Nama:
Achmad Supranoto (20171221032)
Ahmad Din-A (20171221225)
Satria Aji P (20171221173)
PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2019
Kata Pengantar
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah
yang berjudul “ Peradilan dalam Hukum Pajak “ bisa selesai pada waktunya. Kami
berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik. Apabila terdapat banyak kesalahan
pada makalah ini kami mengucapkan mohon maaf sebesar-besarnya. Semoga makalah
ini bisa memberikan informasi bagi pembaca dan bermanfaat untuk semua pembaca
khususnya kami.
A. Sejarah Pengadilan Pajak di Indonesia
Pengadilan Pajak merupakan generasi ketiga lahirnya pengadilan khusus dalam era
Undang-Undang No.14 Tahun 1970 tentang kekuasaan Kehakiman. Generasi pertamanya
adalah pengadilan anak yang diikuti dengan pengadilan niaga dan pengadilan Hak Asasi
Manusia. Dapat dikatakan bahwa pada saat itu belum ada pemikiran akan adanya
pengkhususan pengadilan di lingkup peradilan lainnya. Adapun dengan didirikannya
pengadilan pajak, seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak (UU No.14 Tahun 2002), dikemudian hari ikut menambah nuansa
baru dari suatu pengkhususan pengadilan di Indonesia. Seperti diketahui secara umum, hingga
detik ini di Indonesia hanya ada 4 lingkup peradilan, yaitu peradilan Umum, Peradilan Tata
Usaha Negara, Peradilan Militer, dan Peradilan Agama.
Dengan melihat karateristik pengadilan pajak, sekilas dapat diketahui bahwa pengadilan ini
tidak mungkin masuk dalam lingkup peradilan umum karena pengadilan pajak berfungsi
menyelesaikan sengketa warga negara yang tidak puas dengan keputusan yang diberikan oleh
negara, khususnya kantor perpajakan, baik itu didaerah dan/atau di pusat. Dengan singkatnya,
dapat disebutkan bahwa yang digugat dalam pengadilan pajak adalah putusan dari pejabat
negara. Pengadilan pajak didirikan dengan suatu asumsi bahwa upaya peningkatan penerimaan
pajak pusat dan daerah, bea masuk dan cukai, dan pajak daerah dalam prakteknya terkadang
dilakukan tanpa adanya peningkatan keadilan terhadap para wajib pajak itu sendiri. Karenanya,
si pewajib pajak seringkali merasakan bahwa peningkatan kewajiban perpajakan/bea tidak
memenuhi asas keadilan, sehingga menimbulkan berbagai sengketa antara instansi perpajakan.
Sebelum adanya nama pengadilan pajak sudah didirikan sebelumnya lembaga khusus
penyelesainya sengketa pajak yang dikenal dengan nama Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
(BPSP) sejak tahun 1998, kebutuhan untuk mendirikan badan peradilan seperti pengadilan
pajak yang sekarang, tetap ada. Dalam butir-butir pertimbangan pada UU No. 4 Tahun 2004
dikatakan bahwa Badan Penyelesaian Sengketa Pajak belum merupakan badan peradilan yang
berpuncak di Mahkamah Agung. Karena itulah, diperlukan adanya suatu pengadilan pajak
yang sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia dan mampu menciptakan
keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak.
Kehadiran pengadilan pajak diharapkan dapat lebih memberikan keadilan dan kepastian
hukum yang tidak didapatkan dari institusi penyelesaian sengketa pajak sebelumnya.
Ekspektasi ini yang dicoba hendak dijawab oleh pengadilan pajak. Sejak berdirinya, memang
pengadilan pajak cukup diminati oleh para pihak yang bersengketa di bidang pajak dan
dianggap cukup menjanjikan sebagai suatu badan peradilan yang baru dibentuk dalam mencari
kepastian hukum.Sejak dahulu kala, pajak pada tahun 1915 (Staatsblaad Tahun 1915 Nomor
707) yang berkedudukan di Jakarta (Batavia pada saat itu). Kemudian, ketentuan penyelesaian
sengketa pajak Indonesia sebenarnya sudah memiliki suatu Institusi khusus yang dikenal
dengan nama institusi pertimbangan ini disempurnakan dengan Staatsblaad Tahun 1927 Nomor
29 tentang Ordonantie Regeling van Het Beroep in Belasting Zaken, sebagaimana telah diubah
terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1959 (Lembaran Negara Nomor 13,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 1748) dengan kedudukan tetapnya di Jakarta.
Institusi pertimbangan pajak ini kemudian berganti nama menjadi Majelis Pertimbangan
Pajak (MPP) yang bertugas memberi keputusan atas surat permohonan banding tentang pajak-
pajak negara dan pajak-pajak daerah. Majelis Pertimbangan Pajak memeriksa dan memutus
sengketa pajak hanya berlaku hingga tahun 1997. Didalam penjelasan umum Undang-Undang
No.17 Tahun 1997 disebutkan bahwa Majelis Pertimbangan Pajak yang dibentuk berdasarkan
Regeling van het beroep in Belasting Zaken Stbl. Nomor 29 Tahun 1927 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1959, tidak memadai lagi untuk
memenuhi kebutuhan dalam menyelesaikan sengketa pajak.
Sebagai lembaga peradilan, keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak hanya berumur
4 tahun 4 bulan 11 hari. Badan ini digantikan dengan badan peradilan baru bernama
Pengadilan Pajak, sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak pada tanggal 12 April 2002. Pengadilan pajak sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang No. 14 Tahun 2002, merupakan badan peradilan yang melaksanakan
kekuasaan kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan dalam
hal terjadi sengketa pajak dengan fiskus.
BANDING
1. Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan oleh Majelis atau Hakim Tunggal
2. Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan terhadap :
a. Sengketa Pajak tertentu;
b. Gugatan yang tidak diputuskan dalam jangka waktu 6 bulan sejak gugatan diterima;
c. Tidak dipenuhi salah satunya dalam putusan Pengadilan Pajak atau kesalahan tertulis dan /
atau kesalahan hitung;
d. Sengketa yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang Pengadilan
Pajak.
3. Sengketa Pajak Tertentu adalah sengketa pajak Banding atau Gugatan yang tidak
memenuhi ketentuan yang berlaku.
4. Pemeriksaan dengan acara cepat terhadap sengketa pajak dilakukan tanpa Surat Uraian
Banding atau Surat Tanggapan dan tanpa Surat Bantahan
5. Semua ketentuan mengenai pemeriksaan dengan cara biasa berlaku juga untuk pemeriksaan
dengan acara cepat.
PEMBUKTIAN
1. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
2. Pengadilan Pajak dapat mengeluarkan putusan sela atas gugatan berkenaan dengan
permohonan penggugat agar tindak lanjut pelaksanaan penagihan pajak ditunda selama
pemeriksaan pajak berjalan, sampai ada putusan pengadilan.
3. Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan
Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.
4. Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan
Hakim.
5. Dalam pemeriksaan dilakukan oleh Majelis, putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan
musyawarah yang dipimpin oleh Hakim Ketua dan apabila dalam musyawarah tidak dapat
dicapai kesepatan, putusan diambil dengan suara terbanyak.
6. Apabila Majelis di dalam mengambil keputusan dengan cara musyawarah tidak dapat
dicapai kesepakatan sehingga putusan diambil dengan suara terbanyak, pendapat Hakim
Anggota yang tidak sepakat dengan putusan tersebut dinyatakan dalam putusan Pengadilan
Pajak.
7. Putusan Pengadilan Pajak dapat berupa :
a. Menolak;
b. Mengabulkan sebagian atau seluruhnya;
c. Menambah pajak yang harus dibayar;
d. Tidak dapat diterima;
e. Membetulkan kesalahan tulisan dan / atau kesalahan hitung; dan / atau
f. Membatalkan.
8. Terhadap putusan tersebut tidak dapat lagi diajukan gugatan, banding, atau kasasi.
9. Putusan Pemeriksaan dengan acara biasa atas banding diambil dalam jangka waktu 6
(enam) bulan sejak Surat Banding diterima.
10.Putusan Pemeriksaan dengan acara biasa atas gugatan diambil dalam jangka waktu 6
(enam) bulan sejak Surat Gugatan diterima.
11.Dalam hal-hal khusus, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan.
12.Dalam hal gugatan yang diajukan selain atas keputusan pelaksanaan keputusan penagihan
pajak, tidak diputus dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud di atas, Pengadilan Pajak
wajib mengambil keputusan melalui pemeriksaan dengan acara cepat dalam jangka waktu 1
(satu) bulan sejak jangka waktu 6 (enam) bulan dimaksud terlampaui.
13.Putusan Pemeriksaan dengan acara cepat terhadap Sengketa Pajak tertentu yang dinyatakan
tidak dapat diterima, diambil dalam jangka waktu sebagai berikut :
a. 30 hari sejak batas waktu pengajuan Banding atau Gugatan dilampaui;
b. 30 hari sejak Banding atau Gugatan diterima dalam hal diajukan setelah batas
waktu pengajuan dilampaui.
14.Putusan atau penetapan dengan acara cepat terhadap kekeliruan berupa pembetulan
kesalahan tulis dan / atau kesalahan hitung, diambil dalam putusan jangka waktu 30 hari sejak
kekeliruan dimaksud diketahui atau sejak permohonan salah satu pihak diterima.
15.Putusan dengan acara cepat terhadap sengketa yang didasarkan pertimbangan hukum bukan
merupakan wewenang Pengadilan Pajak, berupa tidak dapat diterima, diambil dalam jangka
waktu 30 hari sejak Surat Banding atau Surat Gugatan diterima.
16.Dalam hal putusan Pengadilan Pajak diambil terhadap Sengketa Pajak, pemohon Banding
atau Penggugat dapat mengajukan gugatan kepada peradilan yang berwenang.
17.Putusan Pengadilan pajak harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
18.Tidak dipenuhinya ketentuan di atas, putusan Pengadilan Pajak tidak sah dan tidak
mempunyai kekuatan hukum dan karena itu putusan dimaksud harus diucapkan kembali dalam
sidang terbuka untuk umum.
19.Putusan Pengadilan Pajak harus memuat :
a. Kepala putusan yang berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”;
b. Nama, tempat tinggal atau tempat kediaman, dan / atau identitas lainnya dari pemohon
banding atau penggugat;
c. Nama jabatan dan alamat terbanding atau tergugat;
d. Hari, tanggal diterimanya Banding atau Gugatan;
e. Ringkasan Banding atau Gugatan, dan ringkasan Surat Uraian Banding atau Surat
Tanggapan, atau Surat Bantahan yang jelas;
f. Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam
persidangan selama sengketa itu diperiksa;
g. Pokok sengketa;
h. Alasan hukum yang menjadi dasar putusan;
i. Amar putusan tentang sengketa;
j. Hari, tanggal putusan, nama Hakim yang memutus, nama Panitera dan keterangan tentang
hadir atau tidak hadirnya para pihak.
20.Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan di atas menyebabkan putusan dimaksud tidak sah
dan Ketua memerintahkan sengketa dimaksud segera disidangkan kembali dengan acara cepat,
kecuali putusan diambil telah melampaui jangka waktu 1 tahun.
21.Ringkasan sebagaimana dimaksud dalam huruf e tidak diperlukan dalam hal putusan
Pengadilan Pajak diambil terhadap Sengketa Pajak berupa tidak dipenuhinya putusan
Pengadilan Pajak, sengketa yang bukan wewenang Pengadilan Pajak dan sengketa tertentuyang
tidak memenuhi syarat.
22.Putusan Pengadilan Pajak harus ditandatangani oleh Hakim yang memutuskan dan Panitera.
23.Apabila Hakim Ketua atau Hakim Tunggal yang menyidangkan berhalangan
menandatangani, putusan ditandatangani oleh Ketua dengan menyatakan alasan
berhalangannya Hakim Ketua dan Hakim Tunggal.
24.Apabila Hakim Anggota berhalangan menandatangani, putusan ditandatangani oleh Hakim
Ketua dengan menyatakan alasan berhalangannya Hakim Anggota dimaksud.
PELAKSANAAN PUTUSAN
1. Putusan Pengadilan Pajak langsung dapat dilaksanakan dengan tidak memerlukan lagi
keputusan pejabat yang berwenang kecuali peraturan perundang-undangan mengatur lain.
2. Apabila putusan Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh banding, kelebihan
pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan untuk
paling lama 24 bulan, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku.
3. Salinan putusan atau salinan penetapan Pengadilan Pajak dikirim kepada para pihak dengan
surat oleh sekretaris dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal putusan Pengadilan Pajak
diucapkan, atau dalam jangka waktu 7 hari sejak tanggal putusan diucapkan.
4. Putusan Pengadilan Pajak harus dilaksanakan oleh Pejabat yang berwenang dalam jangka
waktu 30 hari terutang sejak tanggal diterimanya putusan.
5. Pejabat yang tidak melaksanakan putusan Pengadilan Pajak dalam jangka waktu tersebut
dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan kepegawaian yang berlaku.
1. Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan satu kali kepada Mahkamah Agung
melalui Pengadilan Pajak.
2. Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan
putusan Pengadilan Pajak.
3. Permohonan peninjauan kembali dapat dicabut sebelum putusan dan dalam hal sudah
dicabut permohonan peninjauan kembali tersebut tidak dapat diajukan kembali.
4. Hukum acara yang berlaku pada pemeriksaan peninjauan kembali adalah hukum acara
pemeriksaan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung, kecuali yang diatur secara khusus dalam undang-undang ini.
5. Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai
berikut :
a. Apabila putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu didasarkan
pada bukti-bukti yang kemudian oleh Hakim Pidana dinyatakan palsu;
b. Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang apabila
diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan menghasilkan keputusan yang
berbeda;
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang dituntut,
kecuali yang diputuskan berdasarkan Pasal 80 ayat 1 huruf b dan c;
d. Apabila mengetahui suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-
sebabnya;
e. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
6. Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud di
atas huruf a dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 bulan terhitung sejak diketahui
kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim pengadilan pidana memperoleh
kekuatan hukum tetap
7. Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud di
atas huruf b dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 bulan terhitung sejak ditemukan
surat-surat bukti yang hari dan tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan
disahkan oleh pejabat yang berwenang.
8. Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud di
atas huruf c, d, dan e dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 bulan terhitung sejak
putusan dikirim.
9. Mahkamah Agung memeriksa dan memutuskan permohonan peninjauan kembali dengan
ketentuan :
a. Dalam jangka waktu 6 bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima oleh
Mahkamah Agung telah mengambil keputusan, dalam hal Pengadilan Pajak mengambil
putusan melalui pemeriksaan acara biasa;
b. Dalam jangka waktu 1 bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima oleh
Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal Pengadilan Pajak mengambil putusan
melalui pemeriksaan acara cepat.
10.Putusan atas permohonan peninjauan kembali harus diucapkan dalam siding terbuka untuk
umum.
Berdasarkan Pasal 25 UU KUP, tidak menyebutkan atas Surat Tagihan Pajak (STP). Hal ini
karena STP bukanlah ketetapan atas pokok pajak, melainkan hanya mengenakan sanksi
administrasi. Karena atas penerbitan STP tidak dapat diajukan keberatan, maka upaya yang
dapat dilakukan oleh wajib pajak adalah mengajukan peninjauan kembali jumlah ketetapan
pajak dan sanksi administrasi yang tercantum dalam STP.
Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP dan keputusan Menteri Keuangan No. 953 /
KMK. 04 / 1983 disebutkan bahwa Menteri Keuangan dapat menerbitkan Keputusan
Peninjauan Kembali dengan mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak dan sanksi
administrasi yang tidak benar. Terhadap keputusan peninjauan kembali tidak dapat diajukan
banding.
Kesimpulan :
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan acara cepat dan acara biasa. Pemeriksaan acara cepat
dilakukan terhadap sengketa pajak tertentu, yang mana sengketa tersebut dirasa tidak bisa
diselesaikan dengan menggunakan pemeriksaan acara biasa. Dalam proses pemeriksaan,
diperlukan adanya pembuktian dari pihak yang menggugat maupun tergugat agar hakim dapat
memutuskan penyelesaian sengketa tersebut. Apabila salah satu pihak pada akhirnya merasa
tidak setuju dengan keputusan hakim, maka dapat mengajukan banding maupun kasasi, dan
apabila masih ingin meminta hakim untuk mempertimbangkan keputusan terhadap banding /
kasasi tersebut, maka dapat diajukan permohonan peninjauan kembali.