Anda di halaman 1dari 4

1

PERISAI DIRI DIERA ZAMAN MILLINEAL

Assalamualaikum wr wb

Sebagaimana yang kita ketahui dizaman sekarang banyak sekali para pemuda yang kurang
akan ilmu dan pengetahuan yang luas yang disebabkan oleh kurangnya berinteraksi sosial dan
sebagaian orang menganggap itu adalah sesuatu yang tidak penting .dan banyak dari kita para
pemuda pemudi yang ada dikalimantan selatan kurang mengetahui jejak dan sejarah NU
(Nahdlatul ulama) berdiri . sebelum kita mengenal lebih dalam mari kita telaah kebelakang
sejarah NU Beridiri di Kalimantan selatan. Berdasarkan cerita dari ulama sepuh Kalimantan
Selatan, KH Syaifuddin Zuhri dan Ustadz Khairullah bahwa pendiri cabang NU pertama di
luar Pulau Jawa adalah KH Abdul Qodir Hasan (Guru Tuuha), yang merupakan santri Syekh
Cholil Bangkalan dan Hadhratussyaikh Hasyim Asy'ari.   "Atas perintah KH Kasyful Anwar,
KH Abdul Qodir Hasan berangkat menghadiri Muktamar NU pertama pada 21 Oktober 1926.
Sepulang Muktamar beliau mendirikan cabang NU di Martapura," kata aktivis yang juga
dikenal dengan Abu Zein Fardany ini.   KH Abdul Qadir Hasan (Guru Tuha) sebagai ketua
dan KH Husin Ali sebagai katibnya. Sekarang, Katib NU Kabupaten Banjar diamanahkan
kepada KH Muhammad Husin, yakni anak dari KH Husin Ali.   "Karena masih belum
memiliki gedung, maka kantor NU meminjam tempat di Pondok Pesantren Darussalam
Martapura. Sehingga secara sejarah, kehadiran NU tak bisa dipisahkan dengan Pondok
Pesantren Darussalam," jelas alumnus Ma'had 'Aly Lit Tafaqquh  Fid Diin Pondok Pesantren
Darussalam ini.   Santri Abah Guru Sekumpul (Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani) ini
juga mengungkapkan, berdasarkan cerita Guru Sekumpul, dahulunya Lailatul Ijtima NU
digelar di Pondok Pesantren Darussalam.    "Pada acara pertemuan warga NU tersebut
dipublikasikan hasil bahsul masail dalam menjawab pertanyaan tentang persoalan-persoalan
yang terjadi di masyarakat berdasarkan sudut pandang fikih", kata ustadz yang pernah terlibat
dalam penelitian dan penulisan biografi Abah Guru Sekumpul ini.   Bahkan, hasil bahsul
masail kemudian dibukukan menjadi sebuah kitab. "Ini saya bawa kitab Hasil Bahtsul Masail
dari tahun 1357 sampai 1358 Hijriah. KH Abdul Qodir Hasan wafat pada 11 Rajab 1398
Hijrah. Berarti bahsul masail ini zaman beliau masih hidup," katanya sambil memperlihatkan
2

copy kitab tersebut.   Dalam diskusi yang mengambil tema "NU Banua, NU Jawa, NU Eropa"
ini juga terungkap antusias dan loyalitas warga Martapura terhadap NU. Hal ini dikemukakan
salah satu narasumber, KH Rusniansyah Marlim.   "Untuk mendapatkan lokasi gedung yang
sangat strategis ini, dahulunya warga NU Martapura urunan," kata Mustasyar PCNU
Kabupaten Banjar yang pernah menjadi Ketua Tanfidziah ini.   "Ke depannya, kita harus
melakukan penelitian dan membukukan sejarah NU Martapura dan ulama-ulamanya,"
harapnya.   Diskusi tentang NU yang berlangsung lebih dari tiga jam ini juga mengungkap
bagaimana ber-Aswaja dan ber-NU di Jawa dan di luar negeri.    Di samping diskusi, forum
ini juga diisi dengan cerita pengalaman dan suka duka ber-Aswaja dan ber-NU di luar negeri.
Dalam hal ini panitia mendaulat Wakil Ketua PWNU Kalsel Abrani Sulaiman yang pernah
mengenyam pendidikan di Amerika dan Australia serta Azzam Masduki Anwar yang sedang
menjalani studi doktoral di Belanda sebagai pembicara. 76 Tahun lalu semua rakyat
Indonesia bergema menyuarakan kemerdekaan Indonesia, terlepas agama yang berbeda,
bahasa dan budaya yang ada semua menjadi satu demi meraih kemerdekaan Negara
Nusantara ini. Melalui ketegasan Ir Soekarno yang di dampingi Moh Hatta sebagai patner
kepemimpinannya dijunjung tinggi dan percaya Indonesia berhasil merdeka.

 
Setelah meraih kemerdekaan semua tidaklah mudah dan tenang, tantangan dan hambatan
terus ada dan menyelimuti setiap rakyat Indonesia. Berbicara tentang perjuangan Nahdlatul
Ulama (NU) dalam mengawal kemerdekaan Indonesia ada salah satu tokoh yang menjadi
pahlawan nasional yang disebut sebagai Rais Akbar Jammiyah NU yaitu Hadratus Syekh KH
Hasyim Asy Ari sang pendiri NU dari Jombang Jawa Timur itu.
 
KH Hasyim Asy'ari sebagai sosok sentral perjuangan dalam meraih kemerdekaan. Sebagai
salah satu gerakannya adalah Resolusi Jihad NU pada oktober 1945. Dengan tegas beliau
menyuarakan tentang perjuangan rakyat Indonesia dalam meraih dan mempertahankan
kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hingga akhirnya muncul kaidah
yang disuarakan dengan Hubbul Wathan Minal Iman (mencintai Tanah Air adalah bagian
dari iman). 
 
Fatwa atau resolusi jihad KH Hasyim Asy'ri berisi lima butir. Seperti tertulis dalam Biografi
Kiai Hasyim Asyari. Butir pertama Resolusi Jihad berbunyi; kemerdekaan Indonesia yang
3

diproklamasikan pada 17 Agustus wajib dipertahankan. Kedua; Republik Indonesia sebagai


satu-satunya pemerintahan yang sah harus dijaga dan ditolong. Ketiga; musuh republik
Indonesia yaitu Belanda yang kembali ke Indonesia dengan bantuan sekutu Inggris pasti akan
menggunakan cara-cara politik dan militer untuk menjajah kembali Indonesia.
 
Keempat; umat Islam terutama anggota NU harus mengangkat senjata melawan penjajah
Belanda dan sekutunya yang ingin menjajah Indonesia kembali, dan kelima; kewajiban ini
merupakan perang suci (jihad) dan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang tinggal
dalam radius 94 kilo meter, sedangkan mereka yang tinggal di luar radius tersebut harus
membantu dalam bentuk material terhadap mereka yang berjuang.

Nahdlatul Ulama menaruh peran penting dalam perumusan dasar negara ini melalui kader-
kader terbaiknya, di antaranya adalah KH Abdul Wahid Hasyim dan KH Masykur. Keduanya
telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional atas jasa-jasanya bagi negeri ini. Kiai Wahid
ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 24 Agustus 1964 melalui Keppres Nomor 206
Tahun 1964, sedangkan Kiai Masykur ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 7
November 2019 melalui Keppres Nomor 120/TK/2019.

Keduanya yang masih sangat muda di zaman itu sudah aktif berperan dalam forum-forum
penting dalam mempersiapkan negara yang diimpikan melalui Badan Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Bahkan Kiai Wahid yang lahir pada 1 Juni 1914 itu
menjadi anggota termuda di dalamnya. Meskipun ia menjadi anggota yang terhitung paling
muda, sosoknya menjadi salah satu yang diperhitungkan. Hal itu tidak lain karena kecerdasan
dan kealimannya yang di atas rata-rata berkat didikan kedua orang tuanya, Hadratussyekh
KH Hasyim Asy’ari dan Nyai Nafiqah, serta pengembaraan keilmuannya di berbagai daerah,
hingga ke Makkah. Hal ini terbukti dengan pelibatannya bukan hanya sebagai anggota
BPUPKI, tetapi juga sebagai salah satu Panitia Sembilan bersama Soekarno, Mohammad
Hatta, Abdoel Kahar Muzakkir. Nah disinilah kita tahu bahwa sangat Panjang sekali
perjuangan NU masuk dan akhirnya sampai di tanah kita yang tercinta ini. Jadi kita sebagai
para pemuda haru meneruskan perjuangan para NU terdahulu melalui Organisai NU ini. Mari
kita bentengi diri kita dari ancaman dari luar yaitu dengan cara berbagai hal harus kita
ketahui, Disini saya perwakilan dari pac ipnu lokpaikat ,mohon maaf apabila masih ada
kekurangan dari saya salah khilaf mohon dimaafkan saya akhiri wassalamualaikum wr wb

Anda mungkin juga menyukai