Disusun oleh :
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
TAHUN 2023
Penimbunan barang impor
Penimbunan barang Impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dapat dilakukan di
a. TPS; atau
b. tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS setelah mendapat izin Kepala Kantor
Pabean.
Dan dalam hal barang Impor berupa sarana pengangkut, Penimbunan dianggap telah dilakukan
setelah sarana pengangkut selesai dilakukan Pembongkaran. Dengan jangka waktu penimbunan
paling lama 30 hari sejak tanggal penimbunan.
Dalam konteks lain, penimbunan barang impor juga dapat melanggar Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha tidak Sehat jika penimbunan tersebut tidak disetujui oleh pegawai bea cukai
atau pihak yang berwenang. Pelanggaran penimbunan barang impor biasanya dilakukan ketika
harga barang tersebut di pasar internasional turun dan kemudian diimpor ke negara tujuan
dengan tujuan untuk dijual kembali ketika harga naik di pasar domestik. Tindakan ini dapat
menimbulkan ketidakstabilan harga dan pasokan barang di pasar domestik, dan dapat merugikan
konsumen dan pelaku usaha lainnya. Penimbunan barang impor yang dilakukan untuk
memonopoli atau memanipulasi harga dapat dianggap sebagai praktik bisnis yang tidak sehat dan
dapat dikenai sanksi oleh Badan Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Namun, perlu dicatat
bahwa setiap pelanggaran kepabeanan harus dinilai secara individu tergantung pada jenis
pelanggaran yang dilakukan dan tingkat kesalahannya.
Pemberitahuan Impor
Pemberitahuan impor bertujuan untuk memastikan bahwa impor barang sesuai dengan
peraturan dan persyaratan yang berlaku, termasuk persyaratan bea masuk, pajak, dan perizinan
lainnya. Pemberitahuan impor juga digunakan untuk memudahkan pengawasan dan
pengendalian oleh otoritas pabean. Pemberitahuan impor juga dapat dilakukan secara elektronik
melalui sistem informasi kepabeanan yang telah ditetapkan oleh pihak berwenang. Pelaku usaha
yang melakukan impor secara rutin disarankan untuk menggunakan sistem pemberitahuan impor
elektronik untuk mempercepat proses dan menghindari kesalahan atau kekurangan dokumen.
Pemeriksaan dalam rangka impor diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 182/PMK.04/2016 tentang
Pemeriksaan Barang Impor. Menurut undang-undang tersebut, pemeriksaan barang impor dapat
dilakukan oleh pejabat pabean untuk memastikan bahwa barang impor tersebut sesuai dengan
peraturan dan persyaratan yang berlaku, termasuk persyaratan bea masuk, pajak, dan perizinan
lainnya.
Pemeriksaan barang impor dapat dilakukan secara fisik atau non-fisik. Pemeriksaan fisik
dilakukan dengan memeriksa barang impor secara langsung di pelabuhan atau tempat
kedatangan lainnya. Sedangkan pemeriksaan non-fisik dilakukan dengan memeriksa dokumen-
dokumen yang terkait dengan barang impor. Adapun jenis pemeriksaan barang impor yang dapat
dilakukan menurut undang-undang kepabeanan antara lain:
1. Pemeriksaan fisik: Pemeriksaan fisik dilakukan untuk memeriksa kondisi barang impor
secara langsung, termasuk kualitas, kuantitas, dan spesifikasi barang impor.
2. Pemeriksaan non-fisik: Pemeriksaan non-fisik dilakukan untuk memeriksa dokumen-
dokumen yang terkait dengan barang impor, seperti faktur, surat jalan, dan dokumen bea
masuk.
3. Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk memeriksa
keamanan dan kelayakan barang impor dari segi kesehatan, keselamatan, dan lingkungan.
4. Pemeriksaan lain yang diperlukan: Pemeriksaan lain yang diperlukan dapat dilakukan
jika diperlukan untuk memastikan bahwa barang impor memenuhi persyaratan dan
standar yang berlaku.
Pelaku usaha yang akan melakukan impor wajib mematuhi persyaratan dan prosedur
pemeriksaan barang impor yang ditetapkan dalam undang-undang kepabeanan. Pemeriksaan
barang impor yang dilakukan oleh pejabat pabean bertujuan untuk melindungi kepentingan
nasional, melindungi konsumen, serta memastikan persaingan yang sehat dan adil dalam
perdagangan internasional.
Pengeluaran barang impor diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan dan peraturan-peraturan pelaksanaannya. Menurut undang-undang tersebut,
pengeluaran barang impor hanya dapat dilakukan setelah pemenuhan semua persyaratan
kepabeanan dan perpajakan yang berlaku.
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum melakukan pengeluaran barang impor
di antaranya adalah pembayaran bea masuk, pajak, dan biaya kepabeanan lainnya yang terkait
dengan impor barang tersebut. Selain itu, pelaku usaha yang melakukan pengeluaran barang
impor harus memiliki izin untuk mengeluarkan barang impor dari tempat penyimpanan atau
pelabuhan pabean.
Pelaku usaha yang melakukan pengeluaran barang impor wajib mematuhi ketentuan dan
prosedur yang ditetapkan dalam undang-undang kepabeanan untuk mencegah terjadinya praktik-
praktik ilegal atau kecurangan dalam pengeluaran barang impor. Melanggar ketentuan dan
prosedur tersebut dapat mengakibatkan sanksi administratif, sanksi pidana, atau bahkan
pembekuan izin usaha. Oleh karena itu, penting bagi pelaku usaha yang akan melakukan
pengeluaran barang impor untuk memahami semua persyaratan kepabeanan dan perpajakan yang
berlaku serta memenuhinya dengan benar dan tepat waktu.
1. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-09/BC/2020 mengenai penimbunan
barang impor