Anda di halaman 1dari 16

MATERI AJAR

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DAN


PENGADILAN PAJAK

DIANA TANTRI CAHYANINGSIH, SH., M.Hum.

PELATIHAN PERPAJAKAN BREVET A DAN B


PUSAT PENGEMBANGAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
2020

1
PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK
(Bagian 1)

Dalam melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan terdapat dua


pihak dengan posisi yang saling berseberangan . Yaitu Wajib Pajak (WP) yang diberi
kewajiban untuk membayar pajak dan Aparat Pajak ( Fiscus) yang merupakan fihak yang
berwenang dalam mengawasi pemenuhan kewajiban pajak serta diberi target untuk
mengumpulkan pajak untuk membiayai pengeluaran negara.
Antara Wajib Pajak dan Aparat Pajak mempunyai posisi yang saling berlawanan
kepentingan , kedua fihak seringkali berbeda pendapat dalam hal-hal tertentu. Perbedaan ini
biasanya di sebut Sengketa pajak
Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak
atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan
yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan
perundangan-undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan
UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Aturan yang dipergunakan dalam penyelesaian sengketa pajak di Indonesia adalah sebagai
berikut:

2
1. UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 6 tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan(KUP)
2. Permenkeu No. 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian
Keberatan
3. UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak

Sengketa pajak ini biasanya timbul jika pihak aparat pajak mengeluarkan produk-produk
hukum dalam rangka penagihan pajak yaitu :
- Surat Tagihan Pajak (STP)
- Surat Ketetapan Pajak (SKP) , baik berupa SKPKB, SKPLB, SKPN atau SKPKBT.
Untuk menyelesaikan masalah sengketa pajak ini, UU KUP memberikan beberapa
prosedur penyelesaian . Dibawah ini adalah prosedur penyelesaian sengketa pajak di tingkat
Internal Direktorat Jenderal Pajak .

1. Pembetulan
Berdasarkan Pasal 16 UU KUP (UU No. 28 Tahun 2007) dapat membetulkan surat ketetapan
pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat
Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi
Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan
Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat
Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis,
kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan dapat dibetulkan baik atas permohonan Wajib Pajak maupun
Secara Jabatan.

2. Pengurangan atau Penghapusan sanksi administrasi


Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf a, UU KUP , Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau
atas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi
berupa bunga, denda dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan
Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;

3. Pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak


Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf b, Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas
permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang
tidak benar.

4. Pengurangan atau pembatalan Ketetapan Pajak


Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c , Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas
permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar.

3
5. Pembatalan hasil Pemeriksaan
Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf d , Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas
permohonan Wajib Pajak dapat membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan
pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa: penyampaian surat pemberitahuan
hasil pemeriksaan; atau pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.

6. Keberatan
Apabila Wajib Pajak merasa produk hukum yang dikeluarkan oleh aparat pajak berupa Surat
Ketetapan Pajak (SKPKB, SKPLB, SKPN dan SKPKBT) tidak semestinya dan Wajib Pajak
berpendapat lain , Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak.
Keberatan atas penetapan pajak merupakan hak wajib pajak yang dijamin oleh
undang-undang dalam rangka keadilan dalam pemenuhan kewajiban pajak.
Keberatan dapat diajukan oleh wajib pajak apabila wajib pajak merasa tidak puas atas
penetapan pajak yang dilakukan oleh fiscus. Adanya hak mengajukan keberatan membuat
terjadinya keseimbangan antara wajib pajak dan fiscus serta menjamin wajib pajak
terhindar darai kesewenangan fiscus. Dalam hukum pajak Indonesia ketentuan tentang
keberatan diatur dalam beberapa undang-undang pajak, yaitu Undang Undang KUP, Undang
Undang PBB, Undang Undang BPHTB, dan Undang Undang PDRD ( UU Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah). Pengaturan keberatan pajak pusat diatur dalam tiga undang-undang
yang disesuaikan dengan jenis pajak pusat yang diajukan keberatan. Sedangkan untuk jenis
pajak daerah keberatan diatur dalam Undang Undang PDRD dan peraturan daerah yang
memberlakukan pajak daerah pada suatu provinsi, kabupaten, atau kota.
Keberatan Pajak Berdasarkan Pasal 25 ayat (1) Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan Nomor 28 Tahun 2007, "Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan, dengan
menyampaikan surat keberatan, hanya kepada Direktorat Jenderal Pajak atas suatu: Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar; Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan; Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar; Surat Ketetapan Pajak Nihil; Pemotongan atau pemungutan
oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan".
Dengan demikian dasar hukum keberatan yaitu mengacu kepada: Pasal 25, 26, dan 26 huruf a
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Undang-
undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang KetentuanUmum dan Tata Cara Perpajakan;
Tata cara pengajuan keberatan diatur melalui Permenkeu No. 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara
Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan. Jika wajib pajak tidak puas dengan keputusan Dirjen
Pajak atas keberatan yang diajukan, wajib pajak hanya dapat mengajukan banding kepada
pengadilan pajak (Pasal 27 ayat [1] UU KUP).

4
PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK
( Bagian II)

Proses penyelesaian sengketa pajak antara Wajib Pajak dan pihak Aparat Pajak (Fiscus)
selain bisa di selesaikan di tingkat Internal Direktorat Jenderal Pajak, ada juga proses
penyelesaian di luar Direktorat Jenderal Pajak. Namun penyelesaian di tingkat External ini,
bukan merupakan alternatif dari penyelesaian di tingkat internal tetapi merupakan dari proses
yang berkelanjutan apabila proses di tingkat internal mengalami jalan buntu atau belum
terselesaikan. Yaitu melalui Pengadilan Pajak.

Pengadilan Pajak

Berdasarkan Undang Undang Nomor 14 tahun 2002, Pengadilan Pajak mempunyai tugas
dan wewenang memeriksa dan memutus sengketa pajak. Pengadilan pajak dalam hal banding
hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, dapat pula memeriksa dan memutus
permohonan banding atas keputusan/ketetapan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang
sepanjang aturan perundang-undangan yang terkait mengatur demikian. Pengadilan Pajak
merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa dan memutus sengketa
pajak.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 yang dicabut dan diubah dengan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Sebagai badan peradilan
yang menjalankan kekuasaan kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari
keadilan terhadap sengketa pajak. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2002 tentang Pengadilan Pajak, pemerintah secara sah telah membentuk pengadilan pajak
sebagai badan peradilan yang berwenang memeriksa dan memutus sengketa pajak. Seiring
dengan hal itu, pemerintah mencabut pemberlakuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997
tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP).

5
Pengadilan pajak merupakan pengadilan yang berada di bawah pengadilan tata usaha
negara yang juga merupakan salah satu pengadilan yang berada di bawah pengawasan
Mahkamah Agung. Dalam penjelasan Pasal 2 UU Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa:
“Pengadilan Pajak adalah badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2000, dan merupakan badan peradilan
sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuan-
ketentuan pokok kekuasaan kehakiman sebagaiman telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 1999”.
Menurut UU Pengadilan Pajak, objek sengketa pajak adalah keputusan yang dikeluarkan
oleh Pejabat Yang Berwenang. Pejabat Yang Berwenang menurut UU Pengadilan Pajak, Pasal
1 angka 1 adalah Direktur Jendral Pajak, Direktur Jendral Bea dan Cukai, Gubernur,
Bupati/Walikota, atau pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan peraturan perudang-undangan
perpajakan.
Jenis-jenis Ketetapan atau Keputusan berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan dapat berupa:
1. Surat ketetapan pajak kurang bayar;
2. Surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan;
3. Surat ketetapan pajak lebih bayar;
4. Surat ketetapan pajak nihil;
5. Surat tagihan pajak;
6. Surat keputusan keberatan;
7. Surat keputusan pengurangan sanksi administrasi;
8. Surat keputusan penghapusan sanksi administrasi;
9. Surat keputusan pengurangan ketetapan pajak;
10. Surat keputusan pembatalan ketetapan pajak;
11. Surat keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak; atau
12. Surat keputusan pemberian imbalan bunga.
Dari keputusan tersebut, dapat diajukan banding atau gugatan ke Pengadilan Pajak,
sesuai dengan Pasal 1 angka (5) UU Pengadilan Pajak.
Maka sebelum diajukan banding terlebih dahulu diajukan keberatan kepada lembaga
keberatan. Gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya penagihan Pajak atau
kewajiban perpajakan. Akan tetapi penggugat dapat saja mengajukan permohonan agar tindak
lanjut pelaksanaan penagihan pajak dimaksud ditunda selama pemeriksaan sengketa pajak
sedang berjalan, sampai ada putusan Pengadilan Pajak.
Permohonan dimaksud dapat diajukan sekaligus dalam gugatan dan dapat diputus
terlebih dahulu dari pokok sengketanya. Permohonan penundaan tersebut dapat dikabulkan
hanya apabila terdapat keadaaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan
penggugat sangat dirugikan jika pelaksanaan penagihan pajak yang digugat itu dilaksanakan.
Selain itu pengadilan pajak juga mempunyai kewenangan lain yang dinyatakan dalam
Pasal 33 ayat (1) UU Pengadilan Pajak bahwa “pengadilan pajak merupakan pengadilan tingkat
pertama dan terakhir dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak.” Sebagai pengadilan yang

6
tingkat pertama dan tingkat terakhir, “putusan pengadilan pajak merupakan putusan akhir dan
mempunyai kekuatan hukum tetap” (Pasal 77 ayat (1) UU Pengadilan Pajak). Bagi “pihak-pihak
yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada
Mahkamah Agung” (Pasal 77 ayat (3) UU Pengadilan Pajak). Dari ketentuan tersebut nampak
susunan lembaga Pengadilan Pajak tidak mengikuti susunan lembaga peradilan dalam
lingkungan peradilan yang sudah ada yang mengenal tingkat banding dan kasasi.

Penyelesaian sengketa pajak di Peradilan Pajak yaitu dengan cara :

1. Permohonan Banding
Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau
penanggung pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan banding, berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Berdasarkan Pasal 27 ayat (1) UU NO. 28 Tahun 2007 tentang KUP, Wajib Pajak dapat
mengajukan permohonan Banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan
Keberatan. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa proses pengajuan banding hanya dapat
dilakukan apabila telah melalui proses keberatan . Dalam ketentuan Pasal 1 Undang-undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak disebutkan "Banding adalah upaya hukum
yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap suatu keputusan
yang dapat diajukan banding berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku"
Badan Peradilan pajak yaitu Pengadilan Pajak , sebagaimana diatur dalam UU No. 14
Tahun 2002. Pengadilan pajak adalah suatu badan atau lembaga peradilan yang menjalankan
kekuasaan kehakiman di Indonesia bagi masyarakat atau wajib pajak yang ingin
menyelesaikan sengketa perpajakan. Sengketa perpajakan sendiri dipahami sebagai
perselisihan yang timbul di bidang perpajakan antara wajib pajak dengan pejabat berwenang
sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada
pengadilan pajak.
Tugas dan wewenang Pengadilan pajak diatur pada Pasal : 31 UU Pengadilan Pajak
yaitu :

(1) Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus
Sengketa Pajak.
(2) Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus
sengketa atas keputusan keberatan, kecuali dit entukan lain oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas
pelaksanaan penagihan Pajak atau Keputusan pembetulan atau Keputusan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000
dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

7
Syarat Permohonan Pengajuan Banding Wajib Pajak berdasarkan Undang-undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak Pasal 35 dan Pasal 36 yaitu :
(1) banding diajukan dengan Surat Banding dalam bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak;
(2) banding diajukan dalam jangka waktu tiga bulan sejak tanggal diterima Keputusan
Direktorat Jenderal Pajak megenai keberatan perpajakan yang diajukan banding, atau 60
(enam puluh) hari sejak tanggal diterimanya Keputusan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
mengenai keberatan kepabeanan dan cukai;
(3) jangka waktu tiga bulan tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat
dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaanPemohon Banding;
(4) terhadap satu Keputusan diajukan satu Surat Banding;
(5) banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan dicantumkan tanggal
diterima surat keputusan yang dibanding;
(6) pada Surat Banding dilampirkan salinan Keputusan yang dibanding;
(7) banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar 50%
(lima puluh persen) dari jumlah pajak terutang.

Sesuai Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak Pasal 37 dan
38, Yang dapat mengajukan permohonan Banding adalah:
(1) banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa
hukumnya;
(2) apabila dalam proses Banding, Pemohon Banding meninggal dunia, Banding dapat
dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya atau pengampunya dalam
hal Pemohon Banding pailit;
(3) apabila selama proses Banding Pemohon Banding melakukan penggabungan, peleburan,
pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan
oleh pihak yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan,
pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud;
(4) pemohon Banding dapat melengkapi Surat Bandingnya untuk memenuhi ketentuan yang
berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu.
Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan
yang jelas paling lama 3 (tiga ) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri
dengan salinan Surat Keputusan Keberatan.

2. Gugatan
Berdasarkan Pasal 23 ayat (2) UU KUP, gugatan dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau
Penanggung Pajak kepada Badan Peradilan Pajak.
Yang Dapat Di Ajukan Gugatan
Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap :
1.Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;

8
2. Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
3. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan
dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau
4. Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya
tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.

Prosedur Gugatan (Pasal 40-45 UU No 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak )

1. Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.
2. Jangka Waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap pelaksanaan penagihan Pajak adalah 14
hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan.
3. Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap Keputusan adalah 30 hari sejak tanggal
diterima Keputusan yang digugat.
4. Jangka waktu sebagaimana dimaksud tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak
dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat.
5. Perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud adalah 14 hari terhitung sejak berakhirnya
keadaan di luar kekuasaan penggugat.
6. Terhadap 1 pelaksanaan penagihan atau 1 Keputusan diajukan 1 Surat Gugatan.
7. Gugatan yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan tidak dapat diajukan kembali.
8. Gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya penagihan Pajak atau kewajiban
perpajakan.
9. Penggugat dapat mengajukan permohonan agar tindak lanjut pelaksanaan penagihan Pajak
ditunda selama pemeriksaan Sengketa Pajak sedang berjalan, sampai ada putusan Pengadilan
Pajak.

Yang Mengajukan Gugatan (Pasal 41 UU No 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak) :

- Gugatan dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang pengurus atau kuasa
hukumnya.
- Apabila selama proses Gugatan, pemohon Gugatan meninggal dunia, Gugatan dapat
dilanjutkan oleh warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal
pemohon Gugatan pailit.
- Apabila selama proses Gugatan pemohon Gugatan melakukan penggabungan, peleburan,
pemecahan / pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh
pihak yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan, pemecahan/
pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud.

PENCABUTAN GUGATAN
a. Terhadap Gugatan dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak.
b. Gugatan yang dicabut dihapus dari daftar sengketa dengan:
o penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang;

9
o putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan
pencabutan diajukan setelah sidang atas persetujuan tergugat.
c. Gugatan yang telah dicabut melalui penetapan ketua atau putusan Majelis/Hakim
Tunggal tidak dapat diajukan kembali.

Pengadilan Pajak merupakan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa dan
memutuskan sengketa pajak ( Pasal 33 ayat (1) UU No. 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak. Karena itu upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap putusan
banding maupun putusan gugatan Pengadilan Pajak adalah Peninjuan Kembali ke
Mahkamah Agung.

Peninjauan Kembali

Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan Kembali atas putusan Pengadilan
Pajak kepada Mahkamah Agung. Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan hanya 1 (satu)
kali. Permohonan Peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan
putusan Pengadilan. Permohonan peninjauan kembali (PK) dapat dicabut sebelum diputus, dan
dalam hal sudah dicabut permohonan peninjauan kembali tersebut tidak dapat diajukan lagi
(Pasal 89 UU Nomor 14 Tahun 2002).
Alasan Peninjauan Kembali :
Permohonan Kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut (Pasal
91 UU Nomor 14 Tahun 2002):
1. Apabila putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak
lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang
kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
2. Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang apabila
diketahui pada tahap persidangan di pengadilan Pajak akan menghasilkan putusan yang
berbeda;
3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak, dituntut atau lebih dari pada yang dituntut,
kecuali yang diputus berupa mengabulkan sebagian atau seluruhnya atau menambah Pajak
yang harus dibayar;
4.Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-
sebabnya; atau
5. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan yang berlaku.

Persyaratan Peninjauan Kembali


Pasal 92 Ayat :
(1) UU Peradilan Pajak yaitu : Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf a dilakukan dalam jangka waktu paling lambat
3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan
Hakim pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap.

10
(2) Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 91 huruf b dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung
sejak ditemukan surat-surat bukti yang hari dan tanggal ditemukannya harus dinyatakan di
bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.
(3) Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3
(tiga) bulan sejak putusan dikirim.

Prosedur Penyelesaian Permohonan Pembetulan Ketetapan Pajak


Pada Tanggal 8 Oktober 2007, Dirjen Pajak Mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor 01/PJ.07/2007 Tentang Prosedur Pengajuan Dan Penyelesaian Permohonan
Pembetulan Ketetapan Pajak, Keberatan, Pengurangan Atau Penghapusan Sanksi Administrasi,
Dan Pengurangan Atau Pembatalan Ketetapan Pajak Yang Tidak Benar Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Peraturan ini dikeluarkan sebagai
peraturan pelaksanaan beberapa Pasal sekaligus dalam UU KUP.
UU KUP dalam Pasal 16, mengenai pembetulan ketetapan pajak, Pasal 25 mengenai
Keberatan, dan Pasal 36 mengenai penghapusan sanksi administrasi dan pembatalan atau
pembatalan ketetapan pajak.
Adapun prosedur penyelesaian permohonan pembetulan ketetapan pajak adalah sebagai
berikut :
1. Penyelesaian pembetulan bisa dilakukan baik secara jabatan maupun berdasarkan permohonan
Wajib Pajak.
2. Dokumen yang bisa dibetulkan adalah SKP, STP, SK Keberatan, SK Pengurangan, atau
pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar, SKPPKP yang dalam penerbitannya terdapat
kesalahan tulis, kesalahan hitung dan /atau kekeliruan penerapan Undang-undang.
3. Kesalahan yang perlu dibetulkan sifatnya manusiawi dan tidak mengandung persengketaan
antara fiskus dengan Wajib Pajak.
4. Surat permohonan pembetulan ketetapan pajak dapat disampaikan langsung atau melalui pos
tercatatat ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar atau ke KP4/KP2KP dalam wilayah KPP yang
bersangkutan.
5. Tanggal penerimaan surat yang dijadikan dasar dalam memproses surat permohonan
pembetulan adalah tanggal terima dari petugas TPT atau tanggal stempel pos jika di
samapaikan secara pes tercatat.
6. Jangka waktu penyelesaian surat permohonan pembetulan ketetapan pajak adalah 12 bulan
sejak permohonan diterima.

PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI


Pada ketentuan perpajakan dikenal adanya sanksi administrasi yang dikenakan terhadap
Wajib Pajak yang tidak memenuhi ketentuan tertentu dalam Undang-Undang Perpajakan. Dalam
prakteknya, pengenaan sanksi administrasi ini bisa terjadi bukan karena kesalahan Wajib Pajak
atau akibat kekhilafan Wajib Pajak sendiri. Dalam hal terjadi hal seperti ini Wajib Pajak

11
memiliki hak untuk mengajukan permohonan untuk mengurangkan atau penghapusan sanksi
administrasi.
Dasar permohonan pengurangan sanksi adalah Pasal 36 Undang-Undang KUP, Direktur
Jenderal Pajak diberikan kewenangan untuk menghapus atau mengurangi besarnya sanksi yang
sudah ditetapkan. Jenis sanksi yang dimaksud dapat berupa:
- bunga yang besarnya 2% per bulan,
- denda, seperti STP Pasal 7, Pasal 8 ayat (3), Pasal 14 ayat (4)
- kenaikan, seperti Pasal 8 ayat (5) kenaikan 50%, Pasal 13 ayat (3) kenaikan 50% atau 100%,
Pasal 13A kenaikan 200%, Pasal 15 ayat (2) kenaikan 100%

Tata cara permohonan penghasilan sanksi administrasi sudah diatur dengan peraturan Menteri
Keuangan nomor 8/PMK.03/2013. Diantaranya mengatur bahwa:
permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam surat
ketetapan pajak hanya dapat diajukan dalam hal atas surat ketetapan pajak tersebut:
1. tidak diajukan keberatan;
2. diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak telah
menyetujui permohonan pencabutan Wajib Pajak tersebut;
3. diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan;
4. tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak
benar;
5. diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar,
tetapi dicabut oleh Wajib Pajak;
6. tidak sedang diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan;
7. diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan, tetapi dicabut oleh
Wajib Pajak; atau
8. diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan, tetapi permohonan
tersebut ditolak.

12
permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat
Tagihan Pajak (ini STP yang terkait dengan ketetapan pajak hasil pemeriksaan) hanya dapat
diajukan dalam hal surat ketetapan pajak yang terkait dengan Surat Tagihan Pajak tersebut:
1. tidak diajukan keberatan;
2. diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak telah
menyetujui permohonan pencabutan Wajib Pajak tersebut;
3. diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan;
4. tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak;
5. diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak, tetapi dicabut oleh
Wajib Pajak;
6. tidak sedang diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan;
7.diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan, tetapi dicabut oleh
Wajib Pajak;
8. diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan, tetapi permohonan
tersebut ditolak;
9. Surat Tagihan Pajak tersebut tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat
Tagihan Pajak yang tidak benar; atau
10. Surat Tagihan Pajak tersebut diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat
Tagihan Pajak yang tidak benar, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak.

Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat
Tagihan Pajak (kalau STP yang ini tidak terkait dengan ketetapan hasil pemeriksaan) hanya
dapat diajukan dalam hal:
- Surat Tagihan Pajak tersebut tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat
Tagihan Pajak yang tidak benar; atau
- Surat Tagihan Pajak tersebut diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat
Tagihan Pajak yang tidak benar, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak.

13
Contoh format surat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi.

Surat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dikirim melalui KPP
terdaftar. Kemudian KPP akan meneruskan ke Kepala Kanwil DJP yang menjadi atasannya.
Boleh dikirim melalui Pos, langsung, atau cara lain (maksudnya secara elektronik tetapi saat ini
belum bisa).
Persyaratan surat permohonan:
1). 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak, kecuali
permohonan tersebut diajukan untuk Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 19 ayat (1)
Undang-Undang KUP, sepanjang terkait dengan surat ketetapan pajak yang sama maka 1
(satu) permohonan dapat diajukan untuk lebih dari satu Surat Tagihan Pajak;
2). permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
3). mengemukakan jumlah sanksi administrasi menurut Wajib Pajak dengan disertai alasan;
4). permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar; dan

14
5) surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat permohonan
ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan
surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP.
6). Wajib Pajak telah melunasi pajak yang terutang;

Kalau permohonan ditolak, Wajib Pajak boleh mengajukan surat permohonan yang kedua.
Permohonan pengurangan sanksi administrasi yang kedua tidak boleh lebih dari 3 bulan sejak
putusan yang pertama, kecuali ada kondisi kahar.

KEPUTUSAN
Keputusan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dapat berupa mengabulkan
sebagian atau seluruhnya , atau menolak permohonan Wajib Pajak. Namun demikian, Wajib
Pajak dapat meminta secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak mengenai alasan yang
menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib Pajak dan
Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keterangan secara tertulis atas permintaan Wajib
Pajak tersebut.

Penghapusan Atau Pengurangan Sanksi Secara Jabatan


Direktur Jenderal Pajak dapat menghapus atau mengurangkan sanksi administrasi secara
jabatan dalam hal pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dilakukan apabila
diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan/Pembatalan Ketetapan
Pajak yang tidak benar, atau Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar berkurang atau di
batalkan, yang terkait dengan :

15
1. Diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak karena Pengusaha Kena Pajak tidak membuat faktur
pajak; dan
2. Wajib Pajak dikenakan sanksi bunga penagihan sesuai ketentaun Pasal 19 ayat (1) UU No. 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007.

16

Anda mungkin juga menyukai