Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

SENGKETA PAJAK

Dibimbing oleh Mike Yolanda,S.P, M.M

Disusun Oleh

Kelompok 5 :

Ahmad Guntur 18233001

Nurul Illahi 18233093

Poni Mainiati 18233096

Rama Hafiz Hasri 10233106

Rantisa Edira Yulia 18233114

Wulani Alita 18233115

Yerisya Safitri 18233116

MANAJEMEN PAJAK
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya
kepada kami sehingga kami senantiasa dapat menyelesaikan makalah Sengketa Pajak yang
membahas tentang Peradilan Pajak tepat pada waktunya. Makalah ini kami susun untuk
memenuhi tugas kelompok Sengketa Pajak yang diberikan oleh ibu Mike Yolanda,S.P, M.M
selaku dosen pengampu mata kuliah Sengketa Pajak.

Ucapan terima kasih kami kepada ibu Mike Yolanda,S.P, M.M yang telah
memberikan pengajaran kepada kami, serta kepada teman-teman yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disajikan terutama kepada mahasiswa yang
mengambil mata kuliah Sengketa Pajak, baik yang berada diluar maupun didalam lingkup
Universitas Negeri Padang. Makalah ini juga bisa dijadikan referensi bagi pelajar dan
mahasiswa.

Makalah ini masih jauh dalam kata kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami
mengharapkan adanya saran dan kritik yang dapat membangun untuk menyempurnakan
makalah ini.

Padang, 11 September 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………… 1

DAFTAR ISI………………………………………………………………….. 2

BAB I………………………………………………………………………….. 3

PENDAHULUAN……………………………………………………………

A. Latar Belakang…………………………………………………………. 3

B. Rumusan Masalah……………………………………………………… 3

C. Tujuan …………………………………………………………………. 4

BAB II…………………………………………………………………………..

PEMBAHASAN……………………………………………………………… 5

A. Lembaga Keberatan……………………………….……………………… 5

B. Majelis Pertimbangan Pajak……………………………………………… 8

C. Badan Penyelesaian Sengketa Pajak……………………………………. 9

D. Pengadilan Pajak……………………………………………………........ 12

BAB III…………………………………………………………………………

PENUTUP……………………………………………………………………. 13

KESIMPULAN………………………………………………….................. 13
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam sebuah negara hukum peranan dari lembaga-lembaga peradilan sangat diperlukan
demi tercapainya sebuah supremasi hukum. Upaya penegakan hukum ini diterapkan
diberbagai bidang, dan salah satunya adalah di bidang Perpajakan untuk memberikan
keadilan sebagai akibat timbulnya permasalahan antara subjek pajak (rakyat) dengan
pemungut pajak (pemerintah) atau dapat pula disebut sebagai sengketa pajak. Dari hal
tersebut maka dibentuklah Pengadilan Pajak melalui Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002
Tentang Pengadilan Pajak.3 Peradilan pajak di Indonesia merupakan peradilan administrasi
yang bersifat khusus di bidang perpajakan. Suatu peradilan dikatakan sebagai peradilan
administrasi jika memenuhi unsur-unsur, yaitu salah satu pihak yang berselisih harus
administrator (pejabat administrasi), yang menjadi terikat karena perbuatan salah seorang
pejabat dalam batas wewenangnya, dan terhadap persoalan yang diajukan diberlakukan
hukum publik atau hukum administrasi.

Dalam Pasal 2 UU No. 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak disebutkan bahwa,
“Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi
Wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak.”
Kekuasaan kehakiman dalam ketentuan diatas menegaskan bahwa Pengadilan Pajak sebagai
badan peradilan melaksanakan fungsi dan wewenangnya guna menegakkan hukum dan
keadilan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945 (Perubahan Ketiga)
yang menyebutkan bahwa, “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”, dan juga untuk
menegaskan bahwa Pengadilan Pajak merupakan badan peradilan administrasi murni dimana
lembaga ini independen, bukan merupakan bagian dari salah satu pihak yang bersengketa.
Dengan demikian Pengadilan Pajak menurut Pasal 2 UU No. 14 Tahun 2002 diatas
berkedudukan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman khususnya dibidang perpajakan.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang jadi rumusan masalah dalam makalah
ini adalah sebagai berikut:
1. Apa itu Lembaga Keberatan?
2. Bagaimana Majelis Pertimbangan Pajak?
3. Bagaimana Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ?
4. Bagaimana Pengadillan Pajak?

C. TUJUAN PEMBAHASAN
Tujuan dan manfaat makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui Lembaga Keberatan

2. Untuk Mengetahui Majelis Pertimbangan Pajak


3. Untuk Mengetahui Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
4. Untuk Mengetahui Pengadillan Pajak
BAB II

PEMBAHASAN

A. LEMBAGA KEBERATAN

1. Pengertian Keberatan dan Dasar Hukumnya


Berdasarkan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku saat ini, beberapa
upaya hukum yang dapat ditempuh oleh wajib pajak atau penanggung pajak apabila
dirugikan oleh fiscus adalah upaya hukum keberatan, banding, gugatan dan Peninjauan
Kembali. Hal ini berbeda dengan di lembaga peradilan lainnya yang upaya hukumnya
adalah gugatan, banding, kasasi dan peninjauan kembali. Upaya hukum keberatan
merupakan upaya hukum yang penyelsesaiannya masih dilakukan di lingkungan
pemerintah. Sedangkan upaya hukum banding dan gugatan merupakan upaya hukum
yang penyelesaiannya (pemeriksaan dan putusannya) dilakukan di lembaga Peradilan
Pajak .Lembaga Peradilan Pajak yang ada saat ini adalah Pengadilan Pajak yang
dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak.Kompentensi absolut Pengadilan Pajak adalah memeriksa dan memutus sengketa
pajak yang berupa banding dan gugatan pajak.

Sengketa pajak dapat terjadi antara lain karena perbedaan pendapat antara wajib
pajak dengan pemerintah mengenai besarnya pajak yang terutang. Berdasarkan
ketentuan UU Pengadilan Pajak, khususnya dalam Pasal1 angka 5 disebutkan bahwa
sengketa Pajak merupakan sengketa yang terjadi dalam bidang perpajakan antara
Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada
Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk
Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-Undang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa.

Pada hakekatnya keberatan merupakan upaya hukum biasa yang berada di luar
Pengadilan Pajak yang diperuntukan untuk memohonkan keadilan terhadap kerugian
bagi wajib pajak.
Pengertian keberatan adalah upaya hukum yang dapat di tempuh wajib apabila
merasa tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas
pemotongan pajak oleh pihak ketiga. Pemeriksaan atas keberatan yang diajukan oleh
wajib pajak dilakukan oleh unit/bagian yang merupakan bagian yang ada pada Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) atau Kanwil Pajak.

Maksud diberikannya upaya hukum keberatan adalah untuk melindungi wajib pajak
dari tindakan aparatur pajak yang dianggap merugikan atau dianggap tidak/ kurang adil.
Wajib pajak diberi kesempatan untuk mendapatkan keadilan dalam sengketa pajak
melalui jalur/ upaya hukum keberatan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 25 UU KUP , dapat diketahui bahwa upaya hukum


keberatan dapat dilakukan oleh wajib pajak terhadap SKP KB (Suratk etetapan Pajak
Kurang Bayar), SKP KBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan), SKP LB
(Surat ketetapan Pajak Lebih Bayar ), SKPN (Surat Ketetapan Pajak Nihil) dan
pemotongan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.

2. Cara dan Syarat Mengajukan Keberatan

Ada beberapacara yang dapat dilakukan oleh wajib pajak dalam menggunakan upaya
hukum keberatan yaitu :

a. Secara langsung;

b. MelaluiPos

c. Dengan cara lain

Pengajuan keberatan secara langsung, dilakukan dengan cara wajib pajak


menyampaikan surat keberatan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat wajib pajak
terdaftar atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. Pengajuan keberatan melalui
pos (kantor Pos) hendaknya dilakukan dengan bukti pengiriman surat. Pengajuan
keberatan dengan cara lain, antara lain dengan menggunakan jasa ekspedisi atau jasa
kurir dengan bukti pengiriman surat atau melalui on line (e-filling).

Adapun syarat untuk mengajukan keberatan adalah sebagai berikut :

a. Keberatan harus dilakukan secara tertulis dengan menggunakan bahasa


Indonesia,ditujukan kepada dirjen Pajak (untuk Pajak Pusat) melalui KPP
setempat atau Gubernur (untuk Pajak Propinsi) , Bupati/Walikota (untuk Pajak
Kabupaten/pajakKota);

b. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang
dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan disertai
alasan- alasan yangjelas;

c. Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis dan satu tahun/masapajak.

d. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak SKP , kecuali
WP dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena di
luar kekuasaannya. Keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka
waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN
atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat
keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak. surat keberatan yang
disampaikan melalui pos ( harus dengan pos tercatat), jangka waktu 3 bulan
dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan
pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti
pengiriman melalui Kantor Pos danGiro.

e. dalam pengajuan keberatan wajib pajak harus membayar sejumlah uang tertentu
paling sedikit sejumlah yang disetujui dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan sebelum pengajuan keberatan ; Persyaratan ini hanya berlaku
untuk pengajuan keberatan atas suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang berkaitan dengan Surat
Pemberitahuan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008
danseterusnya.

f. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan di atas tidak dianggap sebagai


Surat Keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan

Apabila permohonan keberatan Wajib Pajak ditolak dan Wajib Pajak tidak
mengajukan banding maka Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda
sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan
keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan
keberatan.

Sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) tidak
dikenakan dalam hal:

a. Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan,

b. pengajuan keberatan Wajib Pajak tidak dipertimbangkan karena tidak


memenuhi persyaratan pengajuan keberatan,atau
c. Wajib Pajak mengajukan permohonan banding atas Surat
KeputusanKeberatan

B. MAJELIS PERTIMBANGAN PAJAK

Penyelesaian sengketa pajak pada mulanyadilakukan oleh Majelis Pertimbangan Pajak


yang bertugas memeriksa dan memutus sengketa pajak. Kedudukan Majelis Pertimbangan
Pajak dapat dilihat dari sebelum dan pada saat berlakunya Undang- Undang No. 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Saidi, 2007).

Sebelum adanya Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, Majelis Pertimbangan Pajak merupakan badan pemeriksa dan pemutus sengketa
pajak yang meliputi pajak negara dan pajak daerah. Majelis Pertimbangan Pajak merupakan
pengganti Raad Van Beroep voor Belastingzaken yang dibentuk oleh pemerintah Hindia
Belanda untuk menyelesaikan sengketa pajak antara pemerintah Hindia Belanda dengan bumi
putera yang berstatus sebagai wajib pajak. Kedudukan MPP adalah sebagai lembaga
keberatan dan lembaga banding dalam sengketa pajak. Sebagai lembaga keberatan ia
memutus dalam instansi pertama dalam sengketa pajak, sedangkan sebagai lembaga banding
ia memutus untuk instansi kedua dan terakhir. Dalam hal banding, instansi pertama yang
menyelesaikan sengketa adalah pejabat yang menetapkan ketetapan pajak. Baru bila belum
merasa puas terhadap keputusan pejabat tersebut ia dapat naik banding ke MPP.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang disahkan
dan diundangkan tanggal 29 Desember 1986, berlaku secara efektif pada tahun 1991
berdasarkan Peraturan pemerintah No. 7 Tahun 1991. Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, diatur mengenai Majelis Pertimbangan Pajak
bukan merupakan badan peradilan pajak melainkan hanya berfungsi sebagai upaya
administratif. Oleh karena itu Majelis Pertimbangan Pajak hanya dianggap sebagai bagian
dari upaya administratif yang berarti keputusannya tidak memiliki kekuatan hukum tetap
sehingga dapat diganggu gugat. Keputusan Majelis Pertimbangan Pajak merupakan
keputusan tata usaha negara sehingga dapat diajukan banding pada pengadilan tinggi tata
usaha Negara (Saidi, 2007).
Majelis Pertimbangan Pajak yang berwenang memeriksa dan memutus sengketa pajak
dianggap sebagai banding administratif karena Majelis Pertimbangan Pajak bukan merupakan
BadanPeradilan Pajak yang memeriksa dan memutus sengketa Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
tata Cara Perpajakan (Saidi, 2007).
Penegasan terhadap Majelis Pertimbangan Pajak bukan merupakan Badan peradilan yang
memberi keputusan dalam tingkat tertinggi dan terakhir dalam penyelesaian sengketa pajak
melainkan hanya sebagai bagian dari upaya administratif terdapat dalam penjelasan Pasal 48
ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang
menegaskan sebagai berikut: Upaya administratif adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh
oleh seorang atau badan hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu keputusan tata
usaha negara. Prosedur tersebut dilaksanakan di lingkungan pemerintahan sendiri dan terdiri
atas dua bentuk. Dalam hal penyelesaiannya itu harus dilakukan oleh instansi atasan dan
instansi lain dari yang mengeluarkan keputusan yang bersangkutan, prosedur tersebut
dinamakan “banding administrative”. Contoh banding administratif antara lain, keputusan
Majelis Pertimbangan Pajak berdasarkan ketentuan- ketentuan dalam Staatsblad 1912 Nomor
29 (Regeling van het beroep in belastingzaken) jo Undang- Undang No. 5 Tahun 1959
tentang Perubahan Regeling van het beroep in belastingzaken.

C.BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK


Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ditetapkan sebagai badan peradilan pajak dengan
Undang-undang Nomor. 17 Tahun 1997 Tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak, badan
ini merupakan pengganti badan-badan khusus yang dahulu bernama Peradilan Doleantie,
Majelis Pertimbangan Pajak, dan Komisi Duane. Sebagai Badan Peradilan Pemerintah,
Badan Penyelesaian Sengketa Pajak tersebut tidak berpuncak pada Mahkamah Agung, tetapi
berpuncak kepada Departemen Keuangan. Badan Penyelesaian Sengketa Pajak, diberi
wewenang oleh undang-undang untuk menangani upaya hukum berupa banding terhadap
suatu keputusan pajak, ataupun gugatan atas pelaksanaan penagihan pajak. Dasar hukum
yang digunakan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Pajak untuk melakukan fungsi peradilan,
adalah ketentuan Pasal 2 dan Pasal 28 Undang-undang Nomor. 17 Tahun 1997 Tentang
Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
Atas dasar adanya kewenangan yang diperoleh secara atribusi tersebut di atas,
walaupun Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ini sebagai Badan administrasi, tetapi oleh
undang-undang juga diberi wewenang sebagai badan peradilan yang dapat menyelesaikan
masalah sengketa pajak. Jika ditinjau dari sudut ilmu hukum terdapat kejanggalan dalam
Undang-undang ini yaitu; Sebagai Badan Peradilan, secara yuridis segala bentuk putusan dari
sengketa pajak, yang diputus oleh Badan Penyelesaian Sengketa Pajak, seharusnya
diselesaikan oleh hakim, bukan oleh anggota dari Badan Administrasi tersebut. Selain hal
tersebut di atas, sebagai konsekuensi logis berlakunya lembaga banding administrasi, maka
keputusannya dapat diuji di badan “Peradilan Pemerintahan “sebagaimana yang diatur di
dalam ketentuan Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986
sebagimana dirobah dengan UU No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan tata Usaha Negara,
selain itu Badan Penyelesaian Sengketa Pajak seharusnya juga tidak menetapkan bahwa
putusannya merupakan putusan akhir dan bersifat tetap.
Adanya konflik kewenangan dalam peradilan pajak seperti dikemukakan di atas,
konsekwensi hukumnya apabila ketentuan tersebut di atas tidak diubah, maka selain
keputusan dari Badan Penyelesaian Sengketa Pajak sebagai suatu keputusan yang semu dan
tidak mencerminkan suatu fair trial karena dilakukan oleh sesama Badan peradilan
Pemerintahan, juga keputusan yang semu itu bertentangan dengan ketentuan yang derajatnya
lebih tinggi. Ketentuan yang derajatnya lebih tinggi itu secara imperatif menyatakan, bahwa
yang dapat melaksanakan fungsi peradilan, hanyalah kekuasaan kehakiman.
Pendapat tersebut di atas selain berdasarkan pada sistem hukum yang diatur dalam
ketentuan Pasal 24 Undang-undang Dasar 1945 dan Pasal 10 Jurnal Ilmu Hukum 3 Undang-
undang tentang Kekuasaan Kehakiman, juga dari fakta yuridis yang ada, akan terjadi
presedent yang tidak baik dalam penegakan hukum, jika sering terjadi konflik kewenangan
yang sulit untuk diselesaikan sebagaimana konflik kewenangan mengadili perkara tindak
pemerintahan yang dikatakan menunggak pajak2 . Tetapi tidak dapat dilakukan pelaksanaan
surat paksa untuk dapat menyita dan melelang obyek yang disengketakan, karena adanya
putusan dari Peradilan Tata Usaha Negara yang menangguhkan pelaksanaan surat paksa
tersebut. Presedent yang tidak baik dalam penegakan hukum tersebut, tidak akan berakhir jika
tidak adanya upaya yang nyata untuk mencari pemecahan konfilk kewenangan, dengan
mewujudkan kompetensi absolut “Peradilan Pemerintahan “sebagai satu-satunya peradilan
terhadap tindak pemerintahan.
Selaku organisasi yang struktur dan pembinaannya di bawah Departemen Keuangan,
eksistensi dari organisasi Badan Penyelesaian Sengketa Pajak tersebut, juga termasuk dalam
kategori bagian yang tidak terpisahkan dari Badan Administrasi, sekalipun undang-undang
juga memberi wewenang kepada badan ini untuk dapat melakukan fungsi peradilan. PAJAK
Badan Penyelesaian Sengketa Pajak selaku Badan Pemerintah yang diberi wewenang
oleh undang-undang untuk melakukan fungsi peradilan, namun demikian ternyata putusannya
tidak mempunyai kekuatan eksekutorial untuk dilaksanakan, sebab di dalam praktek, putusan
Badan Penyelesaian Sengketa 5Oemar Senoadji, Peradilan Bebas Negara Hukum, Erlangga,
Jakarta, 1985 hal 212 Jurnal Ilmu Hukum 7 Pajak itu masih dapat ditangguhkan oleh
penetapan Pengadilan Tata Usaha Negara. Apakah putusan Badan Penyelesaian Sengketa
Pajak, masih dapat atau tidak untuk diuji di Peradilan Tata Usaha Negara masih memerlukan
pengkajian lebih lanjut, hal mengingat bahwa Badan Penyelesaian Sengketa Pajak selaku
Badan Peradilan, tidak berpuncak ke Mahkamah Agung tetapi ke Departemen Keuangan RI.
Jika putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak masih dapat diuji oleh Pengadilan
Tata Usaha Negara, maka perlu dipertanyakan, apakah fungsi Badan Penyeleaian Sengketa
Pajak sama dan atau sebagai pengganti dari Majelis Pertimbangan Pajak? Sebagaimana yang
telah dikemukakan di dalam Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997
tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak, adalah merupakan Badan peradilan pajak yang
mempunyai tugas memeriksa dan memutus sengketa pajak berupa:
a. Banding terhadap keputusan pejabat yang berwenang; dan
b. b. Guguatan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan
di bidang penagihan .

Dari posisi tugas dan wewenang Badan Peneyelesaian Sengketa Pajak tersebut di atas, dapat
dipahami tentang bagaimana kedudukan hukum Badan Peneyelesaian Sengketa Pajak,
seandainya dikaitkan dengan sistem Kekuasaan Kehakiman yang diatur di dalam ketentuan
Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945, juncto ketentuan Pasal 10 Undang-undang Nomor 14
Tahun 1970, sebab sebagaimana yang dinyatakan: Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
adalah Badan Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor: 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994.

Refleksi dari kemauan politik pembentuk undang-undang tersebut di atas,


menghendaki kedudukan hukum Badan Peneyelesaian Sengketa Pajak tidak berada di dalam
sistem Kekuasaan Kehakiman, tetapi masih konsisten dengan amanat Undang-undang Nomor
6 Tahun 1993, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana yang telah
diubah dengan Undang-undang Nomor Jurnal Ilmu Hukum 8 9 Tahun 19946 . Dalam
kedudukannya yang ingin berada di luar sistem Kekuasaan Kehakiman seperti tersebut di
atas, di dalam praktek timbul permasalahan yuridis yang menyangkut kompentesi terhadap
adanya kemungkinan untuk ditafsirkan sebagai Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana
halnya pada putusan Majelis Pertimbangan Pajak.
D.PENGADILAN PAJAK

Pengadilan pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan Kekuasaan kehakiman di


Indonesia bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa
pajak.[1]. Di mana yang dimaksud sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dibidang
perpajakan antara wajib pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan pajak. Itu termasuk
gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan undang-undang penagihan dengan surat
paksa.

Pengadilan pajak dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002


tentang Pengadilan Pajak. Susunan Pengadilan Pajak terdiri atas: Pimpinan, Hakim Anggota,
Sekretaris, dan Panitera. Pimpinan Pengadilan Pajak sendiri terdiri dari seorang Ketua dan
sebanyak-banyaknya 5 orang Wakil Ketua. Saat ini Sekretaris merangkap tugas Kepaniteraan
sebagai Panitera

Adapun dasar untuk menegaskan kedudukan Pengadilan Pajak dalam lingkup peradilan
yang berada di bawah Mahkamah Agung, adalah berdasarkan Putusan Mahkamah
Konstitusi atas perkara nomor 004/PUU-11/2004 dinyatakan, pihak-pihak yang bersengketa
dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah
Agung.

Dilihat dari fungsinya, Pengadilan Pajak merupakan penyelenggara kekuasaan


kehakiman. Kekuasaan kehakiman merupakan ranah atau wilayah kekuasaan Yudikatif.
Artinya, secara konseptual pembinaan yang ditempatkan di satu sisi di Mahkamah
Agung sebagai lembaga Yudikatif dan di sisi lain pembinaan ditempatkan di Kementerian
Keuangan sebagai lembaga Eksekutif tidak konsisten atau menciptakan kontradiksi.
Seharusnya berdasarkan prinsip pemisahan kekuasaan terdapat pemisahan yang tegas antara
lembaga yudikatif dan eksekutif, dengan kata lain untuk keseluruh pembinaan di pengadilan
pajak menjadi satu atap atau dilaksanakan oleh satu institusi saja.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Keberatan menurut Nurmantu dan Samudra (2003:626) adalah surat yang berisi
pernyataan Wajib Pajak tentang ketidaksetujuannya terhadap jumlah yang menjadi dasar
pengenaan pajak. Sedangkan Lyons (1996:6) menyatakan keberatan yaitu formal statement of
disagreement with a tax assessment or a court decision notified to appropriate authority and
initiating a formal process of reconsideration.

Majelis Pertimbangan Pajak merupakan pengganti Raad Van Beroep voor


Belastingzaken yang dibentuk oleh pemerintah Hindia Belanda untuk menyelesaikan
sengketa pajak antara pemerintah Hindia Belanda dengan bumi putera yang berstatus sebagai
wajib pajak. Kedudukan MPP adalah sebagai lembaga keberatan dan lembaga banding dalam
sengketa pajak.

Pengadilan pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan Kekuasaan kehakiman di


Indonesia bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa
pajak.[1]. Di mana yang dimaksud sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dibidang
perpajakan antara wajib pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan pajak. Itu termasuk
gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan undang-undang penagihan dengan surat
paksa. Dilihat dari fungsinya, Pengadilan Pajak merupakan penyelenggara kekuasaan
kehakiman.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmaidi, wiratni, 2006, Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak Dalam Menyelesaikan
Sengketa Pajak, Bandung : PT Refika Aditama

Bohari.2006.Pengantar Hukum Pajak.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada

Mertokusumo, Sudikno, 1973. Sejarah Peradilan dan Perundang-undangannya Sejak 1942,


Gunung Agung: Jakarta

Prof. Dr. Mardiasmo, MBA.,Ak, . 2011. Perpajakan. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Wahyuningsih , Tiesnawati.2015.Administrasi Perpajakan.Banten:Universitas terbuka.

Online Pajak,2018,Sengketa Pajak dan Cara Penyelesaiannya di Indonesia, from


https://www.online-pajak.com/sengketa-pajak-dan-cara-penyelesaiannya-di-
indonesia#:~:text=Sengketa%20Pajak%20adalah%20Sengketa%20yang,undangan
%20perpajakan%2C%20termasuk%20gugatan%20atas , diakses tanggal 11
september 2020

Wikipedia,2020, Pengadilan Pajak, from https://id.wikipedia.org/wiki/Pengadilan_Pajak


diakses tanggal 11 Sepetember 2020

Anda mungkin juga menyukai