proklamasi dibacakan oleh Ir. Soekarno di kediamannya, Jalan Pegangsaan
Timur 56. Disaksikan oleh beberapa tokoh nasional, seperti Soewirjo, Trimurti, Ahmad
Soebarjo, dan warga Indonesia lainnya.
Setiap negara punya sejarah sendiri untuk melakukan Proklamasi Kemerdekaan. Sama
halnya negara dan bangsa Indonesia yang di mana sejarah Proklamasi Kemerdekaannya
membutuhkan beberapa hal, seperti menggunakan rumah Laksamana Muda Maeda,
pemilihan naskah Proklamasi, dan lain-lain.