DI SUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PERPAJAKAN III (PPN dan PPNBM)
Dosen Pengampu:
DI SUSUN OLEH:
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah Pajak Pertambahan Nilai dengan
baik dan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang
diberikan oleh Dosen yang mengampu mata kuliah Perpajakan 3 yaitu Ibu Dini Paryanti,
S.E.,M.M
Makalah ini disajikan dalam Bahasa yang sederhana dan tidak berbelit-belit supaya
mudah dipahami oleh pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca .
Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik dibutuhkan agar kami bisa
meningkatkan pembuatan makalah pada tugas mendatang.
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB 1..............................................................................................................
PENDAHULUAN.........................................................................................
1.1. Latar Belakang.......................................................................................................
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................................
1.3. Maksud dan Tujuan.................................................................................................
BAB II............................................................................................................
PEMBAHASAN............................................................................................
2.2. Mekanisme PPNBM...............................................................................................
2.3. Pengelompokan Barang Mewah..............................................................................
2.4. Pengecualian Kendaraan Bermotor Dari Pengenaan Ppnbm.................................
2.5. Mekanisme Pemugutan Ppnbm Kendaran Bermotor..............................................
BAB III..........................................................................................................
PENUTUP......................................................................................................
3.1...............................................................................................................Kesi
mpulan..................................................................................................
3.2...............................................................................................................Daft
ar Pustaka.............................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar belakang
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung yang
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat (UU No. 28 tahun 2007 tentang KUP). Berdasarkan sifatnya, pajak
dapat dikelompokkan menjadi pajak subjektif dan pajak objektif.
Seperti yang sudah Anda ketahui, PPN memiliki dampak regresif. Jadi,
semakin tinggi kemampuan konsumen, akan semakin ringan beban pajak
yang dipikul. Nah, untuk mengurangi regresivitas tersebut, bagi
konsumen yang mengonsumsi BKP yang tergolong mewah, akan
dikenakan beban pajak tambahan yakni PPnBM.
BAB II
PEMBAHASAN
A. MEKANISME PPNBM
PPnBM adalah jenis pajak yang dikenakan pada suatu transaksi barang dengan
kriteria barang yang tergolong mewah. Yang mana transaksi tersebut dilakukan oleh
seorang produsen atau pengusaha, dengan tujuan untuk menghasilkan atau
mengimpor barang mewah tersebut dalam kegiatan usahanya.
Pengenaan PPnBM memiliki peran yang penting dalam penerapan pajak di Indonesia.
Beberapa pertimbangan mengapa PPnBM penting diterapkan di Indonesia yaitu:
Dalam prinsip pemungutannya, PPnBM atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah
akan dilakukan satu kali saja. Yaitu pada saat terjadinya penyerahan yang dilakukan
oleh pabrikan atau produsen Barang Kena Pajak (BKP) yang mewah tersebut. Dan
pada saat impor Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong dalam kategori barang
mewah tersebut. Untuk membantu anda memahami peraturan pajak dan
melaksanakan kewajiban pajak dengan tepat, konsultan pajak Serpong adalah pilihan
terbaik.
Barang tersebut tidak termasuk dalam jenis barang yang menjadi bahan kebutuhan
pokok.
Barang tersebut hanya dikonsumsi oleh golongan masyarakat tertentu.
Barang tersebut dikonsumsi hanya untuk menunjukkan status sosial dan kekayaan
semata.
Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat dengan pendapatan tinggi.
Wajib pajak (WP) tidak hanya perlu mempelajari jenis pajak, tapi juga
penghitungannya. Ini termasuk dengan PPnBM atau Pajak Penjualan atas Barang
Mewah. Peran konsultan pajak Serpong untuk membantu WP mengurus pajak
sangatlah penting. Untuk bisa menghitung besaran PPnBM, maka dibutuhkan Dasar
Pengenaan Pajak (DPP). Dimana DPP yang dimaksud tersebut bisa meliputi:
Harga jual yaitu nilai termasuk semua biaya yang diminta penjual
Biaya penggantian yaitu nilai termasuk semua biaya penyerahan dan tidak
termasuk dalam PPN.
Nilai impor
Tarif pajak 10% berlaku untuk kendaraan umum kategori tertentu, alat rumah
tangga, alat pendingin, hunian mewah, televisi, dan minuman non-alkohol.
Tarif pajak 20% berlaku untuk kendaraan bermotor kategori tertentu, alat
fotografi, berbagai jenis permadani, peralatan olahraga impor, dan barang.
Tarif pajak 25% berlaku untuk kendaraan bermotor berat dan berbahan bakar
solar.
Tarif pajak 35% berlaku untuk minuman bebas alkohol, bahan berbahan kulit
impor, batu kristal, bus, dan barang pecah belah.
Berbicara tentang pajak tentu tidak terlepas dari pelaporan pajak. Untuk pelaporan
PPnBM wajib pajak (WP) perlu menggunakan formulir SPT Masa PPN 1111. Dimana
dalam pelaporannya, PPnBM atas barang yang tergolong mewah tersebut bisa
dilaporkan bersama dengan PPN dan PPN Impor. Jangka waktu pelaporannya paling
lama pada akhir bulan berikutnya setelah tanggal faktur pajak dibuat. Jasa konsultan
pajak Serpong akan mempermudah urusan perpajakan termasuk pelaporan pajak anda.
Dimana Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) ini, akan dibebankan pada barang mewah
yang dimiliki dan dikenai pada saat kegiatan pengadaan barang mewah tersebut.
Pajak barang mewah sendiri hanya berlaku untuk 1 kali pemungutan, yaitu saat penyerahan
barang mewah tersebut.
Pemungutan pajak ini dilakukan oleh wajib pajak yaitu produsen atau pengusaha guna upaya
pengadaan barang seperti menghasilkan barang atau impor barang mewah tersebut.
Ada beberapa alasan yang mendasari pajak ini ditetapkan seperti upaya pemerataan pajak,
pengendalian pola konsumtif pada barang mewah, dan perlindungan untuk produsen kecil.
Pada umumnya pajak barang mewah, hanya dikenai pada barang yang memiliki kriteria
khusus. Seperti beberapa kriteria barang di bawah ini:
Menurut Undang Undang yang berlaku tarif yang dikenakan pada jual beli barang mewah,
serendah-rendahnya 10% dan paling tinggi 200%.
Pajak ini dikenakan pada barang mewah dalam negeri. Dengan begitu barang mewah yang
dikonsumsi luar negeri (ekspor) tidak dipungut biaya pajak.
Pembayaran jenis pajak pribadi juga dapat dengan mudah dilakukan dengan aplikasi eBilling
online.
Tarif PPnBM dibedakan berdasarkan golongan barang mewah, seperti jenis golongan
dibawah ini:
Ketentuan golongan pertama ini adalah hunian berbentuk rumah – non strata title dengan
harga jual minimum adalah 20 miliar.
Ataupun jenis hunian apartemen dengan jenis strata title yang memiliki nilai jual minimum
sebesar 10 milyar.
Contoh barang lain seperti beberapa kategori kendaraan bermotor, alat fotografi, beberapa
jenis permadani, peralatan fitness dan lain sebagainya.
Seperti halnya combi, mobil van, pickup, minibus, truk muatan kecil dan lain sebagainya.
Seperti contohnya adalah minuman bebas alkohol, tas mewah maupun barang lain dengan
bahan kulit impor, kristal, dan barang pecah belah.
Contoh barang golongan ini adalah balon udara atau jenis pesawat tanpa tenaga penggerak,
peluru senjata api milik pribadi (selain kebutuhan negara).
Contoh golongan ini adalah kapal feri, kapal pesiar, yacht dan lain sebagainya.
Adapun beberapa jenis golongan lain tertera secara tersirat dan butuh penghitungan tersendiri
untuk menentukan besaran pajak yang harus dibayarkan.
Dalam Undang Undang yang berlaku, PPnBM ada beberapa dasar perhitungan yang menjadi
penentu besaran pemungutan pajak.
Maka akan dibutuhkan dasar pengenaan pajak (DPP) dimana mencakup beberapa hal
dibawah ini:
1. Harga Jual
Yang dimaksud dengan harga jual disini, adalah total deal harga yang telah disepakati antara
kedua belah pihak
2. Biaya Penggantian
Berupa total uang dari beberapa biaya seperti biaya penyerahan, biaya ekspor jasa, dan biaya
operasional lainnya.
3. Kebutuhan Impor
Selanjutnya ada kebutuhan impor, dimana biaya ini adalah segala jenis pengurusan impor
seperti bea masuk, cukai impor, biaya pajak tambahan dan beberapa pungutan lainnya.
4. Nilai lainnya
Termasuk nilai biaya yang dipungut pihak eksportir dan uang yang ditetapkan DPP sesuai
keputusan menteri keuangan yang berlaku.
Untuk lebih jelasnya anda bisa melihat contoh kasus dibawah ini
Bapak R adalah artis ternama, belakangan ini dia membeli sebuah mobil idaman dengan
harga yang cukup fantastis, yaitu Rp 5 miliar.
Dari penjelasan diatas anda bisa menghitung barang tersebut masuk dalam golongan barang
dengan tarif pajak 40%.
Maka cara hitung biaya yang harus dikeluarkan Bapak R adalah seperti dibawah ini:
1.1. Atas impor dalam keadaan terpasang (CBU) semua jenis kendaraan bermotor
beroda dua dengan motor penggerak yang isi silindernya 250 cc atau kurang
dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 20% (dua puluh
persen). Sedangkan atas penyerahan kendaraan bermotor beroda dua yang dibuat
di dalam negeri dengan motor penggerak yang isi silindernya 250 cc atau kurang
tidak dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
1.2. Atas impor dalam keadaan terpasang (CBU) semua jenis kendaraan bermotor
beroda dua dengan motor penggerak yang isi silindernya lebih dari 250 cc dan
atas penyerahan kendaraan bermotor beroda dua yang dibuat di dalam negeri
dengan motor penggerak yang isi silindernya lebih dari 250 cc, dikenakan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 35% (tiga puluh lima persen).
2. Kendaraan bermotor jenis sedan dan station wagon, mobil balap serta caravan
2.1. Atas penyerahan kendaraan bermotor jenis sedan dan station wagon, dengan
motor penggerak yang isi silindernya 1600 cc atau kurang, yang dibuat di dalam
negeri dengan kandungan lokal lebih dari 60% (enam puluh persen), dikenakan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 20% (dua puluh persen).
2.2. Atas penyerahan kendaraan bermotor jenis sedan dan station wagon, yang dibuat
di dalam negeri dengan kandungan lokal kurang dari 60% (enam puluh persen)
berapapun juga isi silindernya, dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dengan tarif 35% (tiga puluh lima persen).
2.3. Atas penyerahan kendaraan bermotor jenis sedan dan station wagon, yang dibuat
di dalam negeri dengan motor penggerak yang isi silindernya lebih dari 1600 cc
berapapun juga kandungan lokalnya, dikenakan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah dengan tarif 35% (tiga puluh lima persen).
2.4. Atas impor dalam keadaan terpasang (CBU) kendaraan bermotor jenis station
wagon, mobil balap, dan caravan serta atas penyerahan mobil balap dan caravan
yang dibuat di dalam negeri, dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dengan tarif 35% (tiga puluh lima persen).
2.5. Atas impor kendaraan jenis sedan dalam keadaan terpasang (CBU) maupun
dalam keadaan tidak terpasang (CKD), dikenakan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah dengan tarif 35% (tiga puluh lima persen). PPn BM yang telah dibayar
pada saat impor CKD sedan dapat diperhitungkan dengan PPn BM yang terutang
atas penyerahan dalam negeri kendaraan sedan hasil rakitannya melalui proses
Pemindahbukuan (Pbk) sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-23/PJ.51/1994 tanggal 31 Oktober 1994.
3.1. Atas penyerahan kendaraan bermotor jenis jip yang dibuat di dalam negeri
dengan kandungan lokal lebih dari 60% (enam puluh persen), dikenakan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 20% (dua puluh persen).
3.2. Atas impor dalam keadaan terpasang (CBU) kendaraan bermotor jenis jip dan
atas penyerahan kendaraan bermotor jenis jip yang dibuat di dalam negeri yang
kandungan lokalnya tidak melebihi 60% (enam puluh persen), dikenakan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 35% (tiga puluh lima persen).
3.3. Yang dimaksud kendaraan bermotor jenis jip adalah kendaraan bermotor beroda
empat serba guna, bergardan ganda, dengan chasis, massa total 5 (lima) ton atau
kurang, dan kapasitas penumpang kurang dari 10 (sepuluh) orang.
4.1. Atas impor dalam keadaan terpasang (CBU) dan atas penyerahan kendaraan
bermotor yang dibuat di dalam negeri jenis kombi, minibus, van, dan pick up
yang menggunakan bahan bakar bensin dikenakan PPn BM dengan tarif 20%
(dua puluh persen), sedangkan yang menggunakan bahan bakar solar dikenakan
PPn BM dengan tarif 25% (dua puluh lima persen).
4.2. Dalam hal Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) menyerahkan chasis
minibus atau chasis pick up yang akan diubah menjadi minibus, van, dan kombi,
maka ATPM diperlakukan sebagai Pabrikan dan harus mengenakan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 20% (dua puluh persen) dari Dasar
Pengenaan Pajak untuk yang menggunakan bahan bakar bensin, dan 25% (dua
puluh lima persen) dari Dasar Pengenaan Pajak untuk yang menggunakan bahan
bakar solar. Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung Pajak Penjualan atas
Barang Mewah sebagaimana dimaksud di atas adalah sebesar harga jual chasis
minibus atau chasis pick up dari ATPM ditambah 25% (dua puluh lima persen)
dari harga jual chasis. Tambahan tersebut adalah angka perkiraan biaya karoseri.
6.1 Atas impor dan atas penyerahan kendaraan bermotor yang dibuat di dalam negeri
. untuk jenis-jenis sebagaimana dimaksud pada butir 1 sampai dengan 5 di atas,
dikecualikan dari pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam hal-hal
sebagai berikut :
6.1.1.Digunakan untuk kendaraan dinas ABRI/POLRI sepanjang dananya berasal
dari APBN yang pembiayaannya dilaksanakan melalui bendaharawan
ABRI/POLRI dan dengan mempergunakan nomor identitas kendaraan
nomor ABRI/POLRI, demikian pula halnya kendaraan untuk tujuan
protokoler kenegaraan sepanjang dananya berasal dari APBN/APBD dari
instansi yang bersangkutan.
6.1.2.Kendaraan bermotor jenis kombi, minibus, van, pick up, bus, station wagon,
sedan dan jip, yang digunakan untuk kendaraan ambulance, kendaraan
tahanan, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan jenazah, atau kendaraan
angkutan umum. Yang dimaksud dengan kendaraan angkutan umum adalah
kendaraan angkutan umum dalam trayek dan kendaraan angkutan umum
tidak dalam trayek sepanjang menggunakan plat dasar nomor Polisi dengan
warna kuning.
6.1.3.Kendaraan bermotor jenis van dan pick up, yang digunakan untuk kendaraan
angkutan barang.
6.2 Pelaksanaan pengecualian pengenaan PPn BM dilakukan dengan cara sebagai
. berikut:
6.2.1.Penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPn BM
a. Untuk kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan dinas
ABRI/POLRI, dan untuk tujuan protokoler kenegaraan, kendaraan
ambulance, kendaraan tahanan kendaraan pemadam kebakaran, dan
kendaraan jenazah, dapat diajukan permohonan pembebasan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah oleh instansi yang bersangkutan
kepada Direktur Jenderal Pajak cq. Direktur Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Tidak Langsung Lainnya, dengan dilengkapi dokumen-
dokumen yang menyatakan :
6.2.2.Restitusi
Pelaksanaan restitusi PPn BM dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
6.2.2.2 Untuk kendaraan bermotor jenis van dan pick up yang digunakan
. untuk kendaraan angkutan barang dan kendaraan yang digunakan
untuk angkutan umum, permohonan restitusi diajukan oleh pembeli
kendaraan kepada Kepala KPP di tempat pemilik kendaraan
berdomisili, dengan dilengkapi dokumen-dokumen sebagai berikut :
i. Foto copy kartu NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan/atau
foto copy pengukuhan sebagai PKP;
j. Foto copy Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pabrikan atau
ATPM kepada Distributor atau Dealer atau Agen atau
Penyalur;
k. Foto copy STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) yang
menyatakan kendaraan bermotor tersebut untuk angkutan
umum (plat dasar warna kuning) dan/atau Surat Tanda Uji
Kendaraan dari DLLAJR yang menyatakan kendaraan
bermotor tersebut untuk angkutan barang;
l. Asli faktur penjualan dari Dealer atau Distributor atau Agen
atau Penyalur yang di dalamnya dicantumkan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang telah dikenakan oleh
ATPM atau Pabrikan kepada Dealer atau Distributor atau
Agen atau Penyalur dan kemudian dilimpahkan kepada
pembeli;
m. Asli bukti pungutan PPn BM;
n. Izin Usaha dan Ijin Trayek yang dikeluarkan oleh instansi
yang berwenang untuk kendaraan angkutan umum;
o. Surat pernyataan yang menyatakan bahwa kendaraan
dimaksud tidak akan diubah penggunaannya dan apabila
ternyata diubah bersedia dikenakan sanksi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Dalam hal impor, Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN BM adalah Nilai Impor yang
dipakai sebagai dasar penghitungan besarnya Bea Masuk, ditambah Bea masuk, Bea
Masuk Tambahan, dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan
perundang-undangan Pabean yang berlaku.
Dalam hal terdapat hubungan istimewa antara Pabrikan atau ATPM dengan Dealer
atau Distributor atau Agen atau Penyalur, yang menyebabkan Harga Jual dari
Pabrikan atau Importir menjadi lebih rendah dari Harga Jual yang seharusnya, maka
DPP ditetapkan sebesar Harga Jual dari Dealer atau Distributor atau Agen atau
Penyalur kepada pihak lain. Harga Jual dianggap dipengaruhi hubungan istimewa
apabila perbedaan antara Harga Jual dari Pabrikan atau ATPM kepada Dealer atau
Distributor atau Agen atau Penyalur melebihi suatu prosentase tertentu yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Contoh:
Pabrikan "A" menjual kendaraan bermotor kepada Distributor "B" seharga Rp
100.000.000,-. Kendaraan tersebut dijual oleh Distributor "B" seharga Rp
115.000.000,- kepada pembeli. Selisih Rp 115.000.000,- - Rp 100.000.000,- = Rp
15.000.000,- atau 15/100 x 100% = 15%. Oleh karena melebihi 10% maka dilakukan
koreksi DPP. Dengan demikian DPP untuk pengenaan PPn BM untuk pabrikan A
ditetapkan sebesar Harga Jual kendaraan bermotor oleh Distributor "B"kepada pihak
lain sebesar Rp 115.000.000,-.
Untuk meneliti adanya kemungkinan hubungan istimewa antara Pabrikan atau ATPM
dengan Dealer atau Distributor atau Agen atau Penyalur yang menyebabkan
terjadinya pergeseran Harga Jual menjadi lebih rendah, dapat dilakukan dengan cara
cross check, tukar menukar informasi antar KPP atau antar Kantor Wilayah apabila
Dealer atau Distributor atau Agen atau Penyalur dengan Pabrikan atau ATPM tidak
berada dalam satu wilayah wewenang KPP atau Kantor Wilayah.
8. Kandungan lokal
Seperti telah disebutkan pada butir 2.1 dan butir 3.1 di atas, besarnya tarif Pajak
Penjualan atas Barang Mewah 20% (dua puluh persen) untuk kendaraan bermotor
jenis sedan, station wagon, dan jip yang dibuat di dalam negeri tergantung pada
prosentase kandungan lokalnya. Informasi tentang besarnya kandungan lokal tersebut
ditetapkan oleh Departemen Perindustrian untuk tiap-tiap jenis, type dan merk
kendaraan bermotor.
Apabila Informasi tentang besarnya kandungan lokal suatu kendaraan tidak atau
belum diterbitkan oleh Departemen Perindustrian, maka kendaraan tersebut
dimasukkan dalam kelompok kendaraan bermotor yang kandungan lokalnya 60%
(enam puluh persen) atau kurang, sehingga dikenakan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah dengan tarif 35% (tiga puluh lima persen). Jadi insentif tarif Pajak Penjualan
atas Barang Mewah baru diberikan, setelah ada penetapan dari Departemen
Perindustrian bahwa kandungan lokal dari kendaraan bermotor yang bersangkutan
lebih dari 60% (enam puluh persen).
1. PKP rekanan pemerintah membuat faktur pajak dan Surat Setoran Pajak (SSP) pada saat
menyampaikan tagihan kepada bendaharawan Pemerintah atau KPKN baik untuk sebagian
maupun seluruh pembayaran.
2. Rekanan menerbitkan faktur pajak dengan kode transaksi 02.
3. Apabila pembayaran diterima sebelum penagihan atau sebelum penyerahan BKP, faktur
pajak wajib diterbitkan pada saat pembayaran diterima.
4. PKP rekanan mencantumkan jumlah PPnBM yang terutang pada faktur pajak.
Faktur pajak yang diterbitkan oleh oleh bendaharawan pemerintah dan KPPN ini
dibuat dalam tiga rangkap, masing-masing untuk bendahara, untuk arsip PKP
rekanan dan untuk KPP melalui bendahara pemerintah.
PKP rekanan kemudian mengisi SSP dengan membubuhkan Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP) dan identitas PKP rekanan Pemerintah yang bersangkutan, tetapi
penandatanganan SSP dilakukan oleh bendaharawan pemerintah atau KPKN
sebagai penyetor atas nama PKP rekanan pemerintah.
Pada faktur pajak tersebut, kontraktor atau pemegang kuasa yang melakukan
pemungutan wajib membubuhkan cap yang menunjukan tanggal penyetoran PPnBM
dan kemudian menandatangani.
Sementara, untuk SSP diisi dengan membubuhkan NPWP dan identitas rekanan,
namun yang menandatangani SSP adalah kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang
izin selaku penyetor PPN/PPnBM atas nama rekanan.
SSP-nya sendiri dibuat lima rangkap dengan peruntukan sebagai berikut:
1. Rekanan mengisi SSP dengan membubuhkan NPWP serta identitas rekanan BUMN, tetapi
penandatanganan SSP dilakukan oleh BUMN sebagai penyetor atas nama rekanan
2. SSP dibuat 4 rangkap, masing-masing untuk:
o Rekanan BUMN
o Untuk KPPN melalui bank persepsi atau kantor pos.
o Untuk rekanan yang dilampirkan pada SPT masa pajak.
o Untuk bank persepsi atau kantor pos.
SSP yang dibuat oleh rekanan BUMN ini menggunakan kode akun pajak diisi 411211 dan kode
jenis setoran 900.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kebijakan pembebasan PPnBM terhadap beberapa barang mewah
termasuk tas mewah merupakan kebijakan yang tidak
memperhatikan keseimbangan beban pajak antara masyarakat yang
berpenghasilan tinggi dengan masyarakat yang berpenghasilan
rendah dikarenakan dengan adanya pembebasan PPnBM, beban
pajak bagi konsumen yang mengkonsumsi barang-barang mewah
yang pada umumnya masyarakat menengah ke atas menjadi
semakin ringan sehingga menimbulkan dampak regresif dalam
pemungutan pajak.
Kebijakan pembebasan PPnBM juga bertentangan dengan maksud
adanya penganaan PPnBM yaitu dalam rangka mengendalikan pola
konsumsi terhadap barang-barang mewah dalam hal ini tas mewah,
dengan membebaskan PPnBM terhadap tas mewah dan barang
mewah lainnya maka pemerintah tidak berusaha untuk
mengendalikan konsumsi barang mewah melainkan merangsang
konsumen untuk mengkonsumsi tas mewah.
Kebijakan pembebasan PPnBM terhadap beberapa barang mewah
termasuk tas mewah juga terbukti tidak dapat melindugi produsen
kecil karena pada faktanya jumlah impor tas-tas yang terbuat dari
kulit maupun kulit tiruan semakin bertambah yang mengakibatkan
DAFTAR PUSTAKA
https://flazztax.com/2022/02/02/penting-mekanisme-pemungutan-ppnbm-yang-harus-anda-tahu/
https://mekari.com/blog/pajak-barang-mewah/
https://datacenter.ortax.org/ortax/aturan/show/2648
https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/mekanisme-pemungutan-ppnbm