Anda di halaman 1dari 3

Persiapan Kemerdekaan

Kalau kamu mau sukses melaksanakan satu acara, pastinya butuh persiapan yang matang, kan. Sama juga
dengan kemerdekaan Indonesia. Persiapannya sudah dilakukan sejak lima bulan sebelumnya, tepatnya pada 1
Maret 1945. Pada saat itu, dibentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) atau dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Cosakai. Badan ini diresmikan pada 29 April 1945
dan diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat.
Sebagai persiapan, BPUPKI melakukan dua kali sidang. Sidang pertama dilakukan pada 29 Mei-1 Juni 1945.
Sidang ini bertujuan untuk menentukan rumusan dasar negara. Pada kesempatan itu, Soepomo, Mohammad
Yamin, dan Soekarno, masing-masing mengajukan konsep yang telah mereka buat. Pada 1 Juni 1945, terpilihlah
rumusan dasar negara yang diajukan oleh Soekarno, yang kelak kita kenal sebagai Pancasila. Itulah mengapa
tiap 1 Juni, kita peringati sebagai Hari Lahirnya Pancasila.

Sebagai tindak lanjut, pada 22 Juni 1945, dibentuklah panitia kecil beranggotakan sembilan orang yang disebut
dengan Panitia Sembilan. Panitia sembilan bertugas untuk mematangkan rumusan dasar negara. Panitia ini
kemudian menghasilkan Piagam Jakarta (Jakarta Charter). Pada piagam ini, termuat rumusan dasar negara
yang setelah beberapa perubahan menjadi Pancasila, seperti yang kita kenal hari ini. Adapun sidang kedua
dilakukan pada 10-14 Juli 1945 dan menghasilkan rumusan Undang-Undang Dasar lengkap dengan
pembukaannya (preambule).
Pada 7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan oleh pemerintah Jepang karena dianggap telah menyelesaikan
tugasnya. Kemudian, pada 12 Agustus 1945, dibentuklah PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau
Dokuritsu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang. Panitia ini diketuai oleh Soekarno dan beranggotakan 21 orang.
Tugas PPKI adalah untuk melanjutkan tugas-tugas organisasi sebelumnya, yaitu BPUPKI dalam mempersiapkan
kemerdekaan Indonesia.

Berita Kekalahan Jepang


Di penghujung Perang Dunia II, terjadi suatu peristiwa yang sangat memukul Jepang. Salah satunya adalah
peristiwa pengeboman kota Hiroshima dan Nagasaki pada 6 dan 9 Agustus 1945. Peristiwa tersebut mendorong
Jepang untuk menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945. Berita tentang kekalahan Jepang
menyebar dengan cepat lewat radio dan didengar oleh tokoh-tokoh muda Indonesia. Bersama dengan Moh.
Hatta, golongan muda ini mengadakan rapat di Pegangsaan Timur.

Rapat dipimpin oleh Chaerul Saleh untuk membicarakan pelaksanaan proklamasi kemerdekaan. Salah satu
hasilnya, mereka mendesak Soekarno dan Moh. Hatta untuk mendeklarasikan kemerdekaan saat itu juga, atau
paling lambat pada 16 Agustus 1945. Hasil rapat ini disampaikan oleh Wikana dan Darwis kepada Soekarno,
namun terjadi perbedaan pendapat.

Soekarno menolak permintaan tersebut karena masih menunggu keputusan dari pihak Jepang. Selain itu,
Soekarno juga tidak bisa memutuskannya sendiri. Ia harus berunding dengan tokoh golongan tua lainnya.
Golongan tua merupakan orang-orang yang kooperatif kepada Jepang. Mereka tidak ingin terlalu buru-buru
dalam memproklamasikan kemerdekaan karena Jepang sebenarnya telah berjanji untuk memerdekakan
Indonesia pada 27 Agustus 1945. Golongan tua tidak ingin ada pertumpahan darah kembali.
Sementara itu, golongan muda menganggap Indonesia sudah cukup kuat untuk menyatakan kemerdekaannya.
Setelah beberapa rapat dilakukan, dan golongan tua tetap memutuskan untuk menunda proklamasi, akhirnya
golongan muda mengamankan Soekarno ke Rengasdengklok agar tidak mendapat pengaruh dari Jepang.

Peristiwa Rengasdengklok
Karena Soekarno dan Moh. Hatta meminta para pemuda untuk sabar dalam mengumumkan proklamasi,
Soekarno dan Moh. Hatta pun diamankan ke Rengasdengklok, Jawa Barat oleh para pemuda. Mereka dijemput
pada 16 Agustus 1945 pukul 4.30 WIB oleh rombongan golongan muda. Sementara itu, di Jakarta akan
dilaksanakan rapat anggota PPKI di gedung Chuo Sangi In.

Ahmad Soebardjo yang saat itu mencari keberadaan Soekarno dan Moh. Hatta pun diberangkatkan ke
Rengasdengklok untuk bertemu dan berunding dengan mereka. Akhirnya Soebardjo berjanji dengan jaminan
nyawa kepada golongan muda bahwa proklamasi kemerdekaan akan diumumkan pada keesokan harinya
selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB. Dengan jaminan itu, akhirnya Soekarno dan Moh. Hatta dibawa kembali
ke Jakarta.

Perumusan Naskah Proklamasi


Dari Rengasdengklok, rombongan tiba kembali di Jakarta pukul 23.30 WIB. Mereka memutuskan untuk istirahat
sebentar di rumah masing-masing. Sebelum merumuskan naskah proklamasi, Soekarno dan Moh. Hatta
menemui Mayor Jenderal Nishimura untuk menanyakan sikapnya mengenai proklamasi kemerdekaan.

\Sayangnya, tidak ada kesepakatan dalam pertemuan tersebut karena Jepang sudah menyerah kepada Sekutu,
sehingga mereka tidak dibolehkan untuk mengubah keadaan politik di Indonesia sampai kedatangan Sekutu.
Akhirnya, Soekarno dan Moh. Hatta memutuskan untuk melanjutkan pembuatan naskah proklamasi.

Setelah itu, Soekarno dan Moh. Hatta pergi ke rumah Laksamana Tadashi Maeda bersama Ahmad Soebardjo.
Walaupun orang Jepang, laksamana ini memiliki kedekatan dengan tokoh-tokoh Indonesia dan beliau memberi
jaminan keselamatan.
Kata “Proklamasi” adalah sumbangan pemikiran Soekarno, kalimat pertama adalah sumbangan pemikiran
Ahmad Soebardjo, dan kalimat terakhir merupakan sumbangan pemikiran Hatta. Teks itu kemudian diberi saran
dan sedikit perubahan oleh Sukarni, lalu diketik oleh Sayuti Melik. Terakhir, Sukarni memberi usulan bahwa
naskah ini sebaiknya ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia. Pada pukul 04.30
WIB konsep naskah proklamasi selesai disusun.

Buat kamu yang tinggal di Jakarta, mungkin kamu pernah melewati lapangan Monumen Nasional (Monas), kan?
Semula, pembacaan teks Proklamasi akan dilaksanakan di lapangan tersebut. Dulu, namanya adalah Lapangan
Ikada. Namun, Soekarno merasa jika diadakan di tempat yang luas dan ramai, hal itu dapat menimbulkan
bentrokan antara rakyat dengan pihak militer Jepang. Kemudian, ia mengusulkan untuk menyelenggarakan
proklamasi di rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur No. 56.

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia


Detik-detik menuju proklamasi kemerdekaan Indonesia semakin dekat. Setelah disepakati, proklamasi akan
dibacakan pada pukul 10.00 WIB di rumah Soekarno. Sementara itu, Moh. Hatta berpesan kepada para pemuda
yang bekerja di kantor pers, B.M. Diah untuk memperbanyak naskah teks proklamasi dan menyiarkan ke seluruh
dunia.
Pagi harinya, rumah Soekarno sudah dipadati oleh banyak orang. Shodanco Latief Hendraningrat menugaskan
anak buahnya untuk berjaga-jaga di sekitar rumah Soekarno. Ia menunggu kedatangan Moh. Hatta untuk
membacakan naskah tersebut. Setelah Bung Hatta datang, upacara dimulai.

Pada awalnya, S.K. Trimurti diminta untuk mengibarkan bendera, namun ia menolak. Menurutnya, pengibaran
bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Akhirnya, ditunjuklah Shodanco Latief Hendraningrat,
seorang prajurit PETA, dibantu oleh S. Suhud. Sementara itu, bendera merah putih dijahit oleh Fatmawati, istri
Soekarno. Upacara berlangsung syahdu dan para hadirin spontan menyanyikan Indonesia Raya ketika bendera
dikibarkan.

Penyebarluasan Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia


Berita proklamasi disebarluaskan melalui siaran radio dari kantor berita Domei. Mendengar berita ini, pihak
Jepang melarang penyiaran berita proklamasi itu. Kemudian, pada 20 Agustus 1945, alat pemancar di Domei
diputus dan disegel, sehingga pegawainya dilarang masuk. Tanpa kehilangan akal, para pemuda kemudian
membuat alat pemancar baru yang mereka ambil dari alat-alat pemancar dari kantor berita Domei.

Alat pemancar ini dibawa ke Menteng dan berita tersebut segera disiarkan ke seluruh Indonesia. Selain dari
radio, penyebaran berita proklamasi dilakukan lewat pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian Jawa pada
20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi dan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.

Wah, untung para pemuda tidak kehabisan akal, ya. Selain itu, para tokoh PPKI yang berasal dari luar Jakarta
juga diminta untuk kembali ke daerah mereka masing-masing untuk menyebarluaskan berita proklamasi, seperti
Teuku Mohammad Hassan dari Aceh, Sam Ratulangi dari Sulawesi, Ketut Pudja dari Bali, dan A.A. Hamidan dari
Kalimantan.

Anda mungkin juga menyukai