Anda di halaman 1dari 28

KEPABEANAN

“PENGANGKUTAN”

Makalah

Disusun Oleh :
Farhatin Nihayah : 2214068

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI SELAMAT SRI


KENDAL
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas wilayahnya. Jumlah
pulau di Indonesia menurut data Kementerian Dalam Negeri tahun 2004
terdiri dari 5 pulau besar/utama dan 17.504 pulau-pulau kecil. Distribusi dan
transportasi pengangkutan barang antar pulau menjadi dominan dilakukan
dengan sarana pengangkut laut. Bukan hanya distribusi hasil produksi dalam
negeri, namun juga barang-barang yang berasal dari impor. Demikian juga
sebaliknya atas barang-barang ekspor.
Ketentuan kepabeanan sebelum disahkannya Undang-undang Nomor
10 tahun 1996 tentang Kepabeanan yaitu Ordonansi Bea (Rechten
Ordonantie) memberikan wewenang pemeriksaan pabean terhadap “barang
yang datang dari laut”. Ketentuan dalam Undang-undang Tarif menetapkan
bahwa pengangkutan barang antar pulau wajib dilindungi dengan dokumen
pemberitahuan muat barang (aangifte van inlanding). Hal ini semata-mata
untuk kepentingan pengawasan mengingat wilayah Indonesia yang terdiri
dari pulau-pulau, bukan untuk kepentingan penerimaan negara (pemungutan
bea-bea).
Sekarang ini Indonesia sudah mempunyai Undang-undang
Kepabeanan sendiri yaitu Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang
Kepabeanan. Prinsip Kepabeanan Indonesia adalah bertumpu pada daerah
pabean. Undang-undang Kepabeanan berlaku di dalam daerah pabean.
Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan
atas lalu-lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean, serta
pemungutan bea masuk dan bea keluar. Institusi kepabeanan bertugas
dipintu gerbang negara untuk mengawasi barang yang masuk dan keluar
ke/dari daerah pabean. Wewenang kepabeanan atas impor dan ekspor
meliputi hal yang luas, yaitu pemeriksaan barang, pemeriksaan dokumen
yang terkait dengan barang impor/ekspor, termasuk pemeriksaan

27
pembukuan, pemeriksaan sarana pengangkut, pemeriksaan badan/orang,
serta pemeriksaan bangunan yang diduga berisi barang-barang ilegal.
Semua barang yang diimpor untuk dipakai di dalam daerah pabean
wajib menyerahkan pemberitahuan pabean dan membayar bea masuk.
Demikian juga terhadap barang ekspor harus memenuhi persyaratan
penyerahan pemberitahuan pabean. Intinya wewenang institusi kepabeanan
berkaitan dengan impor dan ekspor. Oleh karena Undang-undang
Kepabeanan berlaku di dalam daerah pabean, mungkinkah institusi
kepabeanan melakukan pemeriksaan atas barang-barang yang
diantarpulaukan? Bolehkah aparat Pabean memeriksa barang impor/ekspor
yang diantarpulaukan? Beberapa kasus penegahan yang dilakukan oleh
aparat kepabeanan di laut atas barang yang diangkut dari suatu pulau ke
pulau lain melalui laut menemui beberapa kendala.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang mendasari pembahasan makalah ini
adalah sebagi berikut :
1. Bagaimana pengertian pengangkutan ?

2. Bagaimana Kegiatan Pengangkutan ?

3. Bagaimana Pemberitahuan Sarana Pengangkut?

4. Bagaimana Kepelabuhan ?

27
BAB II
PEMBAHASAN
TENTANG PENGANGKUTAN

Pengangkutan mempunyai peran yang strategis dan menentukan dalam


perdagangan internasional, baik melalui laut maupun melalui darat dan udara.
Tuntutan para pelaku bisnis akan kecepatan dan ketepatan waktu produksi dan
penyerahan barang, menyebabkan fungsi pengangkutan memegang kunci dalam
perdagangan internasional. Jadwal pemuatan dan kedatangan sarana pengangkut,
menjadi ukuran bagi kepabeanan untuk menentukan barang berasal atau tujuan
barang dikirim.
1. Pengertian
Pengangkutan dalam pengertian kepabeanan merupakan proses untuk
membawa, mengantar atau memindahkan barang dari suatu tempat ke tempat
lainnya dengan menggunakan berbagai jenis sarana pengangkut yang
melewati perbatasan satu negara dengan negara lainnya, baik melalui laut,
udara maupun darat. Pengangkut dalam pengertian yuridis formil dapat
diartikan sebagai orang atau yang diberikan kuasa serta bertanggung jawab
atas pengoperasian sarana pengangkut yang mengangkut barang dan/atau
orang.
Pengangkutan merupakan sektor utama dalam ekonomi nasional dan
termasuk di dalam lingkup industri transportasi. yang menentukan
terselenggaranya perpindahan barang. Pengangkutan modern terkait dengan
pengembangan dan ekspansi pasar bagi produk-produk yang dihasilkan dan
memperbaiki route dan teknologi transportasi bertujuan untuk mempercepat
penyerahan barang. inovasi perbankan dan kelembagaan keuangan yang
mendukung bisnis transportasi yang akan menghasilkan efektifitas dan
efisiensi dan diikuti dengan ketepatan waktu penyerahan barang dan
pemasaran.
Pasal 7 A Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 mengatur mengenai
pengangkutan barang, impor, dan ekspor atau barang yang asal daerah pabean
yang diangkut ke tempat daerah pabean lainnya. Pola pemikiran dari
pembentuk undang-undang untuk memberikan pembagian atas pengangkutan

27
barang, adalah bahwa hal-hal tersebut saling terkait dalam perdagangan
internasional dan terintegrasi dalam sistem pengawasan yang dilakukan oleh
kepabeanan. Dalam pengetahuan ekspor impor terdapat hal-hal yang sangat
erat kaitannya dengan antara pengangkutan atau transportasi (baik melalui
laut, udara maupun darat) dan cara penyerahan barang, asuransi, serta biaya
penanganan di pelabuhan (Terminal Handling Cost). Keterkaitan antara
komponen-komponen dalam pengangkutan tersebut akan menentukan
tanggung jawab atas risiko, pemenuhan kewajiban kepabeanan dan cara
pembayaran.

2. Kegiatan Pengangkutan
Terkait dengan adanya kegiatan pemindahan barang dengan
menggunakan sarana pengangkut antar negara tugas pabean adalah
mengawasi cara, prosedural, mekanisme pemindahan barang yang dibawa
oleh sarana pengangkutan, pembongkaran, penimbunan hingga pengeluaran
dari kawasan pabean. Terutama sejak barang dimuat dan diangkut sarana
pengangkut di/dari negara asal barang yang memasuki daerah pabean,
kawasan pabean maupun yang berangkat dari/keluar daerah pabean.
Pengawasan tersebut dilaksanakan dengan tujuan agar petugas kepabeanan
dapat menganalisis dan mengantisipasi kejadian atau risiko atas kemungkinan
kerugian negara yang timbul sebagai akibat kegiatan yang dilakukan.
Pengawasan ini dilakukan melalui pemenuhan kewajiban administrasi, fisik
maupun dari buku perjalanan sarana pengangkut.
Pengangkutan merupakan suatu proses atas pengangkutan atau
pengiriman barang yang dilakukan melalui laut, darat atau udara. Kegiatan ini
dilakukan oleh perusahaan pelayaran, penerbangan atau ekspedisi
pengangkutan darat. Pada prinsipnya pengangkutan merupakan perjanjian
tidak tertulis, tetapi dalam perkembangannya terdapat dokumen-dokumen
yang harus dikeluarkan dan diterima dalam pengangkutan ini. Dokumen
dimaksud merupakan bukti akan hak dan kewajiban pihak-pihak yang terkait
dengan kegiatan pengangkutan. Subjek perjanjian pengangkutan meliputi
pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan dan mempunyai status

27
yang diakui oleh hukum. Sebagai objek pengangkutan adalah mengenai apa
yang diangkut atau muatan barang yang terdiri dari berbagai jenis barang dan
hewan yang diakui oleh Undang-undang, biaya pengangkutan,

3. Pengangkut dan Orang yang Melakukan Kegiatan Kepabeanan


a. Pengirim atau Penerima Barang atau shipper
Pengirim barang dapat disebut sebagai eksportir atau orang yang
mengirim barang dari negara asal barang atau dari pelabuhan di mana
barang berada. Shipper yang menerima tanggung jawab untuk legalitas
dari barang-barang yang diterima untuk diangkut, seperti biaya pemuatan
atau biaya-biaya lain terkait dengan kegiatan ini. Demikian juga halnya
dengan pemenuhan kewajiban kepabeanan dan dokumen lain yang
diwajibkan menyertai barang. Pengirim barang harus mengetahui
ketentuan peraturan-peraturan di negara tujuan, terutama mengenai
larangan dan pembatasan. Hal ini untuk menjaga dan menghindari
kerugian, apabila barang yang diangkut ditolak atau dilarang dimasukkan
di pelabuhan tujuan.
(1) Eksportir, atau orang yang mengirimkan barang dari negara asal
barang ke penerima di luar daerah pabean dengan menggunakan
sarana pengangkut. Biaya-biaya untuk handling hingga pemuatan
barang ke sarana pengangkut dapat dibebankan kepada eksportir atau
penerima, sesuai dengan perjanjian.
(2) Importir atau orang yang melakukan kegiatan pemasukan barang
dari luar daerah pabean untuk dipakai. Biasanya importir
bertanggung jawab atas biaya-biaya dan risiko atas barang setelah
barang selesai dimuat di atas sarana pengangkut. Biaya ini dapat
ditulis dalam bill of lading atau commercial invoice yang
dikeluarkan oleh perusahaan pengangkut atau eksportir. Seperti
pernyataan freight prepaid yang berarti biaya pengangkut sudah
dibayar pada saat pemuatan, atau sebaliknya freight collect, berarti
biaya pengangkutan dibayar oleh penerima di pelabuhan tujuan.

27
(3) Supplier atau orang yang ditunjuk atau tidak oleh produsen barang
dan melakukan kegiatan dalam menyediakan barang untuk diekspor
ke negara tujuan atau negara ketiga. Supplier memanfaatkan waktu
dan kondisi orang yang memerlukan barang dalam mengejar
keuntungan yang akan didapat. Kebutuhan akan barang dapat
dipenuhi secara cepat oleh supplier, tanpa menunggu hasil produksi
dari produsen atau manufakturer, stok barang selalu tersedia di
supplier.
(4) Notify Party atau. orang atau pihak ketiga yang diberi kuasa oleh
importir untuk menerima, mengurus pengeluaran barang, membayar
bea masuk serta mendistribusikan barang yang diimpor. Namun,
tanggung jawab atas pelunasan bea masuk dan pajak dalam rangka
impor (PDRI) tetap dibebankan kepada importir, apabila terdapat
kekurangan pembayarannya.
(5) Perusahaan Pengurus Jasa kepabeanan atau PPJK adalah orang yang
menyediakan jasa di bidang kepabeanan dalam pengurusan
pengeluaran barang dan penyelesaian dokumen-dokumen pabean ke
pihak pabean. Kepada PPJK diberikan kuasa khusus untuk
penyelesaian pengurusan pengeluaran barang impor atau pemenuhan
prosedur ekspor. Syarat bagi perusahaan PPJK adalah, harus
menyetor uang jaminan sebesar Rp. 250.000.000, serta dalam
kepengurusan perusahaan diwajibkan terdapat paling sedikit 1 (satu)
ahli kepabeanan.
(6) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, yaitu orang yang
menyediakan jasa bagi importir maupun eksportir untuk
penyimpanan barang yang diimpor atau diekspor. Penyediaan jasa
ini dengan memungut biaya penyimpanan di gudang. Biasanya batas
waktu penyimpanan hanya 3 (tiga) hari, kelebihannya akan
dikenakan biaya sewa tambahan yang disebut sebagai demurrage.
Perhitungan besar demurrage ditentukan per hari per peti kemas
dikalikan dengan jumlah US dollar.

27
b. Perusahaan Pengangkutan
Sebagai suatu perusahaan yang bergerak di bidang pelayaran atau
pengangkutan melalui laut, menyediakan pelayanan untuk mengangkut
barang dari satu tempat ke tempat lain. Disebut sebagai perusahaan
pelayaran, selain mempunyai line yang tetap, juga memiliki sarana
pengangkut. Dapat dikatakan sebagai perusahaan pelayaran orang yang
menyediakan sarana pengangkut kepada yang memerlukan, meskipun
kepemilikan atas sarana pengangkut tidak ada.
Perusahaan pelayaran dianggap sebagai “manajer” pengangkutan
barang (istilah dari Ed Singer-Sonigo International Shipping) dan
mewakili orang atau perusahaan untuk menjalankan fungsi sebagai
pengirim barang. Untuk mengikat kedua belah pihak (pengirim dan
pengangkut) diadakan perjanjian atau kontrak. Peristiwa-peristiwa yang
terjadi dalam proses pengangkutan menjadi tanggung jawab pengangkut,
seperti kerusakan, keterlambatan penyerahan barang sampai di pelabuhan
bongkar. Dengan ditandatangani kontrak tersebut, semua masalah dalam
pengangkutan menjadi tanggung jawab perusahaan
pelayaran/pengangkutan. Seperti hal-hal yang terkait dengan komunikasi
dengan para pihak yang terkait dengan barang, termasuk biaya-biaya
yang timbul disebabkan sarana pengangkut harus transit di pelabuhan
ketiga.

c. Agen Pelayaran/Pengangkutan
Pengertian Agen Pelayaran/pengangkutan adalah orang atau
perusahaan berbadan hukum yang melakukan kegiatan dalam bidang
penyediaan sarana pengangkut, dokumen pengangkutan, ruang kapal dan
asuransi. Dan terkait dengan pemenuhan kewajiban kepabeanan.
Kegiatan pengangkutan/pelayaran, penerbangan atau pengangkutan
melalui darat, memerlukan, efisiensi biaya dan efektifitas waktu
(kecepatan, ketepatan) serta tenaga. Jalur (line) pelayaran yang tersebar
di seluruh dunia memerlukan orang yang dapat mengelola kepentingan
perusahaan pelayaran. Mengelola dan memegang kuasa atas nama dan

27
kepentingan perusahaan pelayaran dilakukan oleh orang dengan cara
membuka kantor-kantor yang disebut sebagai agen perusahaan pelayaran.
di pelabuhan tujuan atau bongkar. Mereka dapat menawarkan jasa
angkutan barang dan pelayanan jasa lain selain mengangkut barang,
seperti administrasi, bongkar muat, demurrages (tambahan biaya sewa
gudang) dan komunikasi dengan pihak pabean dan pelabuhan.

d. Freight Forwarder
Jasa pengurusan transportasi merupakan suatu perusahaan di
bidang jasa yang mengurus pelaksanaan pengiriman dan penerimaan
yang diangkut melalui laut, udara maupun darat. Kegiatan perusahaan ini
dapat sortasi, pengepakkan, penimbangan, penyelesaian dokumen.
Pengurusan dokumen ekspor, termasuk pembuatan house bill of lading,
yang memberikan informasi mengenai pengangkutan barang dengan
nama importir. Dalam melakukan kegiatannya, freight forwarder harus
mendapatkan izin dari instansi teknis, seperti Kementerian Perhubungan,
Perdagangan dan Pemerintah daerah.
Dalam praktiknya freight forwarder juga menjalankan fungsi
sebagai agen dari negara asal barang, tempat konsolidasi barang ekspor
biasanya dilakukan dalam gudang tertentu. Kegiatan konsolidasi
merupakan penumpukan, pengumpulan dan pengisian kontainer baik
barang Sejenis maupun dicampur dengan barang lainnya. Pengisian ini
tergantung dari volume, ruang, jarak antara pelabuhan muat dan
pelabuhan bongkar.

e. Pengusaha Pelabuhan
Di Indonesia pengusaha pelabuhan adalah PT Pelindo, yang
menyediakan semua fasilitas kepelabuhan. Sebagai pelabuhan
internasional, perusahaan ini harus mengikuti regulasi nasional maupun
internasional, seperti keamanan dan ketersediaan fasilitas yang
berstandar internasional. Pelabuhan internasional pintu utama ekspor dan
impor tak lepas dari regulasi internasional yang mengatur keamanan dan

27
ketersediaan fasilitas yang berstandar internasional, Pengusaha pelabuhan
harus mampu mengadopsi dan melaksanakan dengan baik Safe
Framework of Standar to Secure dan Facilitate Global Trade (SAFE-
FoS), hal ini diakui oleh Tim Diagnostic Mission dalam kunjungan
evaluasinya ke Indonesia. Indonesia menjadi salah satu dari 174 negara
anggota World Custom Organization (WCO) dan 155 negara untuk
melaksanakan SAFE-FoS.
SAFE-FoS memiliki empat pokok untuk dilaksanakan oleh setiap
negara anggota yaitu; penerapan advance electronic cargo information
penerapan risk management, penggunaan nonintrusive inspection
(scanning) dan memfasilitasi pelaku bisnis yang telah memenuhi standar
(legitimate trade).

f. Kuasa Pengurusan Barang


Dalam upaya memperlancar arus barang ekspor maupun impor
serta untuk membantu para eksportir dan importir untuk menggunakan
jasa pengurusan barangnya kepada kuasa-kuasa yang ditunjuk. Undang-
undang Kepabeanan dalam Pasal 29, kuasa ini disebutkan pengusaha
pengurusan jasa kepabeanan atau PPJK. Konsep dari lembaga penyedia
jasa ini diadopsi dari peraturan zaman penjajahan dan dari dunia
perdagangan internasional dan secara internasional disebut sebagai
Customs Broker yang bertindak atas kuasa dari eksportir, importir atau
pemilik barang. Sesuai dengan kepabeanan, customs broker adalah orang
pribadi, suatu kerjasama atau korporasi yang memiliki lisensi sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan untuk membantu
eksportir maupun importir dalam pemenuhan kewajiban kepabeanan dan
atas kuasa yang diberikan akan mendapatkan imbalan jasa.
Kepabeanan kita menganut prinsip bahwa pada dasarnya semua
pemilik barang dapat menyelesaikan kewajiban pabeannya. Namun tidak
semua pemilik barang mengetahui, mengerti dan memahami ketentuan
tatalaksana kepabeanan, atau karena tidak mampu menghadapi kerumitan
birokrasi, dapat memberikan kuasa khusus kepada PPJK. Untuk

27
mendapatkan Nomor pokok Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan
wajib melakukan registrasi melalui media elektronik kepada Direktur
Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya. Kepada PPJK diwajibkan
melakukan registrasi Kepabeanan yaitu kegiatan pendaftaran untuk
mendapatkan nomor identitas kepabeanan atau NIK (dalam Undang-
undang Kepabeanan disebut sebagai Nomor Identitas Pribadi). Nomor ini
digunakan untuk dapat mengakses ke sistem Pertukaran Data Elektronik
yang ada di kantor pelayanan dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab
Pengguna Jasa tersebut. Persyaratan untuk mendapatkan NIK antara lain,
alamat yang jelas (existence), kebenaran identitas pengurus dan
penanggung jawab (responsibility), mempunyai pegawai berkualifikasi
Ahli Kepabeanan adalah yang memiliki pengetahuan dan pemahaman
tentang kepabeanan dan memiliki Sertifikat Ahli Kepabeanan yang
dikeluarkan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan,
Kementerian Keuangan (competency) Syarat terakhir adalah kepastian
penyelenggaraan pembukuan (auditable).
Peraturan yang mengatur hal-hal ini adalah Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 65/PMK.04/2007 dan PMK 63/04/2011, tentang PPJK
dan Kewajiban registrasi, sebelum melakukan kegiatannya wajib
menyerahkan jaminan kepada Kantor Pabean yang mengawasi. Besar
jaminan yang harus diserahkan ditetapkan dengan memperhatikan jumlah
kegiatan dan tingkat risiko Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan.
Bentuk jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa uang
tunai,: jaminan bank, jaminan dari perusahaan asuransi (Customs bond).
Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan bertanggung jawab terhadap
pungutan negara dalam rangka impor atau ekspor dalam hal importir atau
eksportir tidak ditemukan.

g. Authorized Economic Operator atau A.E,O


Authorized Economic Operator adalah Operator Ekonomi yang
mendapat pengakuan oleh dan atas nama administrasi kepabeanan
nasional. Dan merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam pergerakan

27
barang internasional dalam berbagai fungsi rantai pasokan global.
Pertimbangan untuk membentuk dan menunjuk A.E.O adalah
mendukung iklim investasi dan iklim usaha. Dalam rangka peningkatan
pelayanan dan pengawasan di bidang kepabeanan dan kelancaran
pelaksanaan ekspor dan impor dengan memberikan perlakuan
kepabeanan khusus terhadap Authorized Economic Operator. Dasar dari
pembentukan AEO adalah World Customs Organization SAFE
Framework of Standards to Secure and Facilitate Global Trade, berupa
pemeriksaan pabean secara selektif terkait dengan prinsip keamanan dan
fasilitas pada rantai pasokan global. Persyaratan untuk mendapat
pengakuan sebagai AEO meliputi antara lain, kepatuhan terhadap
peraturan kepabeanan, keamanan kargo; keamanan pengiriman,
keamanan mitra dagang, manajemen krisis dan pemulihan insiden. Dasar
pembentukan AEO adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor
219/PMK.04/2010, orang yang ditunjuk sebagai AEO akan bertindak
sebagai dan atas nama pejabat pabean dalam hal-hal yang terkait dengan
barang impor dan ekspor.

4. Pemberitahuan Sarana Pengangkut


Pemberitahuan yang wajib dibuat oleh pengangkut (nakhoda atau agen
perusahaan sarana pengangkut) dimaksudkan untuk kepentingan pengawasan.
Dengan mengetahui atau membaca pemberitahuan itu, petugas Bea dan Cukai
dapat membuat suatu rank sing risko komoditi dan risiko pengguna jasa
kepabeanan. Selanjutnya dapat dibuat prioritas pemeriksaan biasa atau lebih
mendalam.

a. Penyampaian Pemberitahuan Kedatangan sarana Pengangkut


Pemenuhan kewajiban kepabeanan diwajibkan saat sarana
pengangkut tiba atau akan berangkat dari/ke luar daerah pabean, baik
mengangkut barang ataupun tidak mengangkut barang (nihil).

27
Pemenuhan ini merupakan salah satu syarat dalam pengawasan yang
dilakukan oleh pabean atas lalu lintas barang. Pengangkut (nakhoda atau
agen Pelayaran) diwajibkan untuk:
1) Menyampaikan pemberitahuan pabean atas barang-barang yang
diangkutnya sebelum keberangkatan sarana pengangkut ke luar
daerah pabean atau ke dalam daerah pabean yang barangnya
diangkut melalui luar daerah pabean, pemberitahuan dilampiri
dengan dokumen pelengkap terkait hal tersebut;
2) Membuat pemberitahuan dan daftar barang impor dalam bentuk
tertulis maupun melalui media elektronik, dalam bahasa Indonesia
atau bahasa Inggris yang ditandatangani oleh pengangkut.
3) Menyerahkan pemberitahuan nihil dalam hal sarana pengangkut
tidak membawa barang impor, pengangkut.
4) Untuk sarana pengangkut yang diimpor untuk dipakai, pengangkut
wajib mencantumkan sarana pengangkut tersebut dalam inward
manifest yang telah diterima dan mendapat nomor pendaftaran di
Kantor Pabean merupakan Pemberitahuan Pabean BC 1.1. dan
berlaku sebagai persetujuan pembongkaran barang.
5) Kepala KPP BC atau pejabat yang ditunjuknya dapat menangguhkan
atau membatalkan persetujuan dalam hal terdapat larangan
pemasukan barang impor dari instansi teknis.

b. Batasan Jangka waktu penyampaian


Dalam hal atas barang tidak segera dilakukan pembongkaran,
penyerahan pemberitahuan dilaksanakan untuk:
(a) Sarana pengangkut yang melalui laut paling lambat 24 (dua puluh
empat) jam sejak kedatangan;
(b) Sarana pengangkut yang melalui udara, paling lambat 8 (delapan)
jam sejak kedatangan/mendarat;
(c) Sarana pengangkut melalui darat, pada saat kedatangan,
pengecualian bagi;

27
Sarana pengangkut yang berlabuh paling lama 24 (dua puluh
empat) jam, tanpa melakukan pembongkaran atau dalam keadaan darurat
pengangkut dapat membongkar terlebih dahulu barang yang diangkutnya
dan melaporkan kepada KPP BC terdekat dalam waktu paling lambat 72
(tujuh puluh dua) jam sesudah pembongkaran.
Sanksi dikenakan, apabila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan
oleh pengangkut akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda:
paling sedikit Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah), jika tidak memberitahukan rencana
kedatangan sarana pengangkut. Atau paling sedikit Rp. 10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) dan paling banyak dikenakan denda Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah) apabila tidak menyerahkan
pemberitahuan sebelum pembongkaran atau tidak segera dilakukan
pembongkaran dan dalam keadaan darurat;

Sebelum Sarana Pengangkut Tiba di Pelabuhan Tujuan


Ketentuan mengenai rencana kedatangan sarana pengangkut
diatur dalam BAB II Bagian Pertama Paragraf I, yang semula adalah
“Kedatangan, Pembongkaran, Penimbunan, dan Pengeluaran Barang”
diubah, sehingga BAB II Bagian Pertama Paragraf I menjadi Paragraf I
“Kedatangan Sarana Pengangkut”. Berarti untuk pembongkaran,
penimbunan dan pengeluaran barang dipisahkan dari bagian yang
mengatur mengenai kedatangan sarana pengangkut. Barang-barang yang
diangkut dengan sarana pengangkut, terutama untuk jadwal perjalanan
tetap (regular line) pengaturan kewajiban pengangkut.
Kewajiban menyerahkan pemberitahuan berupa Rencana
Kedatangan Sarana Pengangkut (RKSP) kepada Pejabat di setiap KPP
BC yang akan disinggahi, paling lambat 24 (dua puluh empat) jam
sebelum kedatangan sarana pengangkut. Dipandang dari bidang
pengawasan pabean, pemberitahuan rencana kedatangan sarana

27
pengangkut akan memudahkan untuk mengetahui negara asal barang,
jenis, jumlah barang yang diangkut dan tujuan pelabuhan bongkar dan
pelabuhan akhir.
Ketentuan dalam Pasal 7A Undang-undang Kepabeanan mengatur
mengenai pemberitahuan pabean tentang rencana kedatangan sarana
pengangkut yang wajib disampaikan oleh perusahaan pengangkut atau
perwakilan/ agennya, sebelum tiba di kawasan pabean bagi sarana
pengangkut yang melalui laut ke pelabuhan tujuan/ bongkar (sarana
pengangkut melalui darat dikecualikan) datang dari: (a) Luar daerah
pabean, baik membawa barang ataupun tidak (nihil). (b) Dari dalam
daerah pabean yang mengangkut barang impor, barang ekspor, dan/atau
barang asal daerah pabean yang diangkut dari tempat lain dalam daerah
pabean melalui luar daerah pabean. Dapat terjadi bahwa barang yang
diangkut dari dalam daerah pabean merupakan barang impor yang telah
diselesaikan pemenuhan kewajiban pabeannya. Tetapi dapat terjadi
bahwa sebagian dari barang yang diangkut belum diselesaikan
kewajibannya.
Pemikiran pembentuk undang-undang untuk membuat ketentuan
mengenai sebelum kedatangan sudah harus diberitahukan adalah, atas
dasar empirik, bahwa semua pelayaran atau penerbangan telah
mempunyai jadwal yang tetap untuk kegiatan pengangkutan orang dan
barang. Jadwal yang telah tersusun dan pasti (kecuali ada hal yang
bersifat darurat) akan diminta oleh pejabat bea dan cukai dalam bentuk
pemberitahuan rencana kedatangan sarana pengangkut. Hal ini
dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan mengenai pelayaran
langsung (direct line) Apabila terjadi kemungkinan deviasi atau
penyimpangan dari rute yang seharusnya ditempuh akan menimbulkan
dugaan bahwa pertama, sarana pengangkut melakukan transshipment di
pelabuhan sebelum menuju ke pelabuhan tujuan. Atau dugaan yang
kedua adalah bahwa sarana pengangkut membongkar atau memuat
barang saat melakukan transshipment. Jika dalam kenyataannya terjadi
hal-hal seperti yang telah diduga, berarti terjadi pelanggaran. Dalam hal

27
pelanggaran termaksud disengaja, atas semua barang yang diangkut akan
direkonsiliasikan dengan manifes dan kemungkinan akan dilakukan
pemeriksaan fisik atau pemeriksaan atas jabatan. Tujuan dari pengawasan
ini adalah mengamankan hak-hak negara dari penerimaan bea masuk dan
pajak dalam rangka impor.
Sanksi diterapkan apabila pengangkut tidak menyampaikan
rencana kedatangan sarana pengangkut akan dikenakan sanksi
administrasi berupa denda paling sedikit Rp. 5.000.000,00 (lima juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000, 00 (lima puluh juta rupiah).
Pengangkut dalam keadaan darurat yang tidak melaporkan kedatangan
sarana pengangkut dan pemberitahuan pembongkaran dalam waktu 72
jam. Terhadap pelanggaran atau kelalaian tidak dilaksanakan pemenuhan
kewajiban kepabeanan, seperti: tidak membuat pemberitahuan pabean
tentang rencana kedatangan sarana pengangkut dikenai sanksi
administrasi berupa denda paling sedikit Rp. 5.000.000,00 (lima juta
rupiah) dan paling banyak sebesar Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah). Atau tidak menyampaikan pemberitahuan pabean mengenai
barang yang diangkutnya, dikenai sanksi administrasi berupa denda
paling sedikit Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak
sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Saat Kedatangan Sarana Pengangkut


Untuk menentukan saat sarana pengangkut tiba dan saat
kewajiban pabean berupa pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut
harus dipenuhi, terdapat dua hal yang mendasari dalam pengertian saat
kedatangan sarana pengangkut seperti diatur dalam Pasal 7 A, yaitu (a)
Saat lego jangkar di perairan pelabuhan, untuk sarana pengangkut
melalui laut. (b) Saat mendarat di landasan bandar udara untuk sarana
pengangkut melalui udara.
Untuk barang yang diangkut dibuatkan suatu daftar dalam
manifes yaitu daftar muatan barang niaga yang diangkut sarana
pengangkut dan menyerahkan pemberitahuan pabean berisi informasi

27
mengenai semua barang niaga yang diangkut dengan sarana pengangkut
baik barang impor, barang ekspor, maupun barang asal daerah pabean
yang diangkut ke tempat lain dalam daerah pabean melalui luar daerah
pabean. Pemberitahuan atau pelaporan dilakukan paling lambat 24 (dua
puluh empat) jam sejak kedatangan sarana pengangkut yang melalui laut.
Dalam hal barang diangkut melalui udara, pemberitahuan pabean harus
diserahkan dalam kurun waktu 8 (delapan) jam.

Saat Kedatangan Sarana Pengangkut dalam Keadaan darurat


Kedatangan sarana pengangkut pada saat keadaan darurat seperti
badai, gempa, atau bencana alam lainnya. Kewajiban pengangkut adalah
kepada kantor pabean terdekat atau yang mudah dicapai dan
menyerahkan pemberitahuan paling lambat 72 (tujuh puluh dua) jam
setelah pembongkaran. Saat ini batasan wakjtu dimaksud sudah tidak
relevan lagi, sesuai dengan perkembangan teknologi informasi yang
sangat pesat.

Diangkut Terus dan Diangkut Lanjut


Pengertian barang yang diangkut terus ini adalah, bahwa sarana
pengangkut yang membawa barang tersebut melakukan transit di suatu
pelabuhan di dalam daerah pabean. Namun, sarana pengangkut tersebut
berlabuh untuk keperluan lain seperti, mengisi bahan bakar, air minum
atau keperluan lainnya. Barang yang diangkut dengan sarana pengangkut
dengan melalui pelabuhan di mana kantor pabean berada, tanpa
dilakukan pembongkaran terlebih dahulu atas barang yang dimuat di atas
sarana pengangkut. Undang-undang Kepabeanan mengatur dalam Pasal
10 A ayat 7 huruf e. Dalam pengertian diangkut terus, tidak terdapat
biaya-biaya yang dikeluarkan, sehingga tidak dapat dijadikan komponen
penghitungan harga transaksi.
Sedangkan pengertian barang yang diangkut lanjut, barang
dimaksud diangkut melalui pelabuhan di mana kantor pabean berada,
dilakukan pembongkaran terlebih dahulu. Kemungkinan pembongkaran

27
yang dilakukan tidak atas keseluruhan barang yang diangkut dan masih
tersisa beberapa kemasan, sehingga perlu dibuatkan manifes lanjutan.
Dalam pengertian ini, terjadi pemindahan untuk sementara waktu barang-
barang yang diangkut. Dalam praktik di lapangan pemindahan ini akan
dikenakan terminal handling cost.

Sarana Pengangkut yang Akan Berangkat Keluar Daerah Pabean


Sarana pengangkut yang akan berangkat mengangkut barang-
barang yang akan dibawa keluar daerah pabean dan ke dalam daerah
pabean yang mengangkut barang impor (yang diangkut lanjut maupun
yang diangkut terus) diwajibkan untuk:
(a) Menyampaikan pemberitahuan pabean atas barang-barang yang
diangkutnya sebelum keberangkatan sarana pengangkut ke luar
daerah pabean atau ke dalam daerah pabean yang barangnya
diangkut melalui luar daerah pabean. Misalnya sarana pengangkut
yang membawa barang-barang untuk Batam, tetapi jadwal
pelayarannya harus melalui Singapura.
(b) Mencantumkan barang-barang yang diangkutnya ke dalam manifes
(outward manifest), yang berisi informasi atau pernyataan mengenai
barang-barang yang akan/telah diangkut dengan tujuan luar daerah
pabean;
(c) Membuat pemberitahuan dan daftar barang impor dalam bentuk
tertulis maupun melalui media elektronik, dalam bahasa Indonesia
atau bahasa Inggris yang ditandatangani oleh pengangkut
Menyerahkan pemberitahuan nihil dalam hal sarana pengangkut
tidak membawa barang impor, pengangkut.
(d) Untuk sarana pengangkut yang diimpor untuk dipakai, Pengangkut
wajib mencantumkan sarana pengangkut tersebut dalam Inward
Manifest yang telah diterima dan mendapat nomor pendaftaran di
Kantor Pabean merupakan Pemberitahuan Pabean BC 1.1. dan
berlaku sebagai persetujuan pembongkaran barang.

27
(e) Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuknya dapat
menangguhkan atau membatalkan persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (l) dalam hal terdapat larangan pemasukan
barang impor dari instansi teknis

Sanksi administrasi berupa denda bagi jika tidak memenuhi


ketentuan mengenai pemberitahuan, seperti ditentukan dalam Pasal 7 A
ayat (3) paling sedikit Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah) paling banyak.

Pengangkutan Barang Melalui Daratan (Pindah Lokasi)


Pengertian pengangkutan dalam hal ini adalah pengangkutan
barang impor yang tidak diangkut melalui laut tetapi melalui darat atau in
land transportation. Untuk mengatasi masalah terhambatnya atau stagnasi
barang di pelabuhan bongkar, ketentuan undang-undang Kepabeanan
memberikan kemudahan untuk pemindahan barang(pindah lokasi) yang
ditimbun di tempat penimbunan sementara. Terhadap barang yang
ditimbun di TPS pelabuhan bongkar dapat dipindahkan ke tempat-tempat
penimbunan lainnya. Pergerakan barang yang dipindahkan dari Tempat
Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lainnya, yang
pengangkutan barang impornya dilakukan melalui darat. Misalnya untuk
penyelesaian produk yang dihasilkan, atau pengiriman bahan
baku/komponen dimungkinkan pengiriman tidak melalui laut. Semua
pemindahan barang dilakukan melalui darat seperti pemindahan dari
tempat penimbunan sementara di pelabuhan Tanjung Priok Satu ke
tempat penimbunan sementara di Gede Bage Bandung.
Pengangkutan barang impor yang tidak diangkut melalui laut
tetapi melalui darat diperlukan apabila barang-barang yang di tempat
penimbunan sementara sudah melebih kapasitas simpan. Untuk
mengatasi masalah terhambatnya atau stagnasi barang di pelabuhan
bongkar, ketentuan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006, memberikan
kemudahan, sebagai berikut:

27
(a) untuk pemindahan barang yang ditimbun di tempat penimbunan
sementara di pelabuhan bongkar dapat dipindahkan ke tempat-
tempat penimbunan sementara yang lain.
(b) barang yang dipindahkan dari tempat penimbunan berikat ke tempat
penimbunan berikat lainnya, yang pengangkutan barang impor
dilakukan melalui darat. Misalnya untuk penyelesaian produk yang
dihasilkan, atau pengiriman bahan baku/komponen dimungkinkan
pengiriman tidak melalui laut. Semua pemindahan barang dilakukan
melalui darat seperti pemindahan dari tempat penimbunan sementara
di pelabuhan Tanjung Priok Satu ke tempat penimbunan sementara
di Gede Bage Bandung.

Dasar pemikiran pemberian fasilitas pemindahan barang dari


Tempat Penimbunan Sementara ke Tempat Penimbunan Berikat adalah
mengantisipasi kelancaran arus barang dan mitigasi risiko sebagai akibat
dari membengkaknya biaya penimbunan dan kemungkinan kehilangan
barang. Sebagai akibat keterlambatan waktu penimbunan akan dikenakan
pengenaan biaya sewa gudang yang dihitung per peti kemas setiap
harinya (demurrage), ditambah sanksi administrasi yang ditetapkan oleh
pengelola pergudangan atau tempat penimbunan.
Batas waktu untuk pengurusan barang-barang yang berada di
gudang yang diberikan oleh agen pelayaran dicantumkan dalam delivery
order. Biasanya hanya terbatas selama 3 (tiga) hari kerja, lebih dari waktu
yang ditentukan akan diperhitungkan sewa gudang dan denda. Mengenai
hal ini diatur dalam Pasal 8 A ayat (l) yaitu untuk pengangkutan barang
impor dari Tempat Penimbunan Sementara ke Tempat Penimbunan
Berikat, dengan tujuan ke Tempat Penimbunan Sementara atau Tempat
Penimbunan Berikat lainnya.
Mengenai hal ini diatur dalam Pasal 8 A yaitu untuk
pengangkutan barang impor dari Tempat Penimbunan Sementara ke
Tempat Penimbunan Berikat, dengan tujuan ke Tempat Penimbunan

27
Sementara atau Tempat Penimbunan Berikat lainnya. Pertimbangan
untuk menerbitkan peraturan ini adalah:
(a) pemindahan lokasi penimbunan barang-barang impor yang belum
diselesaikan kewajiban kepabeannya karena tuntutan akan
kelancaran arus barang di pelabuhan berpotensi risiko tidak
terpenuhinya hak-hak negara;
(b) upaya peningkatan pelayanan guna memperlancar arus barang impor
dan ekspor perlu diimbangi dengan sistem pengawasan di bidang
kepabeanan yang efektif dan efisien guna mencegah pelanggaran
perundang-undangan yang berlaku;
Untuk memindahkan barang yang belum dipenuhi kewajiban
pabeannya, terlebih dahulu harus dilakukan kegiatan pembongkaran dari
sarana pengangkut atau dari tempat penimbunan sementara wajib dibuat
pemberitahuan pabean. Pengiriman dari pelabuhan muat ke pelabuhan
tujuan dilakukan oleh supplier di luar negeri, termasuk pengemasan dan
pemasukan barang ke dalam peti kemas.
Sanksi administrasi berupa denda dikaitkan dengan tingkat
kesalahannya, yaitu:
(a) Apabila didapati setelah dilakukan pemeriksaan barang ternyata
kurang, akan dikenakan sanksi apabila penerima tidak dapat
membuktikan bahwa hal itu bukan merupakan kesalahannya, akan
dikenai sanksi paling sedikit sebesar Rp. 25.000.000,00 (dua puluh
lima juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus
lima puluh juta rupiah).
(b) Apabila kesalahan kelebihan tersebut benar-benar bukan kesalahan
yang disengaja dan tidak diketahui oleh penerima barang dengan
bukti-bukti yang cukup, maka sanksi tidak dikenakan.

Pengangkutan Barang Tertentu


Undang-undang Kepabeanan menyatakan bahwa barang-barang
tertentu tersebut mengingat karakteristiknya tidak diangkut seperti barang
padat lainnya. Bentuk barang-barang tersebut seperti, tenaga listrik,

27
barang cair atau gas, piranti lunak yang bersifat khusus dan
pengangkutannya melalui transmisi atau saluran pipa. Dalam
pemberitahuan pabean harus didasarkan pada jumlah dan jenis barang
pada saat pengukuran di tempat pengukuran terakhir dalam daerah
pabean. Pengaturan dalam UU pada pasal 8 B ayat (l) yaitu: tenaga
listrik, barang cair, atau gas bersifat khusus, pengangkutan barang
tersebut dilakukan dengan cara khusus antara lain melalui transmisi atau
saluran pipa. Pemberitahuan harus berdasarkan pada jumlah dan jenis
barang pada saat pengukuran di tempat pengukuran terakhir. Ketentuan
dan persyaratan dan tata cara pengangkutan barang tersebut sebagai
berikut:
(a) Barang tertentu yang harus dilindungi, karena merupakan barang-
barang yang bersifat strategis, pengaturan mengenai barang ini
merupakan hal baru. Pengertian barang impor atau ekspor selain
berupa barang-barang dagangan seperti kita kenal, dalam Undang-
undang Nomor 17 Tahun 2006, dapat dibedakan antara barang yang
berwujud (tangible);
(b) Atau barang yang tidak berwujud (intangible). Barang yang secara
berwujud merupakan barang yang kelihatan secara kasat mata,
sedangkan barang yang tidak berwujud tidak dapat dilihat dengan
mata, tidak dapat dipegang atau secara fisik dapat dihitung. Misalnya
barang pesanan melalui internet shopping. Atau hak kekayaan
intelektual, merk dagang dan lainnya.
Kedua jenis barang tersebut merupakan objek dari Undang-
undang Nomor 17 Tahun 2006 khususnya diatur mengenai pengangkutan
atau pengirimannya dan “cara pengimporannya”. Barang dikirimkan
melalui transmisi elektronika (internet) dengan cara download dikenakan
bea masuk dan pungutan lainnya, meskipun saat melintasi daerah pabean
tidak dapat secara nyata dilihat. Untuk “barang” yang tidak nyata/maya,
sulit dalam pengawasan dan cara pemungutan bea masuknya, karena
dapat langsung terakses melalui komputer dan dikirim tanpa melalui
batas-batas negara. Pembayaran atas barang yang dibeli melalui jaringan

27
Internet, dilakukan dengan cara penulisan nomor kartu kredit antara
kedua belah pihak. Dengan adanya kenyataan bahwa perkembangan
teknologi informasi yang semakin cepat dan canggih, rencana pengenaan
bea masuk atas hasil download belum dapat dilaksanakan segera dan
kemungkinan hanya atas kesadaran pembeli barang tidak nyata
termaksud Mengenai hal ini diatur di dalam Pasal 8 B ayat (1), ayat (2)
dan ayat (3).
Sanksi atas tidak diberitahukannya waktu keberangkatan dan
kedatangan yang mengangkut Barang Tertentu dan tanpa dokumen
pengangkutan yang sah, akan dikenakan sanksi administrasi berupa
denda.
Kriteria untuk menentukan denda adalah sebagai berikut :
(a) Apabila jumlah yang diberitahukan kurang atau lebih dan tidak dapat
membuktikan di luar kemampuannya, akan dikenai sanksi
administrasi berupa denda paling sedikit Rp. 5.0000.000,00 (lima
juta rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah);
(b) Pengangkutan barang tertentu tanpa dilindungi dokumen, dikenai
sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp. 25.000.000,00
(dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah).

Keberangkatan Sarana Pengangkut


Sarana pengangkut yang akan berangkat mengangkut barang-
barang yang akan dibawa keluar daerah pabean dan ke dalam daerah
pabean yang mengangkut barang impor (yang diangkut lanjut maupun
yang diangkut terus) diwajibkan untuk:
(a) Menyampaikan pemberitahuan pabean atas barang-barang yang
diangkutnya sebelum keberangkatan sarana pengangkut ke luar
daerah pabean atau ke dalam daerah pabean yang barangnya
diangkut melalui luar daerah pabean. Misalnya sarana pengangkut

27
yang membawa barang-barang untuk Batam, tetapi jadwal
pelayarannya harus melalui Singapura.
(b) Mencantumkan barang-barang yang diangkutnya ke dalam manifes
(outward manifest), yang berisi informasi atau pernyataan mengenai
barang-barang yang akan/telah diangkut dengan tujuan luar daerah
pabean;
(c) Membuat pemberitahuan dan daftar barang impor dalam bentuk
tertulis maupun melalui media elektronik, dalam bahasa Indonesia
atau bahasa Inggris yang ditandatangani oleh pengangkut
Menyerahkan pemberitahuan nihil dalam hal sarana pengangkut
tidak membawa barang impor, pengangkut.
(d) Untuk sarana pengangkut yang diimpor untuk dipakai, Pengangkut
wajib mencantumkan sarana pengangkut tersebut dalam Inward
Manifest yang telah diterima dan mendapat nomor pendaftaran di
Kantor Pabean merupakan Pemberitahuan Pabean BC l.l. dan
berlaku sebagai persetujuan pembongkaran barang.
(e) Kepala Kantor Pabean pejabat yang ditunjuknya dapat
menangguhkan atau membatalkan persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (l) dalam hal terdapat larangan pemasukan
barang impor dari instansi teknis
Sanksi administrasi berupa denda bagi jika tidak memenuhi
ketentuan mengenai pemberitahuan, seperti ditentukan dalam Pasal 7A
ayat (3) paling sedikit Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah) paling banyak.
Keberangkatan sarana pengangkut dari dalam daerah pabean
menuju ke luar daerah pabean memerlukan tindak pengawasan oleh
pejabat bea dan cukai. Di dalam sarana pengangkut terdapat 2 (dua)
kemungkinan, pertama membawa barang-barang untuk diangkut keluar
daerah pabean. Kedua tidak membawa barang atau nihil (berarti dalam
manifes yang mengiringi keberangkatan sarana pengangkut tertulis nihil).
Pemberitahuan pabean diperlukan untuk pengawasan atas kedua
kemungkinan tersebut. Dengan pemberitahuan yang diisi dengan “nihil”

27
hal ini akan menjadi perhatian pejabat bea dan cukai dan biasanya akan
dilakukan tindakan pemeriksaan atas sarana pengangkut yang
bersangkutan lebih teliti.
Pemeriksaan atas keberangkatan sarana pengangkut (terutama
angkutan udara) yang datang dari luar daerah pabean dan transit menjadi
penerbangan domestik. Penerbangan campuran (mixed flight) yang
datang dari luar daerah pabean dan dilanjutkan sebagai penerbangan
domestik. Hal ini memerlukan pengawasan selain ketat juga harus teliti
dan hati-hati. Banyak kejadian yang mengarah kepada tindak pidana
penyelundupan, terutama narkotika, hand phone, dan barang niaga
berharga lainnya.
Bercampurnya barang-barang kargo yang berasal dari luar daerah
pabean dengan barang yang berasal dan dimuat dari dalam daerah
pabean, memungkinkan terjadi penyimpangan. Apabila dalam
pemberitahuan pabean yang disertai dengan kargo manifes yang
menyatakan “nihil” Tetapi barang-barang tersebut dapat dicantumkan
dalam manifes lanjutan yang merupakan dokumen penerbangan domestik
dan seolah-olah barang tersebut berasal dari dalam daerah pabean.

5. Kepelabuhan
Pelabuhan yang digunakan untuk memuat dan membongkar barang
serta untuk memenuhi keperluan pengangkutan, seperti pengisian BBM, air
dan lainnya, Sebagai tujuan akhir atau tujuan singgah sarana pengangkut yang
membawa barang-barang niaga Pelabuhan sangat erat dengan arus lalu lintas
barang, baik yang berasal dari impor maupun ekspor, dilakukan melalui
pelabuhan udara, laut dan daratan di perbatasan negara. Di dalam pelabuhan
banyak instansi yang berkepentingan serta masing-masing membawa misi
dan ketentuan perundang-undangan sendiri. Namun, sebagai petugas di pintu
gerbang negara, kepabeanan mempunyai peranan yang penting. Kegiatan
bongkar muat di pelabuhan dari dan ke sarana pengangkut meliputi,
(a) stevedoring. (Dockers), Yaitu kegiatan membongkar barang dari/ke
sarana pengangkut ke dermaga/tongkang/truk atau memuat barang dari

27
dermaga/ tongkang / truk ke dalam sarana pengakut sampai dengan
tersusun dalam palka dengan menggunakan derek kapal atau derek laut.
(b) Cargodoring merupakan pekerjaan melepaskan barang dari tali/jala (ex
tackle) di dermaga dan mengangkutnya ke gudang/lapangan penimbunan
barang dan dilanjutkan dengan menyusun di gudang/lapangan
penumpukan barang atau sebaliknya.
(c) receiving/delivery. Berupa pekerjaan memindahkan barang dari tempat
penimbunan di gudang/lapangan dan menyerahkan dalam keadaan
tersusun di atas kendaraan dipintu tempat penimbunan atau sebaliknya.
Pengawasan atas barang impor selain yang diangkut oleh sarana
pengangkutan saat tiba di pelabuhan tujuan, juga dimungkinkan
pengangkutan setelah barang tersebut tiba dipelabuhan. Adapun kegiatan
sarana pengangkutan terdiri atas.
(a) Kegiatan secara reguler (liner). Jadwal pelayaran dari pelabuhan muat ke
pelabuhan tujuan dan sebaliknya sudah diatur. Dengan demikian akan
lebih mudah dalam pengawasan pabean.
(b) Kegiatan secara tidak teratur kegiatan pengangkutan barannya (tramper),
di mana sarana pengangkut yang datang dari luar daerah pabean atau dari
dalam daerah pabean dan mengangkut barang impor, barang ekspor,
dan/atau barang asal daerah pabean yang diangkut ke tempat lain dalam
daerah pabean melalui luar daerah pabean. Misalnya barang ekspor yang
berasal dari Jakarta dan diangkut oleh sarana pengangkutan dengan
tujuan Batam. Tetapi sebagian angkutanya harus diturunkan atas transit
di pelabuhan Singapura.

27
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Pemeriksaan atas barang yang diantarpulaukan dimungkinkan dalam hal
barang yang diantarpulaukan tersebut statusnya sebagai barang impor yang belum
diselesaikan kewajiban pabeannya, dan barang antar pulau yang tujuannya untuk
diekspor. Begitu juga terhadap barang ekspor yang secara formal sudah dianggap
diekspor tidak jadi dikeluarkan ke luar daerah pabean namun bahkan dibongkar
di tempat lain dalam daerah pabean. Sedangkan pengawasan terhadap
pengangkutan antar pulau atas barang tertentu belum bisa dilakukan. Tidak ada
kewajiban pengangkut untuk menyerahkan pemberitahuan pengangkutan barang.
Namun demikian pemeriksaan bisa dilakukan secara insidentil manakala ditemui
indikasi bahwa pengangkutan ditujukan ke luar daerah pabean.
Pengawasan atas barang tertentu yang diantarpulaukan belum dapat
dilakukan oleh institusi pabean. Hal ini karena belum ada penetapan jenis barang
oleh instansi terkait, padahal Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah
Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pengawasan Pengangkutan Barang Tertentu Dalam
Daerah Pabean. Untuk dapat mengawasi pengangkutan antar pulau yang
dilakukan melalui laut atas barang-barang tertentu yang sifatnya strategis
khususnya atas barang-barang yang cenderung diekspor secara ilegal, hendaknya
pihak pabean berkoordinasi dengan instansi terkait untuk penetapannya.
Keuntungan lain disamping untuk pencegahan ekspor ilegal, pengawasan pabean
juga dapat dimanfaatkan untuk pengawasan distribusi barang-barang strategis.
1.2 Saran
Pabean sangat berperan penting dalam melidungi industry dalam
negeri dan konsumen dalam negeri, oleh karena itu hendaknya peraturan
terkait dengan kepabeanan diataati oleh seluruh warga negara agar tercapai
kesejahteraan bersama.

27
DAFTAR PUSTAKA

Puwito , Ali. 2013. Kepabeanan Indonesia. Tangerang Selatan: Jelajah


Nusa.
Situs resmi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Diakses pada 11 Maret
2017 21.42 WIB dari http://www.beacukai.go.id
Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pengawasan
Pengangkutan Barang Tertentu Dalam Daerah Pabean.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 144/KMK.04/2007 tentang
Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai.
Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor 2/BC/2011 tentang
Optimalisasi Pengawasan Pengangkutan Ekspor dan/atau Antar Pulau Kelapa
Sawit, CPO dan Produk Turunannya.
Wikipedia Indonesia, “ Direktorat Jenderal Bea dan Cukai “.Diakses pada
20 maret 2017 22.02 WIB dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Direktorat_Jenderal_Bea_dan_cukai.html
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/148-artikel-bea-dan-cukai/
20602-wewenang-kepabeanan-atas-pengangkutan-barang-antar-pulau

27

Anda mungkin juga menyukai