Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Ulama atau kiai merupakan tokoh yang berperan dalam upaya
menumbuhkan kesadaran nasional bangsa Indonesia. Ulama atau kiai hadir
sebagai katalisator yang menggerakkan massa dalam berjuang melawan
pemerintah kolonial. Menurut Ali Haidar, kiai atau ulama merupakan sisi
penting dalam kehidupan tradisional petani di pedesaan. Keresahan petani
akibat tekanan pemerintah kolonial menemukan legitimasi perjuangannnya
dengan ayoman kepemimpinan ulama dalam melakukan protes terhadap
penjajah.
K.H. M. Hasyim Asy‟ari merupakan salah satu ulama besar yang
memiliki peran dalam perjuangan melawan pemerintah kolonial.Pengaruh
Hasyim Asy‟ari semakin kuat ketika mendirikan pesantren di Jombang dan
mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama (NU).Pemikiran-pemikiran Hasyim
Asy‟ari kerap kali menjadi landasan perjuangan bangsa Indonesia.Salah
satunya ialah semangat jihad yang selalu dikobarkan untuk membebaskan
Indonesia dari kungkungan kaum penjajah.3 Berjihad membela kebenaran
dan menegakkan keadilan merupakan salah satu sikap yang selalu
diperjuangkan Hasyim Asy‟ari.
Kegigihan Hasyim Asy‟ari dalam berjuang melawan penjajahan
mendapatkan pengawasan ketat dari pemerintah kolonial. Pemerintah
kolonial melihat sosok Hasyim Asy‟ari sebagai tokoh yang berpengaruh
dalam menggerakkan massa. Pemerintah kolonial tidak ingin perjuangan
bangsa Indonesia semakin membara karena dorongan dari Hasyim
Asy‟ari.Bagi Hasyim Asy‟ari berjuang membela Tanah Air adalah suatu
kewajiban.Hasyim Asy‟ari tidak ingin berkompromi dengan Belanda di
tengah tekanan yang terus dilancarkan untuk menduduki dan menguasai
Indonesia.
Hasyim Asy‟ari menganggap bahwa menyerah terhadap penjajah sama
artinya mengkhianati bangsa dan negara. Hal itu sangat bertentangan dengan

1
prinsip Islam. Kebencian pemerintah kolonial terhadap Hasyim Asy‟ari
berangkat dari pengaruhnya yang luas dalam menggerakkan massa; apalagi
beliau sangat berperan sentral dalam pembentukan NU. Sepak terjang Hasyim
Asy‟ari yang sangat brilian dan agresif, membuat pemerintah kolonial
dipaksa memeras otak untuk menaklukkannya.
Hasyim Asy'ari dianggap sebagai provokator yang cukup berbahaya
dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.Sehingga, seluruh aktivitas yang
dijalani Hasyim Asy‟ari tidak pernah lepas dari pengawasan Belanda.Dalam
situasi tersebut, Hasyim Asy‟ari tetap menjalankan segala aktivitas sosial-
keagamaannya dengan penuh semangat.Hasyim Asy‟ari terus memberikan
semangat dan motivasi kepada rakyat Indonesia untuk terus berjuang hingga
tetes darah penghadapatn. Hasyim Asy‟ari mengobarkan semangat
perjuangan bangsa indonesia melalui fatwa-fatwanya. Salah satu fatwa yang
membakar api revolusi dan menggoncang sendi-sendi imprealisme Belanda
adalah pernyataannya tentang wajibnya jihad dengan kekuatan dan merebut
kemerdekaan dari tangan kaum penjajah.
Belanda mencoba mencari celah yang memungkinkan adanya peluang
untuk mengendorkan semangat para pemuda yang tergabung dalam barisan
para pejuang.Akan tetapi untuk melaksanakan upaya tersebut, Belanda sadar
betul bahwa satu-satunya jalan yang harus ditempuh pertama-tama adalah
membujuk aktor di balik terbentuknya barisan para pemuda yang mempunyai
komitmen tinggi dalam merebut kemerdekaan.Belanda ingin untuk segera
membubarkan barisan pemuda tersebut dengan terlebih dahulu membujuk
aktornya. Aktor yang dimaksud tidak lain adalah Hasyim Asyari. Belanda
berkeyakinan bahwa apabila sang aktor itu sudah berhasil dibujuk dengan
berbagai cara, maka otomatis bawahannya akan mengikuti pula.

2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemikiran KH.M.Hasyim Asy’ari tentang politik dan
kebangsaan ?
C. Tujuan.
1. Untuk mengetahui pemikiran KH.M.Hasyim Asy’ari tentang politik dan
kebangsaan

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pemikiran KH.M.Hasyim Asy’ari tentang Politik dan Kebangsaan.


1. Perjuangan Melawan Pemerintah Kolonial Belanda.
Kesadaran politik Hadratussyaikh KH.M. Hasyim Asy'ari muncul
karena kondisi kolonialisme di Indonesia dan di Timur Tengah.
Perlawanan bersenjata kaum muslim pada paruh kedua abad ke-19,
sebagaimana yang terjadi pada Perang Paderi di Minangkabau (1821
-1837), Perang Diponegoro di Jawa (1825-1830), dan Perang Aceh (1873-
1904), untuk menyebut beberapa, pasti telah memengaruhi pemuda
Hasyim yang tumbuh menjadi dewasa pada seperempat terakhir abad
tersebut. Memang, sejak kedatangannya di Nusantara, Belanda
menghadapi tantangan dari kaum muslim yang dimotori oleh ulama desa
dan guru-guru agama. Gerakan anti-Belanda ini didorong oleh rasa
keinginan yang kuat untuk mempertahankan Islam dan untuk
memerdekakan Nusantara.Oleh karena itu, beberapa sejarawan
menganggap gerakan nasionalis bersumber dari sentimen keagamaan
yang mengajak penduduk pribumi untuk merebut kemerdekaan3
Kebencian terhadap pemerintah kolonial ini didorong oleh anggapan
umum bahwa Belanda adalah kafir dan oleh karena itu tidak bisa diterima.
Sejak umatlslam kalah dalam konfrontasi bersenjata melawan
Belanda, perjuangan bersenjata berubah menjadi perjuangan melalui
bidang pendidikan dan Oleh karena itu, kita mendapatkan banyak
kebudayaan. pengikut pertempuran ini mendirikan lembaga bekas
pendidikan yang dinamakan pondok pesantren yang digunakan untuk
menjaga budaya dan moral bangsa dari penetrasi budaya Barat. Dalam
lembaga-lembaga pendidikan ini, tidak hanya tradisi Islam murni yang
terus dijaga dan dikembangkan, tetapi juga untuk mengimbangi
pendidikan Barat yang dikembangkan oleh pemerintah untuk menjaga dan
memperpanjang cengkeraman penjajahannya dengan jalan mengarahkan
cara berpikir para penduduknya. Kaum muslim ini melancarkan

4
perlawanan budaya melawan budaya Barat dan menolak kebiasaan dan
hal-hal lain yang berbau Barat. Di sisi lain, pemerintah kolonial Belanda
ingin mengajak sebagian orang Indonesia (khususnya para priayi) dan
juga sebagian santri muslim (seperti para penghulu dan khususnya
seorang mufti Batavia keturunan Arab. Untuk beradaptasi dan mendukung
pemen penjajahan Belanda. Yang terakhir ini menjadi n penasehat
keagamaan pemerintah kolonial Belanda. Dua jenis tanggapan yang
berbeda terhadap kehadiran belanda ini pasti telah memengaruhi persepsi
Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari terhadap kekuasaan
Belanda.Berdasarkan doktrin Sunni‘jalantengah" (tawassut); dia pasti
telah menyembunyikan perasaan anti-Belanda yang diperoleh dari
lingkungan dan para guru beliau yang sebagian merupakan pelaku
perjuangan bersenjata. Beliau tidak melawan Belanda secara terbuka atau
militan, tetapi juga tidak bekerja sama dengannya.
Kesadaran politik Hadratussyaikh KH.M. Hasyim Asy'ari juga
berasal dari pengalaman belajarnya. Walaupun kurikulum pesantren
jarang berbicara mengenai ide-ide politik atau mendiskusikan krisis-krisis
politik, masyarakat pesantren bukanlah tidak sadar terhadap kesulitan
sehari-hari penduduk pribumi muslim yang diakibatkan oleh penjajah.
Tiadanya pembicaraan ide-ide politik dalam kurikulum pesantren
disebabkan oleh antara lain kebijakan kolonial untuk mengikis Islam
politik yang telah memerosot sejak hegemoni imperialisme Barat
dinegaara-negara muslim.Akan tetapi, karena para siswa terlibat mengajar
dan menyebarkan agama Islam kepada masyarakat, pesantren menjadi
terlibat lebih aktif dalam persoalan-persoalan masyarakat.Para santri tidak
hanya berdakwah, tetapi juga membimbing masyarakat dalam
menyelesaikan persoalan keseharian mereka.Dalam hal ini, para
pemimpin pesantren juga menjadi pemimpin informal masyarakat di
sekitar mereka.Sejalan dengan ini, Hadratussyaikh KH.M. Hasyirn
Asy'ari telah beruntung mendapat hal-hal positif dari pesantren terrnasuk
menajamkan kesadarannya dalam hal politk sebab Islam tidak
memisahkan antara urusan negara dan agama.

5
Pada tahun 1886-1891, ketika Hadratussyaikh KH.M. Hasyim
Asy'ari berumur belasan tahun, dia mengembara dan bertempat tinggal di
berbagai pesantren di Jawa dan Madura. Pengembaraan ini mempunyai
dua keuntungan: pertama, Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari
mendapat pelajaran dan pengalaman dari sejumlah guru; kedua,
Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari lebih sadar akan kesatuan
Nusantara karena murid-murid pesantren berasal dari berbagai daerah dan
bahkan dari luar Jawa. Juga, beberapa pesantren yang dikunjungi
Hadratussyaikh KH.M. Hasyim Asy'ari berada tidak jauh dari Surabaya
yang merupakan pusat pergerakan nasional pada awal abad ke-20.
Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari pasti mengetahui ide-ide
nasionalisme yang berkembang pada masa itu. Kesadaran politik dunia
lslam juga didapatkannya ketika belajar di Makah, kota metropolis bagi
dunia lslam. Makah ketika itu selain menjadi pusat pendidikan dan ibadah
juga menjadi semacam tempat suaka politik bagi para politikus muslim
yang dari negerinya. Lingkungan Makah inilah yang juga meningkatkan
kesadaran Hadratussyaikh KH. M. HasyAsyrari atas kondisi sosial politik
dunia lslam yang mengenaskan. Umumnya, dunia lslam ketika itu sedang
berhadapan dengan imperialisme Barat.Ketika itu, Pan-Islamisme juga
sedang disebarluaskan oleh Jamaluddin Al-Afghani sebagai alat
pembebas melawan kolonialisme.Meskipun pada kenyataannya
Hadratussyaikh KH.M. Hasyim Asy'ari menghabiskan sebagian besar
waktunya untuk belajar ilmu agama Islam, pergaulannya dengan umat
Islam dari berbagai negara pasti membangkitkan minatnya untuk
berdiskusi mengenai politik.Akan tetapi, dikarenakan pemerintah kolonial
Belanda terus memonitor dan menghalangi aktivitas politik penduduk
Nusantara di Hijaz melalui konsulnya di Jedah, kemungkinan besar
Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'a ri tidak melancarkan kritik terbuka
terhadap kolonial. Meskipun demikian, pemerintah Belanda tidak dapat
mengerem kesadaran nasionalisme penduduk Nusantara di Makah yang
memang sedang berkembang.Sebagai bukti, ketika Syarekat Islam (SI)
didirikan di Indonesia, tidak lama kemudian cabang Syarekat Islam juga

6
didirikan di Hijaz.Menariknya, pendiri cabang Syarekat Islam ini adalah
salah seorang mantan murid Hadratussyaikh KH.M. Hasyirn Asy'ari yaitu
Abdul Wahab Hashullah.
Pada waktu Hadratussyaikh KH. M Hasyin Asy'ari kembali ke
Nusantara, sebagaimana ulama tradisionalis lain yang menghindari
kerjasama dengan rezim kolonial Belanda, Hadratussyaikh KH. M.
Hasyim Asy'ari menjaga jarak dengan bergerak di daerah pelosok.Dari
sini, Hadratussyaikh KH.M. Hasyim Asy'ari melakukan perlawanan
budaya dengan jalan melarang umat Islam meniru kebiasaan orang-orang
Belanda.Larangan ini merupakan bagian dan perjuangan panjang ulama
melawan akibat negatif budaya Barat. Setelah masa perjuangan bersenjata
berhenti, perlawanan para ulama diteruskan dengan menyingkir ke
pelosok daerah sehingga mereka bisa menjaga independensi dan
kekuasaan Belanda yang berpusat di kota. Hadratussyaikh KH. M.
Hasyim Asy'ari juga melancarkan gerakan non-kooperasi dan daerah
pelosok ketika itu.Malangnya, pemerintah Belanda menyadari sentimen
ini dan membakar pesantrennya pada 1913 Namun demikian,
Hadratussyaikh KH.M.Hasyim Asylari tidak jera dengan tindakan
Belanda ini dan rnalah mengumpulkan para santrinya di atas puing-
puingpesantren yang terbakar untukmengajakrnereka agar terus menjaga
sentimen anti-Belanda.Akan tetapi, dia memberi nasihat kepada mereka
agar tidak melakukan perlawanan terbuka terhadap pemerintah Belanda
sebelum tiba saat yang tepat.
Keterlibatan Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari dalam
aktivitas politik dapat juga dihubungkan dengan perkembangan
Syarekat Islam yang memfokuskan aktivitasnya dalam bidang
politik selama paruh pertama abad ke-20. Meskipun demikian,
kontribusinya dalam penyebaran Syarekat Islam pada tingkat lokal
sepertinya sangat sedikit karena tidak ada bukti yang jelas mengenai
hubungan Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari dengan organisasi
baru ini. Hanya saja, terdapat bukti secara tidak langsung bahwa
Hadratussyaikh KH. M. masa-masa awal perkembangannya, Syarekat

7
Islam mengandalkan ulama untuk menarik dukungan dari tingkat lokal.
Kedua, seseorang dapat megaitkan kontribusinya terhadap Syarekat
Islam karena melarang santrinya, khususnya Wahab Hasbullahuntuk
aktif dalam pergerakan Syarekat Islam. Meskipun demikian, keterlibatan
Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari dalam politik pada umumnya
adalah secara tidak Iangsung.
Sepertinya, Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari lebih memilih
untuk mengonsentrasikan diri membina para santrinya yang akan
mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk bergerak dalam
bidang politik. Penggodokan para santri ini masih berlanjut meskipun
mereka sudah terjun di masyarakat dengan mendatangi "kelompok diskusi"
secara periodik di Pesantren Tebuireng.Mengingat diskusi ini juga dihadiri
oleh para alumni pesantren yang sudah terlibat dalam persoalan-persoalan
kemasyarakatan, forum ini sangat berguna bagi santri-santri yang masih aktif
karena mereka dapat menerima informasi terbaru mengenai masalah-masalah
politik.Tidak mengherankan jika kemudian banyak alumni santri Tebuireng
menjadi pemimpin informal masyarakat mereka baik di Jawa maupun
Madura dan sebagian mereka aktif berpartisipasi dalam pengembangan
syarekat Islam te.rutama di tingkat lokal.
Hadrotussyarkh KH. M. Hasyim Asy'ari juga tidak akan menyerang
gerakan nasionalis ataupun muslim modernis selama mereka tidak
melarang praktikpraktik keagamaan kaum tradisionalis. Partisipasi KH.
Abdul Wahab Hasbullah dalam gerakan-gerakan ini merupakan sebuah
bukti.Dalam tradisi pesantren, santri sangat patuh kepada gurunya.
Seandainya Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari melarang
santrinya, Wahab Hasbullah, untuk tidak terlibat dalam organisasi-
organisasi tersebut pasti dia akanmematuhinya. Wahab Hasbullah juga
mendirikan forum diskusi Tasywirut Afkar (Pengejawantahan
Pemikiran) dengan KH. Mas Mansur yang pernah belajardi Kairo dan
kemudian menjadi tokoh organisasi muslim modernis, Muhammadiyah. 14
KH. Abdul Wahab Hasbullah pada 1916 juga mendirikan sekolah Islam
bernama Nandlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air), sebuah nama yang

8
jelas menunjukkan semangat nasionalisme pendirinya. Dia juga terlibat aktif
dalam forum studi yang dipimpin Dr. Sutorno, Indonesische Studieclub (Studi
Klub Indonesia) yang didirikan pada tahun 1924 sebagi forum diskusi para
intelektual Indonesia sekuler. Aktivitas dalamkelompok ini mungkin
telah mendorong WahabHasbullah untuk mendirikan organisasisserupa
bagi kalangan tradisionalis muslim sebagai wadaha untuk
mempertahankan keyakinan mereka terhadap kritikkaum modernis. Dalam
waktu yang bersamaan, organisasi pemuda bagi kalangan tradisionalis,
Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air), juga dibentuk dengan tokoh-tokoh
KH. Abdullah Ubaid, KH. Thohir Badri, H. Abdul Halim Kedung, dan
KH. Abdul Wahab Hasbullah sebagai penasihat. Organisasi ini menjadi
cikal-bakal kelahiran NU. Karakter nasional organisasi pemuda ini dapat
dilihat dari namanya yang menggunakan istilah "tanah air", sebagaimana
yang dikatakan van Bruinessen.
KH. Abdul Wahab Hasbullah juga sangat berjasa dalam mendirikan
Nandlatul Ulama. Akan tetapi, tanpa izin gurunya, Hadratussyaikh KH.
M. Hasyim Asy'ari, pendirian organisasi ini mungkin tidak dapat terwujud.
Dia memohon dukungan Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari yang
dihormati banyak kiai di Jawa dalam mendirikan NU. Akan tetapi,
selamabeberapa waktu, KH. M. Hasyim Asy'ari ragu apakah pendirian
organisasi tersendiri bagi kalangan muslim tradisionalis dipandang perlu
karena tidak ada sejumlah organisasi muslim. mungkin Hadratussyaikh KH.
M. Hasyim Asy'ari ragu jika pendirian organisasi ini malah akan merusak
persatuan dan kesatuan umat. Dapat diasumsikan bahwa persetujuan
Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari terhadap pendirian NU baru diberikan
setelah beberapa lama dan setelah memandang bahwa pendirian ini tidak
akan membahayakan persatuan umat. Pada akhirnya, Hadratussyaikh KH. M.
Hasyim Asy'ari berpendapat bahwa kalangan tradisionalis perlu
mendirikan organisasi tersendiri untuk mengurangi pertentangan dan
konflik antara mereka dan muslim modernis dalam pertemuan-pertemuan
Syarekat Islam." Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari menyetujui
pendirian NU juga setelah yakinakan petunjuk dari Allah SWT terhadap

9
pendirian organisasi ini melalui shalat istikharah dan setelah Kiai
Khalil dari Bangkalan, gurunya sendiri sekaligus kiai yang sangat
dihormati oleh para kiai di Jawa dan Madura, meyakinkan
Hadratussyaikh KR M. Hasyim Asy'ari bahwa pembentukan
organisasi ini akan membawa manfaat bagi umat Islam.
Setelah Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari memberi izin,
KH. Abdul Wahab Hasbullah mengumpulkan sejumlah kiai pada
31 Januari 1926 untuk membentuk suatu organisasi yang kemudian
diberi nama Nandlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) dan mengirim sebuah
komite ke Hijaz dengan membawa permohonan agar penguasa Hijaz
yang baru (yaitu, Raja Saud dengan ideologi Wahabinya) memberi
ruang gerak bagi pelaksanaan ajaran mazhab empat; memelihara tempat-
tempat bersejarah seperti makam Rasulullah SAW; mengumumkan
biaya pelaksanaan ibadah haji sebelum pelaksanaan dan agar mereka
menuliskan undang-undang yang berlaku di Hijaz agar umat Islam
dapat mematuhinya dan tidak melanggarnya.Meskipun demikian dari
konteks situasi Indonesia ketika itu. Sebelumtahun 1920-an,
perbedaan pendapat di antara kaum muslim belum mengenal ideologi
keagamaan.Saat itu, aktivitas utama Syarekat Islam dalam
bidangpolitik adalah dengan usaha mengesampingkan diskusi
mengenai masalah-masalah cabang
keagamaan (furu'iyah) seperti jumlah rakaat dalamshalat Tarawih dan
doa qunut dalam shalat Subuh. Selain itu, Muhammadiyah yang
didirikan pada tahun 1912, baru memfokuskan diri dalam bidang
sosial dan pendidikan.Akan tetapi, sepeninggal pendirinya, KH.
Ahmad Dahlan, organisasi ini kemudian mulai mencela secara terbuka
ideologi dan praktik-praktik keagamaan kaum tradisionalis. Celaan
serupa juga dilancarkan oleh organisasi modernis lain, yaitu
Persatuan Islam yang mencela dengan lebih radikal dalam pidato-
pidato dan brosur-brosur mereka, praktik-praktik keagamaan kaum
tradisionalis, seperti slametan dan talqinyang dianggap sebagai syirikdan
dosa. Jadi, untuk mempertahankan kepercayaan praktik keagamaan,

10
dan kepentingan mereka, kaurn tradisionalis merasa wajib
menghimpun diri mereka sendiri.Konflik yang berkepanjangan dalam
tubuh Syarekat Islam juga secara tidak langsung mendorong kelahiran
NU. Konflik ini telah menyebabkan golongan Sosialis dan Marxis
keluar dari Sl pada 1921 dan keluarnya anggota Muhammadiyah pada
1929 serta anggota Persatuan Islam tidak lama setelahnya. Kondisi ini
menyebabkan keluarnya anggota-anggota independen yang
kebanyakan adalah para petani, guru agama, dan pengusaha kecil dari
Sl. Kebanyakan anggota Sl di tingkat desa kemudian bergabung ke
organisasi tradisionalis khususnya NU, sedangkan masyarakat kota
bergabung ke Muhammadiyah atau Persatuan Islam. Peran
Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari dalam pengembangan
Nahdlatul Ulama sangatlah penting.Pada kenyataannya,
Hadratussyaikh KH.M. Hasyim Asy'ari bisa dipandang sebagai
arsiteknya. Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari menulis aturan-
aturan dasar organisasi ini (Qanun Asasi Nahdlatul Ulama) yang
masih terus dipakai sebagai ideologi NU sampai kini.Hadratussyaikh
dasar KH.M. Hasyim Asy'ari tidak saja berperan utama dalam
mengeluarkan fatwa-fatwa hukum mengenai berbagai masalah
keagamaan yang diperdebatkan oleh banyak ulama, tetapi juga
berperan dalam mempromosikan NU sebagai organisasi
nasional.Dalam kenyataannya, berkat karisma dan pengaruh
Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari, banyak kiai pesantren, para
santri, dan masyarakat bergabung dan mendukung NU. Faktor-faktor
lain yang mendorong orang masuk NU adalah hubungan kekerabatan
para pemimpin NU atau hubungan guru-murid dan kiai- masyarakat.-
lkatan kekeluargaan di antara pesantren sangat mendukung
perkembangan NU.Banyak juga orang yang tertarik kepada Nahdlatul
Ulama karena ideologi tradisionalnya, misi sosialnya, dan orientasi
politiknya. Sebagaimana yang tercantum dalam prinsip-prinsip
dasarnya, NU didirikan untuk mewujudkan tujuan-tujuan tertentu,
yaitu: Untuk menghimpun ulama yang mengikuti ajaran mazhab;

11
untuk meneliti kitab-kitab sebelum diajarkan di pesantren apakah telah
ditulis oleh kalangan Ahlussunah wal Jama'ah atau ahli bidah; untuk
mempromosikan agama Islam menurut empat mazhab Sunni dengan
segala cara yang halal; berusaha memperbanyak jumlah madrasah
Islam; memelihara hal- hal yang berhubungan dengan masjid, yatim,
dan miskin; dan membentuk badan- badan untuk meningkatkan
pertanian dan perdagangan sesuai dengan hukum Islam.
Selama sepuluh tahun pertama, NU disibukkan dengan urusan-
urusan internal termasuk memperluas pengaruhnya dan menarik
pemimpin-pemimpin pesantren untuk bergabung dalam NU.Ketika itu,
Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari dan kiai lain seperti KH.
Abdul Wahab Hasbullah dan KH. Bisri Syansuri membentuk sebuah
tim untuk mengadakan pendekatan kepada para pemimpin pesantren
dan mengajak partisipasi mereka. Tim ini terbukti sangat berguna
untuk mempromosikan NU ke berbagai wilayah dalam waktu yang
tidak lama. Hal ini dikarenakan karisma para anggota tim dan
hubungan yang sangat dekat anyar sesame kiai dan mantan santri baik
melalui hubungan dara maupun pewaris ilmu pengetahuan.
NU pasti telah menarik pelajaran dari Sl yang Juga, mengalami
hambatan dari pernerintah kolonial ketika Sl melakukan oposisi yang
keras terhadap pemerintah kOlonial Belanda. Oleh karena itu, tidaklah
heran jika pada Muktamar NU ketiga di Surabaya (1928),
pemerintahan non-muslim telah dipuji-puji. pendekatan akomodatif
inijuga ditekankan oleh Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari dan
NU dalam Muktamarnya pada 7936 di Banjarmasin. Ketika ditanya
apakah negeri yang dikuasai oleh orang kafir harus dipertahankan dari
serangan luar, Hadratussyaikh KH.M. Hasyim Asy'ari menjawab,
"ya"ketika itu. Hal ini berdasarkan alasan bahwa Nusantara dapat
dianggap sebagai negeri muslim karena merupakan tanah air umat
Islam, meskipun dikuasai oleh orang kafir. Jadi, status Nusantara
sebagai negeri muslim adalah kekal.

12
Meskipun demikian, perlu juga diketahui bahwa Hadratussyaikh
KH.M. Hasyim Asy'ari dan NU juga beberapa kali berseberangan
dengan pemerintah kolonial. Contohnya, Hadratussyaikh KH. M.
Hasyim Asy'ari menolak sumbangan finansial dari pemerintah
Belanda kepada Pesantren Tebuireng.42 Sikap oposisi juga terlihat
ketika NU menolak duduk dalam lembaga perwakilan semu
Volksraad, berdasarkan keputusan yang diambil pada Muktamar ke-13
di Menes (Banten) pada 1938. Setahun kemudian, NU bersama
organisasi Islam lain menolak pembatasan pelaksanaan pendidikan
(Ordonansi Guru), menolak pelimpahan wewenang urusan harta
warisan dari peradilan agama ke peradilan umum (Landraad), dan
menolak berpartisipasi dalam milisia buatan Belanda untuk
mempertahankan Nusantara dari ancaman Jepang.
Penolakan di atas dilakukan secara resmi oleh NU, namun
peranan Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy•ari dalam mengeluarkan
keputusan-keputusan ini tidak dapat diragukan lagi.Selain itu,
Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari menolak medali penghargaan
yang akan diberikan pada 1937 oleh Gubernur Jenderal Belanda, Van
Der Plas, yang mengunjungi berbagai pesantren untuk menarik simpati
para kiai. penolakan ini didasarkan pada keteladanan Nabi Muhammad
SAW yang menolak penghargaan dari kaum kafir Makah kalau mau
meninggalkan dakwah Islam beliau.Berdasarkan hal ini, seseorang
bisa saja beranggapan bahwa Hadratussyaikh KH.M. Hasyim Asy'ari
menyamakan Belanda dengan kafir Quraisy dalam hal sama-sama
musuh Islam.
Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari dapat juga dianggap
sebagai pendamai di dalam NU dan umat Islam. Ajakan serupa juga
dikernukakannya Pada Muktamar NIJ ke-12 di Malang (Juli 20-24,
1937): Telah sampai berita kepadaku bahwo kornu menfitnah,
mencoci, dan mernusuhi ontora satu dengan yang lain. kalian semuo
bertengkar antara satu dan loinnya. Oh! ulama yang keros hati dolom
memegong mazhab atau pendapat! Tinggalkan sikap fanatikmu pada

13
masalah-masalah cabang (furu'iyah)! Sebab ulama sendiri berbeda
pendapat dalam masalah ini dan mengakui lebih dari satu pendapat
Jagalah Islam, laksanakan ijtihad melawan mereka yang mencela A1-
Quran dan sifat-sifat Tuhan Sikap keras kepala Anda semua terhadap
masalah-masalah cabang dan memaksakan mazhab atau pendapat
kepada yang lain tidak Okan disukai Allah Ta'ala! Dan Tuhan tidak
akan memberikan safa'at Nabi SAW. terhadapmu. Motivasi Anda
sesungguhnya adalah sikap fanatik, konflik, dan kebencian satu
dengan yang lain. Jika Imam Syafi'i, Imam Abu Hanifah, Imam Malik,
Imam Ahmad, Ibn Hajr, dan Ramli masih hidup, mereka pasti
menolak apa yang telah kau lakukan.
Dan mengajak kepada muslim modernis, Dan, H adratussyaikh KH.
M. Hasyim Asy'ari mengatakan:
Oh ulama,jika kamu melihat mengerjakan kebaikan berdasarkan
pendapat (qaul) para imam atau taqlid pada mereka, meskipun
pendapat yang diikuti tersebut tidak argumentatif (marjuh), kemudian
meskipun kamu tidak setuju, jangan mencaci mereka, tetapi
bimbinglah mereka dengan cara yang baik! Dan jika mereka tidak mau
mengikutimu, jangan bertengkar dengan mereka. Karena jika kamu
melakukan hal itu, kamu seperti mereka yang akan membangun istana
dengan menghancurkan kota lebih dulu.
Juga mengajak kepada muslim tradisionalis dan modernis,
Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari menyatakan:
Janganlah hal-halyang sepele menyebabkan kamu bercerai-berai,
bertengkar, dan bermusuhan.Janganjuga kita meneruskan budaya
saling bertikai dan mencaci. (Sebab) agama kita hanyalah satu: Islam!
Mazhab kita hanyalah satu: Syafi'i! Daerah kita adalah satu: Jawa!
Dan kita semua adalah Ahlussunah wal Jama'ah!
Ajakan ini menarik hati para kalangan modernis seperti KH.Mas
Mansur dari Muhammadiyah dan Wondoamiseno dari Syarekat Islam
yang diundang ke Muktamar NU.Mereka kemudian merealisasikan
ajakan Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari untuk bekerja sama

14
dengan kalangan tradisionalis yang diwakili oleh KH. Abdul Wahab
Hasbullah dan KH.Ahmad Dahlan dari Surabaya. Mereka lalu
membentuk badan federasi bagi organisasi-organisasi Islam untuk
mengoordinasikan kegiatan organisasi-organisasi Islam dan
menyatukan mereka menghadapi ancaman ataupun kepentingan
bersama.56 Organisasi ini didirikan pada 18-21 September 1937
dengan nama MIAI (Majlis Islam Ala Indonesia).57 Tiga belas
organisasi Islam bergabung dalam federasi ini dan semuanya bersatu
menghadapi politik Belanda yang merugikan Islam. Misalnya, mereka
menolak undang baru mengenai perkawinan, pembagian undang
warisan, dan kewajiban militer bagi umat Islam.Sernua bersatu
sebagai oposisi terhadap kebijakan Belanda tertentu. Slogan organisasi
ini adalah A1-Quran, 111: 103 yaitu:
Berpegang teguhlah kamu semua pada tali Allah dan janganlah
bercerai berai. Ada lima tujuan MIAI yaitu: pertama, untuk
menyatukan seluruh organisasi Islam di bawah satu bendera dan
mendorong mereka untuk bekerja bersama; kedua, untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang menimpa umat Islam; ketiga,
untuk memperkuat hubungan dengan umat Islam di luar negeri;
keempat, untuk memperkuat keimanan; terakhir, untuk membentuk
kongres muslim Indonesia.
Di dalam MIAI, otoritas ulama sepertinya diakui oleh muslim
modernis juga. Dalam kenyataannya, Hadratussyaikh KH.M. Hasyim
Asy'ari yang mewakili. NU dipilih sebagai ketua badan legislatif,
sedangkan para pemimpin Sl dan Muhammadiyah mendominasi badan
eksekutif. Dipilihnya Hadratussyaikh KH. M Hasyim Asy'ari sebagai
ketua tampaknya bertujuan untuk menarik massa Islam dari kalangan
desa. Akan tetapi, kedudukan tersebut tampaknya hanya simbolik
karena Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari mendelegasikan segala
tugas sehari-hari kepada sang putra, KH. Abdul Wahid Hasyim. Hal
ini dilakukan agar Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari bisa
langsung menangani pesantrennya dan menyiapkan para santrinya

15
untuk menjadi pemimpin di masa depan. Akan tetapi, pendelegasian
tugas kepada sang putra ini tidak berarti bahwa Hadratussyaikh sama
sekali tidak mengurusi aktivitas MIAI. Hadratussyaikh KH. M.
Hasyim Asy'ari menangani banyak tugas MIAI terutama masalah-
masalah yang krusial dan penting.Selainitu, nasihat-nasihat
Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari sering kali diminta oleh para
anggota MIAI termasuk para pemimpin muslim modernis.
Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari juga biasanya memberi
nasihat kepada para tamu yang datang ke pesantrennya, "Mereka tidak
hanya harus bertanggungjawab kepada pemimpin dan umat, tetapi
juga kepada Tuhan”.Oleh karena itu, tidak diragukan lagi pengaruh
Hadratussyaikh KH.M. Hasyim Asy'arijauh melampaui kedudukannya
sebagai ketua badan legislatif MIAI Dengan menjadi ketua MIAI,
Hadratussyaikh KH.M Hasyim Asy'ari mulai serius memperhatikan
masalah politik.Hal ini dikarenakan aktivitas MIAI banyak yang
diarahkan ke masalah politik. Para pemimpin eksekutif MIAI adalah
para mantan aktivis Sl yang sangat berpengalaman dalam menangani
masalah politik. Perkembangan internasionalt terutama di Eropa,juga
mendorong para pemimpin pribumi untuk lebih memperhatikan nasib
mereka, khususnya sejak akhir 1930-an, ketika Belanda diserang oleh
tentara Nazi Jerman yang akhirnya menaklukkan Kerajaan Belanda.
Semua pemimpin nasional Indonesia melihat kesempatan yang langka
ini sehingga mereka menganggap persatuan di antara mereka adalah
sangat penting. Dengan demikian, para pemimpin muslim yang
tergabung dalam M IAI mulai bekerjasama dengan para pemimpin
nasionalis sekuler. MIAI bergabung dalam GAPI (Gabungan Politik
Indonesia) yang menuntut adanya parlemen yang representatif bagi
bangsa Indonesia (Indonesia berparlemen).Kondisi ini mendorong
para pemimpin NU, khususnya Hadratussyaikh KH. M. Hasyim
Asy'ari, untuk terlibat dalam poiitik sebagaimana yang dikatakan
Saifuddin Zuhri, "Kelahiran MIAI merupakan tangga bagi NIJ ke
dunia politik."62 Keterlibatan dalam politik ini semakin rneningkat

16
setelah keterlibatan generasi muda NU saat itu seperti KH.Abdul
Wahid Hasyim dan KY-I.Machfudz Shiddiq dalam MIAI. Perubahan
orientasi para pemimpin NIJ ini juga diamati oleh Deliar Noer:
disebabkan aktivitas di dalam MIA/, muslim tradisionalisyaitu NU,
mulai memperhatikan masalah-masalah politik. Sikap pasifmereka
terhadap Belanda berubah. Mereka mulai mengadopsi pendekatan
yang sama dengan yang dilakukan oleh muslim modernis. Oleh karena
itu, kaum tradisionalis menganggap peraturan guru pada tahun 7925
sebagai penghambat pengajaran Islam dan pengalihan masalah waris
dari pengadilan agama menuju pengadilan umum, Landraad, pada
tahun 1935 sebagai taktik pemerintah untuk menolak hukum faraid.
NU juga menolak undang-undang perkawinan yang ditawarkan
oleh pemerintah kolonial pada 1937 sebab tidak mengindahkan nilai-
nilai Islam. Lebih dari itu, kepedulian NU dan Hadratussyaikh KH. M.
Hasyim asy'ari terhadap masalah politik mulai menjangkau masalah
politik global. Misalnya, NU mendukung keputusan kongres Pan-Arab
pada 8 September 1937 yang menolak pembentukan negara Yahudi
karena mengebiri kedaulatan rakyat Palestina.
Oposisi terhadap pemerintah kolonial Belanda semakin
menghebat bahkan sentimen pro-Jepang telah mulai berkembang sejak
1938. Hal ini terlihat dari Berita Nahdlatul Ulama edisi 15 September
1938, surat kabar yang sering juga memuat program dan kebijakan
MIAI. Dalam sebuah artikel yang berjudul “Suara Jepang",
pemerintah Jepang dipuji-puji karena mempromosikan Islam di
negerinya. Inilah mulainya umat Islam, khususnya muslim
tradisionalis, telah menentang Belanda secara terbuka dan
melihatJepang sebagaisarana untukmengakhiri cengkeraman Belanda
atas Nusantara. Meskipun hal ini tidak menunjukkan bahwa kaum
tradisionalis mengharapkan kedatangan Jepang, tetapi paling tidak
rasa simpati terhadap yang terakhir ini mulai tumbuh.Hal ini juga
karena dalam tahun-tahun tersebut Jepang—mungkin berdasarkan
pertimbangan politiknya—gencar mempromosikan Islam di

17
negerinya.Simpati ini memudahkan Jepang untuk menguasai
Nusantara di kemudian hari.
Para ulama dan pemimpin modernis di dalam juga bckerjosama
dengan para pemirnpin nasionalis sekulan Kerjasarna ini dirnulai pada
1941 ketika MIAI dan GAPI rnengadakan proyek bersarna dalam
memperjuangkan hak-hak politik bangsa Indonesia dan kernerdekaan
Indonesia. Usaha ini juga dilakukan untuk rnemanfaatkan momentum
kekalahan Belanda di negerinya sendiri dari Jerman. Aksi militer
Jepang di beberapa ternpat di Asia juga mengisyaratkan akan adarya
serangan pada Nusantara. Para pejabat pernerintah kolonial Belanda
telah merasakan kelemahannya sehingga mengharapkan penduduk
pribumi untuk bisa direkrut menjadi tenaga sukarela untuk
mempertahankan Tanah Air.GAPI ingin menggunakan keinginan
Belanda ini dengan suatu konsesi yang menguntungkan penduduk
pribumi.Mereka lalu membentuk Kongres Rakyat Indonesia
(KORINDO).Dalarn badan ini, NU diwakili oleh KH. Mahfudz
Shiddiq, Pengurus Eksekutif NU. Organisasi ini menuntut Belanda
agar bangsa Indonesia mempunyai pemerintah dan badan perwakilan
rakyat sendiri menggantikan Volksraad yang dianggap tidak mewakili
kepentingan rakyat pribumi.
Akan tetapi berbagai perselisihan muncul antara kelompok
sekuler dan muslimdalam organisasi ini. Misalnya ketika golongan
sekular menuntut adanya "Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia",
golongan santri muslim menambahkan syarat adanya "Dewan
perwakilan Rakyat harus berlandaskan Islam."Konflik di antara
mereka semakin tajam ketika pengurus eksekutif yang didominasi oleh
kalangan sekuler memutuskan secara sepihak untuk mendukung
Belanda yang demokratis dalam mempertahankan Nusantara dari fasis
Jepang. Dukungan ini memang bertujuan untuk menarik simpati
pemerintah Belanda yang diharapkan akan mengubah kebijakan yang
lebih menguntungkan gerakan kemerdekaan. Akan tetapi, usaha
golongan sekuler ini ditentang oleh Abikusno Cokrosuyoso, wakil

18
Partai Syarekat Islam Indonesia dan pengurus eksekutif KORINDO,
dengan jalan keluar dari organisasi ini. Konflik semakin keruh karena
para pengurus KORINDO dengan serta merta Mas Mansur dari
Muhammadiyah tanpa berusaha menyelesaikan akar masalahnya.
Untuk meredam konflik ini, para pemimpin NU berusaha
menjembatani gap antara kalangan muslim dan sekuler dengan
memberiünterpretasi baru pada statement KORINDO mengenai
masalah tersebut. NU mengatakan bahwa konflik tersebut dipicu oleh
tiadanya kompromi di kalangan pemimpin KORINDO.Interpretasi
baru tersebut adalah meskipun Jepang negara fasis, narnun tidak
semua negara yang memusuhinya adalah negara demokratis.Sebagai
contoh, negara sekutu yang bermusuhan dengan fasisme terdiri atas
negara- negara yang tidak demokratis seperti Uni Soviet dan Kerajaan
Inggris.Para pemimpin Islam memang lebih menyukai Jepang
daripada Belanda yang dianggap lebih bisa mempromosikan Islam.
Akan tetapi, debat mengenai hal ini sia-sia belaka karena penyerbuan
oleh Jepang terjadi tidak lama kemudian dengan mudah menguasai
Nusantara. Pada 8 Maret 1942, Belanda di Jawa menyerah lalu
Gubernur Jenderal van Starkenborgh ditangkap.68 Oleh karena itu,
berakhirlah pemerintahan kolonial Belanda di Nusantara meskipun
setelah perang dunia kedua nanti mereka untuk beberapa waktu dapat
menguasai lagi beberapa daerah di Nusantara.
2. Reaksi terhadap Pendudukan Jepang.
Pada tanggal 15 juli 1942, jepang melarang semua gerakan social
dan politik. Beberapa pemimpin juga ditangkap. Januari 1943, polisi
jepang mengambil tindakan yang keras terhadap siapa saja yang dicurigai
melakukan gerakan bawah tanah. Jepang memaksakan budayanya kepada
penduduk pribumi yaitu keharusan bagi seluruh penduduk pribumi untuk
membungkukkan badan setiap pagi kea rah Kaisar Jepang, Tenno Heika
(saikeirei). Pada tanggal 1 Agustus 1942, para konsul NU (koordinator
setiap wilayah) mengadakan pertemuan di Jakarta untuk membela orang-

19
orang NU yang ditahan jepang. Pada tanggal 18 Agustus 1942
KH.M.Hasyim Asy’ari akhirnya dibebaskan oleh Jepang.
Pada masa pendudukan jepang, kiai dan ulama muncul sebagai
elemen baru dalam kehidupan politik nasional. Banyak dari mereka
menjadi pendukung setia Jepang Raya, setelah mendapat keuntungan
secara social dan material dari pemerintah jepang. Oleh karena itulah NU
bersikap lebih lunak terhadap jepang disbanding Belanda. NU telah
menjalin kerjasama dengan jepang yaitu menerima tawaran menduduki
jabatan Kementerian Agama dan dalam milisia, seperti Hizbullah dan
Sabilillah. Sejak 31 Mei 1943 kerajaan jepang memperbolehkan orang-
orang Indonesia untuk berpartisipasi dalam menangani administrasi
pemerintahan. Pemerintah jepang juga mulai menyertakan pemimpin-
pemimpin nasionalis-sekuler untuk berpartisipasi dalam area politik agar
terjadi keseimbangan kekuatan diantara masyarakat Indonesia dan untuk
menarik sebanyak mungkin dukungan masyarakat terhadap jepang.
Pada bulan Juli tahun 1942, Soekarno dipilih sebagai anggota
Ampat Serangkai, suatu komite yang terdiri atas empat pemimpin pribumi
yang masih dibawah kontrol jepang. Para pemimpin nasional kemudian
bergabung dalam organisasi yang dibentuk jepang dengan nama Pusat
Tenaga Rakyat (Putera). Agar organisasi ini tidak berakar kuat
pemerintah jepang kemudian mengubah nama dan struktur organisasi ini
dari waktu ke waktu. Putera ini pada Maret 1944 diubah menjadi Jawa
Hakokai (Kebaktian Rakyat Jawa) dengan diketuai oleh Soekarno,
Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Mas Mansur.
Pada tanggal 10 September 1943, resmi mengakui NU dan
Muhammadiyah. Pemerintah jepang juga membentuk Pasukan sukarela
untuk membela Tanah Jawa (PETA). Pada tanggal 3 oktober 1943 yang
juga melibatkan kaum santri. Masyumi (Majelis Syuro Muslimin
Indonesia) dibentuk oleh jepang pada 24 oktober 1943 sebagai pengganti
MIAI yang beranggotakan seluruh umat islam Indonesia. Terbentuknya
organisasi ini dikarenakan jepang khawatir bahwa karakter anti colonial
MIAI akan berubah menjadi anti jepang. Masyumi dan MIAI memiliki

20
tujuan yang sama yaitu mempersatukan umat islam. Perbedaan di antara
keduanya hanyalah dalam hal pendekatan terhadap penguasa. Kalau MIAI
bersikap non-kooperatif dengan Belanda, Masyumi sebaliknya
bekerjasama dengan jepang.
Pada 13 Maret 1944 KH.M.Hasyim Asy’ari ditunjuk oleh jepang
sebagai kepala kementrian. Pada tanggal 7 September 1944 perdana
menteri jepang kunaiki koiso menjanjikan kemerdekaan kepada bangsa
Indonesia dalam pidatonya. Janji ini merebut perhatian dari banyak
pemimpin Indonesia dan manandai adanya kebijakan baru Jepang yang
sejak saat itu lebih memperhatikan kaum nasionalis-sekuler. Sehubungan
dengan ini pemimpin Kongres muslim sedunia, Syaikh Muhammad Al-
amin Al-Husaini dari Palestina mengirimkan surat kepada duta besar
berkuasa penuh jepang untuk jerman yang berisi desakan kepada jepang
agar segera melaksanakan janji kemerdekaannya terhadap bangsa
Indonesia. Salinan surat ini dikirimkan kepada KH.M.Hasyim Asy’ari
yang kemudian menyelenggarakan pertemuan masyumi pada 12 oktober
1944 khsusus membicarakan masalah ini, pertemuan tersebut
menghasilkan resolusi pada pemerintah jepang yang menyatakan bahwa
umat islam siap :
a. Mempersiapkan umat islam Indonesia agar mampu dan siap menerima
kemerdekaan Indonesia dan agama islam.
b. Mengaktifkan kekuatan umat islam Indonesia untuk memastikan
terlaksananya kemenangan final dan mengatasi setiap rintangan dan
serangan musuh yang mungkin berusaha menghalangi kemajuan
kemerdekaan Indonesia dan agama islam.
c. Bertempur dengan sekuat tenaga bersama Jepang Raya di jalan Allah
untuk mengalahkan musuh.
d. Menyebarkan resolusi ini kepada seluruh tentara jepang di Indonesia
dan kepada segenap bangsa Indonesia.

Badan perang jepang tertinggi pada 5 September 1944


mengumumkan bahwa Hindia Timur akan diberi kemerdekaan di masa
depan. Akhirnya pada tahun 1945 Menteri Luar Negri Jepang, Shigenori

21
Togo merencanakan kemerdekaan bagi Hindia Timur yang lebih nyata
dan segera. Pada konferensi tanggal 30 Juli 1945, diputuskan bahwa
infrastuktur ekonomi Negara akan diserahkan sepenuhnya kepada bangsa
Indonesia. Sebulan kemudian dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia oleh pemerintah Jepang yang disetujui oleh Komandan Tentara
Terauchi pada tanggal 7 Agustus 1945. Soekarno dan Hatta dipilih
sebagai ketua dan wakil ketua panitia ini. Pada tanggal 17 Agustus 1945,
mereka memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di depan khalayak
ramai.

3. Dukungan terhadap Kemerdekaan Indonesia.


Pada tanggal 22 Oktober 1945, setelah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia terjadi peperangan di Surabaya. Untuk memobilisasi dukungan
umat islam, KH.M.Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa untuk tetap
mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Fatwanya sebagai
berikut :
a. Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17
Agustus wajib dipertahankan;
b. Republik Indonesia, sebagai satu-satunya pemerintah yang sah, harus
dijaga dan ditolong;
c. Musuh Republik Indonesia yaitu Belanda yang kembali ke Indonesia
dengan bantuan sekutu (Inggris) pasti akan menggunakan cara-cara
politik dan militer untuk menjajah kembali Indonesia;
d. Umat islam terutama anggota NU harus mengangkat senjata melawan
Belada dan Sekutunya yang ingin menjajah Indonesia kemabali;
e. Kewajiban ini merupakan perang suci (jihad) dan merupakan
kewajiban bagi setiap muslim yang tinggal dalam radius 94 kilometer,
sedangkan mereka yang tinggal di luar radius tersebut harus
membantu secara material terhadap mereka yang berjuang.
Fatwa ini kemudian dibutuhkan oleh segenap ulama yang
mengadakan pertempuran di Surabaya pada November 1945 yang
menyatakan kembali pendapat mereka bahwa kemerdekaan Indonesia
harus dipertahankan dan Republik Indonesia adalah satu-satunya

22
pemerintahan yang sah yang harus dilindungi meskipun dengan
mengorbankan harta dan nyawa. Para ulama juga memutuskan bahwa
pergi berhaji dengan menggunakan kapal Belanda adalah terlarang. Fatwa
tersebut juga dikuatkan dengan karisma Hadratussyaikh KH.M.Hasyim
Asy’ari dan perlunya berperang melawan orang-orang kafir. Jadi perang
kemerdekaan dipandang sebagai perang suci di jalan Allah dan barang
siapa yang mati dalam perang ini dijamin akan masuk surga. Sampai
sekrang, perang ini masih dipandang sebagai perang terbesar dalam
sejarah Indonesia modern sehingga 10 November diperingati sebagai hari
Pahlawan.

23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesadaran politik Hadratussyaikh KH.M. Hasyim Asy'ari muncul
karena kondisi kolonialisme di Indonesia dan di Timur Tengah. Perlawanan
bersenjata kaum muslim pada paruh kedua abad ke-19, sebagaimana yang
terjadi pada Perang Paderi di Minangkabau (1821 -1837), Perang Diponegoro
di Jawa (1825-1830), dan Perang Aceh (1873-1904), untuk menyebut
beberapa, pasti telah memengaruhi pemuda Hasyim yang tumbuh menjadi
dewasa pada seperempat terakhir abad tersebut. Memang, sejak
kedatangannya di Nusantara, Belanda menghadapi tantangan dari kaum
muslim yang dimotori oleh ulama desa dan guru-guru agama. Gerakan anti-
Belanda ini didorong oleh rasa keinginan yang kuat untuk mempertahankan
Islam dan untuk memerdekakan Nusantara.
Pada tanggal 15 juli 1942, jepang melarang semua gerakan social dan
politik. Beberapa pemimpin juga ditangkap. Januari 1943, polisi jepang
mengambil tindakan yang keras terhadap siapa saja yang dicurigai melakukan
gerakan bawah tanah. Jepang memaksakan budayanya kepada penduduk
pribumi yaitu keharusan bagi seluruh penduduk pribumi untuk
membungkukkan badan setiap pagi kea rah Kaisar Jepang, Tenno Heika
(saikeirei). Pada tanggal 1 Agustus 1942, para konsul NU (koordinator setiap
wilayah) mengadakan pertemuan di Jakarta untuk membela orang-orang NU
yang ditahan jepang. Pada tanggal 18 Agustus 1942 KH.M.Hasyim Asy’ari
akhirnya dibebaskan oleh Jepang. Pada tanggal 17 Agustus 1945, mereka
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di depan khalayak ramai.
Pada tanggal 22 Oktober 1945, setelah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia terjadi peperangan di Surabaya. Untuk memobilisasi dukungan
umat islam, KH.M.Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa untuk tetap
mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

24
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan kepada pembaca dan penulis
agar dpat memahami serta menambah wawasan tentang pemikiran
KH.M.Hasyim Asy’ari tentang politik dan kebangsaan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Khuluq, Lathiful. 2018. Tafsir Pemikiran Keislaman dan Keabangsaan


Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari : Tebuireng.

26

Anda mungkin juga menyukai