Bukan hanya golongan Militer dan Ormas saja yang baku hantam melawan
penjajah dalam banyak peperangan. Para Ulama dan santri pun memiliki peran
sangat besar dalam meraih kemerdekaan. Salah satu peran besar dari ulama dan
santri adalah ketika menumpas sekutu pada 10 November 1945 di Surabaya, yang
hingga kini di peringati sebagai Hari Pahlawan.
Dalam kondisi politik yang demikian tegang itu K.H Hasyim Asy’ari tidak
mundur sedikit pun dalam usahanya melawan penjajahan Belanda, bahwa K.H.
Hasyim Asy’ari berbalik memberi keterangan dalam rapat-rapat akbar, baik dalam
masjid atau di tempat lain, dengan terus menerus memberikan dorongan demi
keuntungan dan kemenangan perjuangan bangsa Indonesia.
K.H. Hasyim dengan gigih melawan agenda kolonial itu justru semakin
memeperkuat jaringan pendidikan pesantren. Melihat keteguhan pendirian ulama
kharismatik itu, maka sekitar tahun1935, Belanda mengambil siasat lain, bukan
melawan, tetapi menjinakan dengan tipu muslihat melalui pemberian gelar bintang
perak atas jasanya dalam mengembangkan pendidikan islam. Tetapi gelar itu di
tolak oleh K.H Hasyim, sebab ia tahu bahwa pemberian gelar itu hanya tipu
muslihat untuk menjinakannya.
Para ulama terdahulu percaya bahwa pesantren dengan spirit pendidikan islam
mampu menangani pendidikannya sendiri tanpa dibantu oleh penjajah. Mereka
sadar betul sabik apapun banyuan colonial itu bertujuan menjajah.
Dalam perjuanganya melawan Belanda K.H Hasyim Asy’ari memakai media
produk pesantren yang memiliki peran virtual dalam pembentukan karakter umat
islam. Dalam literature sejarah gerakan rakyat dalam melawan imperialism
kolonialisme Belanda, peran kyai dan pondok pesantren tidak diaokomodir. Bagi
penulis,tidak terungkapnya peran kyai dalam pelulisan sejarah perjuangan gerakan
rakyat dalam merebut kemerdekaan Indonesia adalah kesalahan fatal. Padahal,
beribu-ribu kyai dan santrinya yang gugur laksana Ratna Manikam dalam
mempertahankan setiap jengkal tanah dari cengkraman kerasukan penjajah. Jika
dituntut lebih jauh lagi kantong-kantong perjuangan gerakan rakyat ketika jaman
refolusi fisik merebut kemerdekaan dari tangan penjajah berada di pondok
pesantren menjelang proklamasi kemerdekaan dikumandangkan, para kyai NU se-
Jawa dan Madura mengadakan pertemuan khusus di Surabaya untuk menyikapi
kondisi bangsa ketika itu. Rapat itu dipimpin oleh KH.Wahab Hasbullah. Dalam
pertemuan tersebut KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan tausiah tentang kewajiban
umat Islam dalam memberikan kontribusi bagi perjuangan.
Berpijak dari tausiah itulah, pertemuan tersebut mengeluarkan sebuah resolusi
yang dikemudian hari dikenal dengan sebutan “Resolusi Jihad”. Tak lama
kemudian para kyai terlibat aktif dalam menginisiasi terbentuknya lascar-lasjar
perjuangan rakyat sebagai”Derivasi” dari resolusi yang diamanatkan KH Hasyim
Asy’ari tadi. Laskar-laskar tersebut memiliki peran vital untuk berjuang khusus
menolak kembalinya imperialis kolonialis Belanda. Laskar-laskar tersebut
diantaranya ialah Laskar Sabilillah pimpinan KH Masykur dan Laskar Hizbullah
3
1
Mutiara dakwah K.H. Hasyim Asy’ari
4
Banyak Ulama yang menjadi pemimpin perlawanan seperti imam bonjol yang
memipin perang padri berjuang melawan Belanda pada tahun 1803-1838, Teuku
Cik Di Tiro yang mati karena di racun oleh belanda karena ia pemimpin dalam
permberontakan terhadap belanda, KH Zainal mustofa yang memberontak terhadap
jepang dengan melalui ceramah dan khotbahnya, KH. Hasyim Asy’ari sebagai
pendiri organisasi Nahdotul ulama yang mencetuskan Resolusi jihad , KH Ahmad
Dahlan yang berjuang dengan mencerdaskan anak bangsa dengan landasan pondok
pesantren. Bahkan para habaib pun ikut berjuang dalam memperjuangkan Negara
ini seperti Habib Ali Al Habsyi yang mendorong berdirinya partai politik yang ber
azaskan islam sebagai persatuan umat islam yang dikenal partai syarikat islam,
Habib idrus Al Jufri yang berjuang di provinsi Sulawesi tengah dalam bidang
pendidikan agama islam dan pendiri lembaga Al Khoirot, Habib Syarif Sultan
Hamid II yang merancang dasar lambing elang rajawali garuda pancasila, Habib
Husein Mutohar yang berjuang ikut serta berperang gerilya ada tahun 1948-1949,
Habib Ahmad Assegaf yang berjuang melawan kolonial belanda lewat tulisan-
tulisanya dan masih banyak lagi.
KH. Khotib Umar, pengasuh pondok Pesantren Raudhotul Ulum Jember, berani
menyatakan bahwa seandainya tidak ada ulama, santri dan pesantren nisacaya
tentara-tentara Indonesia akan hancur. Hal ini karena mereka tidak memiliki
2
Riadi Ngasiran,wawancara, Surabaya, 30 November 2016
3
http://digilib.uinsby.ac.id/peran-ulama-dalam-kemerdekaan/
5
Pada tahun 1527 M para sultan beserta ulama dan santri mampu mengusir portugis
dari tanah air ini. Mereka mampu merebut malaka yang sebelumnya pusat niaga
islam dibwah kekuasaan Afonso de Albuquerque, penyerangan terhadap kolonial
tersebut yang di pelopori oleh kesultanan Aceh dan kesultanan Gowa makassar.
Pada saat itu Bumi Serambi Mekkah merupakan wilayah kekuasaan Kesultanan
Aceh Darussalam memiliki bandar perdagangan yang ramai, bahkan bersaing
dengan Malaka. Karena posisi portugis saat itu berada di Malaka mereka
menganggap Kesultanan Aceh Darussalam sebagai ancaman terhadap posisi
mereka di Malaka. Maka dari itu portugis sendiri yang menyalakan api peperangan
karena merasa tersaingi dengan berambisi beberapa cara:
Dengan adanya persatuan kerjasama dan perlengkapan yang cukup kuat maka
Kesultanan Aceh Darussalam melakukan penyerangan yang di bantu oleh Kesultan
Gowa Makassar dan akhirnya para penjajahpun angkat kaki dari tanah malaka.
Setelah mengalami kekalahan, para kolonial pergi menjajah Sunda kelapa dan
mataram, mereka kemudian mulai menguasai akan tetapi dalam kurun waktu yang
singkat kedua wilayah tersebut berhasil direbut kembali para sultan ulama dan
santri. Syarif Hidayatullah ialah orang yang memimpin dalam peperangan di Sunda
Kelapa dan Mataram di pimpin oleh Sultan Babullah.
Pada waktu itu peperangan yang memperebutkan sunda kelapa antara bangsa
protugis dan Fatahillah terjadi karena bangsa asing itu terlalu asik merebut
Indonesia satu persatu, Fatahillah sagat benci kepada Protugis karena ia telah
merebut tempat kelahiranya pada tahun 1521 M yaitu di Pasei Aceh. Karena
bangsa asing telah merebut tempat kelahirnnya, fathillah pergi berlayar menuju
mekkah. Sepulang di mekkah ia pergi ke jepara dan menikah dengan Nyai Ratu
Pembayun, yang merupakan adik Sultan Trenggana dari Demak.
Fatahillah kemudian sedikit demi sedikit berhasil menaklukkan daerah Banten dan
Sunda Kelapa. Setelah kemenangan itu, tokoh dengan nama lahir Faddillah Khan
tersebut menikah dengan Ratu Ayu, putri Sunan Gunung Jati.
Bersama sang mertua itu, Fatahillah mulai menyusun strategi untuk mengusir
Portugis dari Sunda Kelapa. Fatahillah dan Sunan Gunung Jati sepakat memilih
untuk memancing Portugis agar bertempur di tanah Jawa. Pada saat itu, Raja
Pakuan mengundang armada Portugis datang ke Sunda Kelapa untuk meminta
bantuan kekuatan lantaran posisi Pakuan yang sudah sangat lemah di wilayah laut
setelah dijepit Kesultanan Banten di Barat dan Kesultanan Cirebon di Timur.
Terjadilah peperangan pada tanggal 22 Juni 1527 itu yang dihatam serangan
dahsyat dari pasukan Fatahillah terhdap armada portugis karena kecerdasanya atas
dasar jebakan yang bermula meminta bantuan terhadap mereka. Portugis kalah dan
angkat kaki dari tanah Jawa.
Perjuang belum sampai surut di sunda kelapa, Sultan Babullah yang berusaha
menjebol benteng Portugis selama kurun waktu lima tahun berhasil di buka,
kebencian sultan Babullah terhadap portugis ialah karena sang ayah beliau yang di
bunuh atas kelicikan mengatas namakan perdamaian, kala itu Sultan Hairun sang
ayah sultan Babullah sangat gigih dalam memberontak terhdap portugis, bahkan ia
7
Dari sini kita belajar, bahwa peran ulama selaku berkipah sesuai dengan tantangan
zamanya. Mereka tidak hanya memahami permasalahan agama, melainkan
permasalahan duniawi dan keilmuan umum, terutama sejarah. Sehimgga bisa
membangun peradaban gemilang.
Suatu generasi bangsa yang buta akan sejarah pendahulunya, maka tunggulah
kehancuranya di masa depan. Sehingga bung karno berkata: Berapa banyak ulama
memahami hadis, qur an, fiqih, namun kurang memahami sejarah, sekalipun tahu,
hanya tahu debu sejarahnya bukan api sejarahnya. Kesempatan inilah di ambil
belanda guna mengabadikan penjajahanya.
76 tahun sudah kita merdeka, merdeka dari penjajahan dhohir bukan penjajahan
batin, mental, jiwa. Sebab pada prakteknya politik etis masih diterapkan pada
kurikulum pendidikan bangsa, meslki sekarang kita menganyam pendidikan,
namun pendidikan yang di rancang untuk menjadikan anak bangsa pegawai buruh
di perusahan asing sehabis lulus, baik sehabis lulus SMA atau Sarjana. Kita bisa
melihat fakta kehidupan sekaran.
Begitu juga politik lahan terbuka, dimana keayaan alam diolah bangsa asing, masih
di kuasai bangsa asing kapitalis. Indonesia punya kita, tanah air kita, kita yang
punya rumah namun kita yang di perbudak oleh tamu yang tak pernah di undang.
Jelas ini membutuhkan waktu dan perjuangan keras dari setiap individu setiap
bangsa untuk memerdekaan bangsa kita seutuhnya.
Generasi muda sekarang adalah harapan emas para pahlawan terdahulu, mereka
berjuang demi Negara ini demi kesejahteraan generasi muda sekarang. Para
pahlawan hanya tau satu makna dari para penjajah, ialah lawan yang harus di
musnahkan. Tugas mereka kini telah tercapai, berjuang, melawan, memberontak
demi revolusinya negeri ini. Tugas kita sebagai anak bangsa hanyalah satu yaitu
menghargai mereka, jangan sampai mata, pikiran, hati ini buta akan perjuangan
dan jasa-jasa mereka.
Kini penjajah telah terusir dari bumi pertiwi, perjuangan para pahlawan
khususnya para ulama harus dihargai semua pihak, termasuk pemerintah. Para
ulama memang tidak mengharapkan apa-apa dalam perjuangan, mereka
9
Perjuangan masih belum berhenti, semangat yang para ulama korbankan dulu
masih tertanam dalam dada generasi mereka sekarang. Hanya saja tidak berbentuk
fisik, tetapi lebih kepada usaha untuk mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang
sesuai dengan cita-cita para ulama yang telah berjuang dulu. Ulama sekarang harus
menyiapkan generasi berikut yang akan meneruskan perjuangan mereka, demikian
pula mereka harus menjadi panutan umat dalam segala hal. Perkataan dan tingkah
lakunya juga harus menjadi sumber keteladan umat di negeri tercinta ini.
Berdasarkan hal ini generasi muda sekarang akan menjadi harapan bangsa yang
akan membawa Indonesia ke depan pintu gerbang kesejahteran.