Sutomo muda prihatin terhadap kondisi bangsa indonesia. Kala itu Indonesia baru
merdeka tetapi Belanda menyerang kembali. Beliau sangat bersedih melihat banyak
ketidakadilan terjadi di depan matanya. Beliau bukan saja menangis, ia bertekad dalam
hati bahwa suatu saat ia akan berbuat demi terbebasnya bangsa dari penjajahan secara
utuh.
Tekad Bung Tomo itulah yang kelak kemudian hari membawanya pada sebuah sejarah
besar di mana ia menjadi salah satu aktor utamanya. Peristiwa itu adalah pertempuran
dahsyat arek-arek Suroboyo dengan NICA.
Sejarah pertempuran Surabaya yang puncaknya terjadi pada 10 November 1945 itu
menurut Agus Sunyoto (2015) adalah sejarah pertempuran dahsyat yang pernah
terjadi di nusantara. Banyak masyarakat sipil yang terlibat di dalamnya.
Semangat cinta Tanah Air dengan tujuan agar bangsa terbebas dari segala macam
bentuk penjajahan yang sangat menyakitkan. Inilah yang mereka pegang dalam
memperthankan dan merebut kedaulatan Indonesia yang sesungguhnya.
1. NAHDLATOEL OELAMA
Dengan Fatwa Resolusi Jihad itulah sesungguhnya Bung Tomo mulai banyak
diperhitungkan. Beliau tercatat beberapa kali sowan kepada KH M Hasyim Asy’ari ke
Tebuireng. Mbah Hasyim sapaan karib KH M Hasyim Ays’ari adalah sosok sepuh yang
sangat mengerti potensi. Beliau tampaknya membaca bakat “pembakar semangat”
yang ada dan dimiliki oleh Bung Tomo kala itu.
Awal mula fatwa Resolusi Jihad itu atas saran Jendral Besar Soedirman, kepada Bung
Karno diminta mengirim utusan khusus kepada Rais Akbar Nahdatul Ulama (NU)
Hadratul Syeikh K.H. Hasyim Asy’ari di pondok pesantren Tebu Ireng Jombang,
tujuannya untuk meminta fatwa Kiyai Hasyim tentang hukumnya berjihad membela
negara yang notabene bukan negara Islam seperti Indonesia.
Kiyai Hasyim lastas memanggil K.H. Hasan Abdulloh dari Tambak Beras Jombang, Kiyai
Wahab diminta untuk mengumpulkan para ketua ketua NU se-Jawa-Madura untuk
membahas persoalan ini, bukan hanya itu Kyai Hasyim juga meminta Kiyai-Kiyai utama
NU untuk melakukan sholat istiqoroh salah satunya adalah Kiyai Abbas dari Buntet,
Cirebon, Jawa Barat.
22 Oktober 1945 seluruh delegasi NU sejawa & madura telah berkumpul di kantor
pusat ansor di jalan pungutan Surabaya. Kiyai Hasyim langsung memimpin pertemuan
tersebut dan kemudian dilanjutkan oleh Kiyai Wahab, setelah berdiskusi yang cukup
panjang dan mendengarkan hasil istiqoroh para Kiyai utama NU, esok siangnya tanggal
22 oktober 1945 pertemuan menghasilkan 3 rumusan penting yang kemudian dikenal
dengan istilah Resolusi Jihad NU (Nahdatul Ulama).
Kedekatannya dengan Mbah Hasyim itulah yang menjadi bukti autentik bahwa
sesungguhnya Bung Tomo adalah sosok santri yang religius dan agamis. Tentu saja
tema santri yang saya maksud bukan santri yang merujuk pada definisi usang dan
keliru yang dibuat oleh Clifford Geertz itu.
Mengingat Bung Tomo, juga mengingatkan pada apa yang pernah dikatakan oleh Soe
Hok Gie. Ia pada suatu ketika pernah mengatakan, “Dan seorang pahlawan adalah
seorang yang mengundurkan diri untuk dilupakan seperti kita melupakan yang mati
untuk revolusi.”