Anda di halaman 1dari 10

Ekspor adalah proses menjual (mengeluarkan) suatu barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain,

dimana dalam proses tersebut terdapat aktivitas transportasi / pemindahan barang dari negara penjual (seller) ke negara
pembeli (buyer)
Sedangkan Impor adalah proses membeli (memasukkan) suatu barang atau komoditas dari suatu negara ke
negara lain secara, dimana dalam proses tersebut juga terdapat aktivitas transportasi / pemindahan barang dari negara
penjual (seller) ke negara pembeli (buyer).

Peranan Kepabeanan
Dalam proses transportasi ekspor impor pada umumnya melibatkan instansi Bea Cukai (customs) di tiap - tiap
negara, yang tugasnya mengatur atau mengawasi lalu lintas barang ekspor impor di masing - masing negaranya.

Perbedaan perdagangan domestik dengan Internasional

Sebab terjadinya perdagangan eksport dan import


Bagi Eksportir / Penjual / Seller :
1. Dari awal memang akan memproduksi atau mengadakan barang yang akan dijual ke luar negeri.
2. Memasarkan produk yang tidak bisa dijual di dalam negeri tetapi laku di luar negeri.
3. Memperluas lingkup pemasaran yang sudah ada.
4. Meningkatkan citra perusahaan (branding).
5. Memanfaatkan hubungan bilateral antar negara yang sedang dibina oleh pemerintah.
Bagi Importir / Pembeli / Buyer :
1. Produk yang dibutuhkan tidak tersedia di dalam negeri (missal bahan baku).
2. Kualitas produk dari luar negeri lebih bagus daripada produksi dalam negeri.
3. Harga produk dari luar negeri lebih murah dibanding produk yang sama di dalam negeri.
4. Adanya perusahaan afiliasi (group) di luar negeri.
Prinsip dasar perdagangan ekspor dan impor : Lintas Negara, Melibatkan banyak pihak, Dinamis, Terkait dan Terikat
Dengan Peraturan (Regulasi).
Pihak pihak yang terkait :
1. Eksportir/seller : pihak yang menjual barang kpd importir (buyer)diluar negeri
2. Importir/buyer : pihak yang membeli barang dari eksportir dari negara lain
3. Mediator : pihak yg menjadi perantara antara ekspor dan importir dlm transaksi
4. EMKL : pengangkur barang dari tempat eksportir kepelabuhan laut/sebaliknya
5. EMKU : pengangkut barang dari tempat ke Pelabuhan udara/ sebaliknya
6. PPJK : Perusahaan yg menyediakan jasa pengurusan administrasi/formalisasi kepabeanan
7. Bea Cukai
8. Carrier : moda transportasi yang bertugas mengangkut barang ekspor impor dari Pelabuhan muat menuju ke
Pelabuhan tujuan (port of port)
9. Bank, Asuransi, Surveyor (memastikan kondisi barang sesuai dengan yg diminta oleh pihak yang
berkepentingan dgn melakukan inspeksi dan menerbitkan sertifikat).

Free Trade Agrement (FTA)


Atau perjanjian perdagangan bebas adalah skema perdagangan yang disepakati oleh pemerintah 2 negara/ beberpa
negara dengan tujuan mengikis hambatan2 perdagangan (barrier) dari negara2 dalam perjanjian (Perdagangan barang,
Jasa, dan Investasi). Benefit : Harga barang yang lebih kompetitif (murah) dinegara importir.
FTA Indonesia dengan negara lain :

Dokumen pendukung dalam FTA


Dokumen tersebut adalah Certificate Of Origin (COO) yang ditujukan untuk mendapatkan Preferential Tariff di
negara importir. Dokumen COO diterbitkan oleh otoritas yang telah ditunjuk di negara eksportir. Di Indonesia untuk
instansi penerbit COO adalah Kementerian Perdagangan dan bisa dibuat secara online melalui portal https://e-
ska.kemendag.go.id
 SKA Preferensi : Jenis SKA/COO sebagai persyaratan dalam memperoleh preferensi yang disertakan pada barang
ekspor tertentu untuk memperoleh fasilitas berupa pembebasan seluruh atau sebagian bea masuk yang diberikan oleh
suatu negara/kelompok negara tujuan.
 SKA Non Preferensi : Adalah jenis dokumen SKA yang berfungsi sebagai dokumen pengawasan dan atau dokumen
penyerta asal barang ekspor untuk dapat memasuki suatu wilayah negara tertentu
Kepabeanan
kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan lalu lintas barang yang masuk atau
keluar wilayah suatu negara beserta hal - hal yang berkaitan dengan pemungutan bea masuk dan bea keluar barang -
barang tersebut. Di Indonesia selain mengawasi lalu lintas barang ekspor impor instansi bea cukai juga bertanggung jawab
terhadap pemungutan bea masuk dan pajak impor serta bea keluar untuk ekspor.
Petugas atau instansi yang mengawasi lalu lintas barang ekspor impor tersebut adalah customs atau di Indonesia
disebut dengan instansi Bea Cukai yang berada di bawah kementerian keuangan dan mempunyai nama resmi Direktorat
Jenderal Bea Cukai (DJBC).
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan UU 10-1995 Tentang Kepabeanan. Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 216/PMK. 04/2019 Tahun 2019 Tentang Angkut Terus atau Angkut Lanjut Barang Impor atau Barang
Ekspor.
Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara
diatasnya serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang didalamnya berlaku undang-
undang tentang kepabeanan. Kawasan pabean adalah suatu kawasan dengan batas - batas tertentu di pelabuhan laut,
bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang, yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan
direktorat jenderal Bea dan Cukai. Kawasan pabean berfungsi sebagai Tempat Penimbunan Sementara (TPS) barang
ekspor dan impor.
Harmonized System
Sistem klasifikasi barang ekspor impor dimana pada setiap barang ekspor impor diberikan penomoran sesuai
dengan jenis barang, kegunaan (fungsinya), atau bahan yang dikandungnya.
Klasifikasi terhadap barang ekspor impor tersebut dibuat secara sistematis dan berwujud suatu daftar (list) dan
kemudian dibukukan (dicetak) atau dirangkum dalam suatu soft file atau software. Klasififikasi tersebut dibuat oleh
World Customs Organization (WCO)
Pada saat ini sistem pengklasifikasian barang ekspor impor di Indonesia didasarkan pada Harmonized System
(HS) yang berlaku internasional dan dituangkan atau dibukukan dalam daftar tarif yang kita kenal dengan sebutan Buku
Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) (https://www.beacukai.go.id/arsip/lan/BTKI-2022.html).
Tujuan HS Code
 Mempermudah penentuan tarif pajak impor, bea masuk dan bea keluar,
 Mempermudah klasifikasi pada saat pengangkutan barang, dan

 Mempermudah penyusunan, pengumpulan dan analisis data perdagangan untuk keperluan statistik.

 Memberikan keseragaman dalam daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis, untuk penetapan tarif
pabean secara internasional.

 Memberikan sistem Internasional yang resmi untuk pemberian kode, penjelasan dan penggolongan barang untuk
tujuan perdagangan seperti tarif pengangkutan, keperluan pengangkutan, dokumentasi dan sebagainya.

 Memperbaharui sistem klasifikasi barang sebelumnya, untuk mengantisipasi perkembangan teknologi dan industri
serta pola perdagangan Internasional.
3 Bagian Utama HS Code
1. Ketentuan umum untuk menginterpretasi Harmonized System (KUM HS). KUM HS berisi enam prinsip dasar
yang harus dipatuhi dalam mengklasifikasi barang. Pelajari lebih lanjut :
Kum HS 1-3 : https://klc2.kemenkeu.go.id/kms/knowledge/klc1-pusbc-kumhs-1-3/detail/#
Kum HS 4-6 : https://klc2.kemenkeu.go.id/kms/knowledge/klc1-pusbc-kumhs-4-6/detail/
2. Catatan Bagian, Catatan Bab, dan Catatan Sub-Pos
3. Pos (4-digit) dan Sub-Pos (6-digit) yang disusun secara sistematik. Untuk keperluan nasional, Indonesia
menggunakan sistem penomoran 10 digit dalam BTKI
Pemberitahuan Pabean Eksport
Bagi eksportir pada setiap akan melakukan ekspor atau shipment diwajibkan membuat dokumen PEB yang
ditujukan kepada bea cukai. Mayoritas melalui sistem CEISA (Customs Excise Information System and Automation).
Setelah register dan mempunyai username di sistem CEISA, kita bisa login dan membuat dokumen PEB setiap kali
melakukan shipment ekspor. Dalam proses pemberitahuan ekspor (setelah submit PEB) kita akan mendapatkan respon
dari petugas bea cukai atau sering disebut proses penjaluran.
Respon jalur Hijau, Jika kita mendapatkan respon jalur hijau berarti bea cukai telah mengijinkan barang ekspor
kita untuk dikirimkan atau dimuat ke atas kapal. Dokumen yang menyertai respon ini dinamakan dengan Persetujuan
Ekspor. Respon Jalur Merah Jika kita mendapatkan respon jalur merah maka artinya bea cukai belum mengijinkan
barang ekspor kita untuk diberangkatkan, Dokumen yang menyertai respon ini disebut dengan Surat Pemberitahuan
Jalur Merah (SPJM).

Pemberitahuan Pabean Import


Sebagaimana dengan proses ekspor, pada saat melakukan kegiatan impor, importir wajib membuat dokumen PIB
yang ditujukan kepada bea cukai melalui sistem CEISA. Sama seperti ekspor, setelah kita melakukan pemberitahuan
impor ke bea cukai, maka akan ada beberapa kemungkinan respon yang akan diberikan oleh petugas bea cukai.
Respon Jalur hijau (disetujui beacukai), Sehingga importir sudah bisa mengambil barang impornya dengan
menggunakan truck trailer (untuk muatan FCL) atau small truck (untuk muatan LCL atau Air Freight). Dokumen yang
menyertai respon ini dinamakan dengan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Respon Jalur merah (tidak
disetujui) harus dilakukan pemeriksaan fisik barang tersebut oleh petugas bea cukai. Dokumen yang menyertai respon ini
disebut dengan Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM).
Dokumen Pemberitahuan Pabean Lainnya.
 Barang yang di ekspor atau diimpor bersamaan dengan penumpang, dan barang - barang yang dibawa oleh awak
pesawat atau kapal laut (pilot, nahkoda, pramugari, dll). (Handcarry --> Customs Declaration (CD).
 Barang - Barang Pelintas Batas, yaitu barang yang diekspor atau diimpor oleh warga negara Indonesia yang tinggal di
perbatasan dengan negara lain = Pemberitahuan Lintas Barang (PLB).
 Barang yang diekspor atau diimpor melalui PT. Pos Indonesia atau Perusahaan Jasa Titipan (Courier Service).
dokumen pemberitahuan pabean barang - barang tersebut adalah PPKP (Pencacahan dan Pembeaan Kiriman Pos)
untuk kantor pos serta PEBK (Pemberitahuan Ekspor Barang Khusus) dan PIBK (Pemberitahuan Impor Barang
Khusus) untuk kiriman via courier service.
Pembayaran Bea Masuk, Pajak ekspor impor, dan Bea Keluar : Secara prinsip umum dalam kepabeanan Indonesia
untuk setiap barang impor akan dikenakan bea masuk dan pajak impor atau nama resminya pajak dalam rangka impor
(PDRI). Pembayaran kewajiban tersebut untuk ekspor impor umum atau biasa sifatnya adalah self assessment (dihitung
sendiri) oleh eksportir maupun importir, dan pembayarannya adalah pada saat eksportir atau importir membuat dokumen
pemberitahuan pabean (PEB atau PIB).
Fasilitas Kepabeanan Yang berkaitan dengan Pelayanan :
 Pemberitahuan pendahuluan (Pre-Notification) barang Impor.
 Pelayanan segera barang - barang Impor (Rush Handling). link

 Pembongkaran dan penimbunan barang impor ditempat selain Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara
(TPS). link

 Pemeriksaan barang impor jalur merah di gudang atau penimbunan milik importir link

 Pengambilan sebagian barang impor sebagai smple untuk pembuatan PIB dokumen permohonan

 Pengeluaran barang impor terlebih dahulu dengan jaminan (Voruitslag) link


 Fasilitas pengeluaran barang impor dengan Truck Loosing. link

 Pemberitahuan Impor barang menggunakan PIB berkala. link

 Fasilitas pelayanan impor jalur prioritas atau Mitra Utama (MITA) link

 Fasilitas pelayanan pabean di Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu (KPPT) atau Dry Port. link

 Fasilitas impor yang menggunakan returnable package (kemasan barang yang dipakai berulang - ulang). link sop
Fasilitas Kepabeanan yang berkaitan dengan fiskal (pembebasan bea masuk dan pajak impor) : Fasilitas
pembebasan mutlak terhadap barang impor, antara lain untuk :
 Barang perwakilan negara asing beserta pejabatnya.
 Barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia.

 Barang dan bahan untuk diolah, dirakit atau dipasang pada barang lain untuk tujuan ekspor (KITE >> Kemudahan
Impor Tujuan Ekspor)

 Buku ilmu pengetahuan

 Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial,dan kebudayaan (gift)

 Barang keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain yang semacam itu yang terbuka untuk umum

 Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan

 Barang untuk keperluan khusus kaum tuna netra dan penyandang cacat lainnya

 Persenjataan, amunisi dan perlengkapan militer termasuk suku cadangnya yang diperuntukkan bagi keperluan
pertahanan dan keamanan

 Barang contoh yang tidak diperdagangkan

 Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah

 Barang pindahan

 Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas dan barang kiriman

Fasilitas Kepabeanan yang berkaitan dengan fiskal (pembebasan bea masuk dan pajak impor) : Fasilitas
pembebasan relatif atau bersyarat terhadap barang impor, antara lain untuk :
 Mesin, barang dan bahan dalam rangka pembangunan
 Peralatan dan bahan yang digunakan untuk mencegah pencemaran lingkungan

 Bibit dan benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian,peternakan dan perikanan

 Hasil laut yang ditangkap dengan sarana pengangkut yang telah mendapat izin

 Barang yang mengalami kerusakan, penurunan mutu, kemusnahan, atau penyusutan volume atau berat

 Bahan terapi manusia, pengelompokan darah dan bahan penjenisan jaringan

 Barang pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum
 Barang impor untuk tujuan diekspor kembali dan barang ekspor untuk tujuan diimpor kembali (Re-Ekspor dan Re-
Impor).
Legalitas Eksportir Dan Ketentuan Umum Bidang Ekspor
Pada dasarnya ekspor dari Indonesia bisa dilakukan oleh perorangan maupun perusahaan / badan hukum
 Badan Usaha (PT, CV, Koperasi,dll)
 NIB (Nomor Induk Berusaha)

 SIUP (Dikeluarkan oleh otoritas dinas perdagangan) TDP (Dikeluarkan oleh otoritas pemda)

 NPWP (Dikeluarkan oleh DJ Pajak)

 Export Permitt (Bersifat tambahan dan diperlukan untuk produk tertentu, dikeluarkan oleh pemerintah melalui
departemen terkait. Contoh : Beberapa jenis komoditi hasil pertanian memerlukan export permitt dari Departemen
Pertanian). Ketentuan umum lainnya dalam bidang ekspor juga telah diatur pemerintah Indonesia
dalam Permendag No.13/M- DAG/PER/3/2012 tentang ketentuan umum di bidang ekspor.
Legalitas Importir Dan Ketentuan Umum Bidang Impor
 Badan Usaha (PT, CV, Koperasi, dll)
 NIB (Nomor Induk Berusaha)

 SIUP (Dikeluarkan oleh otoritas dinas perdagangan)

 TDP (Dikeluarkan oleh otoritas pemda)

 NPWP (Dikeluarkan oleh DJ Pajak)

 Angka Pengenal Importir (API), dari Kemendag (untuk PMDN) dan BKPM (Untuk PMA)

 Import Permitt dari instansi terkait (diterbitkan oleh pemerintah melalui departemen terkait, sesuai dengan jenis
barang yang akan kita impor). Ketentuan umum lainnya dalam bidang impor juga telah diatur pemerintah
Indonesia adalah Permendag No.48/M- DAG/PER/7/2015 tentang ketentuan umum di bidang impor.

Kategori Barang Ekspor Impor Menurut Indonesia :


 Barang yang bebas di ekspor atau di impor. : Maksud dari bebas disini adalah barang- barang tersebut pada saat
eksportasi maupun importasi tidak memerlukan perijinan tambahan (Export permitt atau Import permit) dari
departemen terkait, cukup memiliki legalitas “standar” diatas kita sudah bisa melakukan kegiatan ekspor impor secara
legal.
 Barang yang dibatasi ekspor atau impornya. : Penjelasan dibatasi disini adalah pemerintah membolehkan kita untuk
mengekspor atau mengimpornya namun memberikan proteksi, antara lain dengan membatasi eksportir dan importirnya
(hanya boleh dilakukan oleh perusahaan, bukan perorangan).
 Barang yang dilarang ekspor impornya. : Yaitu barang - barang yang sama sekali tidak boleh diekspor atau diimpor.
Contoh dari barang - barang tersebut adalah impor barang - barang bekas, atau ekspor barang - barang yang termasuk
cagar budaya Indonesia. Barang ekspor impor yang masuk kategori larangan pembatasan dalam prakteknya sering
disebut dengan “barang yang terkena Lartas (Larangan Pembatasan).
Resiko Ekspor Impor
 Eksportir memiliki risiko barang tidak dibayarkan oleh importir jika barang dikirimkan terlebih dahulu,
 Importir juga memiliki rasa “waswas” yang sama jika dia membayar terlebih dahulu memiliki risiko barang tidak
dikirimkan oleh eksportir.
Namun risiko - risiko tersebut tidak selalu terjadi, khususnya untuk beberapa kondisi perdagangan sebagai
berikut:
 Perdagangan dalam jumlah kecil dan melalui pihak ketiga (biasanya melalui marketplace).
 Perdagangan antar perusahaan yang masih dalam satu group (holding atau afiliasi).
 Perdagangan yang tingkat kepercayaannya sudah tinggi antara eksportir dan importir
SISTEM PEMBAYARAN
1. Barter : Direct Barter(langsung), Switch Barter (barter alih), Counter Purchase(imbal beli), Buy-Back Barter.
2. Advance Payment : Jika menggunakan sistem pembayaran ini maka importir harus melakukan pembayaran
terlebih dahulu sebelum barangnya dikirimkan oleh eksportir.
Kriteria Advance Payment
 Quantity barang dan nilainya relatif kecil.
 Importir sangat membutuhkan barang yang akan diimpor.

 Importir sudah tahu betul kredibilitas dari eksportir.

 Importir memiliki dan menguasai devisa (uang) yang berlebih.

 Importir yakin bahwa negara eksportir tidak melarang barang yang dibelinya.
 Importir yakin bahwa negaranya tidak melarang masuknya barang yang dibelinya.
Pembayaran di awal sangat berisiko bagi importir, dimana bisa terjadi importir mendapatkan barang yang
tidak sesuai dengan pesanan atau bahkan importir tidak mendapatkan barang yang dipesan jika penjualnya
ingkar.
Metode pembayaran AP ini : Cek, Telegraphic Transfer (T/T) antar bank. Online payment gateway : PayPal,
Payoner, Alipay, dll.

3. Open Account
Cara pembayaran Open account merupakan kebalikan dari cara pembayaran advance payment. Dimana
pembayaran akan dilakukan oleh importir setelah barang dikirimkan oleh eksportir, baik setelah dokumen pengapalan
release namun barang belum diterima oleh importir maupun setelah barang diterima oleh pembeli. Metode pemabyaran
sama dengan AP. Cara pembayaran dengan open account mengandung risiko yang besar bagi eksportir. Risiko yang
timbul adalah eksportir sangat mungkin tidak mendapatkan pembayaran dari pembeli, karena tidak ada jaminan yang
mengikat.
Kriteria Open Account
 Eksportir sudah meyakini kredibilitas importir
 Barang dikirim untuk perwakilan di luar negeri.

 Eksportir memiliki dana yang berlebih

 Eksportir memiliki stok produksi yang


berlebihan.

 Eksportir yakin bahwa baik di negara importir


dan negara eksportir tidak ada peraturan yang
menghalangi transfer pembayaran impor
tersebut.
4. Down Payment
Metode pembayaran ekspor impor dengan uang muka yaitu importir membayar sebagian uang terlebih dahulu
sebagai uang muka pada awal kontrak jual beli (sebelum barang dikirim oleh eksportir), dan kemudian sisanya akan
dilunasi setelah barang diterima. Besarnya uang muka bervariasi, bisa 30%, 50%, atau jumlah lain sesuai kesepakatan
antara eksportir dan importir. Pada metode pembayaran menggunakan DP tersebut terdapat risiko bagi eksportir dan
importir. Bagi eksportir terdapat risiko tidak mendapatkan pembayaran ke dua setelah barang dikirimkan dan bagi
importir terdapat risiko barang tidak dikirim oleh eksportir setelah melakukan pembayaran uang muka.

5. Documentary Collection (Wesel Inkaso)


Dalam sistem pembayaran collection ini eksportir menggunakan jasa bank untuk menyerahkan dokumen ekspor
impor sekaligus “menagih” pembayarannya kepada importir. Jika dilihat flownya, disini eksportir mengapalkan terlebih
dahulu barang untuk importirnya, kemudian dokumen – dokumen yang berkaitan dengan pengiriman barang dikirimkan
langsung ke Bank “koresponden” di negara importir atau melalui bank eksportir terlebih dahulu kemudian baru
dikirimkan kepada bank importir.
Bank importir diluar negeri akan menyerahkan satu set dokumen ekspor impor tersebut namun dengan syarat sebagai
berikut
1. Importir telah membayar barang tersebut. Cara ini disebut Documents Against Payment atau D/P.
2. Importir telah men-accept wesel yang bersangkutan. Cara ini disebut Documents Against Acceptance atau
D/A.
Dalam hal D/A maka importir dapat menerima dokumen bila ia telah men-accept wesel yang diajukan padanya.
Maksud dari men-accept disini adalah importir menyetujui untuk membayar barangnya kepada bank pada waktu lain yang
telah ditentukan (dengan kata lain importir berhutang ke bank terlebih dahulu untuk pembayarannya). Bila Importir tidak
membuat pernyataan / permintaan tersebut secara tegas maka yang digunakan adalah metode D/P.
Dengan cara pembayaran ini eksportir setelah mengapalkan barangnya “menginstruksikan” remitting bank untuk
meneruskan dokumen (commercial document) kepada collecting bank untuk dilakukan penagihan pada importir, dalam
hal ini disebut “documentary collection”.
Dalam metode pembayaran ini Bank hanya bertugas ”menagih” dan meneruskan dokumen namun sama sekali
tidak bertanggung jawab apakah importir mau menerima dokumen (mau menerima dokumen biasanya diartikan importir
melakukan pembayaran secara on time, karena bank tidak akan menyerahkan dokumen sebelum importir melakukan
pembayaran) atau tidak.
Bila importir menolak menerima dokumen (ingkar dalam pembayaran barang), maka bank sebagai presenting /
collecting memberitahukan kepada eksportir melalui remitting bank dan menunggu perintah lebih lanjut dari eksportir.
Bilalewat 90 hari sejak tanggal pemberitahuan tidak ada jawaban dari eksportir , maka dokumen dikembalikan pada
eksportir
Bila barang sudah tiba di negara importir, sedangkan importir tidak bersedia membayar atau mengambil dokumen
di bank dengan suatu alasan tertentu, maka eksportir pada instruksinya dapat memberi “kuasa” pada collecting bank atau
pihak lain seperti trading company atau freight forwarder untuk menjual barangnya atau mengirim kembali pada eksportir
(re-impor) dan semua biaya yang dikeluarkan akan ditanggung oleh eksportir.
Jika menggunakan metode ini eksportir masih menanggung risiko yang cukup besar.

Letter Of Credit (LC)


Sistem pembayaran dengan LC bisa dikatakan sebagai sistem pembayaran dimana para pelaku bisnis (eksportir
dan importir) menggunakan jasa pihak ketiga yaitu Bank untuk menjamin keamanan transaksi tersebut. Dalam sistem
pembayaran ini Bank yang telah ditunjuk importir akan menerbitkan surat (letter) jaminan pembayaran kepada eksportir
dengan syarat eksportir telah memenuhi syarat – syarat yang terdapat dalam surat tersebut. Surat inilah yang disebut
dengan Letter of Credit (LC).

Tahapan
1. Eksportir dan importir membuat perjanjian perdagangan (Sales Contract)
2. Importir mengajukan aplikasi pembukaan L/C ke Bank penerbit L/C (Issuing Bank) di negara importir dengan
mencantumkan ketentuan-ketentuan (di aplikasikan dalam dokumen) yang harus dipenuhi oleh eksportir.

3. Setelah disetujui, issuing bank meneruskan L/C kepada Bank koresponden (nominated bank) di negara eksportir.

4. Bank koresponden meneruskan L/C kepada eksportir / seller.

5. Setelah membaca L/C kemudian eksportir mengirimkan barang sesuai ketentuan dalam L/C, dan pada saat
bersamaan eksportir juga harus melakukan proses kepabeanan (Customs Clearance) ke Bea Cukai.
6. Eksportir menerima dokumen pengapalan dari carrier / transporter (shipping lines / airlines) dan kemudian
menyerahkannya ke bank, disertai dokumen ekspor lainnya (sesuai yang diminta dalam L/C).
7. Bank Eksportir melakukan pembayaran kepada eksportir.

8. Bank eksportir mengirimkan dokumen-dokumen ekspor ke Bank Importir (Issuing Bank).

9. Issuing Bank meminta importir untuk menebus dokumen impor dengan cara pembayaran yang disyaratkan,
kemudian importir meminta opening bank mendebit rekeningnya untuk menebus dokumen-dokumen tersebut.

10. Issuing Bank menyerahkan dokumen-dokumen ekspor (pengapalan, dll) kepada importir.Opening Bank
melakukan pembayaran kepada Nominating / Correspondence Bank.
Dalam praktek transaksi menggunakan LC para pelaku ekspor impor berpedoman pada aturan internasional yang
disebut dengan UCPDC (Uniform Customs and Practice for Documentary Credit) atau biasa disebut dengan UCP.
Peraturan ini diterbitkan oleh International Chamber of Commerce (ICC) dan pada saat ini ditulis versi UCP yang berlaku
adalah UCP 600. Cara pembayaran dengan LC ini biasanya dilakukan apabila :
 Tingkat kepercayaan antara eksportir dan importir rendah.
 Eksportir atau importir memerlukan pembiayaan (hutang) dari Bank dalam transaksi ekspor impor tersebut.
 Pemerintah salah satu pihak atau kedua belah pihak mewajibkan transaksi tersebut Harus menggunakan LC.

Anda mungkin juga menyukai