SENGKETA PAJAK
Disusun Oleh
Kelompok 5 :
MANAJEMEN PAJAK
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya
kepada kami sehingga kami senantiasa dapat menyelesaikan makalah Sengketa Pajak yang
membahas tentang Peradilan Pajak tepat pada waktunya. Makalah ini kami susun untuk
memenuhi tugas kelompok Sengketa Pajak yang diberikan oleh ibu Mike Yolanda,S.P, M.M
selaku dosen pengampu mata kuliah Sengketa Pajak.
Ucapan terima kasih kami kepada ibu Mike Yolanda,S.P, M.M yang telah
memberikan pengajaran kepada kami, serta kepada teman-teman yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disajikan terutama kepada mahasiswa yang
mengambil mata kuliah Sengketa Pajak, baik yang berada diluar maupun didalam lingkup
Universitas Negeri Padang. Makalah ini juga bisa dijadikan referensi bagi pelajar dan
mahasiswa.
Makalah ini masih jauh dalam kata kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami
mengharapkan adanya saran dan kritik yang dapat membangun untuk menyempurnakan
makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………… 1
DAFTAR ISI………………………………………………………………….. 2
BAB I………………………………………………………………………….. 3
PENDAHULUAN……………………………………………………………
A. Latar Belakang…………………………………………………………. 3
B. Rumusan Masalah……………………………………………………… 3
C. Tujuan …………………………………………………………………. 4
BAB II…………………………………………………………………………..
PEMBAHASAN……………………………………………………………… 5
A. Lembaga Keberatan……………………………….……………………… 5
D. Pengadilan Pajak……………………………………………………........ 12
BAB III…………………………………………………………………………
PENUTUP……………………………………………………………………. 13
KESIMPULAN………………………………………………….................. 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam sebuah negara hukum peranan dari lembaga-lembaga peradilan sangat diperlukan
demi tercapainya sebuah supremasi hukum. Upaya penegakan hukum ini diterapkan
diberbagai bidang, dan salah satunya adalah di bidang Perpajakan untuk memberikan
keadilan sebagai akibat timbulnya permasalahan antara subjek pajak (rakyat) dengan
pemungut pajak (pemerintah) atau dapat pula disebut sebagai sengketa pajak. Dari hal
tersebut maka dibentuklah Pengadilan Pajak melalui Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002
Tentang Pengadilan Pajak.3 Peradilan pajak di Indonesia merupakan peradilan administrasi
yang bersifat khusus di bidang perpajakan. Suatu peradilan dikatakan sebagai peradilan
administrasi jika memenuhi unsur-unsur, yaitu salah satu pihak yang berselisih harus
administrator (pejabat administrasi), yang menjadi terikat karena perbuatan salah seorang
pejabat dalam batas wewenangnya, dan terhadap persoalan yang diajukan diberlakukan
hukum publik atau hukum administrasi.
Dalam Pasal 2 UU No. 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak disebutkan bahwa,
“Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi
Wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak.”
Kekuasaan kehakiman dalam ketentuan diatas menegaskan bahwa Pengadilan Pajak sebagai
badan peradilan melaksanakan fungsi dan wewenangnya guna menegakkan hukum dan
keadilan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945 (Perubahan Ketiga)
yang menyebutkan bahwa, “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”, dan juga untuk
menegaskan bahwa Pengadilan Pajak merupakan badan peradilan administrasi murni dimana
lembaga ini independen, bukan merupakan bagian dari salah satu pihak yang bersengketa.
Dengan demikian Pengadilan Pajak menurut Pasal 2 UU No. 14 Tahun 2002 diatas
berkedudukan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman khususnya dibidang perpajakan.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang jadi rumusan masalah dalam makalah
ini adalah sebagai berikut:
1. Apa itu Lembaga Keberatan?
2. Bagaimana Majelis Pertimbangan Pajak?
3. Bagaimana Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ?
4. Bagaimana Pengadillan Pajak?
C. TUJUAN PEMBAHASAN
Tujuan dan manfaat makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui Lembaga Keberatan
PEMBAHASAN
A. LEMBAGA KEBERATAN
Sengketa pajak dapat terjadi antara lain karena perbedaan pendapat antara wajib
pajak dengan pemerintah mengenai besarnya pajak yang terutang. Berdasarkan
ketentuan UU Pengadilan Pajak, khususnya dalam Pasal1 angka 5 disebutkan bahwa
sengketa Pajak merupakan sengketa yang terjadi dalam bidang perpajakan antara
Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada
Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk
Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-Undang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa.
Pada hakekatnya keberatan merupakan upaya hukum biasa yang berada di luar
Pengadilan Pajak yang diperuntukan untuk memohonkan keadilan terhadap kerugian
bagi wajib pajak.
Pengertian keberatan adalah upaya hukum yang dapat di tempuh wajib apabila
merasa tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas
pemotongan pajak oleh pihak ketiga. Pemeriksaan atas keberatan yang diajukan oleh
wajib pajak dilakukan oleh unit/bagian yang merupakan bagian yang ada pada Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) atau Kanwil Pajak.
Maksud diberikannya upaya hukum keberatan adalah untuk melindungi wajib pajak
dari tindakan aparatur pajak yang dianggap merugikan atau dianggap tidak/ kurang adil.
Wajib pajak diberi kesempatan untuk mendapatkan keadilan dalam sengketa pajak
melalui jalur/ upaya hukum keberatan.
Ada beberapacara yang dapat dilakukan oleh wajib pajak dalam menggunakan upaya
hukum keberatan yaitu :
a. Secara langsung;
b. MelaluiPos
b. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang
dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan disertai
alasan- alasan yangjelas;
c. Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis dan satu tahun/masapajak.
d. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak SKP , kecuali
WP dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena di
luar kekuasaannya. Keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka
waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN
atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat
keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak. surat keberatan yang
disampaikan melalui pos ( harus dengan pos tercatat), jangka waktu 3 bulan
dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan
pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti
pengiriman melalui Kantor Pos danGiro.
e. dalam pengajuan keberatan wajib pajak harus membayar sejumlah uang tertentu
paling sedikit sejumlah yang disetujui dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan sebelum pengajuan keberatan ; Persyaratan ini hanya berlaku
untuk pengajuan keberatan atas suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang berkaitan dengan Surat
Pemberitahuan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008
danseterusnya.
Apabila permohonan keberatan Wajib Pajak ditolak dan Wajib Pajak tidak
mengajukan banding maka Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda
sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan
keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan
keberatan.
Sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) tidak
dikenakan dalam hal:
Sebelum adanya Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, Majelis Pertimbangan Pajak merupakan badan pemeriksa dan pemutus sengketa
pajak yang meliputi pajak negara dan pajak daerah. Majelis Pertimbangan Pajak merupakan
pengganti Raad Van Beroep voor Belastingzaken yang dibentuk oleh pemerintah Hindia
Belanda untuk menyelesaikan sengketa pajak antara pemerintah Hindia Belanda dengan bumi
putera yang berstatus sebagai wajib pajak. Kedudukan MPP adalah sebagai lembaga
keberatan dan lembaga banding dalam sengketa pajak. Sebagai lembaga keberatan ia
memutus dalam instansi pertama dalam sengketa pajak, sedangkan sebagai lembaga banding
ia memutus untuk instansi kedua dan terakhir. Dalam hal banding, instansi pertama yang
menyelesaikan sengketa adalah pejabat yang menetapkan ketetapan pajak. Baru bila belum
merasa puas terhadap keputusan pejabat tersebut ia dapat naik banding ke MPP.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang disahkan
dan diundangkan tanggal 29 Desember 1986, berlaku secara efektif pada tahun 1991
berdasarkan Peraturan pemerintah No. 7 Tahun 1991. Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, diatur mengenai Majelis Pertimbangan Pajak
bukan merupakan badan peradilan pajak melainkan hanya berfungsi sebagai upaya
administratif. Oleh karena itu Majelis Pertimbangan Pajak hanya dianggap sebagai bagian
dari upaya administratif yang berarti keputusannya tidak memiliki kekuatan hukum tetap
sehingga dapat diganggu gugat. Keputusan Majelis Pertimbangan Pajak merupakan
keputusan tata usaha negara sehingga dapat diajukan banding pada pengadilan tinggi tata
usaha Negara (Saidi, 2007).
Majelis Pertimbangan Pajak yang berwenang memeriksa dan memutus sengketa pajak
dianggap sebagai banding administratif karena Majelis Pertimbangan Pajak bukan merupakan
BadanPeradilan Pajak yang memeriksa dan memutus sengketa Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
tata Cara Perpajakan (Saidi, 2007).
Penegasan terhadap Majelis Pertimbangan Pajak bukan merupakan Badan peradilan yang
memberi keputusan dalam tingkat tertinggi dan terakhir dalam penyelesaian sengketa pajak
melainkan hanya sebagai bagian dari upaya administratif terdapat dalam penjelasan Pasal 48
ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang
menegaskan sebagai berikut: Upaya administratif adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh
oleh seorang atau badan hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu keputusan tata
usaha negara. Prosedur tersebut dilaksanakan di lingkungan pemerintahan sendiri dan terdiri
atas dua bentuk. Dalam hal penyelesaiannya itu harus dilakukan oleh instansi atasan dan
instansi lain dari yang mengeluarkan keputusan yang bersangkutan, prosedur tersebut
dinamakan “banding administrative”. Contoh banding administratif antara lain, keputusan
Majelis Pertimbangan Pajak berdasarkan ketentuan- ketentuan dalam Staatsblad 1912 Nomor
29 (Regeling van het beroep in belastingzaken) jo Undang- Undang No. 5 Tahun 1959
tentang Perubahan Regeling van het beroep in belastingzaken.
Dari posisi tugas dan wewenang Badan Peneyelesaian Sengketa Pajak tersebut di atas, dapat
dipahami tentang bagaimana kedudukan hukum Badan Peneyelesaian Sengketa Pajak,
seandainya dikaitkan dengan sistem Kekuasaan Kehakiman yang diatur di dalam ketentuan
Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945, juncto ketentuan Pasal 10 Undang-undang Nomor 14
Tahun 1970, sebab sebagaimana yang dinyatakan: Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
adalah Badan Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor: 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994.
Adapun dasar untuk menegaskan kedudukan Pengadilan Pajak dalam lingkup peradilan
yang berada di bawah Mahkamah Agung, adalah berdasarkan Putusan Mahkamah
Konstitusi atas perkara nomor 004/PUU-11/2004 dinyatakan, pihak-pihak yang bersengketa
dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah
Agung.
PENUTUP
Kesimpulan
Keberatan menurut Nurmantu dan Samudra (2003:626) adalah surat yang berisi
pernyataan Wajib Pajak tentang ketidaksetujuannya terhadap jumlah yang menjadi dasar
pengenaan pajak. Sedangkan Lyons (1996:6) menyatakan keberatan yaitu formal statement of
disagreement with a tax assessment or a court decision notified to appropriate authority and
initiating a formal process of reconsideration.
Ahmaidi, wiratni, 2006, Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak Dalam Menyelesaikan
Sengketa Pajak, Bandung : PT Refika Aditama