Anda di halaman 1dari 8

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan banyak nikmat, taufik, serta hidayahnya. Sehingga kita dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Peran NU Dalam Masa Penjajahan Belanda”
dengan baik tanpa ada masalah/halangan apapun.
Selain itu, sebagai manusia biasa dan kami sebagai penulis menyadari
sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari
segi tata bahasa, susunan kalimat, maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala
kerendahan hati, kami selaku penyusun menerima segala kritik dan saran yang
membangun dari pembaca.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat
dan menambah khazanah ilmu pengeahuan bagi masyarakat luas.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………....... i
DAFTAR ISI……………………………………………………….…………….. ii
PENDAHULUAN…………....................................................................................iii
1 Pengertian Syirik…………………………………...…………………….1
2.Macam-macam syirik………………………….………………………….1
3.Contoh sifat syirik………………………………..………………………2
4.Akibat sifat syirik…………………………………………………………3
5.Cara menghindari syirik…………………………………………………..4

KESIMPULAN…………………….………………………………………..... 5
SARAN……………………………………………………,,…………………6
PENUTUP…………………………………………………….………………7
DAFTAR PUSTAKA…………..…………………………………..........…..... 8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan semakin berkembangnya zaman, NU harus dapat ikut menyesuaikan
terhadap adanya perubahan tersebut. Maka dari itu, peran NU sangat penting untuk
kita pelajari dari masa ke masa. Seperti peribahasa yang berbunyi “Kacang tidak lupa
kulitnya” yang berarti bahwa kita sebagai warga NU seharusnya tidak melupakan
sejarah berdirinya NU dan peran NU dari masa ke masa. Karena itu adalah hal yang
sangat penting untuk diketahui dan dipelajari oleh semua warga NU atau yang sering
disebut warga Nahdliyin.

B. Rumusan Pembahasan
1. Bagaimana peran NU pada masa penjajahan?
2. Bagaimana peran NU pada masa kemerdekaan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui peran NU pada masa penjajahan.
2. Untuk mengetahui peran NU pada masa kemerdekaan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peran NU Pada Masa Penjajahan


Pesantren (baca: pusat pembelajaran NU) dan Madrasah (baca: pusat
pendidikan formal NU yang didirikan K.H. Wahid Hasyim Asy’ari 1938)
sebagai front perlawanan terhadap penjajah merupakan kenyataan sejarah yang
terjadi disetiap tempat dan zaman.Perlawanan digerakkan dari pesantren dan
karenanya pesantren menjadi basis perlindungan kaum pejuang
kemerdekaan.Demikian halnya yang terjadi di pesantren Demangan Bangkalan
yang dipimpin Kiai Cholil yang sangat kharismatik. Suatu ketika, ada beberapa
pejuang dari Jawa yang bersembunyi dikompleks Pesantren Demangan yang jauh
dari keramaian kota itu.
Lama-kelamaan tentara penjajah mencium gelagat itu, maka tidak ada pilihan
lain kecuali harus mengerahkan tentara yang cukup besar untuk mengobrak-abrik 
kompleks pesantren. Mereka begitu yakin para pejuang bersembunyi di pesantren,
tetapi mereka terkejut dan  marah ketika dalam setiap penggerebekan tak
menemukan apa-apa. Tidak seorang pun yang dicurigai sebagai pejuang
kemerdekaan ditemukan, di antara sekian santri yanag sedang mengaji.Karena
jengkel, akhirnya mereka menahan Kiai Cholil sebagai sandera.Mereka berharap,
dengan menyandera Kiai Cholil yang sudah sepuh itu, para pejuang mau
menyerahkan diri.
Ketika Kiai Cholil dimasukkan ke dalam tahanan, Belanda direpotkan oleh 
berbagai kejadian yang aneh-aneh. Mula-mula, semua pintu tahanan tak bisa
ditutup, hal itu membuat semua aparat penjajah harus berjaga siang dan
malamagar tahanan yang lain tidak melarikan diri. Sementara itu para pejuang
ditunggu-tunggu tidak kunjung menyerahkan diri, walaupun pimpinan mereka
ditangkap.
Melihat kiainya ditahan, maka setiap hari ribuan orang dari berbagai penjuru
Pulau Madura, bahkan juga dari Jawa berdatangan untuk menjenguk dan
mengirim makanan kepada Kiai Cholil yang sangat mereka hormati. Tentu saja
hal itu juga memusingkan pihak penjajah, karena penjara menjadi ramai seperti
pasar.Akhirnya mereka mengeluarkan larangan mengunjungi Kiai Cholil.Tapi ini
juga tidak menyelesaikan masalah.Masyarakat yang berbondong-bondong itu
berkerumun, berjejal di sekitar rumah tahanan, bahkan ada yang minta ikut
ditahan bersama Kiai Cholil.Melihat kenyataan itu akhirnya Belanda membuat
pertimbangan. Dari pada dipusingkan dengan hal-hal yang tak bisa diatasi, maka
akhirnya pihak penjajah membebaskan  Kiai Cholil tanpa syarat.
Penghormatan masyarakat Jawa dan Madura pada kiai yang satu ini sangat
besar, selain menjadi guru hampir dari keseluruhan kiai Jawa, sejak Kiai Hasyim
Asy’ari, Wahab Hasbullah, Kiai As’ad dan sebagainya, Kiai itu juga dipercaya
sebagai waliyullah yang sangat makrifat. Sang Kiai memang orang yang alim
dalam ilmu nahwu, fiqh dan tarekat.Ia tidak hanya menghafal Al-qur’an,
tetapi juga menguasai segala ilmu Al-qur’an, termasuk qira’ah sab’ah (tujuh
macam seni baca Al-qur’an).
Sebagai seorang wali maka ia dimintai restu oleh berbagai kalangan, termasuk
salah satu ulama yang melegitimasi lahirnya NU adalah Kiai Cholil, sebab
sebelum mendapat isyarah dari Kiai Cholil, Kiai Hasyim Asy’ari masih menunda
gagasan yang dilontarkan oleh Kiai Wahab Hasbullah untuk mendirikan jam’iyah
ulama itu. Baru setelah mendapat restu Kiai Cholil, melalui Kiai As’ad Syamsul
Arifin, Kiai Hasyim Asy’ari segera mendeklarasikan NU sebagai organisasi
sosial, yang segera disambut oleh seluruh ulama Jawa, Madura bahkan luar Jawa
dan dari luar naegeri. 
Menentapkan kedudukan Hindia Belanda sebagai Dar Al-Salam yang
menegaskan keterikatan NU dengan nusa bangsa. Hal ini dapat dilihat pada
Muktamar Nahdlatul Ulama ke-II di Banjarmasin pada tahun 1936. Sikap
Nahdlatul Ulama yaitu menerapkan politik non coorporation  (tidak mau
kerjasama) dengan Belanda dengan menanamkan rasa benci kepada penjajah para
ulama mengharamkan segala sesuatu yang berbau Belanda sehingga semakin
menumbuhkan rasa kebangsaan dan anti penjajahan.
Meskipun disadari peraturan yang berlaku tidak menggunakan Islam sebagai
dasarnya, akan tetapi Nahdlatul Ulama tidak mempersoalkan, karena yang
terpenting adalah umat Islam dapat melaksanakan syariat agamanyadengan bebas.

1. Masa Penjajahan Belanda


Pada awal periode berdirinya, NU lebih mengutamakan pembentukan
persatuan di kalangan umat Islam untuk melawan kolonial Belanda. Untuk
mempersatukan umat islam, K.H.Hasyim Asy’ary melontarkan ajakan untuk
bersatu dan mengajukanperilaku moderat. Hal ini diwujudkandalam sebuah
konfederasi, MajlisIslam A’la Indonesia(MIAI) yangdibentuk pada tahun 1937.
Perjuangan NU diarahkan pada duasasaran, yaitu : Pertama, NUmengarahkan
perjuangannya padaupaya memperkuat aqidah dan amalibadah ala ASWAJA
disertaipengembangan persepsi keagamaan, terutama dalam masalah sosial,
pendidikan,dan ekonomi. Kedua,perjuangan NU diarahkan kepadakolonialisme
Belanda dengan polaperjuangan yang bersifat kulturaluntuk mencapai
kemerdekaan. Selain itu, sebagai organisasi sosialkeagamaan NU bersikap
tegasterhadap kebijakan kolonial Balandayang merugikan agama dan umatIslam.
Misalnya : NU menolakberpartisipasi dalam Milisia (wajib militer), menentang
undang undangperkawinan, masuk dalam lembagasemu Volksraad, dan lain-lain.

2. Masa Penjajahan Jepang


Pada masa penjajahan Jepang semuaorganisasi pergerakan nasionaldibekukan
dan melarang seluruhaktivitasnya, termasuk NU. Bahkan K.H.Hasyim
Asy’ary(Rois Akbar)dipenjarakan karena menolak penghormatan kaisar Jepang
dengancara membungkukkan badan ke arahtimur pada waktu-waktu tertentu.
Mengantisipasi perilaku Jepang, NUmelakukan serangkaian pembenahan. Untuk
urusan kedalam diserahkan kepada K.H.Nahrowi Thohir sedangkan urusankeluar
dipercayakan kepada K.H. Wahid Hasyim dan K.H. WahabHasbullah. Program
perjuangandiarahkan untuk memenuhi tigasasaran utama, yaitu :
1) Menyelamatkan aqidah Islam darifaham Sintoisme, terutama
ajaranShikerei yang dipaksakan olehJepang.
2) Menanggulangi krisis ekonomisebagai akibat perang Asia Timur
bekerjasama dengan seluruhkomponen Pergerakan Nasionaluntuk
melepaskan diri dari segalabentuk penjajahan. Setelah itu, Jepang
menyadarikesalahannya memperlakukan umatIslam dengan tidak adil.
Beberapaorganisasi Islam kemudian dicairkanpembekuannya.
3) Untuk menggalangpersatuan, pada bulan Oktober 1943 dibentuk
federasi antar organisasiIslam yang diberi nama Majlis SyuroMuslimin
Indonesia (MASYUMI). Padabulan Agustus 1944 dibentuk Shumubu
(Kantor Urusan Agama)untuk tingkat pusat, dan Shumuka untuk
tingkat daerah.

B. Peran NU Pada Masa Kemerdekaan


Pada tanggal 7 September 1944Jepang mengalami kekalahan perangAsia
Timur, sehingga pemerintah Jepang akan memberikankemerdekaan bagi
Indonesia. Untukitu dibentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia(BPUPKI). BPUPKI berangggotakan 62orang yang diantaranya adalah
tokohNU (K.H. Wahid Hasyim dan K.H.Masykur). Materi pokok dalam diskusi-
diskusiBPUPKI ialah tentang dasar danbentuk Negara. Begitu
rumitnyapembahasan tentang dasar danfalsafah Negara maka disepakatidibentuk
“Panitia Sembilan”. Dalam panitia kecil ini NU diwakili oleh K.H.Wahid
Hasyim, hasilnya disepakatipada dasar Negara mengenai“Ketuhanan” ditambah
dengankalimat “Dengan kewajibanmenjalankan Syari’at Islam bagi pemeluknya”.
Keputusan ini dikenal dengan “Piagam Jakarta”. Sehari setelah Indonesia
merdeka,Moh Hatta memanggil empat tokohmuslim untuk menanggapi
usulankeberatan masyarkat non muslimtentang dimuatnya Piagam Jakartadalam
pembukaan UUD 1945. Demi menjaga keutuhan dan kesatuanbangsa, K.H.
Wahid Hasyimmengusulkan agar Piagam Jakartadiganti dengan “Ketuhanan
yangMaha Esa”. Kata “Esa” berarti keesaanTuhan (Tauhid) yang ada hanya
dalam agama Islam, dan usul iniditerima.

C. Peran NU Pada Masa Mempertahankan Kemerdekaan


Pada 16 September 1945 tentara Belanda (NICA) tiba kembali di Indonesia
dengan tujuan ingin kembali menguasai Indonesia. Melihat ancaman tersebut, NU
segera mengundang para utusan dan pengurus seluruh Jawa dan Madura dalam
sidang Pleno Pengurus Besar pada 22 Oktober 1945. Pada rapat tersebut
dikeluarkan “Resolusi Jihad” yang secara garis besar berisi : Kemerdekaan
Indonesia wajib dipertahankan Republik Indonesia sebagai satu-satunya
pemerintahan yang sah wajib dibela dan diselamatkan. Musuh RI, terutama
Belanda pasti akan menggunakan kesempatan politik dan militer untuk kembali
menjajah Indonesia. Umat Islam terutama warga NU wajib mengangkat senjata
melawan Belanda dan kawan-kawannya yang hendak kembali menjajah
Indonesia. Kewajiban Jihad tersebut adalah suatu jihad yang menjadi kewajiban
bagisetiap muslim (Hukumnya fardlu ‘Ain). Resolusi Jihad ini benar-benar
menjadi inspirasi bagi berkobarnya semangat juang Arek-Arek Surabaya dalam
peristiwa 10 November 1945 yang dikenal dengan”Hari Pahlawan”.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
            Pada masa penjajahan terdapat dua periode, yaitu Belanda dan Jepang.
Warga NU yang mayoritas dari pesantren berjuang untuk melawan para
penjajah. Pada masa kemerdekaan,  salah satu tokoh NU yang tergabung dalam
anggota BPUPKI ikut merumuskan dasar negara, khususnya pada sila pertama dan
adanya resolusi jihad. Pada masa mempertahankan kemerdekaan, NU
mengadakan Resolusi Jihat, yaitu mempertahankan kemerdekaan RI dari para
penjajah. Pada masa orde lama, NU berperan dalam menyelenggarakan pemilu
pertama di Indonesia. Pada masa orde baru, NU kembali ke khittah dengan tidak
lagi menjadi parpol melainkan sebagai ormas Islam. Pada masa reformasi, sebagai
momentum bagi NU untuk pembenahan diri. Pada masa pasca reformasi, NU
melakukan pengembangan diri hingga sekarang.

B. Saran                                                 
            Sebaiknya sebagai warga NU, kita terus mempertahankan eksistensi NU dari
masa ke masa. Kita juga harus mengembalikan citra NU yang sudah mulai
terkontaminasi dengan organisasi-organisasi kemasyarakat lainnya.

Anda mungkin juga menyukai