Anda di halaman 1dari 36

MANAJEMEN PAJAK ATAS PPH ORANG PRIBADI

Laporan ini disusun untuk menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah
Manajemen Perpajakan

Oleh:
1. Ahmad Setiawan (21522120004)
2. Rere Bahari (21522120012)

PROGRAM PROFESI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkah
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Manajemen
Pajak atas PPh Orang Pribadi”. Adapun tujuan dari penulisan Makalah ini adalah
untuk melengkapi tugas mata kuliah Manajemen Perpajakan.

Dengan penuh kesadaran penulis mengakui bahwa Makalah ini masih


mempunyai berbagai kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan
kritik yang membangun agar ke depannya penulis dapat memperbaiki kekurangan
yang sudah ada pada laporan lainnya.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
BAB I ............................................................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 4
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................. 6
1.3 Rumusan masalah................................................................................................ 6
1.4 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 6
BAB II ........................................................................................................................... 7
2.1 Konsep Compliance risk management .................................................... 7
2.2. Konsep Manajemen pajak ........................................................................ 9
2.2.1 Perlawanan Pajak ................................................................................... 10
2.3. Analisis Manajemen Pajak untuk Orang Pribadi ................................... 12
2.3.1 Analisis Manjemen PPh ......................................................................... 14
2.3.2 Analisis Manjemen PPN ........................................................................ 19
2.3.3 Strategi Perencanaan Pajak untuk mengefesiensikan Beban Pajak Orang
Pribadi .................................................................................................... 20
2.4. Penghitungan dan Status Pajak bagi Pasangan Suami-Istri Bekerja...... 21
2.4.1 Cara Menghitung Pajak dengan status Kepala Keluarga (KK) ............. 22
2.4.2 Cara Menghitung Pajak dengan status Pisah Harta (PH) dan Manajemen
Terpisah (MT) ........................................................................................ 22
2.5. Studi kasus ............................................................................................. 23
2.5.1 Perhitungan Pajak terutang tanpa melakukan perencanaan pajak ......... 24
2.5.2 Perhitungan Pajak terutang dengan melakukan perencanaan pajak ...... 28
BAB III ...................................................................................................................... 32
PENUTUP ................................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 33

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peran pajak pada suatu negara sangat penting di dalam perkembangan ekonomi.
Besar kecilnya pajak pada suatu negara sudah ditentukan berdasarkan tingkat
pendapatan rakyat negara tersebut. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah di dalam
pajak ini sangat penting, karena dapat mempengaruhi laju pertumbuhan negara itu
sendiri.
Pengertian pajak tersebut menurut pasal 1 UU No.28 tahun 2007 tentang
ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
undang dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (wikipedia Bahasa
Indonesia).
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,
khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber
pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran
pembangunan. Di sisi lain pajak juga sangat penting dalam mengatur pertumbuhan
ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Disisi lain pajak mempunyai peranan yang
sangat penting dalam kehidupan bernegara, pajak mempunyai beberapa fungsi, antara
lain, 1. Fungsi Anggaran (Budgetair), 2. Fungsi Mengatur (Regulerend), 3. Fungsi
Stabilitas, 4. Fungsi Retribusi Pendapatan.
Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian
besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak
meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek
pembangunan. Hal ini terlihat dari target dari penerimaan pajak setiap tahunnya

iv
2

mengalami peningkatan. Berikut target dan realisasi penerimaan pajak dari tahun
2007-2021* :

Gambar 1
Target dan Realisasi pajak

Sumber : https://lokadata.beritagar.id/chart/preview/target-dan-realisasi-pajak-2007-
2021

Di APBN 2021, penerimaan pajak ditargetkan sebesar Rp1.229,6 triliun atau


lebih tinggi 14,7% dari realisasi penerimaan pajak tahun 2020. Dengan rincian, Pajak
Penghasilan (PPh) ditargetkan Rp638 triliun, lebih tinggi 15,1% dari realisasinya
tahun 2020 dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah PPnBM ditargetkan Rp518,5 triliun, lebih tinggi 15,1% dari realisasinya
tahun 2020. Dengan target sebesar itu, penerimaan pajak akan berkontribusi sebesar
44,7% dari total APBN 2021. Dari data tersebut, sangat jelas terukur dan terstruktur
bahwa target penerimaan tidak diturunkan bahkan mengalami kenaikan 14,7% dari
tahun 2020 walaupun sangat moderat.
Realisasi penerimaan pajak 2021, tercapai setelah menunggu 12 tahun (setelah
tahun 2008, target penerimaan pajak tidak pernah tercapai). Hal tersebut jelas
3

merupakan momentum pencapaian yang bersejarah dan luar biasa, ditengah kondisi
perekonomian dalam masa pemulihan ekonomi akibat dampak dari pandemi Covid-
19.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020, tahun 2022 merupakan
tahun yang sangat krusial, dimana merupakan tahun terakhir diperbolehkannya defisit
APBN melebihi 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan tahun 2023 defisit
APBN harus turun di bawah 3% dari PDB. Disaat faktor ketidakpastian risiko
pandemi Covid-19 yang masih membayangi, penerimaan negara khususnya dari
pajak yang tercapai di tahun 2021, tentu dituntut untuk lebih berperan memberikan
kontribusi semakin besar sehingga dapat menutupi defisit APBN. Hal ini menjadi
momentum untuk menyehatkan kembali APBN khususnya dari sisi pendapatan,
dengan penerimaan pajak sebagai komponen yang berkontribusi terbesar untuk tahun
2022 dan tahun-tahun selanjutnya.
Sebagai salah satu sektor vital bagi penerimaan pajak Indonesia, pemerintah
terus menetapkan target penerimaan pajak setiap tahunnya. Apabila target dari
penerimaan pajak tidak terealisasi, maka dapat menambah beban bagi pemerintah
untuk tahun berikutnya. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan beberapa strategi
untuk dapat mengejar target pajak setiap tahunnya. Hal tersebut dilakukan oleh
pemerintah karena pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar.
Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Suryo Utomo membeberkan beberapa
strategi yang akan diambil oleh pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak
untuk tahun 2021. “ pemerintah akan tetap menggunakan instrumen perpajakan
sebagai salah satu instrumen guna mendukung pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Itu merupakan langkah pertama, yaitu dengan memberikan insentif yang selektif dan
terukur, Dirjen Pajak akan menerapkan basis perluasan basis pajak melalui
pengawasan dan penegakan hukum. Perluasan basis pajak tersebut dilakukan untuk
meningkatkan penerimaan pajak pada 2021. Cara dirjen pajak melakukannya adalah
dengan melakukan pengawasan dan penegakan hukum supaya basis pajak bertambah
luas, pembayaran pajak bertambah dan terjadinya peningkatan pembayaran pajak.
4

Metode berbasis kewilayahan, pengawasan berbasis wajib pajak, dan wajib pajak
penentu penerimaan juga perlu diinisiasi. Dirjen Pajak akan melakukan perluasan
basis pajak melalui peraturan seperti yang terdapat dalam Perppu No 1 / 2020. Dalam
Perpu tersebut, terdapat pembahasan pengenaan PPN transaksi dari luar daerah
pabean untuk barang atau jasa yang tidak berwujud.
Beberapa cara lain yang sedang pemerintah upayakan adalah dengan
meningkatkan tarif PPN, optimalisasi pajak e-commerce, dan juga memperluas objek
kena pajak baik berupa barang maupun jasa. Sri Mulyani juga menyebutkan bahwa
reformasi perpajakan akan terus berlangsung hingga tahun depan guna mengejar
target penerimaan pajak. Strategi otoritas pajak untuk mengoptimalkan penerimaan
pajak secara efektif dan efisien biasa disebut dengan Compliance Risk Management
(CRM) yang merupakan bagian dari suatu system administrasi perpajakan.
Namun disisi lain bagi para namun di sisi lain bagi para pengusaha pajak
merupakan biaya yang dapat mengurangi laba perusahaan, sehingga mereka
cenderung menghindari kewajiban perpajakannya. Pengelolaan kewajiban perpajakan
yang tidak baik dapat memberikan dampak yang sangat merugikan bagi pengusaha,
karena tidak sedikit perusahaan yang terbongkar kecurangannya oleh fiskus dalam
mengelola kewajiban perpajakannya, sehingga akan menyebabkan timbulnya sanksi
perpajakan yang dapat merugikan perusahaan. Manajemen pajak adalah suatu strategi
yang dilakukan perusahaan sebagai upaya untuk efisiensi pajak penghasilan dengan
cara memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar sesuai undang-undang .
Meminimalkan jumlah beban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara baik
cara penghindaran pajak (tax avoidance) maupun dengan cara penggelapan
pajak (tax evasion). Penghidaran pajak (tax avoidance) merupakan istilah dalam
perencanaan pajak yang digunakan untuk menandakan bahwa pembayar pajak telah
menggunakan skema yang sah untuk mengurangi kewajiban perpajakan mereka
(Potas, 1993). Menurut Logue (dalam Mclaren 2008), secara sederhana penghindaran
pajak (tax avoidance) dapat didefinisikan sebagai mengatur segala urusan perpajakan
perusahaan untuk meminimalkan pajak dengan cara yang konsisten dengan hukum,
5

sedangkan penggelapan pajak (tax evasion) melibatkan sebuah unsur kesengajaan


untuk melanggar hukum dalam pembayaran pajak. Menurut Adawiah (2011), untuk
melaksanakan tax avoidance secara baik dan tidak terjebak ke dalam tax evasion,
maka diperlukan adanya suatu manajemen pajak (tax management).
Perencanaan pajak adalah langkah awal yang dilakukan dalam upaya efisiensi
pajak penghasilan dengan cara menyusun suatu strategi penghematan pajak. Pada
tahap ini, hal yang harus dilakukan adalah meneliti dan mengumpulkan ketentuan
peraturan perpajakan agar dapat diketahui jenis upaya efisiensi pajak penghasilan
yang akan dilakukan kedepannya.
Setelah melakukan perencanaan pajak dan telah mengetahui faktor-faktor yang
akan dimanfaatkan untuk melakukan penghematan pajak, maka langkah kedua yang
harus dilakukan adalah mengimplementasikannya. Suandy (2011:10) menyatakan,
tujuan manajemen pajak dapat dicapai apabila perusahaan menguasai dan
melaksanakan ada dua hal, yaitu memahami ketentuan perpajakan dan
menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat.
Langkah terakhir yang perlu dilakukan adalah pengendalian pajak. Tujuan
dilakukannya pengendalian pajak adalah untuk memastikan bahwa kewajiban
perpajakan dilaksanakan oleh perusahaan sudah sesuai dengan yang telah
direncanakan sebelumnya dan telah memenuhi syarat formal dan material dalam
manajemen pajak. Pemeriksaan pembayaran pajak merupakan hal yang terpenting
dalam pengendalian pajak, oleh sebab itu pengendalian dan pengaturan arus kas
sangat penting dalam strategi penghematan pajak (Suandy, 2011:10).
Manajemen pajak yang baik mensyaratkan tiga hal:
1. Tidak melanggar/bertentangan dengan ketentuan yang berlaku
2. Secara bisnis, masuk akal karena manajemen pajak merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari corporate global strategy
3. Didukung oleh bukti-bukti yang memadai baik dari segi pencatatan akuntansi-
keuangannya maupun segi hukum perjanjian/pengikatannya seperti bukti
tagihan, invoice, kontrak perjanjian dan dokumentasi pendukung lainnya.
6

1.2 Identifikasi Masalah

1. Bagaimana kantor pajak menerapkan Compliance Risk Management untuk


mengawasi kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi?
2. Bagaimana Wajib Pajak orang pribadi menerapkan Tax Management untuk
menghemat pajak secara legal?
3. Bagaimana Wajib Pajak orang wanita yang sudah menikah menerapkan Tax
Management untuk menghemat pajak secara legal?

1.3 Rumusan masalah

Bagaimana pengaruh Compliance Risk Management & Manajemen Pajak terhadap


aspek perpajakan Orang Pribadi & wanita sudah menikah.

1.4 Tujuan Penulisan

Mengetahui pengaruh Compliance Risk Management & Manajemen Pajak terhadap


aspek perpajakan Orang Pribadi & wanita sudah menikah.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Compliance risk management

Berdasarkan Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak No. 39/PJ/2021, Compliance Risk
Management yang selanjutnya disingkat CRM adalah suatu proses pengelolaan risiko
kepatuhan Wajib Pajak yang dilakukan secara terstruktur, terukur, objektif dan
berulang dalam rangka mendukung pengambilan keputusan terbaik DJP, meliputi
tahapan kegiatan persiapan, penetapan konteks, analisis risiko, strategi mitigasi risiko
dengan menentukan pilihan perlakuan (treatment), serta monitoring dan evaluasi atas
risiko kepatuhan.
Resiko kepatuhan itu dilakukan dengan membuat pilihan prilaku (treatmen)
yang dapat digunakan untuk meningkatkan kepatuhan secara efektif sekaligus
mencegah ketidakpatuhan berdasarkan prilaku WP dan kapasitas sumber daya yang
dimiliki.
Adapaun CRM ditujukan untuk membantu DJP mencapai tujuan strategis
organisasi dengan menjadi alat bantu dalam pengambilan keputusan. Sebagai alat
bantu, CRM didesain untuk memperhatikan resiko dasar yang mempengaruhi
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dari setiap WP
Secara lebih terperinci, resiko dasar yang mempengaruhi kepatuhan itu terdiri
atas resiko, pendaftaran, pelaporan, pembayaran, dan kebenaran pelaporan. Seluruh
resiko tersebut kemudian dijadikan dasar untuk menganalisis resiko kepatuhan wajib
pajak berdasarkan suatu formula dan ketentuan tertentu. Hal analisis resiko ini
kemudian diolah menjadi suatu peta kepatuhan wajib pajak berdasarkan fungsiya.

7
8

Gambar 2
Compliance Risk Management

Sumber: https://news.ddtc.co.id/apa-itu-crm-18714

Pertama, peta kepatuhan CRM fungsi ekstensifikasi adalah peta yang


menggambarkan risiko kepatuhan WP dalam mendaftarkan din untuk diberikan
Nomor Pokok Wajib Pajak Peta ini disusun berdasarkan pada tingkat kemungkinan
ketidakpatuhan dan tingkat kontribus: WP terhadap penerimaan
Kedua, peta kepatuhan CRM fungsi pemeriksaan dan pengawasan adalah peta
yang menggambarkan risiko kepatuhan WP dalam melakukan pelaporan,
pembayaran, dan kebenaran pelaporan Peta ini disusun berdasarkan pada tingkat
kemungkinan ketidakpatuhan dan tingkat kontribusi WP terhadap penerimaan
Ketiga, peta kepatuhan CRM fungsi penagihan adalah peta yang
menggambarkan risiko kepatuhan WP dalam melakukan pembayaran piutang pajak
Peta ini disusun berdasarkan tingkat ketertagihan piutang pajak keberadaan WP
dan/atau Penanggung Pajak serta kemampuan membayar
Dengan demikian, melalui CRM dapat disusun peta kepatuhan yang membuat
WP terdiferensiasi secara sistematis dan terukur berdasarkan skor dan bobot risiko,
serta objektif berdasarkan data Selain itu, implementasi CRM merupakan kelanjutan
dari program amnesti pajak dan transparansi informasi keuangan.
Implementasi CRM secara umum merupakan proses penggunaan mesin
penentu risiko yang menghasilkan Peta Risiko Kepatuhan Wajib Pajak untuk
digunakan sebagai pertimbangan dalam perencanaan kegiatan dan menentukan
prioritas tindakan dalam proses bisnis sebagai berikut:
a. Fungsi ekstensifikasi
9

Peta Risiko Kepatuhan CRM Fungsi Ekstensifikasi digunakan untuk


merencanakan DSE yang nantinya digunakan untuk menentukan prioritas
pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Wajib Pajak yang telah memenuhi
syarat subjektif dan objektif.
b. Fungsi pelayanan
Peta Risiko Kepatuhan CRM Fungsi Pelayanan digunakan untuk membedakan
jenis notifikasi tingkat Risiko Kepatuhan Wajib Pajak yang mengajukan
permohonan layanan tertentu.
c. Fungsi edukasi perpajakan
Peta Risiko Kepatuhan CRM Fungsi Edukasi Perpajakan digunakan untuk
merencanakan DSPT yang nantinya digunakan untuk menentukan prioritas Wajib
Pajak yang akan dilakukan edukasi perpajakan.
d. Fungsi pengawasan dan fungsi pemeriksaan
Peta Risiko Kepatuhan CRM Fungsi Pengawasan dan Pemeriksaan serta Peta
Risiko Kepatuhan CRM Transfer Pricing , ATP, SmartWeb dan data lainnya
digunakan dalam penyusunan DSP3 untuk menentukan prioritas penggalian
potensi Wajib Pajak yang akan dilakukan pengawasan dalam DPP maupun
pemeriksaan dalam DSPP.
e. Fungsi penagihan
Peta Risiko Kepatuhan CRM Fungsi Penagihan berupa Daftar Prioritas Pencairan
dan Daftar Prioritas Tindakan digunakan untuk merencanakan tindakan
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dengan disertai pemanfaatan ATP dan
SmartWeb .
Kedua program tersebut memungkinkan DJP membangun resiko wajib pajak
secara lebih canggih dan akurat. Adapun implementasi CRM ini diharapkan dapat
membantu DJP melayani WP dengan lebih adil dan transparan sehingga dapat
mewujudkan paradigma kepatuhan yang baru.

2.2. Konsep Manajemen pajak

Menurut Handoko manajemen dapat dikatakan sebagai proses perencanaan


(Planning), pengorganisasian (Organizing), pengarahan (Actuating), dan pengawasan
(Controlling) usaha usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya
10

organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Manajemen
juga merupakan Ilmu tentang upaya manusia untuk memanfaatkan semua sumber
daya yang dimilikinya untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan pengertian diatas dapat
disimpulkan manajemen perpajakan adalah upaya menyeluruh yang dilakukan oleh
wajib pajak pribadi maupun badan usaha melalui proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan perpajakan, agar hal-hal yang
berhubungan dengan perpajakan dari orang pribadi atau badan usaha tersebut dapat
dikelola dengan baik, efektif, dan efisien, sehingga dapat memberikan konstribusi
maksimum bagi perusahaan dalam artian peningkatan laba atau penghasilan.
Jadi, pada dasarnya manajemen pajak memiliki beberapa fungsi, yakni:
1. Fungsi perencanaan pajak (planning)
2. Fungsi pengorganisasian perpajakan (organizing)
3. Fungsi pelaksanaan perpajakan (actuating)
4. Fungsi pengawasan perpajakan (controlling)
Adapun tujuan dari dilakukannya manajemen pajak adalah untuk melaksanakan
kewajiban perpajakan dengan benar dan meminimalisasi beban pajak untuk
maksimalisasi Net Profit After Tax.
2.2.1 Perlawanan Pajak

Terlepas dari kesadaran warga negara dan solidaritas nasional serta kewajiban
warga negara terhadap negara terkait dengan pajak, sebagian besar rakyat tidak akan
pernah suka membayar pajak hal ini dikarnakan bahwa pajak merupakan pemungutan
yang bersifat memaksa sehingga timbulah perlawanan terhadap pajak. Jika ada
kesempatan sedikit saja, pada umumnya mereka cenderung meloloskan diri dari
setiap pajak. Hal demikian telah terbukti di semua negara dan sepanjang masa
(Brotodihardjo, 1982, hal. 11).
11

Di dalam melakukan perlawanan seperti demikian, Brotodihardjo membagi


berbagai perlawanan masyarakat terhadap pungutan pajak ke dalam perlawanan pasif
dan perlawanan aktif.

1. Perlawanan Pasif
Perlawanan pasif ini berupa hambatan yang mempersulit pemungutan pajak dan
mempunyai hubungan erat dengan struktur ekonomi suatu negara dengan
perkembangaan intelektual dan moral penduduk dan dengan tehnik pemungutan
pajak itu sendiri (Brotodihardjo, 1982, hal. 11).
2. Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha atau perbuatan yang secara langsung
ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak.

Bentuk perlawanan aktif terhadap pajak dapat berupa:


1. Perencanaan Pajak ( Tax Planning )
Perencanaan pajak (tax planning) adalah salah satu cara yang dapat
dimanfaatkan oleh wajib pajak dalam melakukan manajemen perpajakan
usaha atau penghasilannya, namun perlu diperhatikan bahwa perencanaan
pajak yang dimaksud adalah perencanaan pajak tanpa melakukan pelanggaran
konstitusi dan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.
2. Penghindaran pajak ( Tax Avoidance)
tax avoidance atau penghindaran pajak merupakan suatu tindakan yang
dilakukan oleh Wajib Pajak untuk meminimalisasi atau mengurangi jumlah
pajak yang terutang dengan tidak melanggar peraturan perpajakan dan
undang-undang yang sudah ada. Tax avoidance = caranya legal, tapi tidak
sesuai dengan spirit pembuat aturan. Bentuknya berupa eksploitasi celah
perpajakan (tax loopholes) yang ada di dalam peraturan pajak. Tax loopholes
tersebut meuncul karena pembentuk peraturan tidak pernah sempurna
membuat aturan dan pasti menyisakan celah yang dapat dimanfaatkan oleh
Wajib Pajak.
3. Pengelakan/penyelundupan pajak (Tax Evasion)
Tax evasion sendiri merupakan suatu pelanggaran dalam perpajakan dalam
melakukan skema penggelapan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak untuk
mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan, bahkan beberapa wajib
12

pajak sama sekali tidak membayar pajak terutang yang harus dibayarkan
melalui cara-cara yang ilegal. Berdasarkan penelitian, tax evasion biasanya
dilatarbelakangi oleh: Faktor ekonomis, Faktor psikologis; dan/atau Faktor
sosiologis.

2.3. Analisis Manajemen Pajak untuk Orang Pribadi

Pemahaman mengenai jenis-jenis pajak di Indonesia menjadi kunci


keberhasilan dalam melakukan manajame pajak. Secara umum jenis pajak di
Indonesia dibagi menjadi 2 dilihat dari pengelolaanya yaitu pajak pusat dan pajak
daerah. Berikut jenis jenis pajak di Indonesia :

Tabel 1
Jenis-Jenis Pajak Di Indonesia
No Pengelolaan Instansi Jenis Pajak Referensi
Peraturan
1. Pemerintah Ditjen Pajak 1. Pajak Penghasilan (PPh) UU No. 7/1983
Pusat Kementerian s.t.d.t.d UU No.
Keuangan 36/2008
(Kemenkeu) 2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) UU No. 8/1983
s.t.d.t.d UU No.
42/2009
3. Pajak Penjualan atas Barang UU No. 8/1983
Mewah (PPnBM) s.t.d.t.d UU No.
42/2009
4. Pajak Bumi & Bangunan UU No. 12/1985
Pertambangan Perkebunan, & s.t.d.d UU No.
Pertambangan (PBB P3) 12/1994
5. Bea Meterai UU No. 13 1985
Ditjen Bea & 1. Bea Masuk UU No. 10/1995
Cukai s.t.d.d UU No.
(Kemenkeu) 17/2006
2. Bea Keluar UU No.
10/1995s.t.d.d UU
No. 17/2006
3. Cukai UU No. 11/1995
s.t.d.d UU No.
39/2007
2. Pemerintah Pemerintah 1. Pajak Kendaraan Bermotor UU No. 28/2009
Daerah Provinsi (PKB)
2. Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor
4. Pajak Air Permukaan
13

5. Pajak Rokok.
Pemerintah 1 Pajak Hotel UU No. 28/2009
Kabupaten/Ko 2 Pajak Restoran
ta 3 Pajak Hiburan
4 Pajak Reklame
5 Pajak Penerangan Jalan
6 Pajak Mineral Bukan Logam
dan Batuan
7 Pajak Parkir
8 Pajak Air Tanah
9 Pajak Sarang Burung Walet
10 Pajak Bumi & Bangunan
Pedesaa n & Perkotaan ( PBB
P2)
11 Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan (BPHTB)

Sesuai dengan hasil penelitian Holmes (2001), seperti terlihat pada gambar di
Bawah ini , dua basis pemajakan utama di dunia terdiri dari :

1. Pajak Berbasis Penghasilan atau PPh, dan


2. Pajak Berbasis Konsumsi, yang dapat berupa: (a) PPN atau Pajak Pertambahan
Nilai, (b) Pajak Penjualan atas Barang Mewah, atau (c) Pajak penjualan eceran.

Gambar 3
Sumber Penghasilan
14

Pembahasan manajemen pajak orang pribadi ini, focus analisanya padan Ph &
PPN

2.3.1 Analisis Manjemen PPh

Sesuai pasal 4 ayat 1 “ Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak,
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apa pun”

Berdasarkan Pengertian penghasilan diatas, ada lima elemen penghasilan,


berikut rangkuman 5 elemen tersebut :

No Elemen Penjelasan
1. Setiap tambahan kemampuan ekonomis Elemen ini mengacu pada “ accretion
concept of income”
2. diterima atau Elemen ini mengacu timing of
diperoleh recognition (cash accounting concept &
accrual accounting concept)
3. berasal dari Indonesia maupun dari luar Elemen ini mengacu pada global
Indonesia taxation system
4. untuk konsumsi atau untuk menambah Elemen ini sesuai dengan Schanz Haig
kekayaan Wajib Pajak Simons (S H S) model
5. dengan nama dan dalam bentuk apapun Elemen ini mengacu pada konsep “
substance over form ”

Accretion concept of income & SHS Model


konsep akresi (accretion concept) Konsep akreasi dikembangkan oleh tiga ahli
ekonomi di bidang pajak, yaitu George Schanz Robert Murray Haig dan Henry C.
Simons sehingga konsep ini dikenal pula dengan istilah SHS Concept.

Definisi penghasilan berdasarkan konsep akresi pertama kali dicetuskan oleh


Schanz yang berasal dan Jerman. Dalam teonnya yang berjudul The Accreation
Theory of Income Schanz mengemukakan tiga poin penting (Holmes, 2001) seluruh
penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh suatu pihak harus dikenai pajak tanpa
memandang dari mana sumber penghasilan tersebut, baik dan dalam negeri maupun
dan luar negeri semua penghasilan diperlakukan sama terlepas dan jenis dan
sumbernya yaitu apakah penghasilan tersebut dan usaha, pekerjaan, modal maupun
15

penghasilan lainnya dan pemungutan pajakhya sama untuk semua penghasilan


terlepas apakah penghasilan tersebut untuk konsumsi ataupun untuk ditabung

Haig juga turut mengembangkan definisi penghasilan dalam konteks pajak yang
serupa dengan definisi yang dikemukakan oleh Schanz Definisi penghasilan oleh
Haig menekankan pada tiga poin (Haig 1921) suatu pihak dianggap memperoleh
penghasilan ketika pihak tersebut mendapat tambahan kemampuan tambahan
kemampuan yang dihitung sebagai penghasilan hanya yang berbentuk uang dan dapat
dinilai dengan uang dan besarnya penghasilan dari suatu pihak ditentukan dengan
menjumlahkan besarnya penghasilan yang sesungguhnya dikonsumsi pada suatu
periode ditambah dengan kenaikan neto kekayaan pihak yang bersangkutan
(tabungan)

Tidak berbeda dengan Haig konsep penghasilan yang dikembangkan oleh


Simons juga berpendapat bahwa penghasilan merupakan jumlah aljabar antara nilai
pasar dan konsumsi dan perubahan nilai kekayaan yang disimpan antara dalam suatu
periode waktu tertentu (Simons 1938) Sederhananya penghasilan adalah jumlah dari
nilai pasar konsumsi dan perubahan nilai kekayaan pada suatu tahun.

Pendapat Simons terkait definisi penghasilan sebagaimana dijelaskan di atas


telah diterima secara luas yang umumnya dikenal dengan formula Income (1)
Consumption (C)+ Saving (S) Formula ini lazimnya dikenal dengan sebutan metode
= penghitungan penghasilan kena pajak berdasarkan pemakaian penghasilan

Berdasarkan SHS Concept, yang termasuk dalam pengertian penghasilan


mencakup upah atau gaji, penghasilan usaha. sewa, royalti, penghasilan dari modal,
hibah dan warisan, natura dan kenikmatan, pensiun, penghasilan dari pengalihan,
serta penghasilan sewa Selain itu, penerapan dari SHS Concept juga menyebabkan
capital appreciation masuk dalam pengertian penghasilan untuk tujuan pajak
(Mansury, 2002)

Dalam dunia pajak, konsep akresi yang dikembangkan oleh Schanz, Haig, dan
Simon menjadi salah satu konsep penghasilan yang paling banyak memengaruhi tax
policy di berbagai negara Alasannya, konsep ini dianggap paling mencerminkan
keadilan sekaligus mudah untuk diterapkan Bahkan, definisi penghasilan berdasarkan
16

konsep ini mendapat predikat sebagai definisi penghasilan yang diterima secara
umum (Genser, 2006)

timing of recognition (cash accounting concept & accrual accounting concept)

Cash Basis merupakan salah satu konsep yang sangat penting dalam akuntansi,
dimana pencatatan basis kas adalah teknik pencatatan ketika transaksi terjadi dimana
uang benar-benar diterima atau dikeluarkan.

Jadi accrual basis adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan
peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi tanpa memperhatikan
saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.

global taxation system

Burns dan Krever (1998) mendefinisikan sistem pengenaan PPh berdasarkan global
taxation sebagai sistem yang mengenakan pajak atas seluruh jenis penghasilan tanpa
memperhatikan karakteristik, sumber, dan jenis penghasilan yang diperoleh wajib
pajak.

Ault dan Amold (2010) memaparkan dalam sistem global taxation seluruh
penghasilan, dari mana pun asalnya, akan digabungkan menjadi satu dengan berbagai
pengurangan dan pembebasan hingga menghasilkan jumlah penghasilan kena pajak
(PKP) secara keseluruhan, Selanjutnya, untuk menentukan jumlah PPh yang terutang,
tarif pajak dengan formula tertentu akan diterapkan terhadap jumlah PKP tersebut
Tarif yang dimaksud dapat berupa tarif tunggal atau tarif yang bersifat progresif.

The substance-over-form principle

Terakhir, terkait dengan klausul 'dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
merupakan penerapan prinsip the substance-over-form principle yang artinya
substansı atau hakikat ekonomis dari suatu penghasilan lebih diutamakan daripada
bentuk formal dari penghasilan tersebut

Sebagai contoh, PTA merabagi-bagikan laba setelah pajak (profit after tax) kepada
para pemegang sahamnya Dalam SPT pembagian laba ini dilaporkan sebagai bonus
(dikenakan pajak dengan tarif 5-10% ) Namun substansi sesungguhnya, pembagian
laba setelah pajak ini merupakan dividen yang dikenakan pajak sebesar 15% Oleh
17

karena itu berdasarkan substance-over-form principle, fiskus akan menggolongkan


penghasilan ini sebagai dividen, bukan bonus (Amu)

Penghasilan orang pribadi dapat dilihat dari:

Sisi pemberi penghasilan ( schedular taxation system atau withholding tax system dan
berdasarkan source principle ), dan Sisi penerima penghasilan ( global taxation
system atau world wide income taxation dan berdasarkan residence/domicile
principle)

Menurut undang-undang penghasilan Nomor 07 tahun 1983 penghasilan dibagi


menjadi 3

1. Penghasilan Objek Pajak (PPh pasal 4 ayat 1)


2. Penghasilan yang dikenakan Pajak Final (PPh Pasal 4 ayat 2)
3. Penghasilan Yang tidak dikenakan pajak (PPh pasal 4 ayat 3)

Pengertian penghasilan di Pasal 4 ayat (1) UU PPh tertuang di dalam formulir SPT
PPh orang pribadi (1770SS,1770S, dan 1770).

No Formulir Informasi Penghasilan Orang Pribadi Menruut Formulir 1770


1. 1770-I A. Penghasilan neto dalam negeri dari usaha dan/atau pekerjaan
bebas (bagi wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan)
1 Penghasilan dari usaha dan/atau pekerjaan berdasarkan
laporan keuangan komersial
2 Penyesuaian fiskal positif
3 Penyesuaian fiskal negatif
4 Penghasilan neto
B. Penghasilan neto dalam negeri dari usaha dan/atau pekerjaan
bebas (bagi wajib pajak yang menyelenggarakan pencatatan)
1. Dagang
2. Industri
3. Jasa
4. Pekerjaan Bebas
5. Usaha Lainnya (pertanian, peternakan, perkebunan,
pertambangan, kehutanan)
C. Penghasilan neto dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan
(tidak termasuk penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final)
D. Penghasilan neto dalam negeri lainnya (tidak termasuk
penghasilan yang dikenakan PPh bersifat
1. Bunga
2. Royalti
3. Sewa
18

4. Penghargaan dan hadiah


5. Keuntungan dari penjualan/pengalihan harta
E. 6. Penghasilan lainnya
2. 1770 Penghasilan neto luar negeri
3. 1770-II Daftar pemotongan/pemungutan PPh oleh pihak lain, PPh yang
dibayar/dipotong di luar negeri dan PPh ditanggung pemerintah
4. 1770-III A. Penghasilan yang dikenakan pajak final dan/atau bersifat final
B. Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak
C. Penghasilan isteri/suami yang dikenakan pajak secara terpisah
5. 1770-IV A. Harta pada akhir tahun
B. Kewajiban pada akhir tahun
C. Daftar susunan anggota keluarga

Berdasarkan formulir SPT PPh orang pribadi yang paling lengkap (formulir 1770),
rumusan penghasilan yang ada di dalam konsep dan Pasal 4 UU PPh sudah tercantum
semua karena menggunakan pendekatan world wide income. Selain itu, sudah ada
informasi harta dan kewajiban yang menjadi pengurang harta jika diterapkan
persamaan penghasilan = konsumsi + tambahan harta. Informasi yang belum tersedia
di dalam SPT adalah informasi konsumsi

Secara umum, ketika melakukan analisis risiko kepatuhan wajib pajak, petugas pajak
akan menggunakan dua analisis sbb.:

• nalisis tambahan harta ( net worth ) selama satu tahun pajak, dan
• analisis biaya hidup rata rata sebulan disetahunkan.

Saat ini, informasi tambahan harta dan biaya hidup dapat diperoleh dari berbagai
sumber (ILAP = Instansi pemerintah, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak lainnya).

Dengan perkembangan dunia digital, informasi tentang tambahan harta dan biaya
hidup (konsumsi) wajib pajak orang pribadi dapat secara mudah diakses melalui
internet (media sosial). Jenis harta tidak dipatok dengan nilai perolehan berapa
berdasarkan ketentuan perpajakan. Hal terpenting bagi otoritas pajak adalah ketika
ada perbedaan signifikan antara penghasilan > konsumsi + tambahan harta,
berdasarkan prinsip efisiensi, kantor pajak akan menindaklanjutinya.

House Tour yang ditayangkan di kanal Youtube dapat menjadi petunjuk awal harta
wajib pajak orang pribadi. Otoritas pajak dapat menindaklanjutinya dengan
19

menandingkan informasi dari house tour tersebut ke dalam daftar harta di SPT PPh
orang pribadi.

Analisis biaya hidup (konsumsi) tidak hanya terbatas pada pengeluaran untuk
konsumsi harian, tapi juga mencakup pengeluaran pengeluaran lainnya. Contohnya
adalah pengeluaran untuk:

• komunikasi,
• Rekreasi (lihat slide di halaman berikut)
• Pendidikan,
• Transportasi, dan/atau
• Kesehatan

Jika dikaitkan dengan pembukuan di perusahaan, konsumsi ini identik dengan biaya
operasional. Ketika wajib pajak orang pribadi memiliki usaha, biaya operasional
tersebut boleh dikurangkan dari penghasilan bruto dari usaha/pekerjaan bebas
sepanjang terpenuhi konsep “ matching cost againstrevenue ”. Konsep matching
principles tersebut tertuang di dalam Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1) UU PPh.

2.3.2 Analisis Manjemen PPN

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak
berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa
dari luar daerah pabean.

Analisis manajemen PPN untuk orang pribadi berkaitan dengan konsep nilai
tambah (value added) yang ada di dalam pengaturan PPN. Konsep nilai tambah
berasal dari aktivitas usaha yang terdiri dari Input, Proses, dan Output. Karena itu,
nilai tambah dapat diilustrasikan dengan persamaan : Value Added = Output Input.

Nilai tambah tidak terkait dengan “adanya proses”, tapi karena Output Input =
Wages + Margin sehingga semua Output merupakan objek PPN. Di dalam suatu
rantai pasokan (supply chain) di antara (1) parbrikan, (2) distributor, (3) pedagang
besar, dan (4) pedagang eceran), kegiatan Input Proses Output selalu terjadi. Rantai
20

pasokan di atas dapat terjadi pada usaha yang dikelola oleh orang pribadi sehingga
PPN pun dapat dikenakan untuk kegiatan usaha orang pribadi.

Dengan pertimbangan tertentu, pembuat kebijakan dapat menerapkan konsep tax


expenditure melalui pengecualian (exeption) berupa non objek PPN seperti
terangkum di dalam Pasal 4A ayat (2) dan ayat (3) UU Pasal 4A ayat (2) UU PPN
mengatur 4 kelompok non barang kena pajak, sedangkan Pasal 4A ayat (3) mengatur
non Jasa Kena Pajak. Konsep PPN mengacu pada objek sesuai rumus Output Input
sehingga subjek pajak siapapun dapat menanggung PPN ketika melakukan transaksi
berupa barang/jasa kena pajak. Dengan pertimbangan ease of administration , subjek
pajak yang batasan omzetnya tidak lebih dari nilai tertentu dapat tidak menerapkan
PPN. Saat ini di Indonesia digunakan batasan non Pengusaha Kena Pajak senilai Rp
4,8 miliar setahun.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan dalam analisi manajemen pajak orang
pribadi yang pertama dilakukan adalah analisi apakah mempunyai kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas (pengusaha), ke dua adalah meliat apakah pengusaha memiliki
transaksi BKP & JKP, ketiga apakah peredaran brutonya lebih dari 4,8 milyar
setahun. Jika syarat 1,2 &3 terpenuhi maka orang pribadi harus menjadi pengusaha
kena pajak.

2.3.3 Strategi Perencanaan Pajak untuk mengefesiensikan Beban Pajak Orang


Pribadi

Agar perencanaan pajak sesuai dengan yang diharapkan, orang pribadi perlu
melakukan analisis terhadap metode-metode dan kebijakan-kebijakan yang akan
digunakan. berikut perencanaan pajak yang bisa dilakukan.
1 Membuat kebijakan pajak Dengan cara mengategorikan penghasilan
tertentu sebagai non Objek PPh atau Objek pajak PPh final
2 Menunda penghasilan atau mengakui penghasilan ketika menerima
penghasilan sesuai dengan konsep cash accounting concept
3 konsep “ matching cost againstrevenue ”. Konsep matching principles
tersebut tertuang di dalam Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1) UU PPh.
Memamfaatkan biaya-biaya yang menjadi pengurang penghasilan
(Pembukuan atau pencatatan)
4 untuk menghitung biaya hidup (Konsumsi) orang pribadi harus
membuat kertas kerja hal ini mengacu pada Pendapat Simons terkait
definisi penghasilan sebagaimana dijelaskan di atas telah diterima secara
21

luas yang umumnya dikenal dengan formula Income (1) = Consumption


(C)+ Saving (S)
2.4. Penghitungan dan Status Pajak bagi Pasangan Suami-Istri Bekerja

Pada prinsipnya (sudut pandang perpajakan), keluarga merupakan satu kesatuan


ekonomi yang mana satu NPWP cukup digunakan untuk satu keluarga. Artinya,
penghasilan dan pengeluaran maupun kerugian dari seluruh anggota keluarga
(termasuk perempuan yang sudah menikah), digabungkan menjadi satu kesatuan yang
dikenakan pajak.

Penggabungan NPWP dimaksudkan untuk memudahkan pengurusan pajak dan


menghindari tagihan Kurang Bayar Pajak saat melaporkan SPT Pajak tahunan. Hal
ini dimaksudkan untuk memudahkan Wajib Pajak Orang Pribadi bagi “wanita kawin”
yang tidak memiliki usaha (sedang tidak bekerja) maupun yang sedang bekerja
dengan besaran penghasilan per tahun dibawah PTKP.

Meski begitu, penghasilan neto suami dan istri tetap dapat dilakukan secara
terpisah, jika memiliki surat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan (PH - secara
tertulis) maupun persetujuan melalui kehendak istri yang telah memilih untuk
menjalankan hak serta kewajibannya secara terpisah dari suami (MT). Sebagaimana
mestinya, seseorang yang telah memiliki penghasilan otomatis akan menjadi seorang
Wajib Pajak dan wajib memiliki nomor NPWP.

Dalam pajak penghasilan, terdapat istilah Penghasilan Tidak Kena Pajak


(PTKP), yaitu pengurangan penghasilan neto yang ditentukan oleh Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. PTKP mulai berlaku sejak Januari
Tahun Pajak 2016 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam menjalankan PPh Pasal 21
dan PPh Orang Pribadi.

Pengenaan PPh terutang ini, meliputi seluruh penghasilan yang diterima oleh
suami dan istri. Namun demikian, pengenaan pajak penghasilan ini dapat dilakukan
secara terpisah. Ada beberapa status pengenaan PPh yang dikenakan terhadap suami
istri, diantaranya:

1. KK (Kepala Keluarga)– dimana suami istri tidak menghendaki untuk


melaksanakan hak dan pemenuhan kewajiban secara terpisah.
22

2. HB (Hidup Berpisah)– penghasilan suami istri dikenakan pajak secara


terpisah karena suami istri telah berpisah berdasarkan putusan hakim.
3. MT (Memilih Terpisah) – penghasilan suami istri dikenakan pajak secara
terpisah karena dikehendaki oleh istri yang memilih untuk menjalankan hak
dan kewajiban perpajakannya sendiri.

4. PH (Pisah Harta) - penghasilan suami-istri dikenakan pajak secara terpisah


karena dikehendaki secara tertulis oleh suami istri berdasarkan surat
perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.
2.4.1 Cara Menghitung Pajak dengan status Kepala Keluarga (KK)

Dalam status KK, penghasilan dari seluruh anggota keluarga wajib pajak
digabungkan sebagai satu kesatuan, dan pemenuhan kewajiban pajaknya hanya pada
satu wajib pajak sebagai kepala keluarga. Apabila suami dan istri masing-masing
bekerja pada pemberi kerja maka istri tidak perlu memiliki NPWP sendiri melainkan
ikut pada NPWP suaminya. Dengan kata lain, cukup suami yang memiliki NPWP dan
yang membuat laporan SPT tahunan, sedangkan penghasilan istri cukup dilaporkan
dalam lampiran SPT suami.

2.4.2 Cara Menghitung Pajak dengan status Pisah Harta (PH) dan Manajemen
Terpisah (MT)

Pisah harta memiliki kaitan dengan pengenaan Pajak Penghasilan setelah


menikah, apalagi keluarga merupakan satu kesatuan ekonomi. Penghasilan atau
kerugian dari seluruh anggota keluarga dianggap sebagai satu kesatuan yang
pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga.

Status Pisah Harta berarti bahwa penghasilan suami istri dikenai pajak secara
terpisah karena telah dikehendaki secara tertulis oleh suami-istri berdasarkan surat
perjanjian pemisahan harta dan penghasilan. Status ini membuat istri memperoleh
NPWP sendiri yang berbeda dengan suaminya.

Pasal 8 ayat 2 dan 3 Undang-undang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak


Penghasilan menyebutkan bahwa penghitungan Pajak Penghasilan suami-istri yang
melakukan perjanjian Pisah Harta (PH) setelah menikah atau yang dikehendaki oleh
23

istri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri,
dihitung berdasarkan perbandingan penghasilan neto mereka.

PPh dengan status PH dan MT memiliki cara penghitungan yang cenderung


sama. Pertama, Anda gabungkan penghasilan neto setahun milik Anda dan pasangan.
Kemudian, kurangkan nilai tersebut dengan PTKP. Selanjutnya, hitung PPh terutang
menggunakan tarif PPh Pasal 17. Terakhir, hitung proporsi PPh terutang antara Anda
dan pasangan.

2.5. Studi kasus

Udin syamsudin adalah sala satu Wajib pajak yang terdaftar di KPP Pratama
Bandung Tegalega sudah menikah dengan shela fatmawati dan belum dikarunia anak.
Berikut data penghasilan tahun 2022

Udin syamsudin

1. Bekerja sebagai direktur pada perusahaan alat kesehatan PT. ABC dengan
memperoleh penghasilan Bruto sebesar 260.000.000 setahun dan dipotong
pajak PPh pasal 21 sesuai ketentuan berlaku
2. Selain bekerja udin syamsudin sebagi konsultan akuntansi dan manajemen
memperoleh penghasilan Bruto selama tahun 2022 sebesar 1,1 milyar namun
250 jutanya akan diterima tahun 2023 dibulan januari & Februari
penghasilan dipotong sesuai dengan ketentuan berlaku
3. Selain sebagai konsultan udin syamsudin memiliki kegiatan usaha di bidang
penjualan tas dan sepatu kulit memiliki omset sebesar 3,1 milyar. Udin
syamsudin hanya melakukan pencatatan tidak melakukan pembukuan
4. Menjual tanah di jalan gatot subroto 200 m2 dengan harga Rp. 300.000.000
dan telah membayar PPh final 5% penghasilan hak atas tanah dan bangunan
5. Mendapat hadian undian dari plaza plangi sebesar Rp. 25.000.000 (PPh final
25% atas Hadian Undian)
6. Memperoleh klam asuransi kesehatan sebasar Rp. 50.000.000
7. Ditahun 2020, pernah sekali menyewakan mobil kepada PT. Sewa melulu
(01.645.976.0.056.000) sebsar 10.000.000. bukti potong : 001/MK/0522
tanggal 31 Mei 2022 (pph 23 sebesar 2%)
24

Shela Fatmawati

1. Bekerja sebagai dosen tetap disalasatu universitas dibandung memperoleh


penghasilan Bruto sebesar 110 juta dan dipotong pajak sesuai ketentuan
berlaku
2. Selain dosen shela juga bekerja di perusahaan skincare PT. XYZ sebagai
pegawai tetap dan memperoleh penghasilan Bruto sebesar 90 juta

Hitung berapa pajak yang terutang Udin syamsudin jika istri tidak melakukan
kewajiban perpajakan sendiri dan hitung berapa pajak yang terutang jika istri
melakukan kewajiban perpajakan sendiri.

2.5.1 Perhitungan Pajak terutang tanpa melakukan perencanaan pajak

a. Perhitungan PPh Udin Syamsudin


a.1 Perhitungan PPh pegawai
Gaji termasuk penghasilan yang dikenakan Pajak penghasilan sesuai
dengan UU PPh Pasal 4 ayat 1 UU PPh Nomor 7 tahun 2021
Penghasilan Bruto 260.000.000
Biaya Jabatan 6.000.000
Penghasilan Netto 254.000.000
PPh Terutang
5% X 60.000.000 = 3.000.000
15% X 194.000.000 =29.100.000
PPh Terutang 32.100.000
Pajak dipotong PPh pasal 21 oleh pemotong/ Pemberi kerja

a.2 Perhitungan PPh sebagai Konsultan


Jasa Konsultan termasuk penghasilan yang dikenakan Pajak
penghasilan sesuai dengan UU PPh Pasal 4 ayat 1 UU PPh Nomor 7
tahun 2021
Perhitungan pajak dipotong oleh lawan transaksi
Jasa Konsultan 1.100.000.000
Pengurang 50% 550.000.000
Penghasilan Netto 550.000.000
25

Tarif Pajak 5%
PPh Terutang 27.500.000
Dipotong PPh pasal 21
a.3 Perhitungan PPh Kegiatan Usaha
Kegiatan Usaha termasuk penghasilan yang dikenakan Pajak
penghasilan sesuai dengan UU PPh Pasal 4 ayat 1 UU PPh Nomor 7
tahun 2021
Karena tidak melakukan pembukuan dalam kegiatan usahanya maka
untuk menghitung penghasilan netto menggunakan norma sesuai
dengan PER Nomor 17 tahun 2015 tarif untuk industry ini adalah 30%
maka :
Penghasilan Netto = penghasilan Bruto X Tarif
Penghasilan Netto = 3.100.000.000 X 30%
Penghasilan Netto = 930.000.000
a.4 Perhitungan PPh Penjualan Tanah
Pengalihan hak atas tanah dan bangunan termasuk penghasilan yang
dikenakan PPh final sesuai PPh pasal 4 ayat 2 UU PPh Nomor 7 tahun
2021
PPH Final = Penghasilan Bruto X Tarif
= 300.000.000 X 5%
= 15.000.000
a.5 Perhitungan PPh Hadiah Undian
hadiah undian termasuk penghasilan yang dikenakan PPh final sesuai
PPh pasal 4 ayat 2 UU PPh Nomor 7 tahun 2021
PPh Final = Penghasilan Bruto X Tarif
PPh Final = 25.000.000 X 25%
PPh Final = 6.250.000
a.6 Perhitungan PPh Klam Asuransi Kesehatan
Klam asuransi kesehatan termasuk penghasilan tidak kena pajak PPh
sesuai Pasal 4 ayat 3 UU PPh Nomor 7 Tahun 2021
a.7 Perhitungan PPh Sewa Mobil
Sewa kendaraan termasuk penghasilan yang dikenakan PPh sesuai
dengan UU PPh Nomor 7 tahun 2021, Maka :
26

PPh pasal 23 = Penghasilan Bruto X Tarif


PPh pasal 23 = 10.000.000 X 2%
PPh pasal 23 = 200.000
b. Menghitung penghasilan Netto Shela Fatmawati
Gaji termasuk penghasilan yang dikenakan Pajak penghasilan sesuai
dengan UU PPh Pasal 4 ayat 1 UU PPh Nomor 7 tahun 2021
b.1 Perhitungan PPh Sebagai Dosen Tetap
Penghasilan Bruto 110.000.000
Biaya Jabatan 5.500.000
Penghasilan Nettto 104.000.000
PPh 21 Terutang
5% X 60.000.000 = 3.000.000
15% X 44.500.000 = 6.675.000
PPh Pasal 21 9.675.000
b.2 Perhitungan PPh Sebagai Pegawai Tetap
Penghasilan Bruto 90.000.000
Biaya Jabatan 4.500.000
Penghasilan Netto 85.500.000
PPh 21 Terutang
5% X 60.000.000 = 3.000.000
15% X 25.500.000 = 3. 825.000
PPh 21 Terutang 6.825.000
Sesuai prinsif global taxation system semuan penghasilan yang menjadi objek pajak
(pasal 4 ayat 1) Semua digabung tidak melihat darimana sumber peghasilan tersebut.
Berikut Perhitungan PPh Untuk Udin syamsudin dan Istri
27

Tabel 1
Perhitungan PPh penghasilan istri digabung

Keterangan Reff Nilai Nilai


Penghasilan Udin Syamsudin
Penghasilan Netto PT. ABC a1 254.000.000
Penghasilan Netto Konsultan a2 550.000.000
Penghasilan Netto Kegiatan Usaha a3 930.000.000
Penghasilan Netto Sewa Mobil a7 10.000.000
Total Penghasilan Udin
Syamsudin 1.744.000.000
Penghasilan Shela Fatmawati
Penghasilan Netto Dosen Tetap b1 104.000.000
Penghasilan Netto PT. XYZ b2 85.000.000
Total Penghasilan Shela
Fatmawati 189.000.000
Total Penghasilan Suami & Istri 1.933.000.000
PTKP
PTKP Suami 54.000.000
Menikah 4.500.000
PTKP Istri 54.000.000
Total PTKP 112.500.000
Penghasilan Kena Pajak 1.820.500.000
PPh Terutang
5% X 60.000.000 3.000.000
15% X 190.000.000 28.500.000
25% X 250.000.000 62.500.000
30% X 1.320.000.000 396.000.000
PPh Terutang 490.000.000
Kredit Pajak
PPh 21 Pegawai Suami 32.100.000
PPh 21 Konsultan Suami 27.500.000
PPh 23 Sewa Mobil suami 200.000
PPh 21 Dosen Istri 9.675.000
PPh 21 Pegawai Istri 6.825.000
Total Kredit Pajak 76.300.000
PPh pasal 29 413.700.000

Jadi pph yang harus dibayar udin syamsudin adalah 413.700.000 rupiah. Ini
merupakan perhitungan pph jika suami dan istri digabung
28

Berikut Perhitungan Jika istri melakukan kewajiban pajak sendiri


Tabel 2
Perhitungan Jika istri melakukan kewajiban pajak sendiri

Perhitungan PPh untuk Istri melakukan Kewajiban Perpajakan terpisah


PPh Suami (Udin
Syamsudin) 442.090.016
Kredit Pajak
PPh 21 Pegawai Suami 32.100.000
PPh 21 Konsultan Suami 27.500.000
PPh 23 Sewa Mobil suami 200.000
Total Kredit Pajak 59.800.000
PPh Pasal 29 382.290.016

PPh Istri ( Shela Fatmawati 47.909.984


PPh 21 Dosen Istri 9.675.000
PPh 21 Pegawai Istri 6.825.000
Total Kredit Pajak 16.500.000
PPh Pasal 29 31.409.984

Jika udin syamsudin dan shela melakukan kewajiban masing masing maka pph yang
terutang untuk udin syamsudin adalah 382.290.016 sedangkan shela adalah
31.409.984

2.5.2 Perhitungan Pajak terutang dengan melakukan perencanaan pajak

Seperti yang sudah di uraikan diatas ada beberapa metode yang bias diterapkan
dalam perenanaan pajak orang pribadi.
c.1 Membuat kebijakan pajak Dengan cara mengategorikan penghasilan tertentu
sebagai non Objek PPh atau Objek pajak PPh final
Setelah menganalisis penghasilan yang yang diperoleh udin syamsudin ada
penghasilan yang bias diubah menjadi penghasilan bersifat final yaitu
penghasilan dari kegiatan usaha sesuai dengan peratura PP 46 TAHUN 2018
dengan tariff 0,5% dari pengahasilan Bruto Omset
PPh final 0,5% = Omset * 0.5%
PPh final 0,5% = 3.100.000.000 * 0.5%
PPh final 0,5% = 15.500.000
c.2 Menunda penghasilan atau mengakui penghasilan ketika menerima penghasilan
sesuai dengan konsep cash accounting concept
29

Yang bias dilakukan oleh udin syamsudin adalah menunda pengakuan


penghasilan yang dibayar di tahun 2023 sehingga penghasilan yang diakui adalah
penghasilan yang diterima pada tahun 2022 yaitu
Penghasilan diterima 2022 = Perolehan Penghasilan 2022- piutang 2022
Pengahasilan diterima 2022 = 1.100.000.000-250.000.000
Pengahasilan diterima 2022 = 850.000.000
c.3 konsep “ matching cost againstrevenue ”. Konsep matching principles tersebut
tertuang di dalam Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1) UU PPh. Memamfaatkan
biaya-biaya yang menjadi pengurang penghasilan (Pembukuan atau pencatatan)
a. yang bias dilakukan oleh udin syamsudin adalah untuk usaha
konsultan sebaiknya menggunakan pembukuan sehingga perhitungan
penghasilan netto nya menggunakan laba Fiskan tidak menggunakan
norma. Setelah dilakukan pembukuan ternyata laba fiskalnya adalah
15% dari omset dan laba komersilnya adalah 10% dari omset
Predaran usaha konsultan 850.000.000
Laba Fiskal 15% 127.500.000
Laba Komersil 85.000.000

b. yang bias dilakukan shela adalah mengganti status diperusahaan PT.


XYZ menjadi tenaga ahli sehingga pengurang pemnghasilannya
sebesar 50% dari gaji bruto berbeda dengan pegawai tetap hanya 5%
dari gaji bruto. Sehingga Penghasilan Netto dari PT. XYZ Berubah
Penghasilan Bruto PT. XYZ 90.000.000
Pengurang 50% 45.000.000
Penghasilan Netto 45.000.000
PPh 21 yang dipotong 5% * netto 2.250.000
c.4 untuk menghitung biaya hidup (Konsumsi) orang pribadi harus membuat kertas
kerja hal ini mengacu pada Pendapat Simons terkait definisi penghasilan
sebagaimana dijelaskan di atas telah diterima secara luas yang umumnya dikenal
dengan formula Income (1) = Consumption (C)+ Saving (S)
Konsep ini digunakan untuk memastikan jumlah penghasilan + Hutang sama
dengan total biaya konsumsi dan harta
Berikut perhitungan pph setelah dilakukan perencanaan pajak
30

Tabel 3
Perhitungan PPh Sebelum & Sesudah Tax Pleaning

Non Tax Pleaning Tax Pleaning


No Keterangan Reff Nilai Nilai Reff Nilai Nilai
Peng. Udin Syamsudin
1 Peng. Netto PT. ABC a1 254.000.000 254.000.000
2 Peng. Netto Konsultan a2 550.000.000 c2 & c3a 127.500.000
3 Peng. Netto Kegiatan Usaha a3 930.000.000 c1 -
4 Peng. Netto Sewa Mobil a7 10.000.000 10.000.000
Total Peng. Udin Syamsudin 1.744.000.000 391.500.000
Peng. Shela Fatmawati
1 Peng. Netto Dosen Tetap b1 104.000.000 104.000.000
2 Peng. Netto PT. XYZ b2 85.000.000 c3b 45.000.000
Total Peng. Shela
Fatmawati 189.000.000 149.000.000
Total Peng. Suami & Istri 1.933.000.000 540.500.000
PTKP Suami 54.000.000 54.000.000
Menikah 4.500.000 4.500.000
PTKP Istri 54.000.000 54.000.000
Total PTKP 112.500.000 112.500.000
Penghasilan Kena Pajak 1.820.500.000 428.000.000
PPh Terutang

5% X 60.000.000 3.000.000 3.000.000

15% X 190.000.000 28.500.000 28.500.000

25% X 250.000.000 62.500.000 44.500.000

30% X 1.320.000.000 396.000.000


PPh Terutang 490.000.000 76.000.000
Kredit Pajak

PPh 21 Pegawai Suami 32.100.000 32.100.000

PPh 21 Konsultan Suami 27.500.000 27.500.000

PPh 23 Sewa Mobil suami 200.000 200.000

PPh 21 Dosen Istri 9.675.000 9.675.000

PPh 21 Pegawai Istri 6.825.000 2.250.000


Total Kredit Pajak 76.300.000 71.725.000
PPh pasal 29 413.700.000 4.275.000
Dengan melakukan perencanaan pajak yang baik beban pajak yang harus di tanggung
udin syamsudin menjadi lebih sedikit dimana total beban pajak yang harus
ditanggung udin syamsudin sebelum melakukan tax planing adalah Rp. 511.250.000
dan setelah melakukan tax planning adalah 112.750.000 sehingga beban pajak yang
bisa dihilangkan adalah 398.500.000
31

Perhitungan Pajak Penghasilan Istri melakukan kewajiban sendiri

Perhitungan PPh untuk Istri melakukan Kewajiban Perpajakan terpisah


PPh Suami (Udin
Syamsudin) 442.090.016 55.049.029
Kredit Pajak
PPh 21 Pegawai Suami 32.100.000 32.100.000
PPh 21 Konsultan Suami 27.500.000 27.500.000
PPh 23 Sewa Mobil suami 200.000 200.000
Total Kredit Pajak 59.800.000 59.800.000
PPh Pasal 29 382.290.016 - 4.750.971

PPh Istri ( Shela Fatmawati) 47.909.984 20.950.971


PPh 21 Dosen Istri 9.675.000 9.675.000
PPh 21 Pegawai Istri 6.825.000 6.825.000
Total Kredit Pajak 16.500.000 16.500.000
PPh Pasal 29 31.409.984 4.450.971

Seperti yang kita lihat beban pajak untuk masing masing mengalami penurunan yang signifikan dengan
dilakukannya perencanaan pajak yang baik. Istri yang melakukan kewajiban sendiri sebenarnya tidak
efektif karena penghasilannya secara umum tetap digabung dengan penghasilan suami kemudian dibagi
berdasarkan porsinya masing-masing
BAB III

PENUTUP
1. Dirjen Pajak melalui CRM dapat menyusun peta kepatuhan yang
membuat WP terdiferensiasi secara sistematis dan terukur berdasarkan
skor dan bobot risiko, serta objektif berdasarkan data. Data informasi
tambahan harta dan biaya hidup dapat Dirjen pajak diperoleh dari berbagai
sumber (ILAP = Instansi pemerintah, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak
lainnya). Sehingga ketika melakukan analisis risiko kepatuhan wajib
pajak, petugas pajak akan menggunakan dua analisis sbb.:
1. analisis tambahan harta ( net worth ) selama satu tahun pajak, dan
2. analisis biaya hidup rata rata sebulan disetahunkan.
2. Sesuai prinsif global taxation system semua penghasilan yang menjadi
objek pajak (pasal 4 ayat 1) Semua digabung tidak melihat darimana
sumber peghasilan tersebut, Maka dalam perhitungan dalam Table 11 dan
tebel setelahnhya dapat disimpulkan PPh yang dibayarkan sebelum
dilakukan tax planning adalah Rp. 511.250.000 dan setelah melakukan tax
planning adalah 112.750.000 sehingga beban pajak yang bisa dihilangkan
adalah 398.500.000
3. Penerapan perencanaan pajak untuk PPh Orang Pribadi akan sanagat
bermanfaat dalam mengefisiensikan pajak terutang yang harus dibayar.
4. Wanita yang sudah menikah melakukan kewajiban pajaknya sendiri
menurut kami tidak efektif digunakan sebagai perencanaan pajak karena
konsep perhitungannya tetap digabung dengan perhitungan suami
kemudian di bagi menurut porsinya

32
33

DAFTAR PUSTAKA

Pohan, Chairil Anwar.2013. Manajemen Perpajakan: Strategi Perencanaan Pajak


dan Bisnis.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
http://repository.um-
palembang.ac.id/id/eprint/3916/1/222014216_BAB%20I_DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
https://news.ddtc.co.id/contoh-perhitungan-pajak-dan-pengisian-spt-tahunan-suami-
istri-15357
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13162/Substance-Over-Form-dalam-
kehidupan.html
https://news.ddtc.co.id/memahami-konsep-pajak-penghasilan-di-indonesia-13595

Anda mungkin juga menyukai