Anda di halaman 1dari 6

RISIKO PEMBIAYAAN BERBASIS HUTANG

DALAM PERBANKAN SYARIAH INDONESIA

Farhatin Nihayah

Abstrak. Risiko Pembiayaan Berbasis Utang pada Perbankan Syariah Indonesia.


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui risiko pembiayaan berbasis hutang dalam Islam
Perbankan di Indonesia dengan menggunakan perhitungan berbasis akuntansi, yaitu NPF
Analisis, risiko kredit Z-score dan skor Altman Z. Studi ini bercerita tentang Risiko pembiayaan berbasis
hutang pada perbankan syariah Indonesia menggunakan akuntansi Berdasarkan pengukuran, yaitu analisis
NPF, analisis Skor Z Risiko Kredit dan Analisis nilai Altman Z. Data diperoleh dari tahun 2011 sampai 2015
dari data Situs masing-masing bank. Hasilnya adalah risiko pembiayaan berbasis utang untuk Indonesia
Islam rendah. Pengukuran menggunakan 3 alat bantu pengukuran berbasis akuntansi memberi Hasil yang
konsisten, yaitu perbankan syariah indonesia menggunakan pembiayaan berbasis hutang Memiliki stabilitas
keuangan yang tinggi dan berisiko rendah.

Abstrak. Perbankan Syariah


Di indonesia Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui risiko Berbasis hutang pada perbankan
islam di indonesia dengan menggunakan Perhitungan akuntansi berbasis analisis NPF, risiko kredit Z-score
dan Altman Skor Z Penelitian ini menjelaskan risiko pada hutang berbasis
Islam yang ada di indonesia menggunakan pengukuran berbasis akuntansi, Yaitu analisis NPF, analisis nilai
risiko kredit Z-skor dan analisis skor Altman Z. Data yang dihasilkan sejak tahun 2011 hinggan tahun 2015
yang dihasilkan dari Website masing-masing bank. Risalah atas hutang berbasis pembiayaan Perbankan
islam yang ada di indonesia ini rendah. Pengukuran dengan Menggunakan 3 alat ukur accounting based
memberikan hasil yang konsisten Yaitu perbankan islam di indonesia menggunakan pembiayaan berbasis
hutang Stabilitas keuangan yang tinggi dan berisiko yang rendah. Kata kunci: manajemen risiko, Berbasis
akuntansi

pengantar
Krisis keuangan global di tahun 2008 merupakan krisis ekonomi atau keuangan terburuk Sejak depresi hebat
di tahun 1930an, itu karena pemberian pinjaman dan kelalaian yang berlebihan Yang dilakukan oleh bank
dalam jangka panjang. Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat telah memberi dampak pada krisis
ekonomi global yang mengingatkan kita Pentingnya meningkatkan manajemen risiko kredit. Di antara
banyak bank itu Telah gagal, bank syariah telah menarik perhatian semua negara Muslim juga Sebagai
negara non-Muslim, perbankan syariah sampai saat ini dianggap sebagai sebuah perkembangan Lembaga
keuangan di industri perbankan. Penelitian perbandingan bank syariah dan bank konvensional telah
dilakukan
Banyak dilakukan. Di antara mereka tentang efisiensi (Beck, et.al, 2013; Johnes, et.al,
2012; Kamaruddin, et.al, 2008); Profitabilitas (Alkassim, 2005; Haron, 2004; Zaini, Et.al, 2010) dan Kinerja
(Ariss, 2010; Hasan & Dridi, 2010). Sejak global Krisis, banyak penelitian telah mengangkat tentang
stabilitas atau risiko kredit dalam Islam Perbankan dan perbankan konvensional.
Di perbankan syariah tidak diketahui tentang sistem kreditnya, namun pembiayaannya
sistem. Ini karena perbankan syariah melarang suku bunga dalam keuntungan yang digunakan
Dalam sistem kredit. Sedangkan sistem pembiayaan di bank syariah menggunakan margin keuntungan Dan
sistem pembagian keuntungan dan kerugian (PLS) dalam memperoleh keuntungan. Sistem pembiayaan di
Perbankan syariah terbagi menjadi dua, yaitu Equity-based Financing and Debt-based Pembiayaan.
Pembiayaan berbasis ekuitas adalah Mudharabah dan Musyarakah, keuntungannya adalah Menggunakan
sistem pembagian keuntungan dan kerugian (PLS). Debt-based Financing adalah Murabahah Dan Ijarah,
keuntungannya menggunakan margin keuntungan, yaitu sistem yang menentukan Keuntungan dari item
yang ditentukan dalam kontrak awal, sehingga cicilan dibayar Oleh debitur tetap sama. Dalam penelitian ini,
cukup gunakan Debt-based Financing (DBF) karena sistemnya lebih
Berisiko dibandingkan sistem Pembiayaan Berbasis Ekuitas (EBF) (Shahari, et.al, 2015). Dan
Pembiayaan paling banyak yang dikeluarkan oleh bank syariah di Indonesia adalah pembiayaan DBF
Dibandingkan dengan EBF. Seperti dapat dilihat pada Tabel 1.
Ada tiga kategori pengukuran risiko creadit: berbasis pasar, eksternal Lembaga dan akuntansi berbasis
(Allen & Powell, 2011; Altman & Saunders, 1998). Kategori berbasis pasar adalah Credit matric, Value at
Risk (VaR) dan Merton Probabilitas default Kemudian, lembaga eksternal adalah penilaian penilaian agensi,
Ada standar dan miskin, dan moody memberikan rating khusus untuk perusahaan. Kategori selanjutnya
berbasis akuntansi, ada analisis NPL atau di perbankan syariah Dikenal sebagai NPF (non-performing
financing) Risiko kredit dan skor Z Altman Skor Z Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui risiko
pembiayaan berbasis hutang di Indonesia Perbankan syariah di Indonesia dengan menggunakan perhitungan
berbasis akuntansi, yaitu Analisis NPF, risiko kredit Z-score dan skor Altman Z.

Tinjauan Literatur
Risiko utama yang dihadapi bank adalah risiko kredit. Risiko ini muncul dari kemungkinan
Dari default dengan counterparty, misalnya, menjanjikan arus kas di main Efek yang dimiliki oleh bank
tidak bisa dilunasi secara penuh. Masalah kualitas kredit bisa memimpin
Kebangkrutan bank atau akan secara signifikan menguras modal bank dan kekayaan bersih.
Hal ini, pada gilirannya, dapat mempengaruhi prospek pertumbuhan bank dan kemampuannya untuk
bersaing Dengan bank domestik dan internasional lainnya (Saunders, 2008).
Manajemen risiko untuk lembaga perbankan syariah diatur dalam bentuk
Standar kehati-hatian dibuat untuk ketersediaan dana, oleh Islamic Financial
Layanan Board (IFSB). Di bank syariah, risiko kredit bergantung pada jenis pembiayaannya
struktur. Seperti, risiko pembiayaan berbasis hutang lebih tinggi dari pada struktur
Dari pembiayaan berbasis ekuitas. Namun, meski risikonya lebih besar, bank lebih memilih memilih
Pembiayaan berbasis hutang karena agunan dan jaminan pengembalian yang tetap ada
Ditentukan dalam kesepakatan awal (Shahari et al., 2015). Musyarakah, mudarabah,
Istisna, salam, ijarah dan murabahah adalah kontrak utama yang digunakan oleh bank syariah untuk
Memberikan fasilitas kepada pelanggan mereka. Ada dua klasifikasi kontrak ini yang mana
Bisa digunakan untuk membedakan antara menciptakan mode pembiayaan non-hutang Islam atau Berbasis
ekuitas (musyarakah dan mudharabah) dan menciptakan modus hutang atau berbasis hutang (Istisna, salam,
ijarah dan murabahah) (Kahf, 2005).
Kontrak murabahah adalah kontrak pembiayaan yang paling sering digunakan oleh islam
Bank. Pembiayaan syariah 80% sampai 90% terletak pada kontrak murabahah ini. Ini
Kontrak digunakan untuk membiayai barang konsumsi, real estat, industri dalam pembelian
Bahan baku, mesin dan peralatan. Kontrak ini menentukan margin keuntungan
Di awal kesepakatan yang dibuat oleh bank dan konsumen, jadi konsumen saja
Harus menambahkan harga barang dan margin keuntungan, dan kemudian dibagi dengan waktu jatuh tempo
membayar. Kontrak murabahah ini bisa dikatakan serupa dengan kredit umum di
Bank konvensional, namun pembayaran bulanannya tetap, tidak berubah seperti bunga
Tingkat di bank konvensional. Prinsip ini lebih menguntungkan bagi konsumen
Karena apapun yang terjadi dalam kondisi ekonomi suatu negara, pembayarannya akan
Tidak meningkat Prinsip ini juga lebih menguntungkan untuk menjaga stabilitas ekonomi a
Negara, akibat fluktuasi tingkat suku bunga menyebabkan ketidakstabilan dan inflasi.
Sedangkan Ijarah adalah kesepakatan transfer hak atau manfaat dari suatu barang atau jasa oleh
Membayar sewa untuk jangka waktu tertentu tanpa diikuti dengan pengalihan hak
Kepemilikan barang Bank Indonesia mendefinisikan Ijarah sebagai perjanjian sewa guna usaha PT Baik
dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa. Ijarah sebagai kontrak pengalihan
Hak atas barang atau jasa melalui pembayaran sewa tanpa kepemilikan barang
diri. As-salam adalah membeli barang yang pengirimannya dilakukan di kemudian hari
Pembayaran dilakukan di muka secara tunai. As-salam di perbankan biasanya diterapkan
Untuk pembiayaan jangka pendek untuk produksi agribisnis atau pertanian atau lainnya
Industri. Istisna pada dasarnya adalah kontrak penjualan antara pembeli dan pabrikan
Barang dengan pembayaran di muka, baik dilakukan secara tunai, hipotek, atau ditangguhkan.
metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode berbasis akuntansi, yang terdiri
Dari analisis NPF, risiko kredit Z-score dan skor Altman Z. Data yang diperoleh dalam hal ini
Studi adalah 7 bank syariah di Indonesia: Bank Muamalat, Bank of BCA Syariah,
Bank BNI Syariah, Bank Syariah BRI, Bank Syariah Mandiri, Bank Panin
Syariah dan Bank Syariah Bukopin. Data tersebut digunakan dari tahun 2011 sampai 2015.
Analisis NPF dengan menggunakan analisis rasio adalah total NPF dibagi dengan total net lending.
Rasio NPF = Total NPF / Total net financing ................... (1)
Semakin tinggi rasio NPF, maka rasio kebangkrutan atau kegagalannya juga lebih tinggi. Hal ini telah diatur
oleh Bank Indonesia, bank sentral di Indonesia oleh PT Pengaturan NPF / NPL bagus tidak lebih dari 5%.
Salah satu keuntungan menggunakan NPF sebagai pengukuran risiko kredit, pengukurannya secara langsung
Dari bank Solvabilitas dan sulit untuk dimanipulasi oleh manajemen. Risiko kredit Z-score adalah teknik
pengukuran yang paling umum digunakan
Mengukur stabilitas keuangan dalam sistem perbankan (Beck et.al., 2013; Boyd & Nicoló,
2003; Cihak & Hesse, 2008). Perhitungannya adalah
Z-score = (ROA + E / A) / SD. ROA .................. (2)
Dimana ROA adalah laba atas aset atau laba bersih setelah pajak dibagi dengan total aset,
Sedangkan E adalah total ekuitas dan A adalah total aset, SD. ROA adalah standar deviasi dari
ROA selama tiga tahun. Alasan untuk menggunakan credit risk Z-score adalah sebagai ukuran bank
Kesehatan antara akademisi dan praktisi. Salah satunya adalah pengukuran ini
Lebih mudah digunakan daripada alat ukur berbasis pasar seperti metrik kredit atau VaR, dan
Informasi akuntansi yang dibutuhkan hanya sedikit, tapi alat ini lebih unggul dibanding yang lain
Ukuran akuntansi seperti analisis NPF. Alasan lainnya adalah keakuratan alat ini,

Pengukuran risiko kredit Z-score berbanding terbalik dengan kegagalan, jika skor Z
Kecil maka tingkat kegagalan akan tinggi dan sebaliknya jika nilai Z besar maka kegagalannya
Tingkat akan kecil. (Cihak & Hesse, 2008) mempelajari kekuatan skor Z dalam memprediksi
Kegagalan bank yang memiliki risiko kegagalan sistematik. Menurut temuan mereka, bank
Yang gagal selama krisis memiliki nilai Z yang jauh lebih rendah daripada bank lain
Default. Ini jelas menunjukkan bahwa skor Z adalah salah satu alat ukur yang paling kuat
Untuk mengukur stabilitas bank. Altman Z-score adalah alat pengukuran kegagalan perusahaan. Altman Z-
score Memiliki 3 teknik berbeda yaitu perusahaan manufaktur yang go public,
Perusahaan manufaktur yang tidak go public dan non-manufacturing Perusahaan. Data dalam penelitian ini
adalah pada perbankan, teknik yang digunakan adalah Altman
Z-skor perusahaan non-manufaktur. Yang bisa diformulasikan dengan,
Z "-Score = 6.56 (X1) + 3:26 (X2) + 6.72 (X3) + 1:05 (X4) + 3:25 ...... (3)
Dimana X1 adalah modal kerja / total aset, X2 adalah laba / total aktiva tetap,
X3 EBIT / total assets dan X4 adalah equity (nilai buku) / total kewajiban (Altman &
Saunders, 1998). Penafsirannya adalah bahwa jika Z> 2,99, perusahaan tidak memiliki
Bermasalah dengan kondisi keuangan. Jika 1,8 <Z <2,99, perusahaan memiliki sedikit
Masalah dalam kondisi keuangan (ini tidak terlalu serius). Jika Z <1,88, perusahaan
Mengalami masalah serius (Saunders, 2008).

Hasil dan Diskusi


Analisis Pembiayaan Non Performing
Pada Gambar 1 adalah data saldo non-performing dari data, yang berbasis hutang
Pembiayaan, bukan seluruh biaya pada masing-masing bank. Data yang diperoleh berdasarkan
Pada laporan keuangan tahunan untuk masing-masing bank melalui situs web masing-masing.
Data pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan berbasis hutang yang kurang lancar atau tidak
Kelancaran, meragukan dan rugi kemudian dibagi dengan total pembiayaan berbasis hutang. Hasil
Menunjukkan bahwa rasio NPF terhadap setiap perbankan syariah di Indonesia memiliki risiko rendah Dari
pembiayaan berbasis hutang atau bisa dikatakan bahwa perbankan syariah di indonesia punya barang bagus
Stabilitas keuangan, karena rasio NPF masih di bawah 5% atau masih di bawah rasionya NPF ditentukan
oleh Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral. Bank Syariah BCA memiliki Rasio NPF dari tahun 2011
sampai 2015 di bawah 0%. Syariah Bank BNI memiliki rasio NPF Dibawah 2% untuk 5 tahun terakhir.
Sedangkan Bank BRI Syariah, Bank Syariah Bukopin, Bank Syariah Mandiri, dan Bank Muamalat memiliki
NPF ratio yang lebih tinggi dari 3 lainnya Bank yang rata-rata sebesar 3% namun masih di bawah 5% dalam
5 tahun terakhir. Bank Panin Syariah Memiliki rasio NPF yang relatif rendah di 2011 - 2014 sebesar 1%
namun pada tahun 2015 rasio NPF Melonjak cukup tinggi 3,5%. Kenaikan tersebut disebabkan oleh
kenaikan pembiayaan itu Terjadi di tahun sebelumnya. Hasil ini konsisten dengan hasil penelitian

(Kabir et.al, 2015), yang mengungkapkan bahwa NPF pada perbankan syariah menunjukkan nilai yang
lebih rendah
Risiko terhadap risiko kredit. Peneliti lain yang mempelajari analisis risiko kredit PT
NPF adalah (Ahmad, 2007; Berger & Deyoung, 1997; Das & Ghosh, 2009; Jiménez,
Et.al, 2007; Sukmana & Suryaningtyas, 2016)

Analisis Skor-Z Risiko Kredit


Analisis risiko kredit Z-score ini menggunakan data ROA, total aset, total ekuitas
Dan standar deviasi ROA yang minimum dapat dilakukan secara akurat
Bila data diambil lebih dari tiga tahun. Hasilnya bisa dikatakan
Stabil atau jauh dari kemungkinan default jika semakin jauh dari nol menuju positif,
Dan semakin besar nilainya, semakin baik menjaga kestabilan perbankan syariah.
Kharisya Ayu Effendi: Risiko Pembiayaan Berbasis Utang dalam Perbankan Syariah Indonesia
Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa semua bank syariah menghasilkan risiko kredit z-score
Di atas 0, berarti perbankan syariah di Indonesia memiliki sistem keuangan yang stabil
Karena jauh dari kemungkinan gagal. Peringkat pertama yang bagus
Stabilitas keuangannya adalah Bank of BCA Syariah, dengan 260 credit Z-score 260 di tahun 2011
Dan 250 pada tahun 2015, hasil ini menunjukkan bahwa risiko skor z-score jauh dari
Angka 0, yang berarti risiko kredit sangat rendah. Diikuti oleh Bank BNI Syariah
Dengan nilai Kredit Z-score 125 di tahun 2015 dan 150 di tahun 2011. Menempati
Posisi ketiga pada nilai tinggi z-score adalah bank syariah Bukopin, diikuti
Oleh Bank Panin Syariah, Bank BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri dan Bank Indonesia
Muamalat. Ini karena persentase ekuitas di bank lebih tinggi dari yang lain
Bank. Ekuitas bank lain dari saham juga dari keuntungan yang dihasilkan cukup banyak
Dan tumbuh setiap tahunnya.

Selain menghasilkan data keuangan yang stabil, dalam analisis ini juga dapat disimpulkan
Bahwa jumlah ekuitas dapat meningkatkan daya tahan terhadap risiko pada perbankan Islam.
Pasalnya, sumber dana melalui ekuitas lebih rendah risikonya dibanding utang. Ini adalah
Sesuai dengan studi (Shahari et.al., 2015) yang mengungkapkan berbasis Ekuitas
Pembiayaan lebih rendah dari pada berbasis Debt. Sumber pendanaan ekuitas memiliki risiko lebih rendah
Karena tidak ada kewajiban membayar premi setiap bulan dan kapan perusahaan
Default tanpa faktor moral hazard maka perusahaan tidak berkewajiban untuk membayar apapun
kerugian. (Barajas, et.al, 2013; Beck, et.al, 2010; Ernawati, 2016; Faye, et.al, 2013) juga
Mengatakan bahwa bank yang memiliki ekuitas besar akan lebih baik dalam mengelola risiko kreditnya.
Semakin tinggi komposisi ekuitas ini berdampak pada rendahnya risiko kredit di Indonesia
Perbankan syariah

Analisis Altman Z-Score


Analisis Z-score Altman ini menggunakan data akuntansi lebih banyak dari sebelumnya
analisis. Hasil yang baik untuk stabilitas keuangan perbankan dalam alat analisis ini,
Jika nilai yang dihasilkan lebih besar dari 2,99.
Hasil dari analisis ini adalah bahwa semua bank syariah di Indonesia mempertahankan
Kestabilan keuangan mereka baik karena Altman Z-score dihasilkan diatas 5. Ini adalah
Menunjukkan bahwa pembiayaan berbasis hutang diketahui lebih berisiko daripada berbasis ekuitas
Pembiayaan oleh (Shahari et al., 2015) masih dapat menjaga stabilitas keuangan
Di perbankan syariah Ini juga dijawab mengapa pembiayaan berbasis hutang lebih atraktif
Daripada pembiayaan berbasis ekuitas oleh (Shahari et al., 2015) tidak hanya karena DBF
Menggunakan agunan dan jaminan pengembalian tetap, namun juga memiliki risiko yang lebih rendah dan
tetap ada
Mampu menjaga stabilitas keuangan perbankan syariah dengan baik sehingga jauh dari
Kemungkinan kegagalan Studi ini sesuai dengan studi (Cihak & Hesse,
2008; Kabir, et.al, 2015; Rajhi & Hassairi, 2013).

Kesimpulan
Studi ini menceritakan tentang risiko pembiayaan berbasis utang terhadap orang Indonesia
Perbankan syariah menggunakan pengukuran berbasis akuntansi, yaitu NPF
Analisis, analisis skor risiko kredit Z dan analisis skor Altman Z. Datanya
Diperoleh dari 2011 sampai 2015 dari website masing-masing bank. Hasilnya adalah sebuah risiko
Pada pembiayaan berbasis hutang untuk Islam Indonesia rendah. Pengukuran menggunakan 3
Alat ukur berbasis akuntansi memberikan hasil yang konsisten, yaitu bahasa Indonesia
Perbankan syariah menggunakan pembiayaan berbasis hutang memiliki stabilitas keuangan yang tinggi dan
a
Resiko rendah.

Anda mungkin juga menyukai