Anda di halaman 1dari 5

Sejak dibentuknya ASEAN sebagai organisasi regional pada tahun 1967, negara-negara

anggota telah meletakkan kerjasama ekonomi sebagai salah satu agenda utama yang perlu
dikembangkan. Awalnya kerjasama ekonomi difokuskan pada sejumlah program.
Diantaranya pemberian preferensi perdagangan (preferential trade). Area perdagangan
preferensial (juga perjanjian perdagangan preferensial, PTA) adalah blok perdagangan yang
memberikan akses preferensial ke produk tertentu dari negara peserta. Ini dilakukan dengan
menurunkan tarif tetapi tidak dengan menghapusnya sama sekali. PTA dapat didirikan
melalui pakta perdagangan. Ini adalah tahap pertama integrasi ekonomi. Garis antara PTA
dan kawasan perdagangan bebas (FTA) mungkin kabur, karena hampir semua PTA memiliki
tujuan utama menjadi FTA sesuai dengan Kesepakatan Umum tentang Tarif dan
Perdagangan.

Perjanjian antara sejumlah negara untuk memberikan manfaat perdagangan khusus satu sama
lain. Dua jenis utama dari pengaturan perdagangan preferensial adalah area perdagangan
(FTA) dan serikat pabean (CU). Wilayah perdagangan bebas (FTA) merupakan kesepakatan
antar beberapa negara untuk menghilangkan hambatan internal perdagangan bukan untuk
mempertahankan hambatan yang ada.

Perjanjian perdagangan tersebut memungkinkan Indonesia untuk memperoleh manfaat


dari pemberlakuan tarif preferensi, misalnya untuk menekan biaya produksi sehingga
dapat meningkatkan daya saing industri.

- Barang Impor yang Bisa Mendapatkan Tarif Preferensi


- Importir yang Bisa Mendapatkan Tarif Preferensi

Dikutip dari Pasal 2 ayat 2 PMK tersebut, FTA yang diikuti oleh Indonesia adalah sebagai
berikut.

1. ASEAN Trade In Goods Agreement (ATIGA)


2. ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA)
3. ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA)
4. Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA)
5. ASEAN-India Free Trade Area (AIFTA)
6. ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA)
7. Indonesia-Pakistan Preferential Trade Agreement (IPPTA)
8. ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP)

Barang Impor yang Bisa Mendapatkan Tarif Preferensi


Tarif preferensi dapat diberikan terhadap:

1. Impor barang untuk dipakai


2. Impor barang untuk dipakai dari tempat penimbunan berikat (TPB), yang pada saat
pemasukan barang ke TPB telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan tarif
preferensi
3. Impor barang untuk dipakai dari PLB, yang pada saat pemasukan barang ke pusat
logistik berikat (PLB) telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan tarif
preferensi; atau
4. Pengeluaran barang hasil produksi dari Kawasan Bebaske tempat lain dalam daerah
pabean (TLDDP), sepanjang:

1. Bahan baku dan/atau bahan penolong berasal dari luar daerah pabean;
2. Pada saat pemasukan barang ke kawasan bebas telah mendapat persetujuan
penggunaan tarif preferensi, dan
3. Dilakukan oleh pengusaha di kawasan bebas yang telah memenuhi persyaratan
sebagai pengusaha yang dapat menggunakan tarif preferensi.

Importir yang Bisa Mendapatkan Tarif Preferensi


Tarif preferensi dapat diberikan kepada:

1. Importir perseorangan atau badan hukum


2. Penyelenggara/pengusaha TPB
3. Penyelenggara/pengusaha PLB, atau
4. Pengusaha di kawasan bebas

Untuk dapat menggunakan tariff preferensi, barang yang diekspor harus


memenuhi ketentuan asal barang ( Rules Of Origin ). Ketentuan asal
barang( Rules Of Origin ) meliputi :

a. kriteria asal barang.

b. kriteria pengiriman langsung dan,

c. kriteria prosedural.

dua jenis yaitu SKA preferensi dan SKA nonpreferensi.

SKA preferensi diterbitkan untuk memperoleh fasilitas pengurangan atau pembebasan tarif bea
masuk yang diberikan oleh suatu negara atau sekelompok negara terhadap barang ekspor Indonesia
yang memenuhi syarat sesuai ketentuan perjanjian internasional atau penetapan unilateral.
Sedangkan SKA non-preferensi diterbitkan untuk memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh suatu
negara atau sekelompok negara terhadap barang ekspor Indonesia berdasarkan perjanjian
internasional atau penetapan unilateral.

Form SKA Preferensi diantaranya:

1. FORM A untuk ke negara EROPA, USA dan CANADA


2. FORM D ATIGA untuk ke negara tujuan ASEAN
3. FORM E untuk ke negara CHINA
4. FORM AK (AK-FTA) untuk ke negara KOREA SELATAN
5. FORM AANZ untuk ke negara AUSTRALIA DAN NEW ZEALAND
6. FORM IJ-EPA (SKA KE JEPANG)
7. FORM AJ-CEPA (SKA KE JEPANG)
8. FORM IP (INDONESIA PAKISTAN)
9. FORM ICC, SKA kerajinan tangan untuk ke AUSTRALIA)
10. FORM COA, SKA Preferensi untuk TEMBAKAU
11. FORM GSTP, SKA Preferensi untuk sesama negara berkembang di
45 negara)
12. FORM AI (AI-FTA) untuk negara INDIA
13. FORM HANDICRAFT, untuk kerajinan tangan ke UNI EROPA)
14. FORM GSTP, SKA Preferensi untuk sesama negara berkembang di
45 negara)
15. FORM AI (AI-FTA) untuk negara INDIA
16. FORM HANDICRAFT, untuk kerajinan tangan ke UNI EROPA)
17. FORM IC-CEPA, SKA Preferensi untuk ke negara CHILE
18. FORM HANDICRAFT, untuk kerajinan tangan ke UNI EROPA)

Form SKA Non Preferensi diantaranya:

1. FORM B untuk ke SEMUA NEGARA TUJUAN EKSPOR


2. FORM ICO, SKA non Preferensi untuk ekspor KOPI
3. FORM ANNEXO III untuk negara tujuan ke MEXICO
4. DLL
5. elain SKA yang diterbitkan oleh IPSKA, Ketentuan Asal Barang dapat pula
dibuktikan dengan:
6. 1.    Invoice Declarationyang diterbitkan oleh Eksportir Bersertifikat (Certified
Exporter) yang telah disertifikasi oleh IPSKA untuk menjalankan skema Self
Certification (Sertifikasi Mandiri). Dengan Sertifikasi Mandiri, Eksportir
Bersertifikat dapat menerbitkan invoice yang menyatakan bahwa barang yang
tercantum dalam invoice dimaksud dapat diberikan Tarif Preferensi. (Pasal 1
ayat (33))
7. 2.    Surat Keterangan Asal Elektronik Form D (e-Form D) yang merupakan
SKA Form D yang dapat dikirim secara elektronik antar Negara Anggota
ASEAN melalui ASEAN Single Window (ASW) sesuai dengan ketentuan
mengenai keamanan dan kerahasiaan informasi sebagaimana diatur dalam e-
ATIGA Form D Process Specification and Message Implementation
Guideline. (Pasal 1 ayat (35))
8. 3.    Surat Keterangan Asal Back-to-Back (Back-to-Back Certificate of Origin)
atau Movement Certificate yang diterbitkan oleh Negara Anggota Pengekspor
kedua berdasarkan SKA yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor
pertama. (Pasal 1 ayat (37))

Pengertian EMKL (Ekspedisi Muatan Kala Laut) adalah usaha pengurusan dokumen dan muatan
yang akan diangkut melalui kapal atau pengurusan dokumen dan muatan yang berasal dari kapal
yang bertugas untuk mengurus barang dari pemilik yang secara tertulis telah mendapat kuasa dari
pemilik.

Tugas EMKL/EMKU / PPJK adalah mengurusi proses customs clearance / jasa


kepabeanan di pelabuhan / bandara.
Biasanya tugas mereka satu paket atau disebut sebagai jasa handling seperti
dibawah ini:

1. Mengambil Kontainer kosong di DEPO KONTAINER, mengantarnya ke


gudang shipper / exportir untuk dimuat barang, lalu mengantarnya ke TPK /
Tempat Penumpukan Peti Kemas di pelabuhan. Atau jika pengirimannya tidak
menggunakan kontainer, maka mereka cukup mengantarkan truck ke gudang
shipper lalu mengantarnya ke gudang / warehouse di perusahaan yang
menyediakan jasa pengiriman konsol / LCL yaitu pengiriman barang yang
tidak menggunakan kontainer
2. Mengurusi customs clearance / jasa kepabeanan di Bea Cukai jika shipper
tidak mengurusi Customs Clearance sendiri.
3. Mengurusi proses pembuatan COO (certificate of Origin) jika shipper tidak
mengurusinya sendiri.
4. Menginput data Export menggunakan EDI system jika shipper belum memiliki
EDI System sendiri.

Tugas EMKL/EMKU / PPJK adalah mengurusi proses customs clearance / jasa


kepabeanan di pelabuhan / bandara.
Biasanya tugas mereka satu paket atau disebut sebagai jasa handling seperti
dibawah ini:

1. Mengambil Kontainer kosong di DEPO KONTAINER, mengantarnya ke


gudang shipper / exportir untuk dimuat barang, lalu mengantarnya ke TPK /
Tempat Penumpukan Peti Kemas di pelabuhan. Atau jika pengirimannya tidak
menggunakan kontainer, maka mereka cukup mengantarkan truck ke gudang
shipper lalu mengantarnya ke gudang / warehouse di perusahaan yang
menyediakan jasa pengiriman konsol / LCL yaitu pengiriman barang yang
tidak menggunakan kontainer
2. Mengurusi customs clearance / jasa kepabeanan di Bea Cukai jika shipper
tidak mengurusi Customs Clearance sendiri.
3. Mengurusi proses pembuatan COO (certificate of Origin) jika shipper tidak
mengurusinya sendiri.
4. Menginput data Export menggunakan EDI system jika shipper belum memiliki
EDI System sendiri.

 FF 🡪 Act as Principal 🡪 Actual Carrier.


 FF 🡪 Act as Agent 🡪 Broker

 House Bill of Lading


 Master Bill of Lading
 Perbedaan antara Airway Bill/ Sea
Way Bill dan B/L
 Dapat di Negoisasikan dan Tidak
dapat di negoisasikan

Anda mungkin juga menyukai