Anda di halaman 1dari 23

Tugas UAS

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan

Dosen Pengampu :

Dessanti Putri Sekti Ari, SE., MSA, Ak

Disusun oleh:

Rizqi Egy Gumilang (145030201111017)

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI BISNIS


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan terhadap kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat serta
karunia-Nya, Penulis dapat menyelesaikan makalah Perpajakan ini dengan tepat waktu dengan
judul “PPN dan PPnBM”. Kami menyusun karya tulis ilmiah ini untuk memenuhi tugas mata
kuliah Perpajakan di Universitas Brawijaya Malang. Adapun tujuan yang diharapkan penulis
makalah ini dapat memberikan informasi kepada pembaca.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan, demi
kesempurnaan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terimah
kasih kepada pihak- pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Khususnya kepada
dosen kami Ibu Dessanti Putri Sekti Ari, SE., MSA.AK yang telah memberikan tugas dan
petunjuk kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Akhir kata, penulis
sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan
makalah ini dari awal sampai akhir.

Malang, 23 Desember 2016

ii
Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang .................................................................................................... 1


Rumusan Masalah ................................................................................................ 2
Tujuan .................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Objek Pajak PPN.................................................................................................. 3


2.2 Definisi Barang Kena Pajak (BKP) dan jasa Kena Pajak (JKP) .......................... 5
2.3 Jenis Subjek Pajak................................................................................................ 7
2.4 Bukan Objek PPN ................................................................................................ 11
2.5 Definisi Pengusaha, Pengusaha Kena Pajak, Pemungut PPN, Pedagang ............ 15

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ................................................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Pajak merupakan kewajiban kenegaraan yang menunjukan peran seta dari seluruh
masyarakat dalam pembiayaan pemerintah untuk melaksanakan pemerintahan dan
pembangunan. Pajak telah terbukti menjadi sumber utama dalam APBN Indonesia yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembiayaan pengeluaran negara yang
bersumber dari pajak menunjukan adanya kemandirian bangsa untuk mencapai cita-cita luhur
dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Pajak pada dasarnya merupakan peralihan sebagian kekayaan dari masyarakat kepada
negara yang dimungkinkan oleh undang-undang pajak. Peralihan kekayaan tersebut membuat
pajak dipandang dari dua sisi yang berbeda. Bagi masyarakat seringkali pajak dinggap sebagai
beban. Di sisi lain bagi pemerintah dan fiskus pajak harus dipungut karena terbukti pajak
memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan pajak, baik dengan usaha
intensifikasi maupun ekstensifikasi pajak.

Dalam pengenaan dan pemungutan pajak, satu hal yang mendasar dan harus diketahui
adalah dasar pengenaan pajak. Apa yang menjadi dasar pengenaan pajak disesuaikan dengan
jenis pajak yang akan ditanggung oleh seorang wajib pajak. Biasanya apa yang mnejadi dasar
pengenaan pajak diatur dalam hukum pajak material. Sesuai dengan Pasal 1 angka 17 Undang-
Undang PPN dan PPnBM, dasar pengenaan pajak adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai
impor, nilai ekspor, atau nilai yang lain yang dipakai sebagai dasar menghitung pajak terutang.

Pemungutan pajak di Indonesia berasal dari kesepakatan rakyat dan pemerintah, yang
dituangkan dalam berbagai undang-undang pajak. Hal ini melahirkan adanya hukum pajak di
Indonesia.

1
RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan PPN dan PPnBM?

2. Seperti apa karakteristik dan mekanisme pemungutan PPN dan PPnBM?

3. Apa yang dimaksud dengan subjek dan objek PPN?

TUJUAN

1. Mengetahui dan memahami pengertian PPN dan PPnBM dalam kehidupan sehari-hari.

2. Mengetahui dan memahami karakteristik serta mekanisme pemungutan PPN dan PPnBM.

3. Mengetahui siapa saja yang dikategorikan sebagai subjek dan objek PPN dan PPnBM.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Objek Pajak PPN

PPN dikenakan atas:

1. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha. Syarat-
syaratnya adalah:
a. Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP;
b. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP Tidak Berwujud;
c. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
d. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan atau pekerjaanya.
2. Impor BKP
3. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan ileh pengusaha. Syarat-
sayratnya adalah:
a. Jasa yang diserahkan merupakan BKP;
b. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. Syarat-
syaratnya adalah; dan
c. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
4. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
5. Pemanfaatn JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
6. Ekspor BKP Ridak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
7. Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
8. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan
oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain;
9. Penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan
oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat
dikreditkan.

3
Saat dan Tempat Terhutangnya Pajak

1. Saat Terutang Pajak


Pajak terhutang pada saat:
a. Penyerahan BKP atau JKP;
b. Impor BKP;
c. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
d. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean;
e. Ekspor BKP Berwujud;
f. Ekspor BKP tidak Berwujud;
g. Ekspor JKP
h. Pembayaran, pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau sebelum
penyerahan JKP atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya
pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean.
2. Tempat Terutang Pajak
1. Untuk Penyerahan BKP/JKP
a. Tempat Tinggal;
b. Tempat Kedudukan;
c. Tempat Kegiatan Usaha;
d. Tempat Lain.
Apabila pengusaha kena pajak terutang pajak pada lebih dari 1 tempat usaha,
pengusaha kena pajak tersebut dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya dapat
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis pada direktur jenderal pajak untuk
memilih 1 tempat atau lebih sebagai tempat terutangnya pajak.
2. Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat barang kena pajak dimasukan
dan dipungut melalui Direktorat Jendaral Bea dan Cukai.
3. Orang pribadi atau badan yang memamfaatkan BKP tidak berwujud dan/ atau JKP
dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean terutang pajak di tempat tinggal
atau tempat kedudukan dan/ atau tempat kegiatan usaha.

4
4. Untuk kegiatan membangun sendiri oleh PKP yang dilakukan tidak dalam lingkungan
perusahaan atau pekerjaanya atau oleh bukan PKP, di tempat bangunan tersebut
berdiri.

2.2 Definisi Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP)

Barang yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan Barang Mewah
berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang PPN dan PPnBM.

Barang Kena Pajak terdiri dari :

1. Barang yang berwujud misalnya mobil, rumah, sepeda motor dan lain-lain.
2. Barang yang tidak berwujud misalnya hak paten, hak cipta, merk dagang dan lain-lain.

Untuk mengetahui apakah suatu barang dikenakan PPN atau tidak, maka perlu mengetahui
terlebih dahulu apakah barang tersebut merupakan Barang Kena Pajak atau tidak.

Jika suatu barang merupakan Barang Kena Pajak, maka apabila dilakukan penyerahan/penjualan
akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Jasa Kena Pajak

Jasa kena pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan
hukum yang menyebabkan suatu barang/ fasilitas/ kemudahan/ hak tersedia untuk dipakai,
termasuk menghasilkan barang berdasarkan pesanan dengan bahan dan petunjuk pemesan, yang
dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
Diantaranya : Jasa konsultan, jasa sewa, jasa konstruksi, jasa perantara, dsb.

5
Pada dasarnya semua jasa merupakan Jasa Kena Pajak (JKP), kecuali yang dinyatakan lain oleh
Undang-Undang PPN itu sendiri. Jenis jasa yang tidak dikenai PPN adalah jasa tertentu dalam
kelompok jasa sebagai berikut:

1. jasa pelayanan kesehatan medis;


2. jasa pelayanan sosial;
3. jasa pengiriman surat dengan perangko;
4. jasa keuangan;
5. jasa asuransi;
6. jasa keagamaan;
7. jasa pendidikan;
8. jasa kesenian dan hiburan;
9. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
10. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
11. jasa tenaga kerja;
12. jasa perhotelan;
13. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum;
14. jasa penyediaan tempat parkir;
15. jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
16. jasa pengiriman uang dengan wesel pos;
17. jasa boga atau katering.

6
2.3 Jenis Subjek Pajak

Subjek PPN dan PPn-BM

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan
usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean,
melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

Pengusaha Kena Pajak, sering disebut PKP adalah Pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak
berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984 dan perubahannya, tidak
termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan,
kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Pengusaha kecil menurut UU PPN 1994 digolongkan sebagai bukan pengusaha kena
pajak. Konsekuensinya adalah apabila pengusaha kecil tersebut memilih menjadi pengusaha
kena pajak, maka ia mempunyai hak dan kewajiban yang sama seperti pengusaha kena pajak
pada umumnya.

Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 648/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994,


telah ditetapkan batasan yang termasuk dalam kelompok pengusaha kecil yaitu sebagai berikut :

(1) Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan :

a.Barang Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp. 240.000.000,00 (dua
ratus empat puluh juta rupiah); atau

b.Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp. 120.000.000,00 (seratus
duapuluh juta rupiah).

(2)Dalam hal Pengusaha melakukan penyerahan baik Barang Kena Pajak maupun Jasa Kena
Pajak, batas peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

7
a.Rp. 240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah jika peredaran Barang Kena Pajak lebih
dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah seluruh peredaran bruto; atau

b.Rp. 120.000.000,00 (seratus duapuluh juta rupiah) jika peredaran Jasa Kena Pajak lebih dari
50% (lima puluh persen) dari jumlah seluruh peredaran bruto.

Pedagang Besar

Berdasarkan pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988 ditegasian bahwa yang
dimaksud denga pedagang besar adalah :

pengusaha dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dalam lingkungan perusahaan atau
pekerjaannya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada pihak mana pun kecuali yang
semata-mata melakukan penyerahan sebagai pedagang eceran .

yang digolongkan sebagai pedagang eceran adalah apabila pedagang eceran dimaksud :

tidak bertindak sebagai penyalur Barang Kena Pajak kepada pengusaha lainnya.

Menyerahkan barang kena pajak melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko, kios, mobil
keliling, atau dengan cara penjualan yang dilakukan langsung kepada konsumen atau dari rumah
ke rumah.

Menyediakan barang kena pajak yang diserahkan di tempat penjualan secara eceran.

Melakukan transaksi jual beli secara spontan tanpa didahului dengan penawaran tertulis,
pemesanan, kontrak atau lelang¸yang pada umumnya bersifat tunai dan pembeli pada umumnya
datang ke tempat penjualan tersebut secara langsung membawa sendiri Barang Kena Pajak yang
dibelinya.

8
Pedagang Eceran Besar

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor : 75 Tahun 1991, yang dimaksud dengan Pedagang
Eceran Besat adalah Pengusaha yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya di bidang
perdagangan memiliki :

Jumlah Peredaran bruto atas penyerahan Barang Kena Pajak dan bukan Barang Kena Pajak
dalam satu tahun pajak atu bagian tahun pajak mencapai jumlah Rp. 1 Milyar atau lebih.

Jumlah peredaran bruto atas penyerahan Barang Kena Pajak atau bukan Barang Kena Pajak
dalam tahun 1991 mencapai jumlah Rp 1 Milyar atau lebih.

Hubungan Istimewa

Dalam Undang-Undang PPN tahun 1994 disebutkan bahwa hubungan istimewa dapat terjadi
karena adanya ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain yang disebabkan oleh
faktor kepemilikan/penyertaan , atau karena adanya penguasaan melalui manajemen atau
penggunaan teknologi.

Dengan demian hubungan istimewa dianggapa apabila :

Terdapat hubungan kepemilikan yang berupa penyertaan modal sebesar 25% atau lebih baik
secara langsung ataupun tidak langsung.

Satu atau lebih perusahaan berada di bawah penguasaan pengusaha yang sama. Demikian juga
hubungan antara beberapa perusahaan yang berada dalam penguasaan pengusaha yang sama.

Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus satu
derajat dan/atau ke samping satu derajat.

9
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)

PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan satu paket dalam Undang-undang Pajak
Pertambahan Nilai. Namun demikian, mekanisme pengenaan PPnBM ini sedikit berbeda dengan
PPN. Berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang PPN, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
dikenakan terhadap :

Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang
menghasilkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah di dalam Daerah Pabean dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya; Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah. demikian,
PPnBM hanya dikenakan pada saat penyerahan BKP Mewah oleh pabrikan (pengusaha yang
menghasilkan) dan pada saat impor BKP Mewah. PPnBM tidak dikenakan lagi pada rantai
penjualan setelah itu. Adapun fihak yang memungut PPnBM tentu saja pabrikan BKP Mewah
pada saat melakukan penyerahan atau penjualan BKP Mewah. Sementara itu, PPnBM atas impor
BKP mewah dilunasi oleh importir berbarengan dengan pembayaran PPN impor dan PPh Pasal
22 Impor.

Pengertian BKP Mewah

1. bahwa barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau


2. barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
3. pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau
4. barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
5. apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu
ketertiban masyarakat, seperti minuman beralkohol.

10
2.4 Bukan Objek PPN

Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena
Pajak, sehingga dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali jenis barang dan jenis jasa
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.

Jenis Barang Yang Tidak Dikenai PPN

1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya
meliputi :
a. minyak mentah (crude oil);
b. gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung
oleh masyarakat;
c. panas bumi;
d. asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata,
bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit,
gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir
dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth),
tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit;
e. batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara; dan
f. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta
bijih bauksit.
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak meliputi :
a. beras;
b. gabah;
c. jagung;
d. sagu;
e. kedelai;
f. garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
g. daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses
disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak

11
dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau
direbus;
h. telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan,
atau dikemas;
i. susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun
dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau
dikemas atau tidak dikemas;
j. buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui
proses cuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau
tidak dikemas; dan
k. sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau
disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun
tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau
katering.
4. Uang, emas batangan, dan surat berharga.

Jenis Jasa Yang Tidak Dikenai PPN

1. Jasa pelayanan kesehatan medis, meliputi :


a. jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;
b. jasa dokter hewan;
c. jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi;
d. jasa kebidanan dan dukun bayi;
e. jasa paramedis dan perawat;
f. jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan
sanatorium;
g. jasa psikolog dan psikiater; dan
h. jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal.
2. Jasa pelayanan sosial meliputi:
a. jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo;

12
b. jasa pemadam kebakaran;
c. jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;
d. jasa lembaga rehabilitasi;
e. jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk krematorium; dan
f. jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat komersial.
3. Jasa pengiriman surat dengan perangko, meliputi jasa pengiriman surat dengan
menggunakan perangko tempel dan menggunakan cara lain pengganti perangko tempel.
4. Jasa keuangan, meliputi:
a. jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat
deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu;
b. jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada pihak
lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel
unjuk, cek, atau sarana lainnya;
c. jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa:
d. sewa guna usaha dengan hak opsi;
e. anjak piutang;
f. usaha kartu kredit; dan/atau
g. pembiayaan konsumen;
h. jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan
fidusia; dan
i. jasa penjaminan.
5. Jasa asuransi, merupakan jasa pertanggungan yang meliputi asuransi kerugian, asuransi
jiwa, dan reasuransi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis
asuransi, tidak termasuk jasa penunjang asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian
asuransi, dan konsultan asuransi.
6. Jasa keagamaan, meliputi :
a. jasa pelayanan rumah ibadah;
b. jasa pemberian khotbah atau dakwah;
c. jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan; dan
d. jasa lainnya di bidang keagamaan.

13
7. Jasa pendidikan, meliputi : jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa
penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa,
pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan jasa
penyelenggaraan pendidikan luar sekolah.
8. Jasa kesenian dan hiburan, meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni
dan hiburan.
9. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan meliputi jasa penyiaran radio atau televisi baik
yang dilakukan oleh instansi pemerintah atau swasta yang tidak bersifat iklan dan tidak
dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial.
10. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri.
11. Jasa tenaga kerja, meliputi :
a. jasa tenaga kerja;
b. jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak
bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut; dan
c. jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja.
12. Jasa perhotelan, meliputi :
13. jasa penyewaan kamar, termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel,
losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelanuntuk tamu yang
menginap; dan jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel,
rumah penginapan, motel, losmen dan hostel.
14. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum, meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah seperti
pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB), pemberian Ijin Usaha Perdagangan,
pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
15. Jasa penyediaan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan/atau
pengusaha kepada pengguna tempat parkir dengan dipungut bayaran.
16. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam atau koin yang diselenggarakan
oleh pemerintah maupun swasta.
17. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos.
18. Jasa boga atau katering.

14
2.5 Definisi Pengusaha, Pengusaha Kena Pajak, Pemungut PPN, Pedagang Eceran

Pengertian Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pengertian Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah :

Orang Pribadi atau Badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
:

menghasilkan Barang Kena Pajak (BKP).

mengimpor Barang Kena Pajak (BKP).

mengekspor Barang Kena Pajak (BKP).

melakukan usaha perdagangan.

memanfaatkan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dari luar daerah pabean.

melakukan usaha Jasa Kena Pajak (JKP)

memanfaatkan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar daerah pabean.

Untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) bagi Orang Pribadi atau Badan harus
mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pokok
Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) ke Kantor Pelayanan Pajak dengan ketentuan sebagai berikut :

Setiap Orang Pribadi atau Badan harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor
Pokok Pengusaha Kena Pajak (PKP) apabila Peredaran usaha atau Omzet dalam 1 (satu) tahun
lebih dari Rp.4.800.000.000,-.

Bagi Orang Pribadi atau Badan yang mempunyai Peredaran usaha atau Omzet dalam 1
(satu) tahun tidak lebih dari Rp.4.800.000.000,-. dapat mendaftarkan diri untuk mendapatkan
Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan disebut Pengusaha Kecil Kena Pajak.

Dalam hal Orang Pribadi atau Badan telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
(PKP) dan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya dalam satu tahun buku tidak

15
melebihi Rp 4.800.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dapat mengajukan permohonan
pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Kewajiban Pengusaha Kena Pajak

Apabila Wajib Pajak sudah menjadi Pengusaha Kena Pajak, maka mempunyai beberapa
kewajiban dalam bidang perpajakan, yaitu antara lain :

Menerbitkan Faktur Pajak untuk setiap Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa
Kena Pajak.

Menyetorkan PPN yang kurang bayar dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke
Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lambat pada akhir bulan berikut sebelum melaporkan SPT
Masa PPN.

Melaporkan Transaksi Penyerahan Barang Kena Pajak, Barang Tidak Kena Pajak, Jasa
Kena Pajak dan Jasa Tidak Kena Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak dengan menggunakan SPT
Masa PPN paling lambat pada akhir bulan berikut.

Pengertian Pemungut PPN

Pemungut PPN adalah Bendaharawan Pemerintah, Badan, atau Instansi Pemerintah


yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor dan melaporkan pajak yang
terutang oleh PKP atas penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP kepada bendaharawan
pemerintah, badan, atau instansi pemerintah tersebut. (Pasal 1 angka 27 UU PPN).

Mekanisme pemungutan PPN pada dasarnya dilakukan oleh si penjual atau penerima
uang, namun dalam hal untuk mengamankan dan mempercepat pemasukan ke kas negara

16
maka dilakukan sistem pemungutan dan penyetoran PPN oleh PUT PPN. Oleh karena itu
Pemerintah menentukan Badan-Badan atau Instansi yang harus melakukan pemungutan dan
penyetoran PPN. Contoh : PKP XYZ melakukan penjualan berupa komputer kepada Pemerintah
Kota Tangerang Selatan melalui Bendahara Pemerintahnya. Karena PKP XYZ melakukan
penyerahan BKP kepada bendahara pemerintah Pemda Kota Tangsel, maka Bendahara Pemda
Kota Tangsel wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang atas transaksi
tersebut.

Mengingat PPN Pajak Keluaran telah disetor dan dilaporkan oleh PUT PPN, maka penjual
yang bukan PUT PPN tidak perlu lagi melakukan pemungutan dan penyetoran PPN, akan tetapi
tetap melakukan pelaporan dalam SPt Masa PPN Formulir 1107-A.

Pemungut PPN dan atau PPnBM berdasarkan Keppres 56 tahun 1988 telah dicabut
dengan Keppres 180 tahun 2000. Kemudian ditunjuk kembali dengan KMK
No.547/KMK.04/2000.

Pemungut PPN adalah sbb :

Ø KPKN (Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara), sekarang menjadi KPPN (Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara);

Ø Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten atau Kota;

Ø Pertamina;

Ø Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya dibidang Minyak, Gas Bumi, Panas Bumi dan
pertambangan umum lainnya;

Ø Badan Usaha Milik Negara (BUMN); / Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);

Ø Bank Milik Negara; / Bank Milik Daerah;

Ø Bank Indonesia;

17
Namun seiring dengan penyederhanaan sistem pemungutan PPN, sejak 1 Januari 2004
sesuai KMK No.563/KMK.03/2003, pemungut PPN hanyalah Bendaharawan Pemerintah dan
KPKN (sekarang menjadi KPPN – Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara). Kemudian diatur
lebih lanjut tentang penunjukan Pemungut PPN untuk KPS Migas sejak 1 Januari 2005 sesuai
PMK No.11/PMK.03/2005 dan berdasarkan PMK No.73 Tahun 2010 menjadi Kontraktor
Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi. Dan sekarang berdasarkan PMK
No. 85/PMK.03/2012 jo. PMK No.136/PMK.03/2012 BUMN kembali ditunjuk sebagai pemungut
PPN.

Pedagang Eceran

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor : 75 Tahun 1991, yang dimaksud dengan


Pedagang Eceran Besat adalah Pengusaha yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya
di bidang perdagangan memiliki :

Jumlah Peredaran bruto atas penyerahan Barang Kena Pajak dan bukan Barang Kena
Pajak dalam satu tahun pajak atu bagian tahun pajak mencapai jumlah Rp. 1 Milyar atau lebih.

Jumlah peredaran bruto atas penyerahan Barang Kena Pajak atau bukan Barang Kena
Pajak dalam tahun 1991 mencapai jumlah Rp 1 Milyar atau lebih.

18
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) lebih
menunjukan sebagai identitas dari suatu sistem pemungutan pajak atas konsumsi daripada nama
suatu jenis pajak, mengenakan pajak atas nilai tambah yang timbul pada barang atau jasa tertentu
yang dikonsumsi. Namun sebelum barang atau jasa tersebut sampai pada tingkat konsumen,
PPN telah dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Meskipun
demikian, pemungutan pajak secara bertingkat ini tidak menimbulkan efek ganda karena adanya
metode perolehan kembali pajak yang telah dibayar (kredit bayar) oleh Pengusaha Kena Pajak
sehingga persentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen tetap sama dengan tarif pajak yang
berlaku. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa panjang pendek jalur produksi atau distribusi
tidak mempengaruhi persentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen.

19
DAFTAR PUSTAKA

Siti Resmi.2012. Perpajakan Teori dan Kasus edisi 8. Jakarta. Salemba Empat

Mardiasmo.2016.Perpajakan. Yogyakarta,CV. Andi Forest

Budi, Priyanto.2015. Buku Pintar Pajak. Jakarta, PT. Pratama Indomitra

Wirawan B. Ilyas, Richard Burtom. 2015. Hukum Pajak. Yogyakarta, Salemba Empat

http://www.pajak.go.id/content/sistem-penomoran-baru-dalam-pembuatan-faktur-pajak

http://www.pajak.go.id/blog-entry/kp2kpbanjar/selayang-pandang

http://www.pajak.go.id/content/seri-ppn-dan-ppnbm-tata-cara-pembayaran-dan-penyetoran-ppn-
dan-ppnbm

http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=ppn

20

Anda mungkin juga menyukai