Anda di halaman 1dari 10

YERISYA SAFITRI

18233116

MANAJEMEN PAJAK

RESUME ETIKA PERPAJAKAN MINGGU 11

BIROKRASI, PELAYANAN DAN ETIKA DALAM BIDANG PERPAJAKAN

A. Pengertian Birokrasi dan Pelayanan Publik


Birokrasi adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai
pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan. Sedangkan
Pelayanan Publik adalah pemberian layanan atau melayani keperluan orang atau
masyarakat dan/atau organisasi lain yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu,
sesuai dengan aturan pokok dan tatacara yang ditentukan dan ditujukan untuk
memberikan kepuasan kepada penerima pelayanan.
Birokrasi pemerintah merupakan suatu sistem yang terstruktur dimana
didalamnya merupakan cara atau strategi dalam mengimplementasikan kebijakan
pemeriktah terutama yang berorientasi pada pelayanan publik. Dengan adanya
birokrasi yang baik maka dapat menciptakan pelayanan publik yang baik terhadap
masyarakat.

B. Fungsi pelayanan publik


Ada tiga fungsi pelayanan umum (publik) yang dilakukan pemerintah yaitu :
1. Environmental services
Environmental services yakni penyediaan sarana parasarana pelayanan umum
seperti jalan,jembatan,taman,kebersihan dan sebagainya.
2. Development services
Development service yakni bersifat enabling dan fasilitating guna meningkatkan
kebutuhan ekonomi contohnya pendidikan,kesehatan dan keagamaan.
3. Protective services
Protective services memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk memastikan
keamanan masyarakat dan properti dalam berbagai kondisi dan situasi.

C. Etika pelayanan publik


Etika pelayanan publik adalah suatu praktek administrasi publik dan atau
pemberian pelayanan publik (delivery system) yang didasarkan atas serangkaian
tuntunan perilaku (rules of conduct) atau kode etik yang mengatur hal-hal yang “baik”
yang harus dilakukan atau sebaliknya yang “tidak baik” agar dihindarkan.
Selain itu, Rohman, dkk (2010: 24) mendefinisikan bahwa etika pelayanan
publik adalah suatu cara dalam melayani publik dengan menggunakan kebiasaan-
kebiasaan yang mengandung nilai-nilai hidup dan hukum atau norma yang mengatur
tingkah laku manusia yang dianggap baik. 
Adapun Prinsip-prinsip etika dalam pelayanan publik :
1) Nilai-nilai dasar yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun
2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (Pasal
6). 
2) Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3) Kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan UUD 1945.
4) Semangat nasionalisme
5) Mengutamakan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi atau golongan
Nilai-nilai yang dijadikan pegangan perilaku para anggotanya antara lain
integritas, kebenaran, kejujuran, ketabahan, respek, menaruh perhatian, keramahan,
cepat tanggap, mengutamakan kepentingan publik diatas kepentingan lain, bekerja
profesional, pengembangan profesionalisme, komunikasi terbuka dan transparansi,
kreativitas, dedikasi, kasih sayang, penggunaan keleluasaan untuk kepentingan publik,
beri perlindungan terhadap informasi yang sepatutnya dirahasiakan, dukungan
terhadap sistim merit dan program affirmative action.

D. Pentingnya etika dalam pelayanan publik


Alasan mendasar mengapa pelayanan publik harus diberikan adalah adanya
public interest atau kepentingan publik yang harus dipenuhi oleh pemerintah karena
pemerintahlah yang memiliki “tanggung jawab” atau responsibility. Dalam
memberikan pelayanan ini pemerintah diharapkan secara profesional
melaksanakannya, dan harus mengambil keputusan politik secara tepat mengenai
siapa mendapat apa, berapa banyak, dimana, kapan, dsb. Padahal, kenyataan
menunjukan bahwa pemerintah tidak memiliki tuntunan atau pegangan kode etik atau
moral secara memadai.
Asumsi bahwa semua aparat pemerintah adalah pihak yang telah teruji pasti
selalu membela kepentingan publik atau masyarakatnya, tidak selamanya benar.
Banyak kasus membuktikan bahwa kepentingan pribadi, keluarga, kelompok, partai
dan bahkan struktur yang lebih tinggi justru mendikte perilaku seorang birokrat atau
aparat pemerintahan. Birokrat dalam hal ini tidak memiliki “independensi” dalam
bertindak etis, atau dengan kata lain, tidak ada “otonomi dalam beretika”.
Alasan lain lebih berkenaan dengan lingkungan didalam birokrasi yang
memberikan pelayanan itu sendiri. Desakan untuk memberi perhatian kepada aspek
kemanusiaan dalam organisasi (organizational humanism) telah disampaikan oleh
Denhardt. Dalam literatur tentang aliran human relations dan human resources, telah
dianjurkan agar manajer harus bersikap etis, yaitu memperlakukan manusia atau
anggota organisasi secara manusiawi. Alasannnya adalah bahwa perhatian terhadap
manusia (concern for people) dan pengembangannya sangat relevan dengan upaya
peningkatan produktivitas, kepuasan dan pengembangan kelembagaan. Alasan berikut
berkenaan dengan karakteristik masyarakat publik yang terkadang begitu variatif
sehingga membutuhkan perlakuan khusus.
Alasan penting lainnya adalah peluang untuk melakukan tindakan yang
bertentangan dengan etika yang berlaku dalam pemberian pelayanan publik sangat
besar. Pelayanan publik tidak sesederhana sebagaimana dibayangkan, atau dengan
kata lain begitu kompleksitas sifatnya baik berkenaan dengan nilai pemberian
pelayanan itu sendiri maupun mengenai cara terbaik pemberian pelayanan publik itu
sendiri. Kompleksitas dan ketidakmenentuan ini mendorong pemberi pelayanan
publik mengambil langkah-langkah profesional yang didasarkan kepada “keleluasaan
bertindak” (discretion). Dan keleluasaan inilah yang sering menjerumuskan pemberi
pelayanan publik atau aparat pemerintah untuk bertindak tidak sesuai dengan kode
etik atau tuntunan perilaku yang ada.

E. Kode etik dalam pelayanan publik


Kode etik pelayanan publik menurut Peraturan Gubernur Nomor 102 tahun
2020 pasal 7 meliputi :
a. tata aturan perilaku
b. hak dan kewajiban Pelaksana pelayanan publik
c. larangan Pelaksana pelayanan publik
d. nilai-nilai pribadi Pelaksana pelayanan publik.

Pasal 8

Tata aturan perilaku pelayanan publik sebagaimana dimaksud dalam pasal 7


huruf a merupakan kode etik dalam memberikan pelayanan yang terdiri dari :
a. jujur, disiplin, proporsional dan professional;
b. adil dan non diskriminatif;
c. peduli, teliti dan cermat;
d. ramah, bersahabat dan tersenyum;
e. tegas dan memberikan pelayanan tidak berbelit-belit; dan
f. mandiri dan dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun.

Pasal 9

Hak Pelaksana pelayanan publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf


b, meliputi :

a. Segala hak yang melekat padanya sebagai Pegawai Negeri Sipil atau PPPK sesuai
peraturan perundang-perundangan yang berlaku, dan bagi tenaga kontrak sesuai
dengan kontrak/perjanjian kerja antara yang bersangkutan dengan Penyelenggara;
b. melaksanakan pelayanan tanpa dihambat oleh pihak lain yang bukan tugasnya;
c. melakukan kegiatan pelayanan sesuai penugasan dan standar pelayanan serta
memperoleh istirahat di luar jam pelayanan;
d. memperoleh penghargaan / apresiasi / honor atas pemberian pelayanan publik di
luar jam pelayanan atau pemberian pelayanan pada hari libur berdasarkan
kebijakan penyelenggara sesuai dengan kemampuan keuangan daerah/APBD;
e. memperoleh penghargaan/apresiasi atas kinerja dalam pelayanan;
f. memperoleh tambahan penghasilan / insentif sesuai ketentuan yang berlaku dan
sesuai kemampuan keuangan daerah/APBD;
g. mendapatkan pelatihan terkait pelayanan publik dan/atau terkait tugas pokok dan
fungsi dan/atau terkait pengembangan diri;
h. mendapatkan jaminan keamanan dan keselamatan selama menjalankan tugas
pelayanan dari Penyelenggara;
i. memperoleh fasilitas / sarana prasarana dalam tugas pelayanan;
j. menggunakan kearifan lokal untuk mempermudah proses pelayanan kepada
pengguna layanan / masyarakat;
k. melakukan pembelaan yang disampaikan kepada penyelenggara atau atasannya
terhadap pengaduan dan tuntutan yang tidak sesuai kenyataan dalam
penyelenggaraan pelayanan publik; dan
l. menolak permintaan pelayanan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 10

Kewajiban Pelaksana pelayanan publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7


huruf b, meliputi :

a. menerima dengan baik setiap permohonan pelayanan;


b. menerapkan prinsip kehati-hatian, ketelitian dan kecermatan dalam memeriksa
kelengkapan dokumen/rujukan/rekomendasi yang dipersyaratkan dalam
pemberian pelayanan, baik pada saat bertatap muka langsung, melalui telepon,
surat elektronik, media aplikasi, media sosial, media online maupun media
lainnya;
c. memberitahukan dengan sopan dan professional apabila terdapat kekurangan
dalam hal pengajuan permohonan layanan, baik pada saat bertatap muka langsung,
melalui telepon, surat elektronik, media aplikasi, media sosial, media online
maupun media lainnya;
d. menyelesaikan pelayanan dalam tenggang waktu yang telah ditentukan dalam
Standar Pelayanan Publik dan Standar Operasional Prosedur (SOP);
e. menyimpan rahasia negara dan/atau rahasia jabatan yang diembannya selama dan
sesudah menjalankan tugas sesuai ketentuan yang berlaku;
f. melakukan kegiatan pelayanan sesuai dengan penugasan yang diberikan oleh
Kepala Penyelenggara;
g. memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan pelayanan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
h. memenuhi panggilan untuk hadir atau melaksanakan perintah suatu tindakan
hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari lembaga negara atau instansi
pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
i. memberikan pertanggungjawaban apabila mengundurkan diri atau melepaskan
tanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
j. melakukan evaluasi dan membuat laporan pelaksanaan tugas kepada Kepala
Penyelenggara secara berkala.
k.

Pasal 11

Larangan Pelaksana pelayanan publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7


huruf c, meliputi :
a. meninggalkan tugas dan kewajiban, kecuali mempunyai alasan yang jelas,
rasional, dan sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. diskriminatif dalam pelayanan;
c. meminta dan/atau menerima imbalan/biaya diluar ketentuan atau melakukan
pungutan liar (pungli);
d. melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN);
e. meminta sesuatu dari pemohon pelayanan diluar yang telah ditentukan;
f. menerima sesuatu dari pemohon pelayanan dengan maksud agar diberikan
kemudahan mengurus permohonan dan/atau sebagai pengganti untuk menutup
kekurangan persyaratan yang telah ditentukan;
g. menjanjikan kemudahan pemberian layanan dengan mengharapkan pemberian
imbalan;
h. mempersulit pemberian layanan dengan maksud untuk mendapatkan imbalan dari
pengguna layanan/masyarakat;
i. menggunakan Bahasa yang tidak pantas / kasar kepada pengguna layanan /
masyarakat;
j. menambah personil Pelaksana tanpa persetujuan Kepala Penyelenggara; dan
k. membuat perjanjian kerjasama dengan pihak lain tanpa persetujuan
Penyelenggara.

Pasal 12

Nilai-nilai pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d yang harus


dimiliki oleh Pelaksana pelayanan publik, meliputi :

a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;


b. mematuhi segala ketentuan hukum yang berlaku;
c. menjunjung tinggi disiplin, integritas dan profesionalime serta mematuhi segala
peraturan yang berlaku;
d. menempatkan diri sebagai pihak yang melayani, bukan sebagai pihak yang
dilayani;
e. bersikap ramah dan hormat dalam memberikan pelayanan, baik pada saat bertatap
muka langsung, melalui telepon, surat elektronik, media aplikasi, media sosial,
media online maupun media lainnya;
f. sanggup bekerja keras sesuai tuntutan pekerjaan;
g. mampu bekerja sama dengan rekan kerja dan taat pada perintah atasan;
h. melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab, jujur dan profesional;
i. tidak menggunakan fasilitas kantor semata-mata untuk keperluan pribadi;
j. mengutamakan kepentingan pihak yang dilayani di atas kepentingan pribadi; dan
k. bersikap netral dan tidak memihak.

F. Pelayanan publik dalam bidang perpajakan


Dari beberapa institusi pemberi pelayanan publik, pelayanan yang diberikan
oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mungkin sedikit unik. Jika institusi pelayanan
publik lain memberikan pelayanan karena memang bidang tugasnya adalah murni
pelayanan, namun tidak demikian dengan DJP. Di satu sisi, DJP tidak dapat
memungkiri bahwa kantor yang dimiliki berlabel ‘kantor pelayanan pajak (KPP)’
yang artinya masyarakat dan wajib pajak mengharapkan mendapatkan pelayanan
terbaik begitu kaki mereka melangkah masuk melewati pintu depan KPP. Namun, di
sisi lain, DJP juga menjalankan fungsi penegakan hukum dengan adanya pemeriksaan
dan penagihan yang dapat dilakukan oleh KPP.
Memberikan pelayanan terbaik kepada wajib pajak dan masyarakat tentu
menjadi prioritas DJP. Sistem perpajakan di Indonesia yang masih menganut sistem
‘self assessment', dalam artian wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung
kewajiban pajak, membayar pajak terutang, dan melaporkan kewajiban pajaknya
sendiri, menyebabkan wajib pajak akan sangat memerlukan informasi dan bimbingan
dari petugas pajak dalam hal pemenuhan kewajiban pajak mereka. Wajib pajak tentu
mengharapkan petugas pajak dapat memberikan pelayanan prima dari mulai
memberikan informasi cara menghitung pajak, cara dan tempat membayar pajak, dan
bagaimana surat pemberitahuan (SPT) dapat dilaporkan.
Tidak hanya itu, wajib pajak juga mengharapkan pelayanan yang cepat, tepat,
tidak berbelit-belit, dan memiliki kepastian hukum. Bahkan bukan hanya wajib pajak
yang mengharapkan pelayanan prima dari DJP, hal serupa juga diharapakan
masyarakat yang menjadi calon wajib pajak. Bagaimana cara mendaftar untuk
mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), syarat-syarat yang diperlukan,
kewajiban apa saja yang melekat jika sudah menjadi wajib pajak, dan banyak
pertanyaan lain yang mereka harapkan dapat dijelaskan oleh petugas pajak dengan
bahasa yang mudah dipahami dan dengan gestur wajah serta sikap yang ramah.

G. Contoh kasus
Selama 2013-2015 Komite Pengawas Perpajakan Kementerian Keuangan
telah menerima 238 pengaduan dan masukan dari masyarakat. Selama tahun 2014-
2015 Komite juga telah menerima 196 aduan dari masyarakat, dimana 93 persennya
didominasi oleh aduan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Mayoritas materi
yang diadukan adalah terkait dengan prosedur administrasi perpajakan yakni 49
persen dan peraturan perpajakan 39 persen. 
Jika dilihat dari data statistik pengaduan selama dua tahun terakhir
berdasarkan fungsi terdapat 184 pengaduan yang dilontarkan kepada Direktorat
Jenderal Pajak. Jika dirinci terdapat 17 pengaduan  terhadap kualitas pelayanan pajak,
51 pengaduan terhadap pemeriksaan, 20 pengaduan terhadap proses penagihan, 13
pengaduan tergadap proses penyidikan, 61 pengaduan terhadap SDM dan
Kepegawaian, 61 pengaduan tehadap potensi pajak, serta 73 pengaduan terhadap
proses keberatan dan banding terkait kasus pajak. Sementara untuk instansi Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Komite Pengawas Perpajakan menerima sebanyak
lima aduan sepanjang 2014-2015.
Ketua Komite Pengawasan Perpajakan Daeng M. Nazier mengatakan dari
seluruh pengaduan tersebut, Komite telah menindaklanjuti 73 pengaduan, sementara
sisanya tidak dilanjutkan dengan alasan tidak memenuhi kriteria kasus yang layak
ditindaklanjuti. Selain itu dari kegiatan pengamatan dan pengkajian selama periode
2013-2015 Komita Pengawas Perpajakan telah menyelesaikan 55 saran dan atau
rekomendasi terkait kebijakan perpajakan.
"Masalah banyak terjadi di pemeriksaan, keberatan dan banding. Ini terjadi di
kantor pajak dengan wajib pajak (WP). Dari segi pengaduan, data yang ada
kebanyakan diajukan melalui surat ada juga yang langsung mendatangi kantor kami,"
ujar Nazier di Jakarta, Selasa (23/2). Keberadaan Komite Pengawas Perpajakan
dianggap penting, Nazier menjelaskan dalam menjalankan fungsinya, Komite
Pengawas Perpajakan memiliki posisi yang strategis. Secara hukum, Komite dibentuk
berdasarkan Undang-Undang dan berada di bawah Menteri Keuangan.
Namun secara istimewa Komite diperkenankan menyampaikan opini pribadi,
dan rekomendasi kepada Menteri Keuangan. " Walaupun independen tapi kami
dibawah pak Menteri itu kadang situasinya kurang nyaman. Tapi kita harus bisa
memberikan second opinion," jelasnya. Komite Pengawasan Perpajakan juga
memiliki kegiatan mengumpulkan informasi, melakukan pengkajian, serta
memberikan saran atau rekomendassi kepada instansi perpajakan. Fungsi ini dianggap
berguna untuk mencegah penerbitan kebijakan perpajakan yang dianggap merugikan
masyarakat.
"Secara singkat, seringkali ada masalah yang ditemukan dan kami coba
selesaikan, contohnya terkait peraturan dan kebijakan yang sering tidak selaras.
Dalam beberapa hal terkadang kebijakan kurang memperhatikan dinamika di bisnis
sehingga mereka (pengusaha) mengalami kesulitan oleh peraturan perpajakan,"
ujarnya. Oleh sebab itu menurut Nazier, masyarakat diperkenankan untuk melaporkan
aduannya ke Komite Pengawas Perpajakan terkait sistem perpajakan yang dianggap
merugikan. Terlebih, tahun ini pemerintah menetapkan sebagai tahun kepastian
hukum bagi perpajakan Indonesia. "Komite sangat terbuka menerima pengaduan dan
masukan perbaikan sistem perpajakan," kata dia.
DAFTAR PUSTAKA

Elisa, Valenta Sari . 2016 . “ Masyarakat Keluhkan Administrasi Pajak Yang Berbelit ’’ .
Akses online : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20160223122224-78-
112850/masyarakat-keluhkan-administrasi-pajak-yang-berbelit . Diakses pada Minggu,
25 April 2021 jam 20.00 WIB.

Erwan, Agus Purwanto . 2016 . “ Pelayanan Publik ’’ . akses online :


https://kepri.kemenkumham.go.id/attachments/article/2595/Modul%20Pelayanan
%20Publik%204%20Des.pdf . Diakses pada Minggu, 25 April 2021 jam 20.00 WIB.

Jimmy, Arief . 2017 . “ Dasar-Dasar Pelayanan Publik Dalam Rangka Memenuhi Pelayanan
Prima Di Sektor Pemerintahan ’’ . Akses online :
https://bkpsdmd.babelprov.go.id/content/dasar-%E2%80%93-dasar-pelayanan-publik-
dalam-rangka-memenuhi-pelayanan-prima-di-sektor-pemerintahan#:~:text=Ada
%20tiga%20fungsi%20pelayanan%20umum,layanan%20baik%20individu%20maupun
%20kelompok. Diakses pada Minggu, 25 April 2021 jam 20.00 WIB.

Teddy, Ferdian . 2021 . “ Memaknai Pelayanan Prima Di DJP ’’ . Akses online :


https://www.pajak.go.id/id/artikel/memaknai-pelayanan-prima-di-djp . Diakses pada
Minggu, 25 April 2021 jam 20.00 WIB.

Yeremias T. Keban . 2001 . “ Etika Pelayanan Publik: Pergeseran Paradigma, Dilema dan
Implikasinya bagi Pelayanan Publik di Indonesia ’’ . Akses online :
https://www.bappenas.go.id/files/3113/5228/3135/yeremias__20091015124130__2350
__0.pdf. Diakses pada Minggu, 25 April 2021 jam 20.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai