Anda di halaman 1dari 26

PENGAWASAN DAN WEWENANG KEPABEANAN

A. Pengawasan Kepabeanan
Sebagaimana telah dijelaskan dalam pengertian kepabeanan, fungsi utama aparat Pabean adalah
melakukan pengawasan atas barang impor dan ekspor. Implikasi dari fungsi pengawasan ini maka
melekat pada aparat pabean berbagai wewenang untuk melakukan pengawasan. Wewenang tersebut
meliputi penelitian, pemeriksaan, dan melakukan penindakan terhadap semua hal yang terkait dengan
barang impor atau ekspor untuk mengamankan hak-hak negara. Tidak ada instansi atau lembaga lain
yang memiliki wewenang untuk melaksanakan penegakan ketentuan kepabeanan, kecuali hanya
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Seperti kita ketahui bahwa sesuai kelaziman internasional, di dalam suatu pelabuhan
internasional (Kawasan Pabean), tidak boleh ada instansi lain kecuali aparat yang berwenang, yaitu:
Customs, Imigration and Quarantine (CIQ). Aparat Bea dan Cukai yang bertugas mengawasi
pemasukan dan pengeluaran barang, Imigrasi yang mengawasi keluar masuk orang, dan Karantina yang
mengawasi pemasukan barang/orang yang kemungkinan tercermar bibit penyakit yang membahayakan
wilayah dalam negeri Indonesia.
1. Pra Customs Clearance
Dalam rangka melaksanakan pengawasan aparat pabean berwenang untuk mengambil
tindakan yang diperlukan terhadap barang, menggunakan senjata api, menggunakan kapal patroli
serta kewenangan untuk menegah barang dan sarana pengangkut. Dalam melaksanakan tugas,
aparat pabean juga dapat meminta bantuan kepada instansi lain. Semua instansi pemerintah
baik sipil maupun angkatan bersenjata jika diminta wajib memberikan bantuan dan perlindungan
terhadap pegawai Bea dan Cukai berkaitan dengan tugas yang sedang dilakukannya.
a) Patroli
Patroli laut diperlukan agar sarana pengangkut melalui jalur yang ditetapkan, tidak
menyimpang kearah lain, dan untuk kepentingan pemeriksaan kapal. Untuk pelaksanaan tugas
ini aparat pabean tidak hanya dilengkapi dengan sarana pengawasan berupa radio
telekomunikasi atau radar, juga dilengkapi sarana operasional berupa kapal patroli yang
dilengkapi dengan senjata api. Tidak hanya untuk kelengkapan kapal patroli, senjata api
juga dapat diberikan pada petugas yang melakukan pengawasan pada tempat lainnya.
Dalam melaksanakan tugas pengamanan hak-hak negara, aparat pabean dapat
menggunakan segala upaya agar ketentuan kepabeanan dipatuhi, baik terhadap barang, orang
maupun binatang yang terkait dengan kegiatan impor dan ekspor. Bahkan jika dianggap perlu
pejabat Bea dan Cukai dapat menggunakan segala cara untuk mencari dan menemukan
adanya dugaan tindak pidana kepabeanan. Hal ini guna menentukan apakah suatu peristiwa
dapat dilakukan penyidikan ataukah tidak.
Dalam rangka pelaksanaan tugasnya, pejabat Bea dan Cukai juga diberikan wewenang
untuk menegah barang dan sarana pengangkut. Menegah barang adalah tindakan administratif
untuk menunda pengeluaran, pemuatan dan pengangkutan barang impor atau barang ekspor
hingga dipenuhinya kewajiban pabean. Sedangkan yang dimaksud dengan menegah sarana
pengangkut adalah tindakan untuk mencegah keberangkatan sarana pengangkut. Hal ini
dimaksudkan agar jangan sampai barang memasuki atau keluar dari daerah pabean tanpa
memenuhi kewajiban pabean.
b) Penyegelan
Barang yang masih belum diselesaikan kewajiban pabeannya harus diawasi oleh
pegawai Bea dan Cukai. Namun ada kalanya pengawasan tidak dapat dilakukan secara
langsung dan terus menerus, sehingga pengawasan dapat dilakukan dengan melakukan
penyegelan terhadap barang. Penyegelan juga dilakukan dalam hal pengawalan atas barang
yang berada dalam pengawasan pabean tidak dapat dilakukan. Aparat pabean berwenang
untuk mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda pengaman yang diperlukan terhadap
barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dan barang ekspor atau
barang lain yang harus diawasi yang berada di sarana pengangkut atau di tempat penimbunan
atau tempat lain1. Segel atau tanda pengaman yang digunakan oleh instansi pabean di
negara lain atau pihak lain dapat diterima sebagai pengganti segel atau tanda pengaman.
Dapat diterima mengandung pengertian bahwa penyegelan atau pembubuhan tanda
pengaman tersebut dianggap telah disegel atau telah dibubuhkan didalam negeri berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kemudahan tersebut diharapkan dapat
membantu kelancaran perdagangan internasional. Namun apabila menurut pertimbangan
Menteri, penyegelan yang telah dilakukan tersebut dianggap tidak cukup atau kurang aman,
maka penyegelan atau pembubuhan tanda pengaman dimaksud tidak dapat diterima.
Dalam rangka penyegelan ini pemilik dan/atau orang yang menguasai sarana
pengangkut atau tempat-tempat yang dikunci, disegel, dan/atau dilekati tanda pengaman oleh
aparat pabean wajib menjamin agar semua kunci segel, atau tanda pengaman tersebut tidak
rusak, lepas, atau hilang. Kunci, segel, atau tanda pengaman yang telah dipasang
sebagaimana dimaksud diatas tidak boleh dibuka, dilepas, atau dirusak tanpa izin aparat
pabean.
Adakalanya suatu barang atau sarana pengangkut tidak dapat disegel. Dalam hal
demikian tindakan yang diambil adalah penempatan petugas ditempat tersebut. Penempatan
petugas tersebut dilaksanakan jika pengamanan dalam bentuk penyegelan tidak dapat

1 Pasal 78
dilakukan. Demikian juga jika dengan pertimbangan tertentu, tindakan penjagaan oleh
petugas Bea dan Cukai merupakan tindakan yang lebih tepat untuk dilakukan.
2. Customs Clearance
Dalam rangka pelaksanaan tugas, dan memastikan kebenaran penerimaan pemberitahuan
pabean atas barang yang diimpor atau diekspor, maka untuk memperoleh data dan penilaian yang
tepat mengenai pemberitahuan atau dokumen yang diajukan, aparat Pabean diberikan kewenangan
untuk memeriksa barang impor dan ekspor.
a) Pemeriksaan Pabean
Mengingat Indonesia adalah negara kepulauan yang potensi penyelundupannya sangat
tinggi, maka kewenangan ini diperluas hingga kewenangan untuk melakukan pemeriksaan
atas barang tertentu. Barang tertentu adalah barang antar pulau di wilayah Indonesia yang
rawan diselundupkan yang pengangkutan antar pulaunya diawasi oleh aparat Pabean.
Pengawasan atas barang tertentu dilakukan aparat Pabean setelah instansi teknis terkait
menetapkan suatu barang adalah barang tertentu.
Namun mengingat tingginya kegiatan perdagangan internasional, impor dan ekspor,
tidak mungkin dilakukan pemeriksaan fisik barang atas semua importasi/eksportasi. Karena
jika dilakukan hal ini akan menimbulkan hambatan dalam perdagangan dan mengakibatkan
biaya tinggi. Oleh karena itu pemeriksaan fisik barang dilakukan secara selektif 2 .
Selektifitas pemeriksaan barang didasarkan pada risk management, dengan
mempertimbangkan tingkat resiko barang dan resiko importir.
Pada prinsipnya pemeriksaan barang impor atau barang ekspor dilakukan setelah
pemberitahuan pabean diserahkan. Aparat pabean berwenang meminta importir, eksportir,
pengangkut, pengusaha TPS, pengusaha TPB, atau yang mewakilinya menyerahkan barang
untuk diperiksa, membuka sarana pengangkut atau bagiannya dan membuka setiap bungkusan
atau pengemas yang akan diperiksa. Jika permintaan sebagaimana dimaksud tidak dipenuhi,
maka pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan secara jabatan dengan
resiko dan biaya ditanggung yang bersangkutan. Selain itu para pemilik barang yang tidak
menyerahkan barangnya untuk diperiksa juga dikenakan sanksi administrasi berupa denda
dalam jumlah tertentu. Bilamana atas pemeriksaan barang kedapatan salah jenis dan/atau
jumlah barang dalam pemberitahuan pabean, baik impor maupun ekspor, maka kepada yang
bersangkutan dikenakan sanksi administrasi berupa denda dalam persentase tertentu dari
kekurangan bea masuk atau bea keluar yang kurang dibayar.
Kewenangan lainnya yang dimiliki aparat pabean dalam pemeriksaan barang adalah
wewenang untuk memeriksa surat yang dicurigai berisi barang impor atau barang ekspor
yang dikirim melalui Pos. Surat yang diperiksa dibuka dihadapan si alamat (dalam hal impor

2
Pasal 3 ayat (3)
si penerima atau dalam hal ekspor si pengirim). Jika si alamat tidak dapat ditemukan, surat
dapat dibuka aparat pabean bersama petugas kantor pos.
Dalam rangka penetapan tarif dan nilai pabean untuk perhitungan bea masuk, aparat
pabean berwenang meminta catatan dan surat menyurat yang berkaitan dengan impor
barang. Aparat pabean berwenang memeriksa catatan atau dokumen terkait dan
memeriksa serta mengambil contoh barang. Pengambilan contoh barang dapat pula
dilakukan atas permintaan importir. Misalnya karena data spesifikasi barang yang kurang
jelas, maka untuk kepentingan pembuatan pemberitahuan pabean, pihak importir dapat
meminta kepada aparat pabean untuk melakukaan pemeriksaan pendahuluan. Dalam hal
pemberitahuan pabean yang diajukan telah memenuhi persyaratan dan hasil pemeriksaan
sesuai dengan pemberitahuan, akan diberikan persetujuan impor.
b) Larangan dan Pembatasan Impor dan Ekspor
Salah satu fungsi utama aparat pabean adalah memberikan perlindungan kepada
masyarakat dari barang-barang yang dapat merusak kehidupan, baik fisik maupun mental.
Pengawasan aparat pabean harus mampu mencegah adanya barang-barang yang merusak
tersebut dengan mengacu kepada ketentuan yang berlaku.
Suatu barang dilarang diimpor atau diekspor jika barang tersebut sesuai ketentuan
perundang-undang yang berlaku memang dilarang untuk diimpor atau diekspor. Contoh
barang yang dilarang diimpor adalah pakaian bekas. Suatu barang dibatasi impornya atau
ekspornya jika barang tersebut sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku memang
dibatasi untuk diimpor atau diekspor. Pembatasan tersebut dapat dilakukan dengan melalui
proses perizinan atau pembatasan jumlah yang diimpor atau diekspor. Contoh barang yang
dibatasi impornya adalah minuman mengandung etil elkohol (MMEA), dimana MMEA
hanya dapat diimpor setelah mendapatkan izin impor dari instansi terkait.
Dalam Undang-Undang Kepabeanan, ditetapkan bahwa dalam rangka untuk
kepentingan pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap
pelaksanaan ketentuan dan larangan dan pembatasan, maka instansi teknis yang menetapkan
larangan dan atau pembatasan atas impor atau ekspor barang tertentu wajib
memberitahukan kepada Menteri Keuangan3, sebagai atasan dari Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai. Pada hakekatnya pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan larangan dan
pembatasan pada saat pemasukan atau pengeluaran barang ke atau dari daerah pabean.
Sesuai dengan praktek kepabeanan internasional pengawasan lalu lintas barang yang
masuk atau keluar dari daerah pabean dilakukan oleh instansi pabean (dalam hal ini
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai).
Agar pelaksanaan pengawasan peraturan larangan dan pembatasan menjadi lebih

3 Pasal 53 ayat (1)


efektif dan terkoordinasi, maka instansi teknis yang bersangkutan dengan barang impor
atau ekspor yang dilarang atau dibatasi wajib menyampaikan peraturan dimaksud kepada
Menteri Keuangan untuk ditetapkan dan dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.
Barang yang dilarang atau dibatasi yang tidak memenuhi syarat untuk diekspor atau
diimpor, jika telah diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean, maka atas permintaan yang
bersangkutan, barang tersebut dapat dibatalkan ekspornya, diekspor kembali atau
dimusnahkan 4. Barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang
tidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar dinyatakan sebagai barang dikuasai
negara. Namun tidak semua barang dimaksud harus menjadi barang yang dikuasai negara.
Penyelesaian dapat berbeda dari ketentuan diatas, bilamana terdapat peraturan lain yang
mengatur secara khusus penyelesaian barang tersebut.
3. Post Clearance
Semua barang impor dan ekspor harus diberitahukan dengan benar kepada aparat pabean.
Sehubungan dengan hal tersebut, untuk menjamin kebenaran pemberitahuan pabean dalam
rangka mengamankan hak-hak negara, dilakukan audit dibidang kepabeanan.
a) Pemeriksaan Pembukuan (audit kepabeanan)
Audit dibidang kepabeanan5 dilakukan dengan cara pemeriksaan terhadap pembukuan,
catatan, surat-menyurat serta sediaan barang yang berkaitan dengan impor atau ekspor yang
telah dilakukan. Audit dilakukan setelah barang mendapat persetujuan impor/ekspor dan telah
keluar dari Kawasan Pabean. Audit Kepabeanan dilakukan dalam rangka pengawasan
sebagai konsekuensi diberlakukannya:
i. sistem self assesment,
ii. ketentuan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi,
iii. pemberian fasilitas tidak dipungut, pembebasan, keringanan, pengembalian, atau
penangguhan bea masuk yang hanya dapat diawasi dan dievaluasi setelah barang impor
keluar dari kawasan pabean.
Dalam melaksanakan audit kepabeanan, aparat pabean dapat:
i. meminta laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar
pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, serta
surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan,
ii. meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari orang dan pihak lain yang terkait,
iii. memasuki bangunan kegiatan usaha, ruangan tempat untuk menyimpan laporan
keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan surat

4Pasal 53 ayat (3)


5 Pasal 86 ayat (1)
surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk sarana/media penyimpan data
elektronik, dan barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan kegiatan usaha
yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan, dan
iv. melakukan tindakan pengamanan yang dipandang perlu terhadap tempat atau ruangan
penyimpanan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan. Orang yang
menjadi obyek pemeriksaan yang menyebabkan aparat pabean tidak dapat menjalankan
kewenangan audit kepabeanan dikenai sanksi administrasi berupa denda dengan nilai
tertentu. Yang dimaksud dengan tidak dapat melaksanakan kewenangan dalam
melaksanakan audit termasuk juga tidak menyerahkan laporan keuangan, catatan dan
dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, buku, termasuk data elektronik serta
surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang Kepabeanan. Apabila dalam
pelaksanaan audit kepabeanan ditemukan adanya kekurangan pembayaran bea masuk
yang disebabkan oleh kesalahan pemberitahuan jumlah dan/atau jenis barang, importir
wajib membayar bea masuk yang kurang dibayar dan dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar persentase tertentu dari kekurangan bea masuk.
B. Wewenang Kepabeanan
1. Pemeriksaan Bangunan
Barang-barang yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya harus berada dalam
pengawasan aparat pabean. Barang-barang tersebut biasanya ditimbun di TPS atau di TPB.
Barang juga dapat ditimbun di tempat lainnya yang diijinkan pejabat dalam pengawasan
pabean. Dalam rangka pengawasan tersebut, aparat pabean berwenang melakukan
pemeriksaan terhadap bangunan dan tempat lain yang telah diberi izin untuk penimbunan
(TPS atau TPB) dan tempat lain yang terdapat barang yang belum selesai kewajiban
kepabeanannya6.
Wewenang pemeriksaan juga melekat kepada aparat pabean atas bangunan dan tempat
lain yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan bangunan dan tempat lain
yang telah diberi izin penimbunan dan tempat lain yang terdapat barang yang belum
selesai kewajiban kepabeanannya. Hal ini diperlukan karena dapat terjadi kemungkinan
pada waktu pemeriksaan, barang dipindahkan kebangunan atau tempat lain tersebut
oleh yang bersangkutan. Hal ini untuk mencegah usaha menghindari pemeriksaan, atau
menyembunyikan barang. Kewenangan ini dikecualikan untuk bangunan berupa rumah
tinggal, karena hal ini berkaitan dengan perlindungan atas hak-hak asasi manusia.
Pemeriksaan atas bangunan dan tempat lain dalam pengawasan pabean tidak perlu
surat perintah. Namun untuk bangunan dan tempat lain yang tidak dalam pengawasan
pabean yang diduga ada pelanggaran memerlukan surat perintah dari Direktur Jenderal.

6 Pasal 87 ayat (1)


Dalam hal sedang dilakukan pengejaran terhadap orang/barang/sarana pengangkut yang
memasuki bangunan atau tempat dimaksud (hot persuit), maka surat perintah dari Dirjen
Bea dan Cukai tidak diperlukan. Pengelola bangunan atau tempat tidak boleh menghalangi
aparat pabean yang akan memeriksa bangunan atau tempat dimaksud. Sanksi administrasi
berupa denda dalam rupiah tertentu akan dikenakan kepada pihak yang menghalangi
tugas aparat pabean ini.
2. Pemeriksaan Sarana Pengangkut
Dalam rangka melakukan pengawasan terhadap sarana pengangkut, pejabat Bea dan
Cukai diberikan wewenang untuk melakukan pemeriksaan atas sarana pengangkut7.
Pemeriksaan sarana pengangkut tersebut bertujuan untuk menjamin hak-hak negara dan
dipatuhinya ketentuan dibidang kepabeanan dan ketentuan lain yang pelaksanaannya
dilakukan oleh Bea dan Cukai. Misalnya terhadap barang larangan dan pembatasan.
Penghentian dan pemeriksaan terhadap sarana pengangkut ini dilakukan baik ditengah
laut maupun di perairan pelabuhaan. Prioritas pemeriksaan ini dilakukan terhadap sarana
pengangkut yang dicurigai membawa atau mengangkut barang selundupan atau barang lain
yang tidak diberitahukan dalam pemberitahuan pabean. Oleh karena itu tidak setiap
sarana pengangkut dilakukan pemeriksaan oleh pihak Bea dan Cukai. Penghentian dan
pemeriksaan sarana pengangkut serta barang diatasnya hanya dilakukan secara selektif,
yang dilakukan berdasarkan pengamatan maupun informasi yang dikumpulkan.
Pemeriksaan sarana pengangkut dikecualikan terhadap sarana pengangkut yang telah
disegel oleh penegak hukum lain, seperti kepolisian, kejaksaan atau dinas pos. Apabila pihak
Bea dan Cukai berkepentingan untuk melakukan pemeriksaan, maka pelaksanaannya harus
berkoordinasi dengan instansi tersebut.
Dalam melakukan pengawasan atas sarana pengangkut yang melakukan pembongkaran
barang impor, pihak Bea dan Cukai berwenang untuk menghentikan pembongkaran tersebut
jika ternyata barang yang dibongkar (walaupun sudah mendapat izin bongkar dari Bea dan
Cukai) sesuai ketentuan yang berlaku tidak boleh diimpor. Sebagai contoh importasi daging
dari India. Pada saat diangkut ke Indonesia belum ada larangan impor. Namun pada waktu
barang dibongkar di pelabuhan Indonesia, terbit larangan impor daging yang berasal dari
India karena mengandung penyakit tertentu. Berkaitan dengan pemeriksaan sarana
pengangkut, pengangkut wajib menghentikan sarana pengangkutnya jika diminta oleh Bea
dan Cukai 8 . Permintaan ini berupa isyarat, yaitu tanda-tanda yang diberikan kepada
nakhoda/pengangkut, berupa isyarat tangan, isyarat bunyi, lampu, radio dan sebagainya
yang lazim digunakan.

7 Pasal 90 ayat (1)


8 Pasal 91 ayat (1)
Pejabat Bea dan Cukai juga berwenang agar sarana pengangkut dibawa ke Kantor
Pabean atau tempat lain yang sesuai untuk keperluan pemeriksaan atas biaya yang bersalah.
Jadi biaya bisa ditanggung oleh yang bersangkutan maupun oleh Bea dan Cukai. Hal ini
untuk menghindari kesewenang-wenangan pejabat Bea dan Cukai. Pengangkut atas
permintaan Pejabat Bea dan Cukai wajib menunjukkan semua dokumen pengangkutan
serta Pemberitahuan Pabean yang diwajibkan. Pengangkut yang menolak untuk memenuhi
permintaan Pejabat Bea dan Cukai tersebut telah melakukan administratif dan dikenai sanksi
administrasi berupa denda dalam rupiah tertentu.
3. Pemeriksaan Badan
Dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan, pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk
memeriksa badan setiap orang yang disangka membawa atau menyembunyikan barang di
dalam badan atau pakaian yang dikenakannya 9 . Pemeriksaan badan dapat dilakukan
terhadap:
a. Orang yang berada di atas atau baru saja turun dari sarana pengangkut yang masuk ke
dalam Daerah Pabean;
b. Orang yang berada di atas atau siap naik ke sarana pengangkut yang tujuannya
adalah tempat di luar Daerah Pabean;
c. Orang yang sedang berada atau baru saja meninggalkan TPS atau TPB;
atau
d. Orang yang sedang berada di atau saja meninggalkan Kawasan Pabean.
Orang yang diperiksa sebagaimana tersebut diatas wajib memenuhi permintaan Pejabat
Bea dan Cukai untuk menuju tempat pemeriksaan. Tentu saja pemeriksaan badan ini harus
dilakukan sesuai dengan norma kesusilaan dan kesopanan. Pemeriksaan badan tersebut
dilakukan ditempat tertutup, jika wanita diperiksa oleh petugas wanita dan sebaliknya. Atas
hasil pemeriksaan tersebut dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh kedua belah
pihak.
4. Kewenangan Direktur Jenderal
Direktur Jenderal Bea dan Cukai diberikan kewenangan khusus berkaitan dengan
penetapan tagihan kekurangan bea masuk atau denda administrasi 10 . Kewenangan ini
meliputi:
a. membetulkan surat penetapan tagihan kekurangan pembayaran bea masuk yang
dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan
dalam penerapan ketentuan undang-undang ini, atau
b. mengurangi atau menghapus sanksi administrasi berupa denda dalam hal sanksi

9 Pasal 92 ayat (1)


10 Pasal 92A ayat (1)
tersebut dikenakan pada orang yang dikenai sanksi karena kekhilafan atau bukan
karena kesalahannya.
Pembetulan surat tagihan kekurangan pembayaran Bea masuk menurut ayat ini
dilaksanakan dalam rangka menjalankan pemerintahan yang baik, sehingga apabila terdapat
kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi dalam suatu penetapan perlu dibetulkan
menjadi sebagaimana mestinya.
Dengan memperhatikan rasa keadilan, Direktur Jenderal karena jabatannya juga
dapat membetulkan atau membatalkan surat tagihan kekurangan pembayaran Bea
masuk yang tidak benar, misalnya tidak memenuhi persyaratan formal meskipun
persyaratan materialnya terpenuhi. Demikian juga, Direktur Jenderal dapat mengurangkan
atau menghapuskan sanksi administrasi berupa denda dalam hal ternyata Orang yang
dikenakan sanksi hanya melakukan kekhilafan bukan kesalahan yang disengaja atau
kesalahan dimaksud terjadi akibat perbuatan Orang lain yang tidak mempunyai
hubungan usaha dengannya serta tanpa sepengetahuan dan persetujuannya.
5. Pengendalian Barang Hasil Pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
Aparat pabean mendapatkan tugas tambahan untuk melakukan
penangguhan sementara waktu pengeluaran barang impor atau ekspor yang diduga terdapat

pelanggaran atas HAKI47 . Penangguhan sementara waktu pengeluaran barang ini dilakukan
dalam hal :
a. Atas perintah tertulis Ketua Pengadilan Niaga.

b. Karena jabatan apabila terdapat bukti yang cukup.

Ketentuan penangguhan pengeluaran barang yang diduga merupakan hasil


pelanggaran HAKI tidak diberlakukan terhadap barang-barang tertentu yaitu :
• Barang bawaan penumpang,

• Barang awak sarana pengangkut,

• Barang pelintas batas,

• Barang kiriman melalui pos,

• Barang kiriman jasa titipan yang tidak dimaksudkan untuk tujuan komersial.

6. Barang yang dinyatakan tidak dikuasai, dikuasai negara dan barang menjadi
milik negara
Barang impor yang masih terutang ke negara harus di bawah pengawasan
pabean. Alur impor barang hingga dikeluarkan dari kawasan pabean merupakan hal harus
dipatuhi oleh pelaku usaha. Perlakuan terhadap barang impor yang tidak memenuhi
ketentuan diklasifikasikan dalam 3 (tiga) jenis, yaitu barang yang dinyatakan sebagai
barang tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang menjadi milik negara.

a) Barang Tidak Dikuasai

Barang yang dinyatakan tidak dikuasai adalah barang yang penempatannya dalam
suatu tempat penimbunan diambil alih aparat pabean karena adanya ketentuan

penimbunan yang tidak dipenuhi importir 48 . Namun demikian barang impor atau
ekspor tersebut masih tetap milik importir atau eksportir.
Pernyataan barang yang tidak dikuasai ini tujuannya untuk mencegah
terjadinya kongesti, dimana kelancaran arus barang dari dan ke pelabuhan terhambat.
Kongesti ini akan menyebabkan sewa gudang

47 Pasal 54

48 Pasal 65 ayat (1)


meningkat, timbulnya kerusakan, kehilangan barang impor atau ekspor yang pada
akhirnya akan menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Jenis-jenis barang yang tidak
dikuasai meliputi :
i. Barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) yang melebihi
jangka waktu :
• 30 (tiga puluh) hari di TPS di area pelabuhan

• 60 (enam puluh) hari di TPS di luar area pelabuhan (tempat lain yang
disamakan dengan TPS).
ii. barang yang tidak dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat (TPB) yang
telah dicabut izinnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari.
iii. barang kiriman pos melalui Kantor Pos Lalu Bea :

• yang ditolak oleh dipenerima (si alamat) karena satu dan lain hal, misalnya : si
penerima tidak mampu membayar Bea masuk dan PDRI yang terhutang atau
barang kiriman tersebut memerlukan izin instansi terkait.
• Barang kiriman pos tujuan luar daerah pabean yang diterima kembali,
karena ditolak oleh penerima di luar daerah pabean atau tidak disampaikan
kepada alamat yang dituju. Kemudian diberitahukan kepada pengirim, akan
tetapi dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak di terimanya pemberitahuan dari
kantor pos, si pengirim tidak juga mengambil kiriman pos yang ditolak
diluar daerah pabean tersebut.

Semua barang impor /ekspor yang telah dinyatakan sebagai barang yang tidak
dikuasai dipindahkan ke Tempat Penimbunan Pabean (TPP) dan dipungut sewa
gudang. Selanjutnya aparat pabean memberitahukan secara tertulis kepada pemilik
barang impor/ekspor bahwa barang yang tidak dikuasai akan dilelang jika tidak
diselesaikan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak disimpan di TPP.

Barang yang tidak dikuasai yang berada di Tempat Penimbunan Pabean


sepanjang belum dilelang (dua hari kerja sebelum tanggal pelelangan) oleh pemiliknya
dapat :
i. Diimpor untuk dipakai setelah bea masuk dan biaya lainnya yang
terutang dilunasi.

ii. Diekspor kembali setelah biaya yang terutang dilunasi

iii. Dibatalkan ekspornya setelah biaya yang terutang dilunasi iv.


Diekspor setelah biaya yang terutang dilunasi
v. Dikeluarkan dengan tujuan Tempat Penimbunan Berikat setelah biaya yang
terutang dilunasi.

Barang impor /ekspor yang telah dinyatakan sebagai barang yang tidak
dikuasai, apabila ada barang :
i. Busuk segera dimusnahkan

ii. Karena sifatnya tidak tahan lama, merusak, berbahaya atau


pengurusannya memerlukan biaya tinggi, barang dapat segera dilelang
dengan memberitahukan secara tertulis kepada pemiliknya
iii. Merupakan barang yang dilarang dinyatakan menjadi milik negara

iv. Merupakan barang yang dibatasi disediakan untuk diselesaikan oleh pemiliknya
dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak disimpan di Tempat
Penimbunan Pabean. Barang yang tidak dikuasai dilelang melalui lelang
umum, yaitu proses pelelangan untuk umum yang dilakukan oleh pejabat lelang
negara. Harga terendah dari barang yang akan dilelang minimal sebesar bea masuk
dan pungutan impor lainnya serta biaya lainnya.

b) Barang Dikuasai Negara

Yang dimaksud dengan barang yang dikuasai negara adalah barang yang untuk
sementara waktu penguasaannya berada pada negara sampai dapat ditentukan

status barang yang sebenarnya49. Perubahan status ini dimaksudkan agar Pejabat Bea
dan Cukai dapat memproses barang tersebut secara administratif sampai dapat
dibuktikan bahwa terjadi kesalahan atau sama sekali tidak terjadi kesalahan. Barang
yang dikuasai negara adalah :

i. Barang yang dibatasi atau dilarang yaitu barang yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dinyatakan dilarang atau dibatasi
untuk diimpor dan tidak diberitahukan atau

49 Pasal 68 ayat (1)


diberitahukan secara tidak benar.

ii. Barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat bea dan cukai.
iii. Barang dan atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di kawasan

Pabean oleh pemilik yang tidak dikenal.

Barang yang dikuasai negara diberitahukan oleh Pejabat Bea dan Cukai secara
tertulis kepada pemiliknya dengan menyebutkan alasannya. Pemberitahuan secara
tertulis adalah pemberitahuan yang diberikan secara tertulis kepada pemilik atau
kuasanya yang menyatakan bahwa barang atau sarana pengangkut miliknya berada
dalam penguasaan negara, dan pemilik/kuasanya diminta untuk menyelesaikan
kewajiban pabeannya.
Sedangkan barang yang dikuasai negara yang ditinggalkan di kawasan
pabean oleh pemilik yang tidak dikenal diumumkan selama 30 (tiga puluh) hari
sejak disimpan di TPP. Pengumuman yang dilakukan adalah pengumuman yang
ditempelkan pada papan pengumuman yang terdapat di kantor-kantor pabean atau
diumumkan melalui media massa seperti di surat kabar- surat kabar.
Barang yang dikuasai negara disimpan di TPP. Barang yang di kuasai negara
yang terdiri dari :
i. Barang yang busuk segera dimusnahkan

ii. Karena sifatnya tidak tahan lama, merusak, berbahaya atau


pengurusannya memerlukan biaya tinggi sepanjang bukan merupakan barang
yang dilarang atau dibatasi dapat segera dilelang dengan memberitahukan secara
tertulis kepada pemiliknya.
iii. Merupakan barang yang dilelang atau dibatasi dinyatakan sebagai barang milik
negara.

Barang yang dikuasai negara yang terdiri dari barang dan atau sarana
pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai diserahkan kembali kepada
pemiliknya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak penyimpanan di TPP dalam
hal :
i. Bea masuk yang terutang telah dibayar dan apabila merupakan barang
larangan atau pembatasan telah diserahkan dokumen atau
keterangan yang diperlukan sehubungan dengan larangan atau pembatasan
impor atau ekspor, atau;
ii. Bea masuk yang terutang telah dibayar dan apabila merupakan barang
larangan atau pembatasan telah diserahkan dokumen atau keterangan yang
diperlukan sehubungan dengan larangan atau pembatasan impor atau ekspor serta
telah diserahkan sejumlah uang yang akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan
sebagai ganti barang yang besarnya tidak melebihi harga barang, sepanjang
barang tersebut tidak diperlukan untuk bukti pengadilan.

Pemilik barang atau sarana pengangkut yang telah dinyatakan sebagai barang
yang dikuasai negara dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Menteri
Keuangan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) dan Menteri diberikan waktu 90
(sembilan puluh) hari sejak diterimanya permohonan keberatan untuk memberikan
keputusan.

c) Barang Menjadi Milik Negara

Yang dimaksud dengan barang milik negara adalah barang yang semula milik
Orang yang karena terdapat pelanggaran tertentu kepemilikannya beralih ke negara.
Barang yang menjadi milik negara merupakan kekayaan negara dan disimpan di
Tempat Penimbunan Pabean. Penggunaan barang yang menjadi milik negara ditetapkan
oleh Menteri Keuangan. Barang yang menjadi milik negara adalah :
i. Barang yang dinyatakan tidak dikuasai yang merupakan barang yang dilarang.
ii. Barang yang dinyatakan tidak dikuasai yang merupakan barang yang dibatasi yang
tidak diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka waktu
60 (enam puluh) hari terhitung sejak disimpan di TPP.

iii. Barang dan atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di kawasan pabean oleh
pemilik yang tidak dikenal, yang berasal dari tindak pidana.
iv. Barang dan atau sarana pengangkut yang ditinggalkan oleh pemilik yang tidak
dikenal di kawasan pabean yang tidak diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari sejak disimpan di TPP.
v. Barang yang dikuasai negara yang merupakan barang yang dilarang atau dibatasi.
vi. Barang dan atau sarana pengangkut yang berdasarkan putusan hukum yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, dinyatakan dirampas untuk negara.

C. Ketentuan Pidana dan Penyidikan

Sebagaimana kita telah ketahui bahwa tugas utama aparat pabean adalah melindungi
masyarakat dari barang impor atau ekspor yang berdampak buruk pada kehidupan masyarakat serta
untuk mengamankan hak-hak keuangan negara. Dengan demikian maka ketentuan kepabeanan
harus juga mengatur tentang berbagai sanksi bagi para pelanggarannya. Sanksi diperlukan untuk
memberikan efek jera sekaligus sebagai tindakan preventif bagi pelaku yang ingin melanggar
ketentuan. Pengenaan sanksi secara umum terbagi dua, yaitu sanksi administrasi berupa denda dan
sanksi pidana berupa kurungan (penjara) dan/atau denda.

1. Ketentuan Pidana

Tindak pidana kepabeanan dapat diklasifikasikan menjadi tindak pidana kepabeanan di


bidang impor, tindak pidana kepabeanan di bidang ekspor, dan tindak pidana kepabeanan
lainnya diantaranya pemalsuan dokumen dan mengakses secara ilegal sistem elektronik instritusi
kepabeanan. Tindak pidana di bidang kepabeanan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu 10
(sepuluh tahun) sejak diserahkan pemberitahuan pabean atau sejak terjadinya tindak pidana.
Kadaluwarsa penuntutan tindak pidana dibidang kepabeanan tersebut dimaksudkan untuk
memberikan suatu kepastian hukum, baik kepada masyarakat usaha maupun kepada penegak
hukum.

a) Tindak Pidana Penyelundupan Impor 50 Dalam konsep kepabeanan, tindakan


yang dianggap sebagai penyelundupan impor yang diancam dengan ancaman pidana penjara
dan pidana denda, meliputi :
i. mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifes,

ii. membongkar barang impor di luar kawasan pabean atau tempat lain tanpa izin
kepala kantor pabean,

50 Pasal 102
iii. membongkar barang impor yang tidak tercantum dalam pemberitahuan pabean,
iv. membongkar atau menimbun barang impor yang masih dalam pengawasan pabean di
tempat selain tempat tujuan yang ditentukan dan/atau diizinkan,
v. menyembunyikan barang impor secara melawan hukum,

vi. mengeluarkan barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dari
kawasan pabean atau dari Tempat Penimbunan Berikat atau dari tempat lain di bawah
pengawasan pabean tanpa persetujuan pejabat bea dan cukai yang mengakibatkan tidak
terpenuhinya pungutan negara,
vii. mengangkut barang impor dari Tempat Penimbunan Sementara atau Tempat
Penimbunan Berikat yang tidak sampai ke kantor pabean tujuan dan tidak dapat
membuktikan bahwa hal tersebut di luar kemampuannya,
viii. dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang impor dalam
pemberitahuan pabean secara salah.

Yang dimaksud dengan masih dalam pengawasan pabean adalah barang impor yang
belum diselesaikan Kewajiban Pabeannya. Membongkar atau menimbun di tempat selain
tempat tujuan yang ditentukan atau diizinkan sebagai contoh adalah barang dengan tujuan
Tempat Penimbunan Berikat A dibongkar atau ditimbun di luar Tempat Penimbunan Berikat
A.
Selanjutnya yang dimaksud dengan menyembunyikan barang impor secara
melawan hukum adalah menyimpan barang di tempat yang tidak wajar dan/atau dengan
sengaja menutupi keberadaan barang tersebut dengan maksud mengelabui Pejabat Bea
dan Cukai. Contoh menyimpan barang ditempat yang tidak wajar antara lain seperti di
dalam dinding kontainer, di dalam dinding koper, di dalam tubuh, di dalam dinding
kapal pada ruang mesin kapal, dan tempat- tempat lainnya.
Berikutnya pelanggaran dianggap disengaja dan melawan hukum, bila kesalahan dalam
pemberitahuan pabean benar-benar dimaksudkan untuk mengelakkan pembayaran bea masuk
dan pungutan negara lainnya dan/atau menghindari ketentuan larangan dan pembatasan.
b) Tindak Pidana Penyelundupan Ekspor 51 , Dalam konsep kepabeanan, tindakan
yang dianggap sebagai penyelundupan ekspor yang diancam dengan ancaman pidana penjara
dan pidana denda, meliputi :

i. mengekspor barang tanpa menyerahkan pemberitahuan pabean,

ii. dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang ekspor dalam
pemberitahuan pabean secara salah yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan
negara di bidang ekspor,
iii. memuat barang ekspor di luar kawasan pabean tanpa izin kepala kantor pabean,
iv. membongkar barang ekspor di dalam daerah pabean tanpa izin kepala kantor pabean,
atau mengangkut barang ekspor tanpa dilindungi dengan dokumen yang sah sesuai
dengan pemberitahuan pabean.
v. Mengeluarkan barang keluar daerah pabean tanpa menyerahkan pemberitahuan pabean
merupakan tindak pidana karena banyak dampak negatif dari kegiatan ini, mulai tidak
terpenuhinya pungutan ekspor, menipisnya sumber daya hingga terganggunya
perekonomian nasional.
vi. Sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang ekspor dalam pemberitahuan
pabean secara salah yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara di
bidang ekspor juga merupakan tindak pidana pabean di bidang ekspor. Misalnya
diberitahukan ekspor furniture namun dalam pemeriksaan fisik barang kedapatan kayu
olahan.
vii. Termasuk penyelundupan ekspor adalah memuat barang ekspor di luar kawasan
pabean tanpa izin kepala kantor pabean. Memuat barang ekspor harus di kawasan pabean
dan dalam pengawasan pabean. Memuat barang di luar kawasan pabean ke suatu sarana
pengangkut untuk diekspor dapat dianggap berupaya untuk menyelundupkan barang
ekspor.
viii. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah pembongkaran kembali barang
ekspor yang telah dimuat di atas sarana pengangkut dengan tujuan utama untuk mencegah
ekspor fiktif. Sebagai contoh barang ekspor dimuat di Semarang untuk tujuan
Singapura tetapi barang ekspor tersebut dibongkar di Jakarta.
ix. Selanjutnya yang juga termasuk penyelundupan ekspor adalah

51 Pasal 102 A
mengangkut barang ekspor tanpa dilindungi dengan dokumen yang sah sesuai
dengan pemberitahuan pabean dalam rangka pengangkutan (manifes
keberangkatan).
Ketentuan kepabeanan juga mengatur tentang ancaman terhadap tindakan
penyelundupan impor dan ekspor yang mengakibatkan terganggunya sendi- sendi
perekonomian negara. Penyelundupan yang mengakibatkan terganggunya sendi-sendi
perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara dan pidana denda dengan
ancaman yang lebih berat dibandingkan dengan tindak pidana impor dan ekspor biasa.
Sebagai upaya pencegahan dari moral hazard pegawai dimana dapat terjadi oknum
pejabat dan aparat penegak hukum melakukan pelanggaran pidana, ancaman untuk
pejabat dan aparat penegak hukum yang melakukannya diacam dengan ancaman pidana
yang lebih berat dibandingkan dengan pelaku yang bukan pejabat dan aparat penegak hukum,
yaitu ancaman pidana untuk pelaku biasa ditambah 1/3 (satu pertiga).
Selain pelanggaran impor dan ekspor, ancaman pidana juga dikenakan pada
pelanggaran yang menyangkut pengangkutan barang tertentu. Diatur bahwa setiap orang
yang mengangkut barang tertentu yang tidak sampai ke kantor pabean tujuan dan tidak
dapat membuktikan bahwa hal tersebut di luar kemampuannya diancam dengan pidana
penjara dan/atau pidana denda. Barang tertentu adalah barang antar pulau yang rawan
diselundupkan sehingga pengangkutannya diawasi oleh aparat pabean. Barang
tertentu harus ditetapkan oleh instansi terkait sebelum dilakukan pengawasan oleh aparat
pabean.

c) Tindak Pidana Kepabeanan Lainnya

Selain tindak pidana impor dan ekspor, tindakan yang dapat dikategorikan tindak pidana di
bidang kepabeanan yang dapat diancam dengan sanksi pidana adalah setiap orang yang
melakukan hal-hal sebagai berikut :
i. menyerahkan pemberitahuan pabean dan/atau dokumen pelengkap pabean yang

palsu atau dipalsukan52 (misalnya menggunakan invoice atau packing list palsu sebagai
pelengkap dalam pengajuan pemberitahuan pabean impor), Pengertian dokumen
palsu atau dipalsukan antara lain

52 Pasal 103
dapat berupa dokumen yang dibuat oleh orang yang tidak berhak, atau dokumen
yang dibuat oleh orang yang berhak tetapi memuat data tidak benar, yang
mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara. Sedangkan yang dimaksud dengan
memberi keterangan lisan adalah memberitahukan secara lisan dalam pemenuhan
kewajiban pabean, terutama untuk penumpang dan pelintas batas.
ii. membuat, menyetujui, atau turut serta dalam pemalsuan data ke dalam buku atau
catatan, termasuk orang yang menyuruh atau turut serta dalam perbuatan tersebut,
iii. memberikan keterangan lisan atau tertulis yang tidak benar, yang digunakan
untuk pemenuhan kewajiban pabean, atau
iv. menimbun, menyimpan, memiliki, membeli, menjual, menukar, memperoleh,
atau memberikan barang impor yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak
pidana kepabeanan di bidang impor. Akan tetapi, jika yang bersangkutan memperoleh
barang tersebut dengan itikad baik, yang bersangkutan tidak dituntut.
v. secara tidak sah mengakses sistem elektronik yang berkaitan dengan pelayanan
dan/atau pengawasan di bidang kepabeanan. Yang dimaksud dengan “mengakses”
adalah tindakan atau upaya yang dilakukan untuk login ke sistem kepabeanan.
Sedangkan yang dimaksud dengan “login” adalah memasuki atau terhubung dengan
suatu sistem elektronik sehingga dengan masuk atau dengan keterhubungan itu pelaku
dapat mengirim dan/atau informasi melalui atau yang ada pada sistem elektronik.
vi. mengangkut barang yang berasal dari tindak pidana kepabeanan di bidang impor atau
ekspor.
vii. memusnahkan, mengubah, memotong, menyembunyikan, atau membuang buku atau
catatan yang sesuai ketentuan harus disimpan.
viii. menghilangkan, menyetujui, atau turut serta dalam penghilangan keterangan
dari pemberitahuan pabean, dokumen pelengkap pabean, atau catatan.
ix. menyimpan dan/atau menyediakan blangko faktur dagang dari perusahaan yang
berdomisili di luar negeri yang diketahui dapat digunakan sebagai kelengkapan
pemberitahuan pabean.
x. dengan sengaja dan tanpa hak membuka atau melepas segel tanpa izin
dari aparat pabean.

d) Sanksi Pidana Terhadap PPJK

Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK) melakukan pengurusan pemberitahuan


pabean bilamana mendapat kuasa dari importir atau eksportir. Tanggung jawab terhadap
bea masuk, apabila terjadi penagihan kekurangan pembayaran tetap menjadi tanggung jawab
importir. Namun jika importir tidak dapat ditemukan maka tanggung jawabnya akan beralih
kepada PPJK sebagai pihak yang diberi kuasa oleh importir.
Demikian juga hal-hal yang berkaitan dengan perbuatan yang diancam dengan
sanksi pidana. Terhadap pengusaha pengurusan jasa kepabeanan yang melakukan
pengurusan pemberitahuan pabean atas kuasa yang diterimanya dari importir atau
eksportir, apabila melakukan perbuatan yang diancam dengan pidana, ancaman pidana tersebut
berlaku juga terhadapnya. Misalnya, PPJK memalsukan invoice yang diterima dari importir
sehingga pemberitahuan pabean yang diajukan atas nama importir tersebut lebih rendah nilai
pabeannya, maka PPJK tersebut dikenai ancaman pidana.

e) Sanksi Pidana Terhadap Badan Hukum

Badan hukum, perseroan atau perusahaan, termasuk badan usaha milik negara atau
daerah, perkumpulan, persekutuan, firma, kongsi, yayasan atau koperasi juga dapat
dipidana. Dalam kenyataan kadang-kadang orang melakukan tindakan melawan hukum
berlindung atau atas nama badan-badan tersebut. Oleh karena itu, selain badan hukum juga
harus dipidana atas mereka yang telah memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana.

Dengan demikian orang yang bertindak tidak untuk diri sendri (wakil dari badan), harus
juga mengindahkan ketentuan terdapat ancaman berupa pidana. Berdasarkan hasil
penyelidikan dapat ditetapkan tuntutan pidana dikenakan atas badan dan/atau pimpinannya.
Bilamana tuntutan dikenakan kepada badan hukum, maka sanksi pidana yang dijatuhkan
kepadanya selalu berupa pidana denda.

2. Barang Bukti Tindak Pidana Kepabeanan

Penegakan hukum kepada pengangkut juga harus dapat memberikan efek


jera. Maka terhadap sarana pengangkut ditangkap aparat pabean yang kedapatan semata-mata
digunakan untuk melakukan tindak pidana penyelundupan di bidang impor atau ekspor,
dirampas untuk negara. Maksud dari “semata-mata” adalah sarana pengangkut yang pada
saat tertangkap nyata-nyata ditujukan untuk melakukan tindak pidana penyelundupan.
Namun bilamana sarana pengangkut tersebut tidak semata-mata digunakan untuk melakukan
tindak pidana, sesuai ketentuan dapat dirampas untuk negara. Makna “dapat” disini berarti tidak
secara otomatis dirampas tetapi dapat dirampas ataupun tidak setelah melalui proses hukum
yang berlaku di pengadilan. Hakim diberi kewenangan untuk mempertimbangkan putusan
dengan memperhatikan kasus per kasus, misalnya kapal yang hanya mengangkut Barang Tertentu
dalam jumlah sedikit sedangkan kapal tersebut diperlukan sebagai alat angkut untuk menopang
perdagangan ekonomi daerah, maka dalam hal demikian dapat diputuskan untuk tidak
dirampas.
Sedangkan barang yang berada pada sarana pengangkut yang terbukti merupakan tindak
pidana kepabeanan di bidang impor atau ekspor, dirampas untuk negara dan diselesaikan
sebagai barang milik negara. Secara umum pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan oleh
penuntut umum. Namun barang impor/ekspor yang berdasarkan putusan pengadilan dinyatakan
dirampas untuk negara, barang tersebut menjadi milik negara, yang pemanfaatannya
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

3. Penyidikan

Aparat pabean sesuai ketentuan diberikan wewenang untuk melakukan penyidikan atas
tindak pidana kepabeanan. Petugas yang diberi wewenang ini disebut dengan PPNS (Penyidik

Pegawai Negeri Sipil)53 . Kewenangan penyidikan oleh PPNS sangat luas, meliputi segala hal
yang perlu dilakukan untuk kelancaran penyidikan dibidang kepabeanan. Atas tindakannya
tersebut PPNS memberitahukan dan menyampaikan hasil penyidikannya langsung kepada
Penuntut Umum (pihak Kejaksaan).

Kewenangan PPNS dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyidik melliputi hal-hal


berikut :
i. menerima laporan atau keterangan dari seseorang tentang adanya tindak

53 Pasal 112
pidana di bidang Kepabeanan;

ii. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

iii. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan dengan tindak pidana di bidang
Kepabeanan;
iv. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang disangka melakukan tindak
pidana di bidang Kepabeanan;
v. meminta keterangan dan bukti dari orang yang tersangka melakukan tindak pidana di
bidang Kepabeanan;
vi. memotret dan/atau merekam melalui media audiovisual terhadap orang, barang, sarana
pengangkut, atau apa saja yang dapat dijadikan bukti adanya tindak pidana di bidang
Kepabeanan;
vii. memeriksa catatan dan pembukuan yang diwajibkan menurut Undang-undang ini dan
pembukuan lainnya yang terkait;
viii. mengambil sidik jari orang;

ix. menggeledah rumah tinggal, pakaian, atau badan;

x. menggeledah tempat atau sarana pengangkut dan memeriksa barang yang terdapat di
dalamnya apabila dicurigai adanya tindak pidana di bidang Kepabeanan;
xi. menyita benda-benda yang diduga keras merupakan barang yang dapat dijadikan sebagai
bukti sehubungan dengan tindak pidana di bidang kepabeanan;
xii. memberikan tanda pengaman dan mengamankan apa saja yang dapat dijadikan
sebagai bukti sehubungan dengan tindak pidana di bidang kepabeanan;
xiii. mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara tindak pidana di bidang kepabeanan;
xiv. menyuruh berhenti orang yang disangka melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan serta
memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
xv. menghentikan penyidikan;

xvi. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang
kepabeanan menurut hukum yang bertanggung jawab.

PPNS sebagaimana dimaksud diatas harus memberitahukan dimulainya penyidikan dan


menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana.

Dengan persyaratan tertentu penyidikan dapat tidak dilanjutkan. Walaupun pelanggaran


berkaitan dengan tindak pidana, namun untuk kepentingan penerimaan negara, atas
permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di
bidang kepabeanan. Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang Kepabeanan tersebut hanya
dilakukan setelah yang bersangkutan melunasi bea masuk yang tidak atau kurang dibayar,
ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda empat kali jumlah bea masuk yang tidak atau
kurang dibayar.

Anda mungkin juga menyukai